Anda di halaman 1dari 6

PENGERTIAN PERILAKU KEKERASAN

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri
dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk
penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan
untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa
perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan.
Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan di
rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku
kekerasan yang dilakukan selama di rumah.

Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan
sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons
kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991).

RENTANG RESPONS MARAH


Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Gambar 10.1 Rentang Respons Marah

Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.
TABEL 10.1 Perbandingan perilaku pasif, asertif, dan agresif
Karakteristik
Nada bicara

Karakteristik
Nada suara

Sikap tubuh
Personal Space

Gerakan

Kontak mata

Pasif
Negatif
Menghina diri
Dapatkah saya
lakukan?
Dapatkah ia
lakukan?

Asertif
Positif
Menghargai diri
sendiri
Saya dapat/akan
lakukan

Pasif

Diam

Amuk
Berlebihan
Menghina orang lain
Anda selalu/tidak
pernah?

Asertif

Diatur

Lemah

Amuk

Tinggi

Tegang

Mengancam,
ekspansi gerakan

Melotot

Menuntut

Merengek
Melorot

Tegak

Menundukan kepala Relaks

Orang lain dapat


Menjaga jarak yang
masuk pada
menyenangkan
teritorial pribadinya Mempertahankan
hak
tempat/teritorial
Minimal
Memperlihatkan
gerakan yang
Lemah
sesuai
Resah
Sedikit/tidak ada

Sekali-sekali
(intermiten) sesuai
dengan kebutuhan
interaksi

Bersandar ke depan
Memiliki teritorial
orang lain

4. Spiritual
a. Kemahakuasaan
b. Kebijakan/kebenaran diri
c. Keraguan
d. Tidak bermoral
e. Kebejatan
f. Kreativitas terlambat
5. Sosial
a. Menarik diri
b. Pengasingan
c. Penolakan
d. Kekerasan
e. Ejekan
f. Humor

PROSES TERJADINYA MARAH


Ancaman atau kebutuhanStresCemasMarahMengungkapkan secara vertikalMerasa kuatMerasa tidak
adekuatMenantangMenjaga keutuhan Menantang orang lainMasalah tidak selesaiMarah berkepanjanganMarah pada diri
sendiriDepresi psikosomatikAgresif/mengamukMarah pada orang lain/lingkunganKetegangan menurunMarah tidak
terungkapLegaMengingkari marahRasa marah teratasiMuncul rasa bermusuhanRasa bermusuhan menahun

Gambar 10.2 Konsep Marah (Beck, Rawlins, Williams, 1986: 447 dikutip oleh Keliat dan
Sinaga, 1991:8)

PROSES TERJADINYA AMUK


Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991). Amuk adalah
respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah,
putus asa, dan ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara
internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara
eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat
diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan,
dan (3) menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan
memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan
perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini
menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku
yang destruktif dan amuk.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Faktor Predisposisi
1. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari dorongan
insting (instinctual drives).
2. Psikologis

Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari peningkatan


frustasi.
Tujuan
yang
tidak
tercapai
dapat
menyebabkan
frustasi
berkepanjangan.
3. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai
berikut.
a. Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual. Selain itu, mengatur
sistem informasi dan memori.
b. Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan interpretasi
pendengaran.
c. Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta pengelolaan
emosi dan alasan berpikir.
d. Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas adalah serotonin
(5-HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholine, dan GABA.
4. Perilaku (behavioral)
a. Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar mengakibatkan
kegagalan kemampuan dalam berespons positif terhadap frustasi.
b. Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau godaan
(seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan percaya diri (self
esteem) individu.
c. Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak (child
abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengaruhi
penggunaan kekerasan sebagai koping.
Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil belajar dari
proses sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni sebagai berikut.
a. Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan.
b. Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua, kelompok,
saudara, figur olahragawan atau artis, serta media elektronik
(berita kekerasan, perang, olahraga keras).
5. Sosial kultural
a. Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini mendefinisikan
ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak diterima akan menimbulkan
sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat ketat (strict) dapat menghambat
ekspresi marah yang sehat dan menyebabkan individu memilih cara yang
maladaptif lainnya.
b. Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons terhadap
marah yang sehat.
Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya agresivitas atau perilaku
kekerasan yang maladaptif antara lain sebagai berikut.
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.
b. Status dalam perkawinan.
c. Hasil dari orang tua tunggal (single parent).
d. Pengangguran.
e. Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan struktur
keluarga dalam sosial kultural.

Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
1. Internal

a. Kelemahan.
b. Rasa percaya menurun.
c. Takut sakit.
d. Hilang kontrol.
2. Eksternal
a. Penganiayaan fisik.
b. Kehilangan orang yang dicintai.
c. Kritik.

Diagnosis
Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.Perilaku kekerasan.Gangguan konsep diri:
harga diri rendah.

Diagnosis Keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

RENCANA INTERVENSI
Risiko Perilaku Kekerasan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien

1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.
e.
Pasien
dapat
menyebutkan
cara
mencegah/mengontrol
perilaku
kekerasannya.
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa
lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara:
1) verbal,
2) terhadap orang lain,
3) terhadap diri sendiri,
4) terhadap lingkungan.

e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.


f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam;
2) obat;
3) sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya;
4) spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan napas
dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual, dan
patuh minum obat.
h. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

1. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
2. Tindakan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda
dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang
lain.
d. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat.
2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
e. Buat perencanaan pulang bersama keluarga.

Strategi Penahanan
Stategi Preventif Strategi Antisipasi Strategi Penahanan

Kesadaran diri Pendidikan pasien Latihan asertif Komunikasi Perubahan lingkungan Perilaku
Psikofarmakologi Manajemen krisis Pengasingan Pengendalian/pengekangan

Gambar 10.3 Rangkaian Intervensi Keperawatan dalam Manajemen Perilaku Kekerasan

Manajemen Krisis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Identifikasi pemimpin tim krisis.


Susun atau kumpulkan tim krisis.
Beritahu petugas keamanan yang diperlukan.
Pindahkan semua pasien dari area tersebut.
Siapkan atau dapatkan alat pengekang (restrains).
Susun strategi dan beritahu anggota lain.
Tugas penanganan pasien secara fisik.
Jelaskan semua tindakan pada pasien, Kami harus mengontrol Tono, karena
perilaku Tono berbahaya pada Tono dan orang lain. Jika Tono sudah dapat
mengontrol perilakunya, kami akan lepaskan.
9. Ikat/kekang pasien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang nyaman).
10. Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi.
11. Jaga tetap kalem dan konsisten.
12. Evaluasi tindakan dengan tim.
13. Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya.
14. Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan.

Pengasingan

Pengasingan dilakukan untuk memisahkan pasien dari orang lain di tempat yang
aman dan cocok untuk tindakan keperawatan. Tujuannya adalah melindungi pasien,
orang lain, dan staf dari bahaya. Hal ini legal jika dilakukan secara terapeutik dan
etis. Prinsip pengasingan antara lain sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1995:
738).
1. Pembatasan gerak
a. Aman dari mencederai diri.
b. Lingkungan aman dari perilaku pasien.
2. Isolasi
a. Pasien butuh untuk jauh dari orang lain, contohnya paranoid.
b. Area terbatas untuk adaptasi, ditingkatkan secara bertahap.
3. Pembatasan input sensoris
Ruangan yang sepi akan mengurangi stimulus.

Pengekangan

Tujuan dari pengekangan adalah mengurangi gerakan fisik pasien, serta melindungi
pasien dan orang lain dari cedera. Indikasi antara lain sebagai berikut.
1. Ketidakmampuan mengontrol perilaku.
2. Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial.
3. Hiperaktif dan agitasi.
Prosedur pelaksanaan pengekangan adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan pada pasien alasan pengekangan.
2. Lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai.
3. Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vital, sirkulasi, dan
membuka ikatan untuk latihan gerak.
4. Penuhi kebutuhan fisik, yaitu makan, minum, eliminasi, dan perawatan diri.
3) secara spiritual,
4) terapi psikofarmaka.
2. Pada keluarga
a. Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
b. Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai
pasien.
c. Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
d. Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan
pada perawat.

Anda mungkin juga menyukai