Anda di halaman 1dari 3

2.3.

Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Bukan Riba


Segelintir Ulama di negara-negara Timur Tengah dan beberapa orang pakar ekonomi
di negara sekuler, berpendapat bahwa riba tidaklah sama dengan bunga bank. Seperti Mufti
Mesir Dr. Sayid Thantawi, yang berfatwa tentang bolehnya sertifikat obligasi yang
dikeluarkan Bank Nasional Mesir yang secara total masih menggunakan sistem bunga, dan
ahli lain seperti Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir. Doktor Ibrahim dalam buku Sikap Syariah
Islam terhadap Perbankan mengatakan, Perkataan yang benar bahwa tidak mungkin ada
kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan perekonomian, dan tidak ada kekuatan
perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Ia juga
mengatakan, Sistem ekonomi perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas dengan amalamal ribawi yang dilarang Al-Quran yang Mulia. Karena bunga bank adalah muamalah baru,
yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang terdapat dalam Al-Quran
tentang pengharaman riba.
Di Indonesia, pendapat yang mengemuka adalah pendapat pakar ekonomi yang juga
mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, Syafruddin Prawiranegara. Dalam
bukunya Benarkah Bunga Bank Riba (1993) yang diterbitkan penerbit Ramadhan, Syafruddin
berkata, Jika bunga, walaupun dalam bentuk yang masuk akal atau ringan, tidak dibolehkan
bagi pedagang muslim, maka larangan ini akan menempatkannya pada suatu posisi yang
sangat kaku, janggal, dan tidak menguntungkan apabila dihadapkan kepada lawannya dari
Barat dan Timur Tengah. Hal ini akan memaksa dia untuk mengikuti cara-cara yang dibuatbuat dalam melakukan transaksi atau memberikan nama lainnya kepada bunga seperti ongkos
administrasi, hanya untuk menghindari kata riba.
Pada halaman 43 Syafruddin berkata riba adalah semua bentuk keuntungan yang
berlebih-lebihan yang didapat lewat pekerjaan yang salah. Bunga yang bersifat komersial dan
normal diizinkan dalam Islam. Selanjutnya pada halaman 36, ia berkata, Mengenai AlQuran dan Sunnah, saya tidak mendapati satu ayat pun dari Al-Quran atau hadits Nabi
Muhammad yang dapat menyalahkan tafsir saya tentang riba.
Mohamad Hatta berpendapat, bunga bank untuk kepentingan produktif bukanlah riba,
tetapi untuk kepentingan konsumtif riba. Mr. Kasman Singodimedjo berpendapat, sistem
perbankan modern diperbolehkan karena tidak mengandung unsur eksploitasi yang dzalim,
oleh karenanya tidak perlu didirikan bank tanpa bunga. A.Hasan Bangil, tokoh Persatuan
Islam (PERSIS), secara tegas menyatakan bunga bank itu halal karena tidak ada unsur lipat
gandanya. Prof.Dr.Nurcholish Madjid berpendapat bahwa riba di mengandung unsur
eksploitasi satu pihak kepada pihak lain, sementara dalam perbankan (konvensional) tidaklah
seperti itu. Dr.Alwi Shihab dalam wawancaranya dengan Metro TV sekitar tahun 2004 lalu,
juga berpendapat bunga bank bukanlah riba.
2.4 Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Adalah Riba
Umer Chapra mengutip Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisan al-Arab, mengatakan
bahwa pengertian riba secara harfiah berarti peningkatan, pertambahan, perluasan, atau
pertumbuhan. Tetapi tidak semua peningkatan atau pertumbuhan terlarang dalam Islam.
Keuntungan juga menyebabkan peningkatan atas jumlah pokok, tetapi hal ini tidaklah
dilarang.[15] Maka apa yang sebenarnya diharamkan?
Pribadi yang sangat tepat untuk menjawab pertanyaan itu adalah Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam. Beliau melarang mengambil hadiah, jasa, atau pertolongan
sekecil apapun sebagai syarat atas suatu pinjaman. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari,
Rasulullah bersabda, Jika seseorang memberikan pinjaman kepada seseorang lainnya, dia
tidak boleh menerima hadiah. Dalam hadits riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah bersabda,
Ketika seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain dan peminjam memberikannya

makanan atau tumpangan hewan, dia tidak boleh menerimanya kecuali keduanya terbiasa
saling memberikan pertolongan. Jawaban Rasulullah ini menyamakan riba dengan apa yang
lazim dipahami sebagai bunga (bunga bank).[16]
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh
karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama terkemuka dalam konferensi
Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati
secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan
praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.[17] Berbagai forum ulama internasional
yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank, yaitu:
1. Majmaal Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah pada
tanggal 10-16 Rabiul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
2. Majma Fiqh Rabithah alAlam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di
Makkah, 12-19 Rajab 1406 H;
3. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
4. Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
5. Majmaul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
Walaupun Indonesia termasuk Negara dengan penduduk mayoritas muslim yang terlambat
mempromosikan gagasan perbankan Islam,[18] namun Majelis Ulama Indonesia (MUI)
melalui Keputusan Fatwa Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Faidah)
berpendapat:
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman
Rasulullah, yaitu Riba Nasiah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk
salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya;
2. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank,
Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun
dilakukan oleh individu.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode istinbat hukum bayani yang ditempuh oleh jumhur ulama telah menghasilkan
hukum haramnya bunga bank. Namun pada saat yang sama tampak bahwa mereka telah
mengabaikan beberapa kaidah dalam metode tersebut yang jika diterapkan, justru
memberikan hasil istinbat yang sebaliknya. Di antaranya adalah kaidah kebahasaan (al-qa
idah allughawiyah) yang berkenaan dengan takhsis al- amm dan mutlaq muqayyad. Akan
tetapi penekanan mereka yang berlebihan pada makna tersuqat (mafhum) dari Q.S. 2: 279
yang menyatakan bahwa hanya harta pokok yang boleh dipungut dari debitur, membuat
mereka tidak bisa bergeming dari pandangan bahwa bunga ekuivalen dengan riba. Karakter
metode istinbat bayani yang cenderung hanya memperhatikan makna teks dari uspek

kebahasaan dan mengabaikan background sosial historis ketika suatu ayat diturunkan tentu
saja ikut bertanggung jawab dalam membentuk opini mereka ini.
Secara umum Ulama membagi riba itu menjadi dua macam saja, yaitu riba nasiah
danriba fadil, sedangkan riba yad dan Riba qardi termasuk ke dalam riba nasiah danriba
fadhl. Barang-barang yang berlaku riba padanya ialah emas,perak, dan makanan yang
mengeyangkan atau yang berguna untuk yang mengenyangkan, misalnya garam. Jual beli
barang tersebut, kalau sama jenisnya seperti emas dan dengan emas, gadum dengan gadum,
diperlukan tiga syarat: (1) tunai, (2) serah terima, dan (3) sama timbangannya. Kalau jenisnya
berlianan, tetapi ilat ribanya satu, seperti emas dengan perak, boleh tidak sama tibangannya,
tetapi mesti tunai dan timbang terima. Kalau jenis dan ilat ribanya berlainan seperti perak
dengan beras, boleh dijial bagaimana saja seperti barang-barang yang lain; berarti tidak
diperlukan suatu syarat dari yang tiga itu.
Riba (termasuk bunga bank) adalah termasuk dosa besar. Baik pemberi, penulis dan
dua saksi riba adalah sama dalam dosa dan maksiat denganpemakan riba. Tidak boleh bagi
seorang Muslim mengokohkan transaksi riba. Dianjurkan (bahkan wajib) bagi kaum
Muslimin untuk mendirikan bank Islam sesuai dengan syariat agama, dan menghindarkan
dari segala macam bentuk/praktek riba

DAFTAR PUSTAKA
1 Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, Lahore, The Ahmadiyah Anjuman Ishaat
Islam, 1950, hlm. 721.
2 Abdurrahman Isa Ibnu Qayyim al-Zauji, Al-Muamalat al-Hadits wa Ahkamuha. Mesir:
3 Al-Suyuti, Al-Jami al-Shaghir, vol.1, Cairo, Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1954,
hlm. 10
4 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2006, hlm. 290
5 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta, Gunung Agung, 1997, hlm. 103
6 Rasjid, op. cit. , hlm. 291-292
7 Pendapat Abu Zahrah, Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Cairo, juga Abul Ala
al-Maududi (Pakistan), Muhammad Abdullah al-Arabi, Penasihat Hukum pada Islamic
Congress Cairo dan lainnya.
8 Mohammad Hatta, Mantan Wakil Presiden RI
9 Zuhdi, op. cit., hlm. 109
10 Zuhdi, op. Cit., hlm. 112
11 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Untung-Piutang, Gadai, Bandung, alMaarif, 1983, hlm. 22-23

Bunga dan Riba


juraganmakalah.blogspot.com/2013/04/bunga-dan-riba.htm

Anda mungkin juga menyukai