Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MANUSIA
26
MANUSIA
27
MANUSIA
28
29
akan dapat memahami mengapa kebahagiaan yang sangat ingin dicari oleh
banyak orang itu sungguh sulit diraih, ibarat sulitnya menggenggam sinar
rembulan.
Mereka mencoba meraih kebahagiaan melalui pengumpulan. Ketika mereka
tidak sukses dalam pengumpulan kekayaan, perolehan posisi, kekuasaan dan
kebanggaan, dan mendapat kesenangan dari pemuasan indera, mereka akan
merana dan menderita, iri pada orang lain yang sukses melakukan hal itu.
Sekalipun jika mereka sukses dalam mencapai hal-hal tersebut, mereka
tetap saja menderita karena mereka kemudian takut kehilangan apa yang
telah diperoleh, atau keinginan mereka sekarang telah meningkat untuk lebih
kaya, posisi yang lebih tinggi, lebih berkuasa, dan kesenangan yang lebih
besar.
Keinginan mereka tidak dapat dikenyangkan sepenuhnya. Inilah sebabnya
pemahaman hidup itu penting agar kita tidak membuang waktu terlalu
banyak untuk melakukan hal yang tidak mungkin.
Di sinilah pemelukan suatu agama menjadi penting, karena hal ini
mendorong kepuasan dan mendorong orang untuk melihat lebih dari sekedar
kebutuhan daging dan egonya. Dalam suatu agama seperti ajaran Buddha,
kita diingatkan bahwa kita adalah ahli waris karma dan tuan dari nasib kita
sendiri. Untuk memperoleh kebahagiaan yang lebih besar, kita harus siap
untuk meninggalkan kesenangan jangka pendek. Jika seseorang tidak
percaya tentang kehidupan setelah kematian, bahkan cukup baginya untuk
menjalani hidup yang baik dan mulia di bumi, menikmati hidup damai dan
bahagia di sini dan sekarang, juga melakukan perbuatan yang bermanfaat
bagi kebahagiaan orang lain.
Menjalani hidup yang positif dan bermanfaat semacam itu di bumi dan
menciptakan kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang lain adalah jauh lebih
baik daripada hidup egois dengan mencoba memuaskan ego dan ketamakan
diri. Jika kita tidak tahu bagaimana cara hidup sesuai harapan orang lain,
bagaimana kita dapat mengharapkan orang lain untuk hidup sesuai dengan
harapan kita?
Jika seorang percaya akan kehidupan setelah kematian, maka menurut
Hukum Karma, tumimbal lahir akan terjadi sesuai dengan kualitas
perbuatannya. Orang yang telah melakukan banyak perbuatan baik mungkin
terlahir dalam kondisi yang menyenangkan di mana ia menikmati kekayaan
MANUSIA
30
dan kesuksesan, kecantikan dan kekuatan, kesehatan yang baik, dan bertemu
teman dan guru spiritual yang baik.
Perbuatan yang bermanfaat dapat juga menuntun pada tumimbal lahir di
surga dan keadaan luhur lainnya, sedangkan perbuatan yang tak bermanfaat
menuntun pada tumimbal lahir dalam keadaan menderita. Jika seseorang
memahami Hukum Karma, ia akan menahan diri dari perbuatan buruk dan
mencoba mengembangkan kebaikan. Dengan berbuat demikian, ia
memperoleh keuntungan bukan hanya dalam hidup saat ini, tetapi juga
dalam kehidupan mendatang.
Saat seseorang memahami sifat manusia, maka timbul beberapa penyadaran
yang penting. Ia menyadari bahwa tidak seperti batu atau karang, manusia
memiliki potensi bawaan lahir untuk tumbuh dalam kebijaksanaan, belas
kasih, dan kesadaran; dan diubahkan oleh pengembang dan pertumbuhan
diri ini. Ia juga memahami bahwa tidak mudah untuk terlahirkan sebagai
manusia, khususnya manusia yang memiliki kesempatan untuk
mendengarkan Dhamma.
Sebagai tambahan, ia sepenuhnya sadar bahwa hidupnya tidak abadi, dan
karena itu, ia berjuang mempraktekkan Dhamma selama masih dalam posisi
yang memungkinkan untuk berbuat itu. Ia menyadari bahwa praktek Dharma
adalah suatu proses pendidikan seumur hidup yang memungkinkannya untuk
membebaskan potensi sejati yang terperangkap dalam pikirannya oleh
kegelapan batin dan ketamakan. Untuk mengalami kesenangan duniawi
harus ada objek eksternal atau rekan, tetapi untuk mencapai kebahagiaan
batin tidak diperlukan objek eksternal.
Berdasarkan pada penyadaran dan pemahaman ini, ia kemudian akan
mencoba untuk lebih sadar akan apa dan bagaimana ia berpikir, berucap dan
berbuat. Ia akan mempertimbangkan apakah pikiran, ucapan dan
tindakannya berguna, dilakukan dari welas asih dan memiliki dampak yang
baik bagi dirinya sendiri serta orang lain.
Ia akan menyadari nilai sempurna, yang dikenal oleh umat Buddha sebagai
Jalan Utama Beruas Delapan. Jalan ini dapat membantu seseorang
mengembangkan kekuatan moralnya (sila) melalui penahanan perbuatan
negatif dan pengembangan sifat positif yang mendukung pertumbuhan
pribadi, mental, dan spiritual. Sebagai tambahan, jalan ini mengandung
banyak teknik yang dapat diterapkan seseorang untuk memurnikan pikiran,
memperluas kemungkinan pikiran, dan membawa perubahan sempurna
menuju kepribadiaan yang bermanfaat.
MANUSIA
31
32
MANUSIA
33
artikel dan buku semacam itu hanya memiliki pemahaman yang terbatas
tentang ajaran Buddha.
Ajaran-Nya tidak dimaksudkan hanya untuk anggota Sangha di vihara.
Ajaran itu juga untuk pria dan wanita biasa yang hidup di rumah bersama
keluarga mereka. Jalan Utama Beruas Delapan adalah jalan hidup Buddhis
bagi semua orang. Jalan hidup ini ditawarkan bagi seluruh umat manusia
tanpa perbedaan apa pun. Ketika keempat aspek kehidupan, yaitu kehidupan
keluarga, bisnis, sosial, dan spiritual diselaraskan secara memuaskan,
kebahagiaan akan diperoleh.
Mayoritas orang di dunia tidak dapat menjadi bhikkhu atau mengundurkan
diri ke dalam gua atau hutan. Betapa pun mulia dan sucinya ajaran Buddha,
hal ini tidak berguna bagi khalayak jika mereka tidak dapat mengikutinya
dalam kehidupan sehari-hari dalam dunia modern. Namun jika Anda
memahami semangat ajaran Buddha dengan benar, Anda tentu dapat
mengikuti dan mempraktekkannya sembari menjalani hidup sebagai orang
biasa.
Mungkin ada sebagian orang yang merasa lebih mudah dan nyaman untuk
menjalani ajaran Buddha dengan hidup di tempat terpencil; dengan kata lain,
dengan menarik diri mereka dari masyarakat luas. Tetapi orang lain mungkin
merasa bahwa jenis pengasingan semacam ini membosankan dan menekan
seluruh diri mereka, baik fisik maupun mental, dan karenanya hal ini
mungkin tidak kondusif bagi pengembangan hidup spiritual dan
intelektualnya.
Pengasingan sejati tidak berarti melarikan diri secara fisik dari dunia.
Sariputra, siswa utama Sang Buddha, berkata bahwa seseorang dapat hidup
dalam hutan mengabdikan diri pada praktek petapa, tetapi mungkin penuh
dengan pikiran yang tidak murni dan cemaran. Orang lain mungkin hidup di
sebuah desa atau kota, tidak mempraktekkan disiplin petapa, tetapi
pikirannya murni dan bebas dari cemaran. Dari kedua orang ini, kata
Sariputra, orang yang menjalani hidup murni di desa atau kota tentunya
jauh lebih unggul dan mulia daripada orang yang hidup dalam
hutan.(Majjhima Nikaya)
Kepercayaan umum bahwa untuk mengikuti ajaran Buddha orang harus
mengundurkan diri dari kehidupan keluarga normal adalah suatu kesalahpemahaman. Hal ini benar-benar merupakan pertahanan yang tak disadari
menentang prakteknya. Ada sejumlah rujukan dalam literatur Buddhis bagi
orang-orang yang menjalani kehidupan keluarga normal dan lumrah yang
MANUSIA
34
35
MANUSIA
36