BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan penyakit yang
menyerang paru-paru walaupun pada beberapa kasus dapat menyerang pada organ
tubuh lainynya dengan cara menularkan ke orang lainnya melalui penataran
pernafasan. Penyakit TBC sendiri masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat
di Indonesia maupun diberbagai belahan dunia. Penyakit TBC merupakan
penyakit menular yang kejadiannya paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1.5
juta orang, urutan kedua dijumpai di Cina yang mencapai 2 juta orang dan
Indonesia menduduki urutan ketiga dengan penderita 583.000 orang.
TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang
(basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis. Penularan
penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung
basil TBC paru. Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan
diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang
kemudian menyebabkan penyakit TBC paru.
Pada tahun 1995 pemerintah telah memberikan anggaran obat bagi penderita
TBC secara gratis ditingkat Puskesmas, dengan sasaran utama adalah penderita
dengan ekonomi lemah. Obat TBC harus diminum oleh penderita secara rutin
selama enam bulan berturut-turut tanpa henti. Untuk kedisiplinan pasien dalam
menjalankan pengobatan juga perlu diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang
tinggal serumah, yang setiapa saat dapat mengingatkan penderita untuk minum
obat. Apabila pengobatan terputus tidak sampai enam bulan, penderita sewaktuwaktu akankambuh kembali penyakitnya dan kuman tuberkulosis menjadi
resisten sehingga membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya.
94
Apoteker
memiliki
peran
penting
dalam
keberhasilan
tatalaksana
hendaknya
dapat
berperan
aktif
dalam
pemberantasan
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI TUBERKULOSIS
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru. TBC ini bersifat menahun dan secara khas
ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. TBC
paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan TBC aktif pada paru
batuk, bersin atau bicara.
B. KLASIFIKASI
Menurut Depkes (2007), Ada beberapa klasifikasi TBC yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terpapar
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada
Tb Paru:
1) Tuberkulosis Paru BTA Positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
95
96
(dipertimbangkan)
oleh
dokter
untuk
diberi
pengobatan.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
TB
ekstra-paru
dibagi
berdasarkan
pada
tingkat
keparahan
penyakitnya, yaitu:
1) TB Ekstra Paru Ringan, seperti TB kelenjar limphe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB Ekstra Paru Berat, seperti meningitis, millier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kencing dan alat kelamin.
2. Klasifikasi
berdasarkan
tipe
pasien
ditentukan
berdasarkan
riwayat
97
pada
suatu
titik
waktu
tertentu)
dan
mortalitas/kematian
98
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
E. FAKTOR RESIKO
1. Personal
a. Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian
besar penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50
tahun. Data WHO menunjukkan bahwa kasus Tb paru di negara
berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian
Rizkiyani pada tahun 2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru
positif 87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 %
terjadi pada usia lanjut ( 55 tahun).
b. Jenis Kelamin
Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, lakilaki dan
perempuan.Tb paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif 3.
c. Stasus gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh
sistem tubuh termasuk sistem imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia
untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang
99
F. PENULARAN TUBERKULOSIS
Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, pesebaran kuman tersebut
diudara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB-Paru yang mengandung
banyak sekali kuman dapat terlihat lansung dengan mikroskop pada pemeriksaan
100
dahaknya (penderita bta positif) adalah sangat menular. Penderita TB Paru BTA
positif mengeluarkan kuman-kuman keudara dalam bentuk droplet yang sangat
kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini mongering
dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Dan
dapat bertahan diudara selama beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman
ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru
dari orang yang menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri (berkembang
biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang keorang lain.
G. MANIFESTASI KLINIK
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
1. Gejala respiratorik
a.
b.
c.
d.
Batuk 2 minggu
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada
2. Gejala sistemik/umum
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
3. Gejala khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening
101
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak
yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin
positif. Pada anak usia 3 bulan-5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.
H. DIAGNOSIS
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila
sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen
yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS
diulang.
Pada orang dewasa, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam diagnosis,hal
ini disebabkan suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang
bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium tubeculosis. Selain itu, hasil
uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita TB. Misalnya
pada penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus), malnutrisi berat,TB milier
dan morbili.
Sementara diagnosis TB ekstra paru, tergantung pada organ yang terkena,
misalnya nyeri dada terdapat pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan pembengkakan tulang belakang pada
Sponsdilitis TB. Seorang penderita TB ekstra paru kemungkinan besar juga
102
menderita TB paru, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto
rontgen dada. Secara umum diagnosis TB paru pada anak didasarkan pada:
1. Gambaran klinik
Uji tuberkulin
Uji ini dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan dengan cara
intrakutan) bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan
kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif
pada anak TB berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, dan lain-lain).
103
104
105
etambutol, karena mempunyai komplikasi terhadap mata. Penderitapenderita TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid. Kortikosteroid
hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa penderita
seperti :
1) TB meningitis
2) TB milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis
3) TB Pleuritis eksudativa
4) TB Perikarditis konstriktiva.
2. Pengobatan atau Tindak Lanjut Bagi Penderita Yang Sembuh, Meninggal,
Pindah, Lalai / Drop Out dan Gagal
a. Penderita Yang Sudah Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up)
paling sedikit 2 (dua) kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP
dan/atausebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya). Tindak lanjut: Penderita diberitahu apabila gejala muncul
kembali supayamemeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.
b. Pengobatan Lengkap
Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tapi tidak ada hasil, pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif.
Tindak lanjut: Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya
memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap. Seharusnya terhadap
semua penderita BTA positif harus dilakukan pemeriksaan ulang dahak
sesuai dengan petunjuk.
c. Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal
karena sebab apapun.
d. Pindah
Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain.
Tindak lanjut : Penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat pindah (Form
TB.09) dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil
106
107
108
MEKANISME
KERJA
Menghambat
DOSIS
Oral,
jam
FARMAKO-
EFEK
KINETIK
SAMPING
Mudah di absorpsi
Pada
normal jarang
biosintesis
asam
sebelum makan
di
mikolat
yang
atau
gastrointestinal
terjadi
jam
saluran
dosis
efek
merupakan unsur
setelah
makan
samping, yang
penting
dengan segelas
paling sering
sel
setelah pemberian
gatal-gatal.
mikobakterium
5 mg/kg BB per
menurunkan
mg
menimbulkan
mg
berkurang.
polineuritis,
dinding
per
hari.
109
OBAT
MEKANISME
KERJA
DOSIS
FARMAKO-
EFEK
KINETIK
SAMPING
lelah,
letih
300-500 mg per
dan anoreksia.
hari.
Untuk
menghindari
efek
toksik
diberikan Vit
B6 dan B1.
RIFAMPISI
Menghambat
Oral,
DNA-dependent
Di absorbsi baik di
Pada
sebelum atau 2
gastrointestinal.
normal jarang
RNA polimerase
jam
sesudah
terjadi
dari mikobakteria
makan
dengan
Makanan
dapat
samping, yang
dan
segelas
air
menurunkan Cmax
sering terjadi
mikroorganisme
putih.
sampai
gangguan
lain
dan anak-anak :
Diekssresikan
gastrointestina
menekan
10-20
melalui
empedu
l, ruam kulit,
terbentuknya
sampai 600 mg
dan
mengalami
demam, mual,
rantai
per hari
sirkulasi
dan
enterohepatik.
Pada
dengan
dalam
jam
Dewasa
mg/kg
sintesis RNA.
30%.
dosis
efek
muntah.
pemberian
dosis
besar
Menghambat
Sebaiknya tidak
Diabsorsbsi
75-
ia
Optik neuritis,
sintesis
diberikan
jika terdeteksi
lebih
awal,
harus
metabolisme
sel
tunggal,
pada
sehingga
sel
diberikan secara
gastrointestinal.
obat
terhambat
dan
oral.
Makanan
dihentikan
mati.
Terapi
saluran
dapat
minimal 6 bulan
menghambat
dan
untuk
dengan
(+)
diganti
obat
110
MEKANISME
OBAT
KERJA
FARMAKO-
EFEK
KINETIK
SAMPING
tuberculosis
lain.
pulmonari.
samping lain :
kerusakan
dermatitis,
DOSIS
Dewasa
15
dan
hati.
ginjal
Pada
Efek
demam
dan
sakit kepala.
t1/2 : 7 jam.
PIRAZINA
Di dalam tubuh
Secara
MID
dihidrolisis
Kombinasi
Peningkatan
enzim
dengan
sementara
pirazinamidase
isoniazid
menjadi
asam
rifampisin
serum
pirazinoat
yang
sebaiknya
aminotransfer
diberikan 1 jam
ase, hepatitis
tuberculostatik
sebelum atau 2
dan anoreksia.
jam
sesudah
yang
makan
dengan
segelas
air
aktif
oleh
sebagai
bersifat
asam
oral.
dan
Hepatotoksik.
konsentrasi
putih. Sebaiknya
tidak diberikan
tunggal.
Merupakan obat
pilihan pertama
pada fase awal.
1) Panduan Pengobatan
Panduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia :
a) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.
b) Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
c) Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.
d) Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
111
e) OAT FDC
Kode huruf diatas adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni :
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan
tujuan
untuk
memudahkan
pemberian
obat
dan
menjamin
Tabel 2.2. Panduan OAT Kategori 1 dalam Paket Kombipak dengan berat badan antara
33-50 kg
112
b) Kategori -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE
setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRZE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang
sebelumnya pernah diobati, yaitu:
Tabel 2.3. Paduan OAT Kategori 2 dalam Paket Kombipak untuk Penderita denganBerat Badan
antara 33-50 kg
113
c) Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR
selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan
untuk:
Tabel 2.4. Paduan OAT Kategori 3 dalam Paket Kombipak untuk Penderita dengan
Berat Badan antara 33-55 kg
114
OAT
mudah
dalam
menelan
obat
akan
115
tidak diperlukan lagi. Tanpa jaminan mutu obat, maka bioavailability obat, khususnya Rifampisin akan berkurang.
dosis
pada
semua
concentration)
yang
jenis
dosis
OAT
(sub-
memudahkan
116
117
(International
Union
Against
Tb
and
Lung
Diseases) telah
118
119
bulan.
Tahap Lanjutan
Pasien mendapat obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama (kurang lebih 4 -6 bulan), tahap lanjutan ini penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.
4. Rujukan
Melakukan rujukan ke UPK lain bagi pasien yang ingin pindah dengan
menggunakan formulir rujukan yang ada.
Formulir Pencatatan dan Pelaporan TB di DOTS :
Formulir TB.01 : Kartu Pengobatan Pasien TB
Formulir TB.02 : Kartu Identitas Pasien
Formulir TB.03 : Register TB Kabupaten
Formulir TB.04 : Register Laboratorium TBC
Formulir TB.05 : Formulir Permohonan Laboratorium TBC Untuk
Pemeriksaan
Dahak
Formulir TB.06 : Daftar Suspek Yang Diperiksa Dahak SPS
Formulir TB.09 : Formulir Rujukan/Pindah pasien TB
Formulir TB.10 : Formulir Hasil Akhir Pengobatan Dari Pasien TB Pindahan
120
Uraian
Akhir tahap
dengan pengobatan
Intensif
kategori 1
Hasil BTA
Negatif
Positif
Tindak Lanjut
Tahap lanjutan dimulai.
Dilanjutkan dengan OAT
sisipan selama 1 bulan.
Jika setelah sisipan
121
Tipe Pasien TB
Uraian
Hasil BTA
Tindak Lanjut
masih tetap positif,
tahap lanjutan tetap
Sebulan sebelum
Akhir Pengobatan
Negatif
Positif
diberikan.
OAT dilanjutkan.
Gagal, ganti dengan OAT
Kategori 2 mulai dari
Akhir Pengobatan
Negatif dan
(AP)
minimal satu
awal.
Sembuh.
pemeriksaan
sebelumnya
negatif
Positif
Akhir intensif
Negatif
awal.
Berikan pengobatan tahap
TB dengan pengobatan
kemudian pasien
kategori 1
dinyatakan Pengobatan
Akhir intensif
Positif
Lengkap.
Ganti dengan Kategori 2
Negatif
Positif
dengan pengobatan
kategori 2
Negatif
kepekaan obat.
Lanjutkan pengobatan
Positif
hingga selesai.
Pengobatan gagal, disebut
Akhir Pengobatan
122
Tipe Pasien TB
Uraian
Hasil BTA
Akhir Pengobatan
Negatif
Positif
(AP)
Tindak Lanjut
pelayanan spesialistik.
Sembuh.
Pengobatan gagal, disebut
kasus kronik, jika
mungkin, lakukan uji
kepekaan obat, bila
tidak rujuk ke unit
pelayanan spesialistik.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat tatalaksana pasien yang berobat tidak
teratur.
Tabel 2.11. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan:
Lacak pasien
Diskusikan
dan
cari masalah
Periksa
kali
negatif
atau
Tb extra paru:
Bila satu atau lebih
hasil
BTA
positif
Lama
pengobatan
Lanjutkan
pengobatan
sebelumnya
kurang dari 5
selesai
pengobatan
bulan *)
Lama
pengobatan
sementara
sebelumnya
menunggu
lebih
dari
Kategori-1:
mulai
kategori-2
5
Kategori-2:
rujuk,
hasilnya
bulan
mungkin kasus kroni
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)
Periksa 3 kali Bila hasil BTA Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi bila
negatif
dahak SPS
Diskusikan
dan
cari masalah
Hentikan
pengobatan
sambil menunggu
atau
Tb extra paru:
Bila satu atau lebih
hasil
positif
BTA
kronik.
123
hasil
pemeriksaan
dahak
Keterangan : *) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan
lama pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu
sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus
diperiksa dahak.
2. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
a. Sembuh
Pasien
telah
menyelesaikan
pengobatannya
secara
lengkap
dan
124
keteraturan
125
126
Namun ini dapat dilaksanakan jika Apoteker memulai dengan yang kecil
kemudian secara perlahan memperbesar atau mengembangkannya.
Apoteker mempunyai banyak kesempatan berperan dalam pemberantasan
TB. Peran tersebut mengedukasi penderita tentang :
a. Pentingnya adherence, motivasi agar penderita patuh, efek samping,
perilaku hidup sehat dll
b. Peran dalam mendeteksi penderita TB
c. Peran dalam memantau adherence penderita, adanya efek samping ,
adanya interaksi dengan obat lain.
d. Peran secara keseluruhan, apoteker harus berperan secara aktif mencegah
terjadinya resistensi, kekambuhan, kematian.
BAB III
ANALISA RESEP
A. ANALISA RESEP TB 1
Jakarta, 1- 6 - 2015
Dari dokter : Dedy Achdiat
Dasuki, SpM
R/ Rifampisin 450 mg No XXX
S 1 dd 1
R/ Ethambutol 500 mg No. XXX
S 1 dd 1
R/ INH (Isoniazid) 400 mg No.
XXX
S 1 dd 1
R/ Pyrazinamid 500 mg No. XXX
S 1 dd 1
127
Ada Tidak
ada
Keterangan
128
Persyaratan administratif
Jenis kelamin pasien
Nama obat
Potensi obat
Dosis obat
Jumlah yang diminta
Cara pemakaian yang jelas
Kesesuaian farmasetik
Bentuk sediaan
Dosis
Potensi
Stabilitas
Inkompatibilitas
Cara dan lama pemberian
Pertimbangan klinis
Adanya alergi
Efek samping
Interaksi
Kesesuaian dosis
Kesesuaian durasi
Kesesuaian jumlah obat
Ada Tidak
ada
Keterangan
1. Rifampisin + INH
Rifampisin
mengubah
metabolisme
isoniazid
dan meningkatkan jumlah
metabolit beracun
2. Rifampisin + Pyrazinamid
interaksi tidak diketahui,
meskipun kedua agen
secara
individual
hepatotoksik dan mungkin
memiliki efek aditif pada
hati.
129
Resep
Nama obat
Rifampisin 450 Rifampisin
mg No XXX
Komposisi
Rifampisin
450 mg
Indikasi
Tuberkulosis
Tuberkulosis
S 1 dd 1
S 1 dd 1
INH (Isoniazid)
400 mg No.
XXX
S 1 dd 1
INH
Isoniazid
400 mg
Tuberkulosis
Dosis
450 mg/ hari
Maksimal:
600 mg 23x/ minggu
Efek samping
Gangguan GI,
gangguan fungsi
hati, ikterus,
purpura, reaksi
hipersensitivitas,
trombositopenia,
leukositopenia,
nyeri
muskuloskeletal
250 mg/hari
Neuritis
retrobulbar
dengan
penurunan daya
penglihatan,
skotoma sentral,
buta warna hijaumerah,jarang:
ikterus & neuritis
perifer.
Gangguan SSP,
hiperurisemia
300 mg/ hari
Sering:
Gangguan fungsi
hati (terutama
pada pasien >35
tahun) & SSP
Jarang: Neuritis
perifer yang
tergantung dosis
(terutama pada
pasien
malnutrisi),
neuritis optik,
anemia, artalgia,
diskrasia darah,
sindrom
reumatik, gejala
menyerupai SLE
130
Pyrazinamid
500 mg No.
XXX
Pyrazinamid Pyrazinami
d 500 mg
Tuberkulosis
500 mg/hari
S 1 dd 1
(lupus
eritematosus)
Hepatotoksik.
Gout, anemia
skleroblastik,
gangguan GI,
agravasi ulkus
peptik, disuria,
lesu, demam,
urtikaria
Rifampisin
Menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif.
Isoniazid
Bekerja dengan menghambat sintesis asam mikolat pada dinding sel bakteri.
Pyrazinamid
Asam pirazinoat dari hasil hidroslisis pirozinamid di dalam tubuh oleh enzim
pirazinamidase aktif sbg tuberkulostatik hanya pada media yg bersifat asam.
Etambutol
Menghambat sintesis metabolit sel.
131
penyakit
TBC pasien.
5) Dosis terlalu besar (Over Dosage)
Dosis obat yang diberikan terlalu besar pada obat etambutol (500 mg/hari) dan
INH (400 mg/hari). Dosis lazim etambutol 250 mg/hari dan INH 300 mg/hari,
sehingga dapat mengakibatkan efek samping obat-obat tersebut lebih besar terjadi
bagi pasien.
6) Reaksi Obat Merugikan (Adverse Drug Reactions)
Reaksi obat yang merugikan dapat dilihat dari obat yang diberikan, apakah
memberikan efek samping yang memberatkan kondisi pasien atau tidak. Dalam
pengobatan pasien ini, terdapat efek samping dari INH yaitugangguan fungsi hati
(terutama pada pasien >35 tahun) & SSP, neuritis perifer, anemia. Efek samping
dari rifampisin antara lain gangguan GI, gangguan fungsi hati, ikterus, purpura,
reaksi hipersensitivitas, trombositopenia, leukositopenia, nyeri musculoskeletal.
Efek samping dari ethambutol antara lain buta warna hijau-merah,j arang: ikterus
& neuritis perifer, gangguan SSP, hiperurisemia. Efek samping dari pyrazinamid
antara lain hepatotoksik, gout, anemia skleroblastik, gangguan GI, agravasi ulkus
peptik, disuria, lesu, demam, urtikaria. Hampir semua obat TB dapat mengganggu
fungsi hati sehingga cukup memberatkan kondisi pasien.
7) Interaksi obat(Drug Interactions)
Obat-obatan dalam resep memiliki interaksi yang dapat meningkatkan efek
samping dari obat-obat tersebut jika dipakai bersamaan. Rifampisin dan INH jika
diminum bersama dapat meningkatkan resiko hepatotoksik, begitu pula dengan
rifampisin jika diminum bersama dengan pyrazinamid. Oleh karena itu sebaiknya
penggunaan obat-obat tersebut dipisah jarak waktu minumnya.
8) Gagal menerima obat(Failure to receive medication)
Kepatuhan pasien menentukan dalam keberhasilan pengobatan, dimana untuk
menilai efekdariobatsetidaknya dibutuhkan terapi pengobatan yang terus
132
berlangsungselama 2 bulan untuk tahap awal dan 4 bulan untuk tahap lanjutan
TB.
Medication Error
a. Prescribing
No.
Jenis ME
Ada / Tidak
Keterangan
1. Incorrect diagnosis
Tidak
Tidak terdapat data yang cukup mengenai
penyakit atau gejala yang dialami pasien.
Jika dilihat dari obat-obatan yang
diresepkan, maka diduga bahwa pasien
menderita penyakit Tuberculosis.
2.
Prescribing error
Ada
Pada aturan pakai tidak lengkapkapan waktu
obat diberikanpagi, siang, sore, malam dan
apakah sebelum/setelah makan.
3. Miscalculation dose
Ya
Dosis masing-masing obat yang diberikan
tidak sesuai dengan dosis lazim.
1. Etambutol 500 mg/ hari (dosis lazim:
250 mg/ hari)
2. INH 400 mg/hari (dosis lazim: 300
mg/hari)
b. Dispensing
No.
1.
2.
Jenis ME
Ada / Tidak
Poor drug
Tidak
distribution practice
Tidak
Keterangan
Yang tercantum pada resep telah cukup
jelas, hanya pada saat pemberian etiket
perlu dicantumkan nama dan aturan pakai
yang jelas.
Pada apotek kimia farma, saat proses
pembayaran dilakukan pencatatan nama,
alamat dan nomer telepon pasien untuk
mencegah terjadinya kesalahan kemudian
sebelum obat diserahkandilakukan
pemeriksaan akhir antara resep dengan obat
yang telah disiapkan. Selanjutnya nama
pasien dipanggildanobat diserahkandengan
penyampaian informasi obat.
133
c. Administratif
No.
Jenis ME
1.
Incorrect drug
administration
2.
Failed
communication
3.
Lack of patient
education
Ada /
Tidak
Ada
Keterangan
134
sekali sehari pada malam hari. Etambutol sebaiknya diminum setelah makan
karena dapat menganggu lambung, diminum sekali sehari pada siang hari.
dapat meminta pasien untuk melakukan pola hidup sehat dan bersih dengan makan
yang teratur dan tepat waktu, mencuci tangan sebelum makan, mengkonsumsi obat
secara teratur untuk menghindari resistensi.
Monitoring
B. ANALISA RESEP TB 2
135
Jakarta, 1- 6 - 2015
Dari dokter : dr. Suzie
R/ Rifampisin 450 mg No XV
S 1 dd 1 pagi
R/ Isoniazid 300 mg No. XV
S 1 dd 1
R/ Pyrazinamid 500 mg No.
XXX
S 2 dd 1
Nama pasien : Tn. Jaswir
Ada Tidak
ada
Ada Tidak
ada
Keterangan
Keterangan
136
pakai/diminum kapan
(pagi, siang, sore, malam
dan setelah/sebelum
makan)
Kesesuaian farmasetik
Bentuk sediaan
Dosis
Potensi
Stabilitas
Inkompatibilitas
Cara dan lama pemberian
Pertimbangan klinis
Adanya alergi
Efek samping
Interaksi
Kesesuaian dosis
Kesesuaian durasi
Kesesuaian jumlah obat
3. Rifampisin + INH
Rifampisin
mengubah
metabolisme
isoniazid
dan meningkatkan jumlah
metabolit beracun
4. Rifampisin + Pyrazinamid
interaksi tidak diketahui,
meskipun kedua agen
secara
individual
hepatotoksik dan mungkin
memiliki efek aditif pada
hati.
Komposisi
Rifampisin
450 mg
Indikasi
Tuberkulosis
Dosis
450 mg/ hari
Maksimal:
600 mg 23x/ minggu
Efek samping
Gangguan GI,
gangguan fungsi
hati, ikterus,
purpura, reaksi
137
INH (Isoniazid)
300 mg No. XV
INH
Isoniazid
400 mg
Tuberkulosis
S 1 dd 1
Pyrazinamid
500 mg No.
XXX
Pyrazinamid Pyrazinami
d 500 mg
S 2 dd 1
Tuberkulosis
hipersensitivitas,
trombositopenia,
leukositopenia,
nyeri
muskuloskeletal
300 mg/ hari
Sering:
Gangguan fungsi
hati (terutama
pada pasien >35
tahun) & SSP
Jarang: Neuritis
perifer yang
tergantung dosis
(terutama pada
pasien
malnutrisi),
neuritis optik,
anemia, artalgia,
diskrasia darah,
sindrom
reumatik, gejala
menyerupai SLE
(lupus
eritematosus)
500 mg/hari
Hepatotoksik.
Gout, anemia
skleroblastik,
gangguan GI,
agravasi ulkus
peptik, disuria,
lesu, demam,
urtikaria
Rifampisin
Menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif.
Isoniazid
138
Bekerja dengan menghambat sintesis asam mikolat pada dinding sel bakteri.
Pyrazinamid
Asam pirazinoat dari hasil hidroslisis pirozinamid di dalam tubuh oleh enzim
pirazinamidase aktif sbg tuberkulostatik hanya pada media yg bersifat asam.
penyakit
TBC pasien.
9) Dosis terlalu besar (Over Dosage)
10) Dosis obat yang diberikan terlalu besar pada obat pirazinamid. Dosis lazim
pirazinamid 500 mg/hari, sehingga dapat mengakibatkan efek samping obat-obat
tersebut lebih besar terjadi bagi pasien.
11) Reaksi Obat Merugikan (Adverse Drug Reactions)
12) Reaksi obat yang merugikan dapat dilihat dari obat yang diberikan, apakah
memberikan efek samping yang memberatkan kondisi pasien atau tidak. Dalam
pengobatan pasien ini, terdapat efek samping dari INH yaitugangguan fungsi hati
(terutama pada pasien >35 tahun) & SSP, neuritis perifer, anemia. Efek samping
dari rifampisin antara lain gangguan GI, gangguan fungsi hati, ikterus, purpura, reaksi
hipersensitivitas, trombositopenia, leukositopenia, nyeri musculoskeletal. Efek samping
139
dari pyrazinamid antara lain hepatotoksik, gout, anemia skleroblastik, gangguan GI,
agravasi ulkus peptik, disuria, lesu, demam, urtikaria. Hampir semua obat TB dapat
mengganggu fungsi hati sehingga cukup memberatkan kondisi pasien.
Jenis ME
Incorrect diagnosis
Ada / Tidak
Tidak
2.
Prescribing error
Ada
3.
Miscalculation dose
Ya
Keterangan
Tidak terdapat data yang cukup mengenai
penyakit atau gejala yang dialami pasien. Jika
dilihat dari obat-obatan yang diresepkan, maka
diduga bahwa pasien menderita penyakit
Tuberculosis.
Pada aturan pakai tidak lengkapkapan waktu
obat diberikanpagi, siang, sore, malam dan
apakah sebelum/setelah makan.
Dosis masing-masing obat yang diberikan tidak
sesuai dengan dosis lazim.
pirazinamid2 x 500 mg/ hari (dosis lazim:
500 mg/ hari)
b. Dispensing
No.
1.
2.
Jenis ME
Ada / Tidak
Poor drug
Tidak
distribution practice
Drug and drug
devices related
Tidak
Keterangan
Yang tercantum pada resep telah cukup
jelas, hanya pada saat pemberian etiket
perlu dicantumkan nama dan aturan pakai
yang jelas.
Pada apotek kimia farma, saat proses
pembayaran dilakukan pencatatan nama,
140
problem
c. Administratif
No.
1.
Jenis ME
Incorrect drug
administration
Ada / Tidak
Ada
2.
Failed
communication
Tidak Ada
3.
Lack of patient
education
Tidak ada
Keterangan
Obat-obat yang diresepkan olehdokter
cara pemberiannya telah benar tetapi
dosis masing-masing obat yang diberikan
ada yang tidak sesuai dengan dosis
lazim, seperti pirazinamid. Untuk
mengoptimalkan efek terapi,
apotekerdapat pula menjelaskan
mengenai aturan pakai obat yang benar.
Umumnya pada saat penyerahan obat,
hanya dijelaskan aturan pakai
berapakalisehari dan jumlah obat yang
diminum (misal: satu kali sehari 1
kapsul). Sebaiknya dijelaskan pula aturan
pakai obat tersebut dengan benar dan
lengkap.
Jika pasien memerlukan edukasi
tambahan,pasien ingin menanyakan
mengenai penyakit atau obatnya, maka
apoteker harus dapat memberikan
informasi atau edukasi mengenai hal
tersebut.
141
Obat rifampisin diminum paling baik pada saat perut kosnog 1 jam sebelum atau
2 jam setelah makan, diminum sehari sekali pada pagi hari. INH (Isoniazid)
paling baik diminum pada saat perut kosong 1 jam sebelum atau 2 jam setelah
makan, diminum sehari sekali pada siang hari, atau dapar diberikan bersama
makanan untuk mengurangi rasa nyaman pada saluran pencernaan. Pirazinamid
sebaiknya diminum setelah makan karena dapat menganggu lambung, diminum
sekali sehari pada malam hari. Menyampaikan informasi mengenai cara
penyimpanan obat.
dapat meminta pasien untuk melakukan pola hidup sehat dan bersih dengan makan
yang teratur dan tepat waktu, mencuci tangan sebelum makan, mengkonsumsi obat
secara teratur untuk menghindari resistensi.
Monitoring
C. ANALISA RESEP TB 3
142
Ada
Tidak ada
Keterangan
143
Dosis obat
Jumlah yang diminta
Cara pemakaian yang jelas
Kesesuaian farmasetik
Bentuk sediaan
Dosis
Potensi
Stabilitas
Inkompatibilitas
Cara dan lama pemberian
Pertimbangan klinis
Adanya alergi
Efek samping
Interaksi
Kesesuaian dosis
Kesesuaian durasi
Kesesuaian jumlah obat
5. Rifampisin + INH
Rifampisin
mengubah
metabolisme
isoniazid
dan
meningkatkan jumlah metabolit
beracun
6. Rifampisin + Pyrazinamid
interaksi
tidak
diketahui,
meskipun kedua agen secara
individual
hepatotoksik
dan
mungkin memiliki efek aditif
pada hati.
Nama obat
Komposisi
Indikasi
Dosis
Efek samping
144
Pehadoxin 75
Pehadoxin Isoniazida
mgm.f pulv No.
300 mg,
XXX
Piridoksina
Hcl 10 mg
1 dd 1 pagi 1
jam ac
Rifampisin125 Rifampisin
mgm.f pulv No.
XXX
Rifampisin
125 mg
1 dd 1 pagi 1
jam ac
Efek saluran
pencernaan,
kejang,
hipersensitifitas,
radang saraf mata,
hiperglikemia,
asidosis.
Untuk anak
(sampai usia
12 tahun)
10mg/kg BB
perhari tidak
lebih dari 1
tablet
Tuberkulosis Dewasa: (BB Gangguan GI dan
50 kg) 600 fungsi hati,
mg sehari,
trombositopenia,
(BB 50 kg) leukopenia,
450 mg sehari, ketidaknyamanan
pada perut, nyeri
anak (sampai otot dan sendi.
usia 12 tahun)
10 20 mg/kg
BB tidak
melebihi 600
mg perhari.
Tuberkulosis
500 mg/hari
1 dd 1 pagi 1
jam ac
Hepatotoksik.
Gout, anemia
skleroblastik,
gangguan GI,
agravasi ulkus
peptik, disuria,
lesu, demam,
urtikaria
Isoniazid
Bekerja dengan menghambat sintesis asam mikolat pada dinding sel bakteri.
Rifampisin
Menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif.
145
Pyrazinamid
Asam pirazinoat dari hasil hidroslisis pirozinamid di dalam tubuh oleh enzim
pirazinamidase aktif sbg tuberkulostatik hanya pada media yg bersifat asam.
146
dari pyrazinamid antara lain hepatotoksik, gout, anemia skleroblastik, gangguan GI,
agravasi ulkus peptik, disuria, lesu, demam, urtikaria. Hampir semua obat TB dapat
mengganggu fungsi hati sehingga cukup memberatkan kondisi pasien.
b. Dispensing
No.
1.
Jenis ME
Poor drug
Ada / Tidak
Tidak
Keterangan
Yang tercantum pada resep telah cukup
147
distribution practice
2.
Tidak
c. Administratif
No.
1.
Jenis ME
Incorrect drug
administration
Ada / Tidak
Tidak Ada
2.
Failed
communication
Tidak Ada
3.
Lack of patient
education
Tidak ada
Keterangan
Obat-obat yang diresepkan olehdokter
cara pemberiannya telah benar. Untuk
mengoptimalkan efek terapi,
apotekerdapat pula menjelaskan
mengenai aturan pakai obat yang benar.
Umumnya pada saat penyerahan obat,
hanya dijelaskan aturan pakai berapakali
sehari dan jumlah obat yang diminum
(misal: satu kali sehari 1 kapsul).
Sebaiknya dijelaskan pula aturan pakai
obat tersebut dengan benar dan lengkap.
Jika pasien memerlukan edukasi
tambahan,pasien ingin menanyakan
mengenai penyakit atau obatnya, maka
apoteker harus dapat memberikan
informasi atau edukasi mengenai hal
tersebut.
148
dapat meminta pasien untuk melakukan pola hidup sehat dan bersih dengan makan
yang teratur dan tepat waktu, mencuci tangan sebelum makan, mengkonsumsi obat
secara teratur untuk menghindari resistensi.
Monitoring
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Tuberculosis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme, yaitu Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara,
waktu seseorang dengan TBC aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.
Terapi farmakologi yang diberikan berupa obat-obat yang biasa digunakan untuk
mengatasi penyakit ini adalah isoniazid, rifampisin dan etambutol. Terdapat pula 3
macam pengobatanyang dilakukan terhadap penderita tuberculosis, yaitu :
a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
c. Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.
d. Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
e. OAT FDC
Kode huruf diatas adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni :
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomycin
2. Saran
Diperlukan edukasi mengenai penyakit tuberculosis kepada masyarakat beserta
mekaninsme pengobatannya demi mendapatkan hasil terapi yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005.Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis.Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Jakarta.
Muh Syuti Syam. 2013. Dukungan Sosial Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas
Ajangale
Kabupaten
149
Bone
Tahun
2013.
150