PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi
ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya
dari hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal
inferior dan superior (Dorland, 2002).
2.2 Anatomi anal canal
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum
hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi
oleh epitel skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada
bagian yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa
(lajur morgagni).
2.3 Etiologi
Menurut Villalba dan Abbas, etiologi hemoroid sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya
adalah:
a. Penuaan
terjadi proses degenerasi dari jaringan tubuh, otot sfingter menjadi tipis
dan atonis.karena sfingternya mengalami kelemahan, maka dapat timbul
prolaps.
b. Kehamilan
Kehamilan dapat menyebabkan stasis vena pada daerah pelvis, meskipun
etiologinya masih belum diketahui secara pasti. Ada juga yang
mengatakan bahwa ini berhubungan dengan hormonal.
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
2.5.2
Hemoroid eksterna
Hemoroid eksterna berasal dari dari bagian distal dentate line dan
dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi dan tertutup oleh
kulit.
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya
darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan
mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II
hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan
hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada
hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis (Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit.
Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami
prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis.
Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan
8
rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan
trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006).
2.7.2
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan
vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid
internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan
II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit
membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan
rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis
(Canan, 2002).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya
fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan
tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan
Scholefield, 2003).
2.7.3
Pemeriksaan penunjang
a. Rectal toucher (RT)
Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak
nyeri, hemoroid ini dapat teraba bila sudah ada thrombus atau
fibrosis. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan
menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Rectal toucher (RT) diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma recti.
b. Anoskopi
Pemeriksaan diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang
belum prolaps. Anaskopi dimasukan untuk mengamati keempat
kuadran dan akan terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol
kedalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka
ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps
akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak, besarnya,
dan keadaan lain seperti polip, fissure ani, dan tumor ganas harus
diperhatikan.
Gambar 4. Anoskopi
2.8 Diagnosis Banding
Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien
kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal,
gatal pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan.
Kanke kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh
penyebab gejala tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk
gejala-gejala diatas:
a. Nyeri
Antara lain fisura anal, herpes anal, proktitis ulseratif dan proctalgia fugax.
b. Massa
Antara lain karsinoma anorektal atau prolaps recti / procidentia. Pada
procidentia, seluruh dinding akan prolaps, sedangkan pada hemoroid hanya
mukosa saja yang prolaps.
c. Nyeri dan massa
antara lain hematom periana;, abses dan pilonidal sinus.
d. Nyeri dan perdarahan
Antara lain fisura anal dan proktitis
e. Nyeri, massa, dan perdarahan
Hematom perianal ulseratif
f. Massa dan perdarahan
10
Karsinoma anal
g. Perdarahan
Antara lain karsinoma kolon-rektal, penyakit divertikel seperti karsinoma
kolorektal, karsinoma anal, diverkulitas, colitis ulserosa, dan polip. Bila
dicurigai adanya penyakit- penyakit tersebut maka diperlukan pemeriksaan
sigmoidoskopi atau kolon in loop.
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat
dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada
hemoroid.
2.9.1
Terapi konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi
konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti
kodein (Daniel, 2010).
- Pengelolaan dan modifikasi diet Diet
Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi
cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat
buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat
membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid. Diet berserat,
buah-buahan dan sayuran, dan intake air ditingkatkan. Diet serat
yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang
tinggi. Selulosa tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa
bersifat menyerap air sehingga feses menjadi lunak. Makananmakanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus menjadi besar
namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
-
11
kebiasaan
mengejan,
misalnya
Docusate
Sodium.
b. Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya
Lidocaine ointmenti 5% (Lidoderm, Dermaflex). Yang
penting untuk diperhatikan adalah penggunaan obat-obatan
topikal per rectal dapat menimbulkan efek samping
sistematik.
c. Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah
perianal
d. Analgesik,
untuk
mengatasi
rasa
nyeri,
misalnya
12
Gambar 5. Skleroterapi
-
13
2.9.3
Terapi operatif
- Hemoroidektomi
Banyak pasien yang sebenarnya belum memerlukan operasi
minta untuk dilakukan hemoroidektomi. Biasanya jika ingin
masuk militer, pasien meminta dokter untuk menjalankan operasi
ini. Indikasi operasi untuk hemoroid adalah sebagai berikut:
a) Gejala kronik derajat 3 atau 4.
b) Perdarahan kronik yang tidak berhasil dengan terapi
sederhana.
c) Hemoroid derajat 4 dengan nyeri akut dan trombosis serta
gangren.
Prinsip hemoroidektomi :
a) Eksisi hanya pada jaringan yang benar-benar berlebih.
14
15
16
18
BAB III
KESIMPULAN
hemoroid
didapatkan
melalui
anamnesis,
DAFTAR PUSTAKA
19
Corman, M.L. 2004. Colon and Rectal Surgery. 5th edition. J.B. Philadelphia :
J.B. Lippincott Company. 54-111
Dorland. 2002. Kamus Saku kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
Oswari, J. 1991. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa kedokteran. Edisi 3. Bagian 2.
Jakarta : EGC. 36-40.
Robbins, S.L., Cotran, R.S., Kumar, V. 2004. Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease. 7th edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company. 823.
Sadikin, V., Saputra, V. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.
Silvia A.P, Lorraine M.W,1995, Patofisiologi, Konsep konsep Klinis Proses
Penyakit Edisi IV. EGC: Jakarta. pemeriksaan penunjang: 420 421.
Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6. Jakarta:
EGC.
Werner Kahle ( Helmut Leonhardt,werner platzer ), dr Marjadi Hardjasudarma
( alih bahasa ), 1998, Berwarna dan teks anatomi Manusia Alat Alat
Dalam,p:232 Mansjur A dkk ( editor ), 1999, Kapita selecta Kedokteran. Jilid II.
Edisi III. FK UI: Jakarta. pemeriksaan penunjang: 321 324
Linchan W.M. 1994. Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II. EGC: Jakarta. hal 56
59.
20