PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Listrik merupakan salah satu faktor penting dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia modern, menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pertumbuhan
industri. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di tanah air, Perusahan Listrik Negara
dalam hal ini PT. PLN ( Persero ) memegang kuasa usaha ketenaga listrikan di
Indonesia. Untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara khususnya untuk sistem
Ambon, kebutuhan listrik dipasok dari pembangkit yang berbahan bakar minyak
(PLTD) dengan rata-rata umur mesin pembangkit yang relatif sudah tua. Kondisi
pembangkit yang relatif tua berakibat pada kinerjanya yang juga semakin menurun,
sementara di sisi lain kebutuhan akan tenaga listrik semakin meningkat.
Pertumbuhan penjualan tenaga listrik dan pertumbuhan beban puncak ratarata pertahunnya untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara sebesar 9,3 % dan dari
hasil prakiraan kebutuhan tenaga listrik, terlihat pada tahun 2012 terjadi
pertumbuhan beban yang cukup besar [ RPTL 2010 2019 Wilayah Maluku dan
Maluku Utara ]. Kebutuhan tenaga listrik yang semakin meningkat dari waktu ke
waktu ini, menuntut perlu adanya upaya pengembangan sistem pembangkitan guna
menjaga pasokan energi listrik sesuai kebutuhan masyarakat.
Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan listrik adalah mempercepat
diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non bahan bakar minyak
dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik. Untuk itu diperlukan upaya untuk
melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan
batubara ( Perpres RI. Nomor 71 Tahun 2006 ).
Sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait dengan kebutuhan energi listrik
dan kebutuhan energi listrik yang terus meningkat khususnya di pulau Ambon, maka
akan dibangun PLTU berkapasitas 2 x 15 MW. Pembangkit Listrik Tenaga Uap ini
berlokasi di Desa Waai ( Pulau Ambon ) dan proyek tersebut diharapkan sudah dapat
beroperasi Tahun 2012 [ RPTL 2010 2019 ].
Diharapkan nanti dengan beroperasinya PLTU ini, kebutuhan akan tenaga listrik di
pulau Ambon dan sekitarnya sudah dapat teratasi.
Untuk memenuhi kebutuhan Bahan bakar pada PLTU tersebut, batubara
dalam rencana akan disuplai dari Kalimantan Timur, Pulau Obi dan Nabire. Dengan
demikian, untuk menjaga ketersediaan pasokan batubara untuk kebutuhan
pembangkit tersebut perlu adanya kajian, meliputi ;
menggunakan transportasi laut, Jumlah Batubara yang akan disuplai, Model dan
kapasitas kapal pengangkut, Waktu operasional transportasi, Jalur yang ditempuh
dari Lokasi penambangan ke Ambon.
Mengacu dari latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini akan
dilakukan dengan judul ;
menentukan
pola
transportasi
batu
bara
dari
Pusat
penambangan ke Ambon.
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah batu bara yang harus disuplay untuk mengoperasikan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap 2 x 15 MW di Pulau Ambon.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1. Model Dasar Transportasi
Secara khusus model transportasi berkaitan dengan masalah pendistribusian
barang-barang dari pusat pusat pengiriman atau sumber ke pusat-pusat penerimaan
atau tujuan. Persoalan yang ingin dipecahkan oleh model transportasi adalah
penentuan distribusi barang yang akan meminimumkan biaya total distribusi (
Siswanto, 2007 )
S1
T1
S2
Sm
T2
Tn
Min bij
Tj
Ij
Karena ada i sumber dan j tujuan maka ada i x j kemungkinan distribusi dari sumbersumber ke tujuan-tujuan. Di samping itu, masing-masing sumber mempunyai
kemampuan terbatas untuk menyediakan barang, sedangkan masing-masing tujuan
mempunyai tingkat permintaan tertentu untuk dipenuhi. Persoalan itu menjadi rumit
karena biaya angkut per satuan barang dari sumber i ke tujuan j berbeda. Oleh karena
itu, model harus bisa menentukan distribusi yang akan meminimumkan biaya total
distribusi dan :
1. Tidak melampaui kapasitas sumber-sumber.
2. Memenuhi permintaan tujuan-tujuan.
Bij
..................................................................
(2.1)
Kapasitas
sumber per
periode
TUJUAN
SUMBER
T1
T2
C11
S1
X11
C21
X21
Cm1
Sm
..
X12
X21
Xm1
Kebutuhan
tujuan
per
periode
C12
C21
S2
....................
Cm2
Xm2
Tn
C1n
S1
X1n
C1n
S2
X1n
Cmn
Sm
Xmn
s1
t1
t2
tn
t1
(2.2)
..........................................................................
1,2, . ,
...........................................................................................................................
(2.3)
1,2, . ,
Dimana Xij 0
Penyelesaian persoalan ini akan menghasilkan Xij optimal, yaitu Xij yang akan
memenuhi persamaan ( 2.2 ) dan ( 2.3 ) serta membuat (2.1) minimum. Dengan kata
lain Xij optimal adalah distribusi optimal yang akan meminimumkan biaya distribusi
total.
Distribusi optimal di dalam model transportasi adalah distribusi barang dari sumbersumber untuk memenuhi permintaan tujuan agar biaya total distribusi minimum.
2.2. Konsep Dasar Pemrograman Matematis
Pemrograman matematis ( mathematical programing ) adalah pembuatan model
matematika atas suatu permasalahan yang sedang dihadapi dan menggunakan sebuah
proses atau prosedur yang dapat diprogram, disebut algoritma, untuk mendapatkan
solusinya.
Model-model
pemrograman
matematika
yang
banyak
digunakan
adalah
Fungsi tujuan adalah fungsi dari harapan atau kriteria yang ingin dicapai, yang
selanjutnya akan dimaksimalkan atau diminimalkan.
Batasan-batasan atau kendala adalah kondisi atau syarat yang membatasi nilainilai dari variabel keputusan yang mungkin.
Daerah solusi yang layak (feasible space) adalah daerah dari nilai-nilai
variabel keputusan yang memenuhi semua kendala, atau semua kemungkinan
kombinasi variabel keputusan yang memenuhi semua kendala.
Solusi tidak layak (infeasible solution) adalah solusi yang tidak memenuhi
satu kendala atau lebih.
Banyak solusi optimal (multiple optimal solution) adalah nilai fungsi tujuan
paling baik dengan jumlah dua atau lebih.
Adapun bentuk pemrograman matematika adalah memaksimumkan atau
10
a. Besaran, fluktuasi, estimasi durasi dan arus alami dari barang dan
penumpang.
Informasi mengenai potensi arus barang dan penumpang lengkap dengan
proyeksi masa depan pada trayek yang direncanakan perlu diketahui agar dapat
ditentukan kelayakan pengadaan kapal serta dimensi dan jenis kapal. Kapal yang
akan dioperasikan harus memiliki nilai ekonomis berupa pendapatan yang akan
digunakan untuk membiayai biaya investasi, biaya operasional dan keuntungan bagi
operator untuk menjamin kelangsungan kapal dan operator. Dalam prakteknya kapal
juga memiliki nilai sosial, yaitu ikut dalam memperlancar transportasi antar pulau
yang berujung pada peningkatan pembangunan, sehingga pada rute-rute tertentu
walau secara ekonomis kurang menguntungkan tetapi tetap dioperasikan dengan
dukungan subsidi pemerintah.
b. Lokasi dan jarak antara pelabuhan
Penentuan lokasi dan jarak antar pelabuhan diperlukan untuk aspek ekonomis
yaitu penentuan tarif terhadap barang dan jasa dan aspek teknis yaitu penentuan
kapasitas consumable kapal yang berujung pada dimensi dan kapasitas total kapal.
c. Jalur pelayaran dan panduan navigasi
Jalur pelayaran dan kondisi navigasi menentukan karasteristik bangunan
kapal dan perlengkapan kapal, termasuk perlengkapan keselamatan. Untuk kapal
dengan jalur pelayaran yang ramai atau rawan kecelakaan tentu akan berbeda dengan
kapal yang beroperasi pada jalur pelayaran yang sepi. Demikian juga dengan kondisi
alam sekitar jalur pelayaran.
d. Keandalan dari Pelayanan Pelabuhan
Pelayanan yang diberikan pelabuhan pada kapal mempengaruhi waktu sandar
dan
operasional
kapal
di
pelabuhan.
Sehingga perencanaan
kapal
perlu
11
e. Fasilitas Pelabuhan
Fasilitas yang dimiliki pelabuhan sangat berpengaruh terhadap perencanaan
perlengkapan kapal, seperti penyediaan alat untuk material handling derek atau
crane, dan sebagainya. Atau bisa berpengaruh juga terhadap desain kapal secara
keseluruhan.
B. Proses Pemilihan Rute
Prosedur pemilihan rute bertujuan untuk memodel perilaku pelaku
pergerakan dalam memilih rute yang menurut mereka merupakan rute terbaiknya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat seseorang
melakukan perjalanan. Untuk transportasi laut dengan kapal adalah satu-satunya
pilihan moda transportasi, waktu tempuh, jarak dan biaya merupakan parameter yang
sangat mempengaruhi pemilihan rute.
Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah mempertimbangkan dua
faktor utama dalam pemilihan rute, yaitu biaya pergerakan dan nilai waktu biaya
pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Dalam beberapa model
pemilihan rute dimungkinkan penggunaan bobot yang berbeda bagi faktor waktu
tempuh dan faktor jarak tempuh untuk menggambarkan persepsi pengguna jasa
transportasi dalam kedua faktor tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan
bahwa waktu tempuh mempunyai bobot lebih dominan daripada jarak tempuh bagi
pergerakan dalam satu wilayah.
Waktu pelayaran untuk transportasi laut sangat dominan dalam pemilihan rute
pelayaran. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi waktu pelayaran semakin besar
biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jasa maupun oleh pihak penyedia jasa
pelayaran (kapal). Biaya operasional kapal akan meningkat seiring dengan
meningkatnya waktu berlayar.
Permintaan jasa transportasi laut per tahun dapat dijadikan sebagai dasar
perencanaan rute. Besaran permintaan barang dan penumpang per tahun tersebut
kemudian menjadi indikator kapasitas transportasi dari moda transportasi dalam
bentuk rute-rute. Nilai kapasitas transportasi inilah yang kemudian menjadi referensi
dasar perhitungan rancangan parameter-parameter operasional lain yang lebih detail,
12
terutama dalam mengestimasi kapasitas angkut per kapal, jumlah kapal, dan
kapasitas angkut kapal secara total per tahunnya.
Model umum penawaran ( supply ) ditujukan untuk mencari / mendapatkan total
kapasitas angkut yang harus disediakan. Pemodelan penawaran merupakan fungsi
dari jumlah armada, kapasitas angkut dan jarak yang ditempuh [ Stopford Martin (
1988 ) ] , yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
Ef
Rtrip =
T
!
T sea =
"#$#% &'(#)#$#*
+,
dimana :
S
Nk
Cp
LF
13
Vs
14
1.
2.
3.
Data arus barang (cargo flow), sekarang dan perkiraan yang akan datang serta
4.
5.
6.
7.
8.
9.
5 - 10 tahun
15
16
AR =
....................... (2.11)
PT +
AT + WT + BT
17
e. Approach Time ( AT )
Adalah jumlah jam bagi kapal yang terpakai selama kapal bergerak dari
lokasi lego jangkar sampai ikat tali di tambatan. (pakai/tanpa pelayanan pandu/tunda)
atau sebaliknya.
AT = TRT - ( WT + PT + BT ) ......................................... (2.15)
f. Berthing Time ( BT )
Adalah jumlah jam satu kapal selama berada di tambatan ( first time sampai
dengan last time )
BT =
IT ...................................................................... (2.17)
+ ET ) ....................................................... (2.19)
18
BT -
BWT.................................................................... (2.24)
dunia
perhubungan
laut,
untuk
meningkatkan
kelancaran
19
20
21
22
23
24
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis dan dimensi fisik kapal yang digunakan untuk mengangkut batubara.
Data Kapasitas dan Performa Alat Angkut ; data ini dibutuhkan untuk
memperkirakan frekwensi dan kuantitas supply batubara.
25
b. Pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang tepat sesuai dengan fokus kajian maka teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Data Primer yang didapat lewat observasi, wawancara dengan menggunakan
kuisioner dan pencatatan langsung terhadap objek yang diteliti.
b. Data Sekunder yang didapat lewat literatur maupun badan/instansi terkait.
Selengkapnya, penelitian ini dilakukan dengan menempuh tahapan- tahapan
sebagaimana tergambar pada Diagram Alir Penelitian berikut ini :
26
BAB IV
ANALISIS KEBUTUHAN BATUBARA
DAN PEMODELAN TRANSPORTASI
4.1.
Batu Bara
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari ; Karbon, Hidrogen, dan Oksigen. Batu bara juga adalah batuan
organik yang memiliki sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui
dalam berbagai bentuk.
Indonesia dalam 2 dekade belakangan telah meningkatkan produksi
batubaranya besar- besaran dari hanya 2 juta ton pada tahun 1985 menjadi 145 juta
ton pada Tahun 2005.
terutama ke negara industri Asia (Taiwan, Jepang, Hong Kong dan Korea Selatan).
Indonesia saat ini tercatat sebagai pengekspor batubara terbesar kedua di dunia,
mengekspor 92,5 juta ton pada Tahun 2005.
Kalimantan
merupakan
pusat
produksi
batubara
Indonesia,
yang
menghasilkan lebih dari 90% produksi batubara di Tanah Air. Cadangan batubara
Kalimantan sebenarnya hanyalah sekitar 51% dari cadangan batubara (resources) di
Tanah Air, sementara daerah lain, terutama Sumatra, juga memiliki cadangan
batubara dalam jumlah besar, khususnya yang telah terbukti ( proven reserves ).
Mutu batu bara Kalimantan sangat baik dengan kandungan panas tinggi serta
kadar abu dan belerang yang rendah, membuatnya sangat laku, baik untuk eksport
maupun pasaran domestik. Dibandingkan Sumatra yang juga memiliki cadangan
cukup besar dan beberapa tambang batu bara, industri batu bara diuntungkan dengan
keberadaan tambang-tambang yang berada relatif dekat dengan pantai serta sungai
besar ( Barito, Mahakam ) yang memungkinkan batu bara dapat ditransport tanpa
harus mengembangkan infrastruktur transportasi yang mahal untuk itu.
28
Dari 70 tambang
dari produksi tersebut diekspor. Terlihat 4 perusahaan utama (Adaro, Kaltim Prima
Coal, Arutmin, Kideco Jaya Agung) yang memproduksi sekitar 70% dari produksi
batubara Kalimantan, dengan masing-masing perusahaan memproduksi lebih
dari 10 juta ton/tahun, atau lebih besar dari produksi oleh produsen utama batubara
di Sumatra (PT Batubara Bukit Asam) yang hanya di bawah 10 juta ton/tahun.
Mutu batubara Kalimantan, berdasarkan kandungan panasnya, dapat
dibedakan berdasarkan basin batubara yang ada.
kandungan panas yang lebih tinggi (5.800 7.100 kkal/kg). Batubara di basin
29
Pasir,
relatif rendah (4.300 6.800 kkal/kg) sedang batubara di basin Barito memiliki
kandungan panas yang bervariasi dari yang rendah (4.800 kkal/kg) sampai yang
tinggi (7.000 kkal/kg).
Operasi tambang batubara di Kalimantan sampai saat ini dilakukan di
tambang terbuka (open pit mining), menggunakan teknologi penambangan
sederhana mengandalkan truk dan mobil penggaruk (shovel), dan hanya
menerapkan pengolahan lanjut yang minimal sebelum batubaranya dikirimkan.
Tambang-tambang yang sekarang dalam status
berlokasi di dekat-dekat sungai atau tepi pantai.
sangat tinggi (khususnya cooking coal yang berharga sangat mahal) berada di
wilayah-wilayah
pedalaman
yang
masih
jauh
dari
jangkauan infrastruktur
30
Bulan
Thn 2008
Thn 2009
Thn 2010
Januari
2,0
4,0
2,0
4,0
Pebruari
2,0
4,0
2,0
3,0
0,75
1,5
Maret
- 0,75
April
- 0,75
Mei
1,5
1,5
1,5 - 2,5
0,5
1,5
1,5
2,5
Juni
2,0 - 3,0
2,0
2,5
1,5
2,5
Juli
3,0 - 4,0
2,0
3,0
Agustus
2,5 - 3,5
2,0
3,0
3,0
5,0
September
1,5 - 2,5
1,5
2,5
Oktober
0,5 - 2,0
0,75
1,5
0,75 -
1,5
November
0,0 - 0,75
0,75
1,5
0,75 -
1,5
Desember
0,75 - 1,25
0,75
1,5
Ket.
Secara visual, kondisi cuaca wilayah Indonesia sebagaimana terlihat pada gambar
31
Tabel 4.2. Keadaan Cuaca dengan Tinggi Gelombang Laut Tahun 2008
Tahun 2008
Tinggi Gelombang ( % )
Bulan
Ket.
0 1,25m
1,25 - 2,5 m
>2,5m
Januari Februari
10
85
95
90
SeptemberOktober
November Desember
95
32
Tabel 4.3. Keadaan Cuaca dengan Tinggi Gelombang Laut Tahun 2009
Tahun 2009
Tinggi Gelombang ( % )
Bulan
Ket.
1 1,25m
1,25 - 2,5 m
>2,5m
Januari Februari
90
95
90
SeptemberOktober
November Desember
90
Tabel 4.4. Keadaan Cuaca dengan Tinggi Gelombang Laut Tahun 2010
Tahun 2010
Tinggi Gelombang ( % )
Bulan
Ket.
2 1,25m
1,25 - 2,5 m
>2,5m
Januari Februari
90
95
90
SeptemberOktober
November Desember
90
34
35
36
Route yang akan ditempuh oleh kapal pengangkut batu bara dari Pulau Obi
dan Nabire menuju PLTU Waai Pulau Ambon, sebagaimana terlihat pada Gambar
4.5 berikut ini.
4.4.
Untuk menentuan jenis dan kapasitas kapal sangat tergantung dari jenis dan
jumlah komoditi barang yang dimuat atau dibongkar serta kondisi
infrastruktur dan fasilitas di pelabuhan.
Self Propelled Barge (SPB) atau kapal tongkang yang memiliki tenaga
penggerak (tongkang bermesin)
Bulk Carrier
38
Tongkang yang membawa muatan cair seperti minyak (oil), bahan bakar, air
tawar dan sebagainya. Tongkang jenis ini biasanya beroperasi di pelabuhan,
digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak atau air tawar bagi kapalkapal yang sedang berlabuh dan biasanya berukuran kecil. Untuk oil barge
yang beroperasi di sungai-sungai besar mempunyai kapasitas yang relative
lebih besar, pada jenis ini biasanya dilengkapi dengan pompa-pompa untuk
pengosonganmuatan (discharging pump).
Tongkang barang, pembawa muatan bulk (muatan curah), general cargo serta
muatan yang dimasukkan dalam karung (barge cargo). Jenis ini mempunyai
ruang palkah sebagaimana layaknya kapal barang atau bulk carrier. Ada yang
dirancang dengan penutup palkah ada pula yang dirancang tanpa penutup
palkah.
Untuk batu bara kebanyakan menggunakan tongkang dengan jenis deck barge
atau muatan diatas geladak. Tongkang tidak memiliki consumables (bahan bakar dan
air tawar) namun memiliki tangki ballast dan pengaturan trim. Sedangkan kapal
tunda dapat diartikan sebagai kapal yang digunakan untuk mendorong atau
membantu kapal lain dilaut dan untuk menarik tongkang-tongkang dipelabuhan, dan
kapal ini memiliki daya mesin yang besar.
39
3rd Generation Push-Towed Tug-Barge System, ini adalah sistem tug-barge yang
telah menggunkan teknologi coupling lebih baik daripada sistem sebelumnya,
maka kapal dapat mendorong tongkang dalam segala kondisi gelombang dan
cuaca.
40
Dengan menggunakan dua unit yaitu kapal tunda sebagai unit penggerak dan
tongkang sebagai unit muatan maka memungkinkan sistem operasi ini
memiliki fleksiblitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapal pada
umumnya. Dengan terpisahnya sistem ini menjadi dua unitt memungkinkan
juga sistem ini melakukan pola operasi drop and swap.
Bila dibandingkan dengan kapal dengan kapasitas yang sama sistem ini
memiliki sarat air yang lebih rendah sekitar 65%-75%. Karakteristik ini
41
42
43
Untuk kapal Bulk Carier muatan batu bara, terdapat beberapa perbedaan konstruksi
bila dibandingakan dengan kapal muatan curah yang lain, hal ini dikarenakan batu
bara memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik batu bara yang perlu
diperhatikan diantaranya :
Gas yang mudah meledak
Untuk beberapa jenis batu bara khususnya tambang batu bara baru dapat
menghasilkan gas yang mudah terbakar (gas methana). Apabila gas methana ini
bercampur dengan udara dan kemudian terjadi kontak dengan nyala api maka akan
mudah sekali terjadi ledakan. Karenanya batu bara harus dimuat pada ruang muat
dengan kondisi udara yang bersih, dan selama pelayaran pada ruang muat diberi alat
ventilasi agar gas methana yang dihasilkan dapat dikeluarkan dan harus dijaga agar
gas tersebut tidak masuk ke ruangan yang lain.
Pembakaran Spontan
Untuk Batu bara dengan tipe soft, bituminous adalah subyek untuk
pemanasan dan pembakaran yang cepat. Terjadinya pemanasan dan pembakaran ini
tergantung pada lamanya batu bara berada dalam ruang muat kapal. Sistem ventilasi
mungkin bisa mengurangi resiko terjadinya ledakan gas tetapi masih memungkinkan
terjadinya pembakaran pada batu bara apabila terjadi hubungan antara udara dengan
permukaan batu bara yang panas. IMO merekomendasikan bahwa temperatur dari
muatan batu bara harus dicek setiap hari pada tiga tempat di setiap ruang muat,
disekitar dasar ruang muat dan ditengah muatan. Batasan temperatur yang
membahayakan untuk muatan batu bara berkisar antara 50 C - 55 C. Pada suhu 80
C tidak diperbolehkan ada muatan batu bara, oleh karena itu harus dilakukan
pengecekan temperatur sebelum dilakukan proses pemuatan.
Pergeseran Muatan Pada Saat Berlayar
Bila batu bara dimuat dalam kondisi basah maka akan lebih memudahkan
terjadinya pergeseran muatan sehingga akan membahayakan kapal apabila kapal
tersebut tidak dilengkapi dengan self trimming. Dengan alasan tersebut maka harus
dilakukan pengetesan kandungan air sebelum melakukan pelayaran.
44
Terjadi korosi pada ruang muat kapal Batu bara dengan kandungan sulfur yang
tinggi, khususnya dalam kondisi yang basah akan mudah menyebabkan terjadinya
reaksi kimia yang dapat menimbulkan korosi pada permukaan ruang muat kapal.
Kondisi akan semakin memburuk apabila temperatur ruangan naik dan batu bara
berada lebih lama di dalam ruang muat. Untuk mengatasi maka digunakan kapal bulk
carier double skin karena perlindungan terhadap korosi dan kerusakan lebih baik.
4.6.
Indonesia. Batubara yang dihasilkan dari Pulau Kalimantan, 90% diekspor untuk
memenuhi kebutuhan pasar internasional, (kini pengekspor terbesar kedua di dunia).
Dengan pembangunan PLTU skala besar yang dibangun pemerintah yaitu PLTU
17.000 MW akan mendongkrak permintaan terhadap batu bara di Kalimantan lebih
tinggi lagi dengan kebutuhan sebagian besar di Jawa, dan sebagian kecil non jawa,
ini merupakan tantangan yang serius dari segi transportasinya.
Salah satu pembangkit dari 17.000 MW sesuai rencana pemerintah, akan
dibangun di Desa Waai pulau Ambon Propinsi Maluku dengan kapasitas 2 x 15 MW.
Untuk membangkitkan energi listrik dengan kapasitas 2 x 15 MW ini direncanakan
menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Dengan demikian batubara yang
dibutuhkan dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut :
Jumlah pembangkit
Kebutuhan
15 MW
Total = 2 x 15
30 MW = 30.000.000 Watt
Waktu
= 3600 detik
1 kg
1 jam
= 3.600 detik
1 hari
= 24 jam
1 bulan
= 30 hari
45
Kebutuhan bahan bakar untuk operasional 2x15 MW yang harus disupply ke PLTU
Ambon adalah 7.248,32 ton/bulan atau dalam 1 Tahun adalah sebanyak 86.979,86
Ton.
S2
86.979,9 Ton.
S2
S3
Gambar 4.10. Skema Asal dan Tujuan Transportasi Batubara
Kapasitas ( ukuran ) muatan bersih ( payload ) kapal yang akan melayani
transportasi batubara ke PLTU Desa Waai Pulau Ambon dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut :
Cap max =
Q max
n v * Rtpa
................................................. ( 4.1 )
Diambil Qmax , yaitu kuantitas batubara per tahun yang akan di angkut untuk
melayani kebutuhan pembangkit.
46
Tsea
Dist sea
24 *Vs
n port
Thandl
; .......................................... ( 4.3 )
(X U + X L )
ri
i =1
........................... ( 4.4. )
Jumlah roundtrip per tahun dan frekwensi kunjungan di tiap pelabuhan yang
dilakukan, dapat dihitung [ Tri Achmadi, ( 1997) ] sebagai berikut :
Rtpa =
OD eff
Rtrip
365 Z off
Rtrip
............................... ( 4.5 )
Selanjutnya , maka total aliran batubara yang harus disupply dari pusat
penambangan ke PLTU Waai dapat ditulis sebagai berikut :
nv * Rtpa * Cap Q
........................................... ( 4.6 )
dimana :
Cap
Freq
nv
ODeff
Qmax
47
r ik
Rtpa
Tnk
X Ui
X Lj
T handl
48
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1. Lokasi Penambangan Batubara
Pemilihan moda transportasi dari satu wilayah ke wilayah lain didasarkan
pada perbandingan antara berbagai karakteristik operasional moda transportasi yang
tersedia (misalnya waktu tempuh, tarif, waktu tunggu dan lain-lain). Begitu juga
halnya rute pemilihan rute didasarkan pada perbandingan karakteristik operasional
setiap alternatif rute untuk setiap moda transportasi yang tersedia.
Untuk memenuhi kebutuhan bagi PLTU di desa Waai Pulau Ambon maka
diidentifikasi beberapa pusat penambangan batubara yang ada di tanah air. Pusatpusat penambangan tersebut antara lain :
842
Pulau Obi
160
Nabire
726
satu
tujuan
utama
dalam
pemodelan
transportasi
adalah
mengoptimalkan kinerja sistim transportasi pada satu sisi dan juga meminimalkan
biaya operasional pada sisi yang lain. Dengan demikian perlu diketahui konsekuensi
biaya yang timbul akibat operasional sistem transport.
Dalam upaya pengoperasian sistem transportasi batu bara untuk PLTU di
Pulau Ambon ini, beberapa indikator kinerja pelabuhan dan biaya operasional
49
diperhitungkan dalam 2 (dua) kondisi, yaitu kondisi muat (loading) dan bongkar
(Discharge). Elemen biaya operasional pelabuhan, masing-masing :
-
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.2 dan 5.3 berikut ini :
Biaya
Pandu
(Rp/GT)
Biaya
Sandar
(Rp/GT)
Biaya Muat
(Rp/GT)
800
12.00
48.00
20,000.00
Pulau Obi
800
24.00
72.00
20,000.00
Nabire
800
24.00
72.00
20,000.00
Pelabuhan
Kapasitas Supply
(ton/bulan)
10.600.000
883,333
Pulau Obi
787.065
65.588
Nabire
200,000
16,667
Pelabuhan
50
Pelabuhan
Kec. Bongkar
(ton/jam)
Biaya pandu
(Rp/GT)
Biaya
Sandar
(Rp/GT)
Biaya
bongkar
(Rp/ton)
Ambon
500
22.00
64.00
30,000.00
180
230
300
knot
5.5
4.5
Kec. (muatan
kosong)
knot
5.5
4.5
Konsumsi BBM
Liter/day
2.000
2.700
3.600
4.000
Charter Rate
Juta Rp/bulan
650
680
690
700
GT
ton
495
1.144
1.898
ton
1.500
3 000
5.000
Kec. (muatan
penuh)
Payload
3.282
8.000
51
Satuan
Bulk 3765
DWT
Bulk 6341
DWT
Knot
Knot
10
10,5
Liter/day
4000
6500
Juta Rp/bln
800,-
975,-
GT
Ton
2200
3738
Payload
Ton
3163
5326
Konsumsi BBM
Charter Rate
( Tport), waktu
berlayar ( Tsea).
Perhitungan round trip untuk Tongkang I dengan lokasi North Pulau Laut
sebagai berikut :
kecepatan Tongkang I ( 842 mil laut / 5,5 knot = 153,1 jam ). Selanjutnya waktu
berlayar diperhitungkan untuk kondisi muatan penuh dan kosong dari setiap jenis
kapal, dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 berikut ini :
Lokasi
BULKCARRIER
120
180
230
300
3765
DWT
6341
DWT
North P.
Laut
153.1
168.4
187.1
210.5
105.3
93.6
Pulau Obi
29.1
32.0
35.6
40.0
20.0
17.8
Nabire
132.0
145.2
161.3
181.5
90.8
80.7
52
TONGKANG
BULKCARRIER
120
180
230
300
3765 DWT
6341 DWT
North P. Laut
140.3
153.1
168.4
187.1
84.2
80.2
Pulau Obi
26.7
29.1
32.0
35.6
16.0
15.2
Nabire
121.0
132.0
145.2
161.3
72.6
69.1
TONGKANG
BULKCARRIER
120
180
230
300
3765 DWT
6341 DWT
North P. Laut
1,875
3,75
6,25
10
Pulau Obi
1,875
3,75
6,25
10
Nabire
1,875
3,75
6,25
10
53
TONGKANG
BULKCARRIER
120
180
230
300
3765 DWT
6341 DWT
North P. Laut
10
16
6,33
10,65
Pulau Obi
10
16
6,33
10,65
Nabire
10
16
6,33
10,65
TONGKANG
BULKCARRIER
120
180
230
300
3765 DWT
6341 DWT
North P. Laut
298,27
331,25
371,75
423,6
199,83
191,45
Pulau Obi
60,67
70,85
83,85
101,6
46,33
50,65
Nabire
257,87
286,95
322,75
368,8
173,73
167,45
54
biaya pandu dan biaya sandar pada setiap pelabuhan. Biaya pelabuhan ( port charges
) di kedua pelabuhan untuk masing-masing kapal dihitung sebagai berikut :
Tongkang
Bulk Carrier
120
180
230
300
3765
6341
North Pulau
Laut
35.640
82.368
136.656
236.304
158.400
269.136
Pulau Obi
59.400
137.280
227.760
393.840
264.000
448.560
Nabire
59.400
137.280
227.760
393.840
264.000
448.560
55
Ambon
Tongkang
Bulk Carrier
120
180
230
300
3765
6341
53.460
123.552
204.984
354.456
237.600
403.704
Dengan demikian total biaya pelabuhan untuk masing-masing jenis kapal dan
pelabuhan, diperoleh dengan menjumlahkan biaya pada pelabuhan muat ( Tabel 5.10
) dan biaya pada pelabuhan bongkar (Tabel 5.11) , yang hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 5.12 berikut ini .
Tongkang
Bulk Carrier
120
180
230
300
3765
6341
North Pulau
Laut
89.100
205.920
341.640
590.760
396.000
672.840
Pulau Obi
112.860
260.832
432.744
748.296
501.600
852.264
Nabire
112.860
260.832
432.744
748.296
501.600
852.264
harga bahan
bakar, lama perjalanan, tingkat konsumsi bahan bakar . Selanjutnya, harga bahan
bakar dihitung sebagai berikut :
Untuk Tongkang 120 feet dengan pelabuhan Pulau Obi dihitung sebagai berikut :
56
180
230
300
North Pulau
Laut
170,797,361.11
252,631,575.00
372,486,766.67
462,885,601.85
Pulau Obi
32,455,555.56
48,006,000.00
70,781,333.33
87,959,259.26
Nabire
147,267,083.33
217,827,225.00
321,170,300.00
399,115,138.89
6341 DWT
220,551,375.00
328,687,675.26
Pulau Obi
41,910,000.00
62,458,465.61
Nabire
190,166,625.00
283,405,287.70
57
180
230
300
4,890,404.04
7,233,545.45
10,665,333.33
13,253,703.70
929,292.93
1,374,545.45
2,026,666.67
2,518,518.52
4,216,666.67
6,237,000.00
9,196,000.00
11,427,777.78
6341 DWT
6,315,000.00
9,411,243.39
Pulau Obi
1,200,000.00
1,788,359.79
Nabire
5,445,000.00
8,114,682.54
58
5.5.3.
dan biaya bongkar/ muat pada tiap pelabuhan. Selanjutnya, biaya bongkar muat
dihitung sebagai berikut :
= Rp. 75.000.000,-
180
230
300
North Pulau
Laut
75.000.000,00
150.000.000,00
250.000.000,00
400.000.000,00
Pulau Obi
75.000.000,00
150.000.000,00
250.000.000,00
400.000.000,00
Nabire
75.000.000,00
150.000.000,00
250.000.000,00
400.000.000,00
6341
158,150,000.00
266,300,000.00
Pulau Obi
158,150,000.00
266,300,000.00
Nabire
158,150,000.00
266,300,000.00
59
180
230
300
North Pulau
Laut
250,776,865.15
410,071,040.45
633,493,740.00
876,730,065.56
Pulau Obi
108,497,708.48
199,641,377.45
323,240,744.00
491,226,073.78
Nabire
226,596,610.00
374,325,057.00
580,799,044.00
811,291,212.67
6341
385,412,375.00
605,071,758.65
Pulau Obi
201,761,600.00
331,399,089.40
Nabire
354,263,225.00
558,672,234.24
60
5.6. Optimalisasi
Dari data-data kebutuhan bahan bakar batubara, jarak pulau Ambon dengan
pusat penambangan di beberapa lokasi, beberapa alternatif alat angkut kapal serta
kondisi pengoperasian, maka dilakukan optimalisasi agar terpenuhi kebutuhan
pembangkit terhadap batubara. Secara skematis, proses optimalisasi dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
parameter-parameter yang
61
Dengan
variabel-variabel
diatas,
model
transportasi
batubara dapat
Min ...........................................................................................................
(5.1)
-." ."
. / " /
Dengan kendala-kendala :
Kendala (5.2) memastikan kuantitas batubara yang dihasilkan pada lokasi
penambangan guna menjamin kelangsungan pasokan ke
dibutuhkan :
1
Ci
........................................................ (5.2)
23
Kendala (5.3) menjamin total batubara yang disupply harus sama atau lebih besar
dari permintaan PLTU :
1
23
Di
...................................................................... (5.3)
Xij
0 ...................................................................................... (5.4)
62
Tkapal T efektif
............................................................. (5.5)
Jumlah Muatan yang diangkut harus lebih kecil atau sama dengan kapasitas angkut
kapal.
Xij
Proses optimalisasi dilakukan dengan bantuan solver exel, dengan fungsi kendala
sebagaimana terlihat pada gambar diatas, menghasilkan 1 lokasi pusat penambangan
yang terpilih. Lokasi yang terpilih untuk mensupply batu bara untuk kebutuhan
PLTU Ambon ini adalah Lokasi Pulau Obi, yang dilayani oleh tongkang I.
63
Bulk ( DWT )
Lokasi Tambang
120
180
230
300
3765
6341
Pulau Obi
11
Nabire
Total biaya yang dibutuhkan untuk proses penyuplaian batubara ini adalah
penjumlahan antara elemen-elemen biaya, yaitu :
1). Biaya Pelabuhan ( Port Chrges )
2). Biaya Bahan Bakar ( Bunkering Costs )
3). Biaya Bongkar-Muat ( Cargo Handling Costs )
Untuk pelabuhan di Pulau Obi dengan menggunakan jenis kapal tongkang 300 feet,
dihitung sebagai berikut :
1). Biaya Pelabuhan Rp. 748.296,- ( Tabel 5.12 )
2). Biaya Bahan Bakar Rp. 87.959.259,26 ( Tabel 5.13a)
3). Biaya Pelumas Rp. 2.518.518,52 ( Tabel 5.14a )
4). Biaya Bongkar-Muat Rp. 400.000.000,- ( Tabel 5.16a )
Dengan demikian total biaya pengangkutan batubara adalah penjumlahan elemenelemen biaya diatas dan dikalikan dengan jumlah roundtrip per tahun. Diperoleh
biaya sebesar Rp. 5.403.486.811,56.- sebagaimana terlihat pada Tabel 5.18
64
Biaya Operasi
(Rp) untuk
Bulk
120
180
230
300
3765
6341
North Pulau
Laut
Pulau Obi
5.403.486.811,56
Nabire
Total
5.403.486.811,56
Cap max =
Q max
Q max
n v * Rtpa
Cap x nv x Rtpa
= 8.000 x 1 x
11
= 88.000,00 ton
65
pemodelan maka diperoleh total biaya yang dibutuhkan untuk menyuplai batubara
dari lokasi terpilih ( Pulau Obi ) adalah sebesar Rp. 13.803.486.811,56,Untuk type kapal dan lokasi yang lain, dengan jumlah permintaan
Batubara/Tahun sebesar 86.980 ton, jumlah Roundtrip yang dihasilkan sesuai
kapasitas muat (payload) masing-masing kapal sebagaimana terlihat pada Tabel
Berikut :
Tongkang
180
Tongkang
230
Tongkang
300
Bulk
(3765
dwt)
Bulk
(6341
dwt)
North
P. Laut
58
29
17
11
27
16
Pulau Obi
58
29
17
11
27
16
Nabire
58
29
17
11
27
16
Lokasi
Selanjutnya dengan data total biaya operasional per roundtrip untuk masing-masing
kapal sesuai Tabel 5.16a dan 5.16b, maka diperoleh total biaya operasional dalam satu
tahun sebagaimana pada Tabel 5.20a dan 20b berikut :
180
230
300
North
Pulau
Laut
14,545,058,178.79
11,892,060,173.18
10,769,393,580.00
9,644,030,721.11
Pulau
Obi
6,292,867,092.12
5,789,599,946.18
5,495,092,648.00
5,403,486,811.56
Nabire
13,142,603,380.00
10,855,426,653.00
9,873,583,748.00
8,924,203,339.33
66
Tabel 5.20b. Biaya Operasi untuk Bulk Carrier Dalam 1 Tahun ( Rupiah )
Bulk Carrier
Lokasi
3765
6341
10,406,134,125.00
9,681,148,138.41
Pulau Obi
5,447,563,200.00
5,302,385,430.35
Nabire
9,565,107,075.00
8,938,755,747.81
Ditambahkan biaya charter / tahun untuk masing-masing kapal (Tabel 5.4 ), maka
Total biaya keseluruhan untuk mengangkut batubara sesuai type kapal dan lokasi
penambangan adalah sebagai berikut :
180
230
300
North
Pulau
Laut
22,345,058,178.79
20,052,060,173.18
19,085,393,580.00
18,044,030,721.11
Pulau
Obi
14,092,867,092.12
13,949,599,946.18
13,811,092,648.00
13,803,486,811.56
Nabire
20,942,603,380.00
19,015,426,653.0
18,189,583,748.00
17,324,203,339.33
67
6341
20,006,134,125.00
21,381,148,138.41
Pulau Obi
15,047,563,200.00
17,002,385,430.35
Nabire
19,165,107,075.00
20,638,755,747.81
Biaya pengangkutan batubara per satuan berat dan jarak sebagai berikut :
180
230
300
North Pulau
256,899.22
Laut
230,536.82
219,423.14
207,450.68
Pulau Obi
162,024.49
160,377.36
158,784.95
158,697.51
Nabire
240,775.32
218,618.73
209,124.09
199,174.88
6341
230,008.81
245,817.23
Pulau Obi
173,000.55
195,474.97
68
220,339.59
Nabire
237,282.01
180
230
300
North Pulau
Laut
305.11
273.80
260.60
246.38
Pulau Obi
1,012.65
1,002.36
992.41
991.86
Nabire
331.65
301.13
288.05
274.35
Pulau Obi
Nabire
3765
6341
273.17
291.94
1,081.25
1,221.72
303.50
326.83
69
70
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari analisis yang telah dilakukan ini,
adalah sebagai berikut :
Dari beberapa type dan kapasitas alat angkut melalui laut yang dikaji, terpilih
jenis tongkang dengan kapasitas 8000 ton.
Biaya Total sebesar Rp. 13.803.486.811,56,- yang terdiri dari biaya transport
batubara dari lokasi penambangan terpilih ke PLTU Waai di Pulau Ambon
adalah Rp. 5.403.486.811,56,- ditambah dengan biaya charter dari kapal
terpilih Rp.8.400.000.000,-
6.2. Saran
Hal-hal yang dapat disarankan sebagai berikut :
71
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Erhan
3.
4.
John J. Coyle, Edward J. Bardi, C. John Langley Jr. [ 1996 ], The Management
of Business Logistic Sixth edition, West Publising Company, New
York
5.
6.
7.
8.
9.
72
LAMPIRAN
73
74
[4]
English
Indonesia
Permintaan Penawaran
75
Katalog Produk:
Sewa Tongkang
Negara Asal:
Indonesia
Harga:
Rp. 850.000.000
Cara
Pembayaran:
Kemas &
Pengiriman:
Unit
Keterangan:
jarak antara POL & POD maka harga Freight Charter-nya akan
semakin tinggi. Tug & Barge 300, 270, 230, 180 dan 120 feet.
Estimasi Biaya per-Ton
Rp. 210.000/ MT s/ d 230.000/ MT - Jawa - Sumatera (
sebaliknya)
76
WAJIB
Korespondensi Perusahaan
Nama:
E-mail:
Kirim Pesan
Nomer HP:
62-821-2540-9122
Nomer Telpon:
62-21-3230-9299
Alamat:
77
Menimbang
a.
untuk
melakukan
pembangunan pembangkit
tenaga
percepatan
listrik
yang
b.
c.
bahwa
berdasarkan
dimaksud dalam
pertimbangan
huruf
dan
sebagaimana
huruf
b,
perlu
selaku
Ketenagalistrikan
Pemegang
untuk
Kuasa
melakukan
Usaha
percepatan
78
pembangunan
pembangkit
tenaga listrik
yang
Mengingat
1.
Pasal
ayat
(1)
Undang-Undang
Dasar
Negara
2.
Undang-undang
Nomor
15
Tahun 1985
tentang
3.
dan
Pemanfaatan
Tenaga
Listrik
Nomor
Negara
Republik
4.
Bentuk
Perusahaan
Umum
(PERUM)
5.
Keputusan Presiden
Pedoman
Pemerintah
Nomor
Pelaksanaan
Pengadaan
(Lembaran Negara
Republik
Barang/Jasa
Indonesia
79
6.
bagi
Pelaksanaan
Pembangunan
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
PERATURAN
PRESIDEN
KEPADA
NEGARA
TENTANG
PENUGASAN
PT PERUSAHAAN LISTRIK
(PERSERO)
PERCEPATAN
TENAGA
UNTUK
PEMBANGUNAN
LISTRIK
YANG
MELAKUKAN
PEMBANGKIT
MENGGUNAKAN
BATUBARA.
Pasal 1
(1)
menyelenggarakan
(2)
80
(3)
Dalam
hal
terjad i
penyesuaian jadwal
operasi
proyek sebagaimana
Pasal 2
(1)
(2)
(3)
Mengenai
kompensasi
Dampak Lingkungan
jalur transmisi,
dan
(AMDAL),
proses
pembebasan
dan
diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari oleh
instansi/pejabat terkait yang berwenang sejak pertama kali diajukan.
(4)
(5)
81
Pasal 3
Menteri
Negara
pengawasan
Badan
pengadaan
Usaha
Milik
Negara
melakukan pembinaan
dan
Pasal 4
Pembangunan
pembangkit
tenaga
listrik
dilakukan
dengan mengutamakan
Pasal 5
Peraturan Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan
tanggal 31 Desember 2009.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juli 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
82
LAMPIRAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR : 71 Tahun 2006
TANGGAL : 5 Juli 2006
83
84
15
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juli 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
85