TINJAUAN PUSTAKA
A. PENYAKIT KUSTA
1.
Definisi
Kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang
kulit, mukosa, saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot,
tulang dan testis.20
2. Etiologi
Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae, yang ditemukan oleh
warganegara Norwegia, G.A Armauer Hansen pada tahun 1873 dan sampai sekarang
belum dapat dibiakkan dalam media buatan. Kuman Mycobacterium leprae berbentuk
basil dengan ukuran 3-8 Um X 0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta bersifat Gram
positif. Mycobacterium leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar
pada sel saraf (Schwan cell) dan sistem retikulo endotelial.2,5
3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi kusta bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, dengan ratarata 3-5 tahun.1 Masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel yang lama, yaitu
antara 2 3 minggu dan di luar tubuh manusia (kondisi tropis) kuman kusta dapat
bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus pada
suhu 27 30 0 C. 2
4. Diagnosis Kusta
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakteriologis dan
histopatologis. Dari ketiga diagnosis klinis merupakan yang terpenting dan paling
sederhana. Sebelum diagnosis klinis ditegakkan, harus dilakukan anamnesa,
pemeriksaan klinik (pemeriksaan kulit, pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya). Untuk
menetapkan diagnosis klinis penyakit kusta harus ada minimal satu tanda utama atau
cardinal sign. 1,20 Tanda utama tersebut yaitu :
a.
Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa . Kelainan dapat berbentuk bercak
keputihan (hipopigmentasi) atau kemerah-merahan (eritematosa) yang mati rasa
(anestesi)
b.
Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat
peradangan saraf (neuritis perifer) , bisa berupa :
1). Gangguan fungsi sensoris (mati rasa)
2). Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot, kelumpuhan
3). Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak
c. Adanya kuman tahan asam di dalam pemeriksaan kerokan jaringan kulit (BTA
positif).
5. Klasifikasi Kusta
Dikenal beberapa jenis klasifikasi kusta, yang sebagian besar di dasarkan pada
tingkat kekebalan tubuh (kekebalan seluler) dan jumlah kuman. 3 Beberapa klasifikasi
kusta di antaranya adalah :
a. Klasifikasi Madrid (1953)
Pada klasifikasi kusta ini penderita kusta di tempatkan pada dua kutub, satu kutub
terdapat kusta tipe tuberculoid (T) dan kutub lain tipe lepromatous (L) . Diantara
kedua tipe ini ada tipe tengah yaitu tipe borderline (B). Di samping itu ada tipe yang
menjembatani yaitu disebut tipe intermediate borderline (B).20
b. Klasifikasi Ridley Jopling (1962)
Berdasarkan gambaran imunologis, Ridley dan Jopling membagi tipe kusta
menjadi 6 kelas yaitu : intermediate (I), tuberculoid-tuberculoid (TT), borderline
tuberculoid (BT), borderline-borderline (BB), borderline lepromatous (BT) dan
lepromatous lepromatous (LL).20
bawah ini :
Tabel 4 Penentuan klasifikasi atau tipe kusta
Tanda Utama
PB
MB
Jumlah lesi
Penebalan saraf yang
1-5
Lebih dari 5
disertai
gangguan fungsi
Sediaan apus
(cell mediated immunity / CMI). Variasi atau tipe dalam penyakit kusta disebabkan
oleh variasi dalam kesempurnaan imunitas seluler. Bila seseorang mempunyai
imunitas seluler yang sempurna, tidak akan menderita penyakit kusta walaupun
terpapar Mycobacterium leprae. Orang yang tidak mempunyai imunitas seluler
sempurna, bila menderita kusta akan mendapat salah satu tipe penyakit kusta .
Penderita yang mempunyai imunitas seluler cukup tinggi akan mendapat kusta
tipe T (klasifikasi Madrid) atau tipe TT (klasifikasi Ridley Jopling) atau tipe PB
(klasifikasi WHO). Semakin rendah imunitas seluler, tipe yang akan diderita
semakin kearah L / LL / MB. 3
8. Pengobatan Kusta (Multi Drug Therapy / MDT)
Obat yang dipakai dalam pengobatan penyakit kusta adalah : 1,26,27
a. DDS ( Diamino Diphenil Sulfon / Dapson )
Dapson bersifat bakteriostatik atau menghambat pertumbuhan kuman
kusta. Dapson mempunyai efek samping berupa alergi (manifestasi kulit), anemia
hemolitik, gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, tidak nafsu makan),
gangguan persarafan (neuropati perifer, vertigo, sakit kepala, mata kabur
b. Clofazimin
Clofazimin bersifat bakteriostatik dengan efek samping yaitu perubahan
warna kulit menjadi ungu sampai kehitaman, gangguan pencernaan berupa mual,
muntah, diare dan nyeri lambung.
c. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid atau membunuh kuman kusta, 99 % kuman
kusta mati dalam satu kali pemberian. Efek samping yang mungkin terjadi setelah
pemberian rifampisin yaitu kerusakan hati, gangguan fungsi hati, air seni warna
merah dan munculnya gejala influensa.