Anda di halaman 1dari 15

Nama

: Dinta Fungky Luckytasari

Kelas

: 2A

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
1993).
1. Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan

oleh

(Purba dkk, 2008) adalah:


a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses
impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau

menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau
flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang

menimbulkan

perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsi,


khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri
dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun,
dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan
anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan

sebagai

cara

untuk

menyelesaikan

masalahnya.

Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila


individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan (prespitasi) perilaku kekerasan sering
kali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam

merawat

anaknya

dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.


5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga (Yosep, 2007).
B. Tanda dan Gejala

Muka merah

Pandangan tajam

Otot tegang

Nada suara tinggi

Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak

Memukul jika tidak senang


C. Rentang Respon
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.

d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat


dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain (Keliat, 1997, hal 6).

D. Penatalaksanaan
a. Pengobatan medik
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif
antara lain:
1) Anti ansietas hipnotiksedatif, contohnya diazepam (valium)
2) Anti depresan, contohnya Amitriptilin
3) Mood stabilizer, contohnya: Lithium, Carbamazepin.
4) Antipsikotik, contohnya: Chlorpromazine, Haloperidol, dan Stelazine
5) Obat lain: Naltrexone, Propanolol
6) ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
b. Penanganan Secara Keperawatan
Strategi tindakan keperawatan perilaku kekerasan disesuaikan sejauh mana
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh klien. Strategi tindakan tersebut
terdiri dari :
1) Strategi preventif, terdiri dari penyuluhan klein dan latihan asertif
2) Startegi antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan,
tindakan perilaku dan psikofarmakologi.
3) Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan dan
pengikatan.
Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan pada klien untuk mencegah perilaku kekerasan
berisi :
a) Bantu klien mengidentifikasi marah
b) Berikan kesempatan untuk marah
c) Praktekan ekspresi marah
d) Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata
e) Identifikasi alternatif cara mengekpresikan marah

Latihan Asertif
Adapun tujuan dari latihan asertif klien bisa berperilaku asertif yang

ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:


a) Berkomunikasi langsung dengan orang lain
b) Mengatakan tidak untuk permintaan yang tidak beralasan
c) Mampu menyatakan keluhan
d) Mengekspresikan apresiasi yang sesuai
E. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah (Budiana Keliat, 1999)
F. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
G. Data yang Perlu Dikaji
Data mayor :
a. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
Data minor :
a. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif ;
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
1. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data Subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

b. Data Obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
H. Diagnosis Keperawatan Jiwa
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

I.

NO
1.

Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan
Perilaku kekerasan

Perencanaan
Tujuan
Tujuan Umum : Klien

Kreteria Evaluasi
1. Klien mau membalas

Intervensi
1.1 Bina

hubungan

saling

terhindar dari mencederai

salam, menjabat tangan,

percaya : salam terapeutik,

diri, orang lain dan

menyebutkan nama,

empati, sebut nama perawat

lingkungan.dengan baik dan

tersenyum, kontak mata.

dan

jelaskan

tujuan

terarah
TUK 1 : Klien dapat

interaksi.
1.2 Panggil klien dengan nama

membina hubungan saling

panggilan yang disukai.


1.3 Bicara dengan sikap tenang,

percaya.
TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan

Kriteria Evaluasi :
Klien mengungkapkan

mengungkapkan perasaan.
perasaannya, mengungkapkan 2.2 Bantu klien mengungkapkan
penyebab perasaan
jengkel/kesal (dari diri
sendiri, lingkungan/orang
lain).

TUK 3 :
Klien dapat mengidentifikasi

rileks dan tidak menantang.


2.1 Beri
kesempatan

Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan

perasaan jengkel / kesal.


2.3 Dengarkan ungkapan rasa
marah

dan

perasaan

bermusuhan klien dengan


sikap tenang.
3.1 Anjurkan
mengungkapkan

klien
yang

tanda-tanda perilaku

perasaan saat marah/jengkel,

kekerasan.

menyimpulkan tanda-tanda
jengkel/kesal yang dialami.

dialami dan dirasakan saat


jengkel/kesal.
3.2 Observasi tanda

perilaku

kekerasan.
3.3 Simpulkan bersama klien
tanda-tanda jengkel / kesal
TUK 4 :
Klien dapat mengidentifikasi

Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan

perilaku kekerasan yang

perilaku kekerasan yang biasa

biasa dilakukan.

dilakukan, bermain peran


dengan perilaku kekerasan
dan dapat dilakukan cara
yang biasa dapat
menyelesaikan masalah atau

TUK 5 :
Klien dapat mengidentifikasi

tidak.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat menjelaskan

akibat perilaku kekerasan.

akibat dari cara yang


digunakan klien

yang dialami klien.


4.1 Anjurkan mengungkapkan
perilaku

kekerasan

yang

biasa dilakukan.
4.2 Bantu bermain peran sesuai
dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
4.3 Tanyakan "apakah dengan
cara

yang

dilakukan

masalahnya selesai?"
5.1 Bicarakan

akibat/kerugian

dari cara yang dilakukan.


5.2 Bersama
klien
menyimpulkan akibat dari
cara yang digunakan.

5.3 Tanyakan

apakah

ingin

mempelajari cara baru yang


TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi

Kriteria Evaluasi:
Klien dapat melakukan cara

cara konstruktif dalam

berespons terhadap

berespon terhadap

kemarahan secara konstruktif

kemarahan.

sehat.
6.1 Beri pujian jika mengetahui
cara lain yang sehat.
6.2 Diskusikan cara lain yang
sehat.Secara fisik : tarik
nafas dalam jika sedang
kesal,

berolah

raga,

memukul bantal / kasur.


6.3 Secara verbal : katakan
bahwa anda sedang marah
atau kesal / tersinggung
6.4 Secara spiritual : berdoa,
sembahyang,

memohon

kepada Tuhan untuk diberi


TUK 7 :
Klien dapat
mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku

Klien dapat
mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku
kekerasan : fisik (tarik nafas

kesabaran.
7.1. Bantu klien memilih cara
yang paling tepat untuk
klien
7.2. Bantu

klien

kekerasan,

dalam, olahraga, pukul


kasur/bantal), verbal
(mengatakan secara langsung
dengan tidak menyakiti),
spiritual (sembahyang,
berdoa).

mengidentifikasi

manfaat

cara yang telah dipilih.


7.3. Bantu
klien
menstimulasikan

tersebut

(role play).
7.4. Beri reinforcement positif
atas

keberhasilan

klien

menstimulasi cara tersebut.


7.5. Anjurkan
klien
untuk
menggunakan
telah

dipelajari

jengkel/marah
7.6. Susun jadwal
TUK 8 : Klien dapat

Klien dapat menyebutkan

menggunakan obat dengan

obat-obat yang diminum dan

benar,

kegunaannya, klien dapat


minum obat sesuai dengan
program pengobatan

cara

yang
saat

melakukan

cara yang telah dipelajari


8.1. Jelaskan jenis-jenis obat
yang diminum klien.
8.2. Diskusikan manfaat minum
obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa seizing
dokter.
8.3. Jelaskan

prinsip

benar

minum obat.
8.4. Jelaskan manfaat

minum

obat dan efek obat yang


diperhatikan.
8.5. Anjurkan klien minta obat
dan

minum

obat

tepat

waktu.
8.6. Anjurkan klien melaporkan
pada

perawat/dokter

jika

merasakan efek yang tidak


menyenangkan.
8.7. Beri pujian jika
TUK 9 :
Klien mendapat dukungan
keluarga mengontrol perilaku
kekerasan,

Keluarga klien dapat :

klien

minum obat dengan benar.


9.1. Identifikasi
kemampuan

menyebutkan cara merawat

keluarga

klien yang berperilaku

klien dari sikap apa yang

kekerasan, mengungkapkan

telah

rasa puas dalam merawat


klien.

dalam

dilakukan

merawat
keluarga

terhadap klien selama ini.


9.2. Jelaskan
peran
serta
keluarga
klien.

dalam

merawat

9.3. Jelaskan cara-cara merawat


klien :
a. Terkait dengan cara
mengontrol

perilaku

marah secara konstruktif.


b. Sikap tenang, bicara
tenang dan jelas.
c.
Membantu
mengenal

klien

penyebab

marah
9.3. Bantu

keluarga

mendemostrasikan
merawat klien.
9.4. Bantu

cara
keluarga

mengungkapkan
perasaannya
TUK 10 :
Klien mendapat perlidungan
dari lingkungan untuk
mengontrol perilaku

setelah

melakukan demonstrasi.
10.1. Bicara tenang, gerakan
tidak

terburu-buru,

suara

rendah,

nada

tunjukkan

kekerasan

kepedulian.
10.2. Lindungi agar klien tidak
mencederai orang lain dan
lingkungan.
10.3. Jika tidak dapat diatasi
lakukan : pembatasan gerak
atau pengekangan.

J.

Strategi Pelaksanaan Tindakan

Risiko
Perilaku
Kekerasan

Pasien
Keluarga
SP Ip
SP I k
1.
Mengidentifikasi penyebab PK
1.
Mendiskusikan
2.
Mengidentifikasi tanda dan gejala
masalah yang dirasakan
PK
keluarga dalam merawat
3.
Mengidentifikasi
PK
yang
pasien
dilakukan
2.
Menjelaskan
4.
Mengidentifikasi akibat PK
pengertian PK, tanda dan
5.
Menyebutkan cara mengontrol PK
gejala,
serta
proses
6.
Membantu pasien mempraktekkan
terjadinya PK
latihan cara mengontrol fisik I
3.
Menjelaskan
cara
7.
Menganjurkan pasien memasukkan
merawat pasien dengan PK
dalam kegiatan harian
SP II k
SP IIp
1.
Melatih
keluarga
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
mempraktekkan
cara
harian pasien
merawat pasien dengan PK
2.
Melatih pasien mengontrol PK 2.
Melatih
keluarga
dengan cara fisik II
melakukan cara merawat
3.
Menganjurkan pasien memasukkan
langsung kepada pasien PK
dalam jadwal kegiatan harian
SP III k
1.
Membantu
keluarga
SP IIIp
membuat jadual aktivitas di
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
rumah termasuk minum
harian pasien
obat (discharge planning)
2.
Melatih pasien mengontrol PK
2.
Menjelaskan
follow
dengan cara verbal
up pasien setelah pulang
3.
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IVp
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2.
Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3.
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP Vp
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2.
Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3.
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000
6. Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Refika Aditama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai