ABSTRAK
Teknologi produksi benih ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus, telah berkembang secara intensif
dalam dekade terakhir ini, namun tetap perlu disempurnakan. Intensifikasi dalam akuakultur ini ternyata
memicu terjadinya berbagai macam penyakit infeksi, termasuk infeksi virus. Suatu penelitian untuk mengetahui
efektivitas imunostimulan peptidoglycan (PG) dalam meningkatkan kekebalan non-spesifik ikan kerapu
macan telah dilakukan. Masing-masing 100 ekor benih kerapu macan (panjang total 810 cm) disuntik
secara intramuskular dengan 0,1 mL PG (setara dengan 200 mg PG/ekor ikan), sedangkan kontrol hanya
disuntik dengan Phosphat Buffered Saline (PBS). Ikan selanjutnya dipelihara dalam bak beton volume 2 m3.
Booster diberikan 30 hari pasca penyuntikan pertama. Pengukuran aktivitas fagositik (PA), indeks fagositik
(PI), dan aktivitas lisozim (LA) dilakukan 60 hari pasca penyuntikan pertama. Uji tantang dengan virus irido
dilakukan di akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PA, PI, dan LA kelompok ikan yang diberi
perlakuan PG lebih tinggi dibanding kontrol, yaitu dengan nilai masing-masing 19,50%; 1,87; dan 1,87 cm,
sedangkan pada kelompok kontrol adalah 9,67%; 1,47; dan 1,27 cm. Sintasan ikan kelompok perlakuan
setelah uji tantang adalah 72,00% dan pada kontrol hanya 18,67%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa pemberian imunostimulan PG efektif meningkatkan kekebalan non-spesifik ikan kerapu macan
terhadap penyakit infeksi.
KATA KUNCI:
PENDAHULUAN
Di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol, Bali ikan kerapu macan, Epinephelus
fuscoguttatus telah berhasil dipijahkan secara terkontrol. Namun masih ditemukan beberapa kendala,
antara lain masih tingginya tingkat kematian pada stadia larva dan benih. Di panti benih,
pemeliharaan ikan secara intensif berpeluang untuk terserang lebih dari satu jenis penyakit pada
waktu bersamaan. Karena ,itu suatu upaya yang dianggap tepat untuk menekan angka kematian
ikan di panti benih adalah dengan cara meningkatkan ketahanan ikan tersebut baik terhadap stres
maupun terhadap panyakit.
Penyebab kematian benih ikan kerapu macan di hatcheri di antaranya karena penyakit infeksi
virus. Penyakit infeksi virus yang sering menimbulkan kematian massal pada benih ikan kerapu
adalah dari jenis Viral Nervous Necrosis (VNN) dan virus irido (Koesharyani et al., 2001). Kasus infeksi
virus irido pertama dilaporkan terjadi di Sumatera Utara yang menyerang ikan kerapu lumpur. Di
hatcheri BBRPBL Gondol juga ditemukan virus ini pada benih kerapu lumpur asal Lamongan, Jatim.
Virus irido termasuk dalam famili iridoviridae, ikan yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis berenang
lemah atau diam di dasar air, kadang-kadang seperti tidur, sehingga penyakit ini disebut juga penyakit
tidur. Secara histopatologi ditemukan sel-sel yang membesar (giant cell) dan merupakan ciri khas
infeksi virus irido pada jaringan haematopoitik dan saluran pencernaan. Infeksi virus irido pada ikan
kerapu dapat dideteksi secara cepat dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) (Kurita et al.,
1998; Koesharyani et al., 2001). Virus ini juga terbukti sangat mudah menular dengan menggunakan
air sebagai media penularannya. Oleh karena itu, ikan yang terserang harus segera dipindahkan dan
dipisahkan dari ikan yang sehat. Salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan dan tanggap
kebal ikan adalah dengan penggunaan imunostimulan. Aplikasi imunostimulan sudah banyak
diterapkan pada beberapa jenis ikan baik melalui pakan, perendaman maupun melalui suntikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan imunitas non-spesifik benih ikan kerapu
macan sebagai tindakan pencegahan penyakit infeksi di hatcheri.
946
947
Perlakuan
Ulangan
Sintasan (%)
Imunostimulan
1
2
3
Rataan
91
80
82
84,33b
Kontrol
1
2
3
Rataan
66
63
56
61,67a
Nilai aktivitas fagositik (PA), indeks fagositik (PI), dan aktivitas lisosim (LA) dengan penggunaan
imunostimulan peptidoglikan pada benih ikan kerapu macan setelah 60 hari pemeliharaan disajikan
secara lengkap pada Tabel 2. Pada hari ke-60 setelah pemeliharaan nilai tertinggi yaitu 19,50% diperoleh
pada pemberian imunostimulan peptidoglikan, sedangkan pada kontrol sebesar 9,67%, secara statistik
berbeda nyata. Hal ini juga terjadi pada ikan kerapu tikus, Cromileptes altivelis (Roza et al., 2003)
tetapi dosisnya lebih rendah yaitu 100 mg/kg memberikan nilai PA sebesar 17,56%. Sedangkan
penyuntikan imunostimulan bakterin dengan kepadatan 107 cfu/mL dosis 0,1 mL/ekor pada benih
ikan kerapu lumpur, Epinephelus coioides memberikan nilai PA sebesar 17,33% (Johnny et al., 2001).
Aktivitas fagositik (PA) adalah suatu kegiatan sel-sel fagosit untuk melakukan fagositosis dalam
suatu sistem kekebalan non-spesifik, dengan melibatkan sel mononuklier (monosit dan makrofag),
granulosit (neutrofil), dan limfosit. fagosit mempunyai kemampuan intrisik untuk mengikat
mikroorganisme secara langsung. Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah
timbulnya infeksi. Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem
kekebalan spesifik. Monosit ditemukan dalam sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang lebih kurang
dibanding neutrofil. Sel-sel tersebut bermigrasi ke jaringan dan di sana berdiferensiasi menjadi
makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan. Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa
granul dan melepas berbagai bahan, antara lain lisosim, komplemen, interferon, dan sitokin yang
semuanya memberikan kontribusi dalam sistem kekebalan non-spesifik dan spesifik (Tizard, 1988;
Stoskopf, 1993; Secombes, 1996; Baratawidjaja, 2002). Hasil nilai indeks fagositik (PI) dengan
penggunaan imunostimulan peptidoglikan pada benih ikan kerapu macan memberikan nilai sebesar
1,87 dan pada kontrol sebesar 1,47 dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Pada Tabel 2 disajikan nilai aktivitas lisosim (LA) benih ikan kerapu macan setelah 60 hari
pemeliharaan dengan penggunaan imunostimulan peptidoglikan memberikan nilai lebih tinggi (1,87
cm) dibandingkan kontrol (1,27 cm) dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Penyuntikan
imunostimulan peptidoglikan dosis 100 mg/kg ikan pada benih ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis
memberikan nilai LA sebesar 1,64 cm (Roza et al., 2003). Dan penyuntikan imunostimulan bakterin
dengan kepadatan 107 cfu/mL dosis 0,1 mL/ekor pada benih ikan kerapu lumpur, Epinephelus coioides
memberikan nilai LA sebesar 1,97 cm (Johnny et al., 2003).
948
Perlakuan
Ulangan
Imunostimulan
1
2
3
Rataan
18,5
20,0
20,0
19,50b
1,8
2,0
1,8
1,87b
1,8
1,8
2,0
1,87b
Kontrol
1
2
3
Rataan
10,0
9,0
10,0
9,67a
1,4
1,5
1,5
1,47a
1,3
1,3
1,2
1,27a
Angka-angka dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata (P>0,05)
Lisosim adalah enzim hidrolitik yang ada di dalam lendir, serum, dan sel-sel fagositik dari berbagai
spesies ikan. Kemungkinan zat ini memberikan daya kekebalan yang penting terhadap patogen
mikrobik. Neutrofil dan monosit dari ikan-ikan mengandung lisosim dalam sitoplasmanya dan lisosim
serum mungkin berasal dari leukosit-leukosit tersebut (Ellis, 1993). Upaya peningkatan kekebalan
pada ikan budidaya laut sudah banyak dilaporkan. Matsumaya et al . (1992) melaporkan bahwa
penyuntikan imunostimulan Schizophyllan derivat dari Schizophyllum commune dan -glucan derivat
dari Sclerotium glucanicum secara intraperitoneal dengan dosis 210 mg/kg dapat meningkatkan daya
tahan ikan yellowtail, Seriola quinqueradiata terhadap infeksi bakteri Streptococcus sp.
Pada Tabel 3, sintasan setelah benih ikan kerapu macan diuji tantang dengan virus irido pada hari
ke-10 setelah pemeliharaan hasil tertinggi (72%) diperoleh pada penggunaan imunostimulan
peptidoglikan dan kontrol sebesar 18,67%. Nilai ini secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Gejala
klinis yang diperlihatkan ikan kerapu macan pada hari ke-3 ikan sudah banyak terlihat lemah, pada
hari berikutnya mulai diam di dasar bak. Pada hari ke-4 ikan kerapu macan mulai mengalami kematian,
semakin hari semakin meningkat, terutama pada kontrol.
Tabel 3. Sintasan (%) ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus selama
10 hari setelah diuji tantang dengan inokulum virus irido
Perlakuan
Ulangan
Sintasan (%)
Imunostimulan
1
2
3
Rataan
72
76
68
72,00b
Kontrol
1
2
3
Rataan
20
14
22
18,67a
949
KESIMPULAN
Imunostimulan peptidoglikan dengan dosis 200 mg/kg bobot badan efektif meningkatkan
kekebalan non-spesifik ikan kerapu macan. Nilai aktivitas fagositik (PA), indeks fagositik (PI) dan
aktivitas lisosim (LA) pada kelompok perlakuan masing-masing adalah 19,50%, 1,87 dan 1,87 cm,
sedangkan pada kelompok kontrol masing-masing adalah 9,67%, 1,47 dan 1,27 cm. Sintasan ikan
setelah uji tantang adalah 72,00% pada kelompok perlakuan imunostimulan dan 18,67% pada
kelompok kontrol.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dibiayai dari Dana Hibah Penelitian bagi peneliti dan perekayasa kerja sama Depdiknas
dan DKP Tahun 2009. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Slamet Haryanto dan Muhamad
Ansari sebagai teknisi Laboratorium Patologi atas bantuannya selama penelitian ini berlangsung.
DAFTAR ACUAN
Arimoto, M., Mori, K., Nakai, T., Muroga, K., & Furusawa, I. 1993. Pathogenicity of the causative agent
of viral nervous necrosis disease in striped jack, Pseudocaranx dentex (Bloch and Schneider). J. Fish
Diseases, 16: 461469.
Baratawidjaja, K.G. 2002. Imunologi Dasar Edisi Kelima. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 457 hal.
Ellis, A.E. 1993. Lysozyme Assays. In Stolen et al. (Eds.). Techniques in Fish Immunology-1. Sos Publications, Fair Haven, NJ 077043303. USA, p. 101103.
Johnny, F., Koesharyani, I., Roza, D., Tridjoko, Giri, I N.A., & Suwirya, K. 2001. Respon ikan kerapu
bebek, Cromileptes altivelis terhadap imunostimulan peptidoglycan melalui pakan pelet. J. Pen.
Perik. Indonesia, VII(4) 5256.
Klontz, G.W. 1994. Fish Hematology. In Stolen et al. (Eds.). Techniques in Fish Immunology-3. Sos
Publications, Fair Haven, NJ 07704-3303. USA, p. 121131.
Koesharyani, I., Roza, D., Mahardika, K., Johnny, F., Zafran & Yuasa, K. 2001. Marine Fish and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual for Fish Diseases Diagnosis II (Eds.) Sugama, K., Hatai, K.,
& Nakai, T. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan International Cooperation Agency, 49 pp.
Kurita, J., Nakajima, K., Hirono, I., & Aoki, T. 1998. Plymerase chain reaction (PCR) amplification of
DNA of red sea bream iridovirus (RSIV). Fish Pathology, 33: 1723.
Matsuyama, H., Mangindaan, R.E.P., & Yano, T. 1992. Protective effect of schzophyllan and scleroglucan
against Streptococcus sp. infection in yellowtail (Seriola quinqueradiata). Aquaculture, 101: 197
203.
Roza, D., Johnny, F., & Mahardika, K. 2003. Viral diseases of grouper in Indonesia. Makalah pada
Training on Grouper Hatchery Seed Production. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol
NACA Bangkok. Gondol 121 Mei 2003, 12 pp.
Secombes, C.J. 1996. The Nonspecific Immune System; Cellulae Defences. In The fish immune system:
organism, pathogen and environment. Iwama, G. & Nakanishi, T. (Eds.), Academic Press. USA, p.
6395.
Siwicki, A.K. & Anderson, D.P. 1993. Immunostimulation in Fish; Measures the effects of stimulants
by serological and immunological methods, International Workshop and Training Course in Poland,
15 pp.
Stoskopf, M.K. 1993. Fish Medicine. W.B. Saunders Company. Philadelphia. Pensylvania, 664 pp.
Tizard, I. 1988. An introduction to veterinary immunology. Penterjemah P. Masduki dan S. Hardjosworo.
Pengantar imunologi veteriner. Universitas Airlangga. Surabaya, 497 hlm.