Contoh 1
Reinaldo Decoud Larossa adalah seorang yang berpendidikan tinggi. Orang-orang Paraguay
yang tinggal di Asuncion, ibukota. Dia menghabiskan beberapa tahun bergelut untuk
mengembangkan dan menganjurkan memiliki kebanggaan berbahasa Guarani, bahasa
pribumi, di antara orang-orang Paraguay dari semua latar belakang. Orang-orang kelas atas
menghormati bahasa Spanyol sebagai bahasa budaya, pendidikan, dan kenegaraan, dan pada
masa lalu mereka cenderung menganggap kecil Guarani sebgai bahasa yang tidak sopan dan
tidak berpendidikan. Larossa menunjuk ilmu bahasa mengenai kesempurnaan bahasa Guarani
dengan menunjukkan 14 tata bahasa, dan kosakata yang luas adalam beberapa area contohnya
ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu kesehatan, dan pertanian. Dia juga menekankan pentingnya
bahasa Guarani sebagai bahasa satu-satunya yang bisa cukup jelas menjadi identitas nasional
orang-orang Paraguay. Hasilnya, usahanya dan yang lainnya, bahasa Guarani sekarang
mrnjadi bahasa kebanggan orang Paraguay.
7. Menurut Kaplan B., Robert, and Richard B. Baldauf Jr. Language Planning from Practice
to Theory. Clevedon: Multilingual Matters ltd., 1997 perencanaan bahasa adalah suatu
usaha untuk memengaruhi fungsi, struktur, atau penyerapan satu bahasa atau jenisnya di
dalam sebuah pembicaraan masyarakat.
8. Menurut Cobarrubias, Juan. "Ethical Issues in Status Planning." Progress in Language
Planning: International Perspectives. Eds. Juan Cobarrubias and Joshua Fishman. New
York: Mouton Publishers, 1983 perencanaan bahasa adalah merencanakan atau
memperbarui komunikasi yang efektif juga bisa membawa kepada perubahan sosial
lainnya seperti perpindahan bahasa atau asimilasi, dan memberikan motivasi lain untuk
merencanakan struktur, fungsi dan penyerapan bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dilihat bahwa berbagai istilah dengan berbagai
variasi pengertian tentang perencanaan bahasa; namun, ada satu kesamaan, yaitu samasama berusaha untuk membuat penggunaan bahasa atau bahasa-bahasa dalam satu negara
di masa depan menjadi lebih baik dan terarah.
Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang adalah Mengapa bahasa perlu
perencanaan? Menurut Labov (1972:183) bahasa adalah bentuk tingkah laku sosial.
Bahasa dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, dalam komunikasi ini terjadi
perbenturan sehingga muncul konflik-konflik, sekalipun konflik itu bukan bahasa.
Kiranya telah kita maklumi bahasalah yang mempertajam konflik itu. Kita sering
menyaksikan dengan sebuah kata saja dapat terjadi konflik fisik. Jadi bahasa itu
direncanakan karena ingin memperkecil konflik bahasa itu. Kalau perencanaannya tidak
matang, pasti malapetaka yang muncul.
Dengan demikian, bidang kebahasaan yang perlu direncanakan adalah :
a. Pemantapan bahasa sesuai dengan fungsinya. Misalnya suatu bahasa hanya
berfungsi sebagai alat komunikasi di lingkungan keluarga. Dengan demikian,
bahasa tersebut tak perlu diajarkan di sekolah. Akibatnya tak perlu perencanaan
yang dihubungkan dengan pendidikan kebahasaan yang melewati pendidikan
formal.
b. Bahasa sebagai lingua franca.
Kebijaksanaan Bahasa
Telah kita lihat bahwa perencanaan bahasa tidaklah selalu terencana
sebagaimana orang merencanakan suatu usaha. Namun ada usaha-usaha perorangan atau
kelompok manusia yang secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi bentuk serta fungsi
suatu bahasa. Saat ini pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa di Indonesia adalah
Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak 01 April 1975. Kemudian
namanya berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa yang tugasnya sebagai
pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan bahasa. sasaran perencanaan
bahasa yaitu Pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan (sebagai bahasa
nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya), dan khalayak di dalam masyarakat
yang diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan.
Keperluan suatu bangsa ataunegara untuk memiliki sebuah bahasa yang menjadi
identitas nasionalnya dan satu bahasa, atau lebih, yang menjadi bahasa resmi kenegaraan
(bisa bahasa yang sama dengan bahasa nasional) tidak selalu bisa dipenuhi oleh bahasa
atau bahasa-bahasa asli pribumi yang dimiliki. Indonesia dapat memenuhi kebutuhan itu
dari bahasa asli pribumi; Filipina dapat memenuhi sebagian; sedangkan Somalia tidak
dapat sama sekali. Berkenaan dengan itu dalam perencanaan bahasa dikenaladanyanegara
tipe endoglosik, seperti Indonesia; tipe eksoglosik-endoglosik,seperti Filipina; tipe
eksoglosik, seperti Somalia (dalam Agustina dan Chaer, 2004:179)
3.
Dan jika sasaran perencanaan itu adalah khalayak di dalam masyarakat, maka
perencanaan itu, antara lain dapat diarahkan kepada golongan penutur asli atau yang
bukan penutur asli, kepada yang masih bersekolah, kepada kaum guru pada semua
jenjang pendidikan, kepada khalayak dalam kelompok di bidang komunikasi media massa
( majalah, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya ), juga kepada kelompok-kelompok
sosial lain yang ada di dalam masyarakat.
4. Aspek-aspek perencanaan
Menurut pengamatan Ferguson ( 1968 ) dalam hal perencanaan bahasa, aspek-aspek
yang akan dilaksanakan sebagai tujuan perencanaan adalah :
1. Pembakuan ( standarisasi )
2. Modernisasi ( intelektualisasi )
3. Grafisasi ( tulisan dan ejaan )
Bahasa-bahasa baru yang diserahi fungsi-fungsi kemasyarakatan yang baru akan
memerlukan penggarapan-penggarapan tertentu agar bahasa itu dapat memenuhi fungsi
kemasyarakatan yang diharapkan oleh bahasa itu ( Nababan,1985:59-60 ). Tentunya salah
satu yang diperlukan ialah pembakuan (standarisasi ), tujuannya agar ada kesamaan
penggunaan oleh semua pemakai bahasa tersebut, yang diawali oleh pembakuan ejaan,
yakni cara penulisan kata-kata dan kalimat-kalimat dari bahasa itu supaya ada pengertian
yang cukup tinggi dari pemakainya. Langkah berikutnya adalah penyebarannya,
maksudnya mengumumkan dan membuat orang untuk memakai dan mempelajarinya. Hal
ini bisa dilakukan secara formal melalui sekolah-sekolah dan buku-buku serta secara
informal melalui media massa, seperti koran, majalah, dan sebagainya ( Jeppersen, 1964;
Nababan, 1985 ). Setelah diawali pembakuan ejaan, pembakuan berikutnya adalah
pembakuan istilah. Kemudian pembakuan berikutnya adalah tata bahasa.
5. Jenis masalah perencanaan bahasa
Adapun jenis-jenis masalah atau kendala yang sering timbul dalam perencanaan
bahasa antara lain :
dengan
kebutuhan
warga
masyarakat
Indonesia
dan
kebutuhan
pembangunan.
2. Dari segi warga pemakai bahasa Indonesia
Sikap sebagian warga rakyat Indonesia yang bangga menggunakan bahasa asing,
terutama bahasa Inggris, tetapi kurang bangga menggunakan bahasa Indonesia merupakan
kelemahan dalam pengimplementasian hasil-hasil pembakuan bahasa Indonesia selama
ini.
3. Dari segi pelaksana
Status dan wibawa Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa hingga sekarang
masih mengandung berbagai kelemahan sebagai pusat nasional pembinaan dan
pengembangan bahasa di Indonesia pada umumnya dan pembakuan bahasa Indonesia
pada khususnya, terutama dalam masalah pemerataan kegiatan dan hasil kegiatan
pembinaan dan pengembangan bahasa serta dalam hal pengolahan tenaga dan sumber
daya lain.
4. Dari segi proses perencanaan bahasa
Proses perencanaan pembakuan bahasa Indonesia agaknya masih mengandung
kelemahan dlam hal pengawasan, penilaian, dan pengukuhan.
6. Hambatan-hambatan perencanaan bahasa
Suatu rencana pasti akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan
boleh saja terjadi ketika perencanaan sedang disusun, bahkan ketika suatu rencana sedang
dilaksanakan. Hambatan-hambatan itu meliputi :
a. Pemegang tampuk kebijakan
b. Sikap penutur bahasa
c. Dana
d. Ketenagaan
Kadang rencana yang telah disusun mendapat hambatan dari pemegang tampuk
kebijakan pada masalah yang berbeda. Maksudnya, pemegang tampuk kebijakan yang
bukan berurusan dengan persoalan kebahasaan. Misalnya di Indonesia, lembaga yang
diserahi tugas untuk menentukan garis kebijakan kebahsaan adalah departemen
pendidikan dan kebudayaan, dalam hal ini pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.
Sikap penutur bahasa sangat menentukan kebijakan bahasa. Sebab, apapun yang
ditetapkan oleh para ahli, apapun yang ditentukan oleh departemen, penutur bahasalah
yang akhirnya menentukan. Penutur bahasalah yang mempergunakan bahasa dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk itu, sikap penutur bahasa harus diubah dari sikap negatif ke
sikap positif. Sikap negatif misalnya tercermin dari sikap tidak mau tahu tentang garis
kebijakan yang sedang dijalankan. Sikap negatif tercermin pula dari ucapan bahwa
persoalan kebahasaan hanya tanggung jawab pemerintah dan ahli bahasa. Sikap-sikap
sepertini sangat menghambat perencanaan dan kebijakan bahasa.
Suatu rencana juga memerlukan dana dan fasilitas. Tanpa dana tak terlalu banyak
yang dapat dibuat. Namun, perlu diingatkan tanpa dana pun masih ada yang dapat dibuat.
Dana boleh saja berasal dari pemerintah, tetapi boleh juga dari perseorangan, yayasan,
dan sebagainya. Hanya yang perlu dipersoalkan ialah pemanfaatan dana yang disediakan.
Akhirnya kesulitan yang didapati dalam pelaksanaan perencanaan bahasa ialah faktor
ketenagaan. Tenaga yang terlatih menangani soal-soal kebahasaan baik dari segi kuantitas
maupun kualitas sangat kurang mengingat bahasa yang ditangani terlalu banyak.
Penanganan ketenagaan menyangkut pula keamanan dan kesejahteraan tenaga-tenaga
tersebut agar dapat melaksanakan tugas pengabdiannya dengan baik. Banyak tenaga yang
mempunyai profesi dalam kebahasaan, tetapi tidak tertarik dalam persoalan kebahasaan
karena keamanan dan kesejahteraan mereka tidak terjamin. Untuk itu masalah ketenagaan
kebahasaan harus dikaitkan dengan persoalan keamanan dan kesejahteraan mereka.
7. Evaluasi perencanaan bahasa
Dalam tulisan yang berjudul Evaluation and language Planning ( dalam fishman.
(ed.), 1972:476-510 ), Joan Rubin menyatakan bahwa perencanaan bahasa merupakan
suatu kegiatan yang berlangsung secara berkesinambungan sebab bahasa yang dijadikan
objeknya selalu berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan kemajuan
masyarakat pemakainya. Oleh karena itu, program perencanaan bahasa juga senantiasa
berubah, baik dalam hal penentuan sasaran maupun alternatif strategi implementasinya.
Sehubungan dengan hal ini, Rubin menyarankan agar penilaian terhadap program
perencanaan bahasa dilihat sebagai proses yang berkesinambungan.
Selanjutnya, Rubin mengajukan pendapat mengenai tehnik penilaian yang dibagi atas
beberapa tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data. Dalam hal ini, penilai dapat
membantu pihak perencana mengidentifikasi bila ada masalah yang dihadapi. Tahap
kedua aadalah perencanaan. Dalam hal ini, penilai dapat membantu penyusunan atau
perumusan sasaran, strategi, dan hasil yang harus dicapai. Di samping itu, pihak penilai
dapat ikut merumuskan kriteria yang dapat membandingkan pengaruh serta akibat dari
berbagai sasaran dan strategi yang dipilih. Kriteria ini pulalah yang nantinya akan
berguna untuk menentukan urutan prioritas sasaran dan strategi yang dapat dipilih. Tahap
ketiga adalah implementasi. Dalam tahap ini, data pemonitoran dikumpulkan untuk
membandingkan hasil akhir yang nyata dengan hasil akhir yang diramalkan sebelumnya.
Tahap keempat adalah pengolahan dan balikan. Dalam tahap ini, seorang penilai dapat
membantu perencanaan bahasa dalam perumusan tolak ukur untuk menilai berhasil
tidaknya usaha itu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Telah kita lihat bahwa perencanaan bahasa tidaklah selalu terencana
sebagaimana orang merencanakan suatu usaha. Namun ada usaha-usaha perorangan atau
kelompok manusia yang secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi bentuk serta fungsi
suatu bahasa. Saat ini pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa di Indonesia adalah
Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak 01 April 1975. Kemudian
namanya berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa yang tugasnya sebagai
pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan bahasa. sasaran perencanaan
bahasa yaitu Pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan (sebagai bahasa
nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya), dan khalayak di dalam masyarakat
yang diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://dedekamrolaniblog.blogspot.co.id/2011/04/makalah-perencanaan-bahasa_6578.html