Anda di halaman 1dari 28

BAB III

PERTIMBANGAN PEMILIHAN RESTORASI GIGI


SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK

Beberapa penelitian menyatakan bahwa kegagalan perawatan endodontik


sering terjadi akibat restorasi yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan restorasi
yang tepat menjadi lebih penting dibandingkan dengan penutupan apikal
(Baumgardneer et al., 1995)

3.1.

Dasar Pertimbangan dalam Menetapkan Restorasi Gigi setelah


Perawatan Endodontik
Perencanaan pemilihan restorasi harus dilakukan dengan beberapa

pertimbangan. Ford menyatakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam


menentukan restorasi adalah:
1.

Banyaknya jaringan gigi tersisa


Banyaknya struktur jaringan gigi tersisa mempengaruhi retensi dan
resistensi dari gigi. Pemilihan restorasi untuk menggantikan struktur gigi
yang telah hilang sangat dipengaruhi oleh banyaknya struktur gigi tersisa
(Garg, 2011).

2.

Fungsi gigi
Fungsi gigi dalam lengkung rahang akan mempengaruhi beban kunyah
yang diterima gigi. Pemilihan restorasi dipengaruhi oleh fungsi dari gigi
(Segovic, 2004).

15

16

3.

Posisi atau lokasi gigi


Gigi anterior membutuhkan pertimbangan estetik yang lebih dibandingkan
dengan gigi posterior. Restorasi pada gigi anterior harus memiliki niali estetik
yang baik (Cheung, 2011).

4.

Morfologi atau anatomi saluran akar


Morfologi saluran akar berpengaruh dalam pemilihan restorasi. Morfologi
akar yang bengkok dapat menjadi pertimbangan jika ingin direstorasi dengan
mahkota pasak (Cheung, 2011)
Semakin sedikit sisa dari struktur gigi dan semakin besar fungsi gigi dalam

lengkung rahang, pemilihan restorasi harus dilakukan dengan lebih hati-hati. Gigi
dengan sisa struktur gigi yang sedikit dan beban kunyah yang besar memiliki
risiko fraktur yang lebih tinggi, sehingga perencanaan harus dilakukan dengan
lebih baik (Ford, 2004)

3.2.

Menetapkan Restorasi Gigi setelah Perawatan Endodontik


Kegagalan restorasi setelah perawatan endodontik yang sering terjadi

diantaranya adalah kebocoran tepi, lepasnya restorasi, fraktur restorasi, atau


fraktur dari gigi yang telah direstorasi. Terdapat beberapa dasar pertimbangan
dalam memilih restorasi setelah perawatan endodontik agar restorasi dapat
bertahan dalam jangka waktu yang lama (Suprastiwi, 2006).

17

3.2.1. Syarat Ideal untuk Restorasi setelah Perawatan Endodontik


Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh restorasi setelah perawatan
endodontik:
1.

Menutupi koronal secara menyeluruh


Restorasi pada gigi yang telah dirawat endodontik harus dapat menutupi
koronal secara menyeluruh agar dapat mencegah terjadinya infeksi berulang
(Ford, 2004).

2.

Melindungi struktur gigi yang tersisa


Gigi yang telah dirawat endodontik seringkali kehilangan jaringan keras
dalam jumlah besar, sehingga gigi menjadi rentan terhadap fraktur. Restorasi
harus dapat melindungi struktur gigi yang tersisa, agar gigi terhindar dari
risiko fraktur (Ford, 2004)

3.

Memiliki retensi agar restorasi tidak lepas


Bentuk retensi adalah suatu bentuk preparasi kavitas sedemikian rupa
sehingga restorasi tidak terlepas dari gigi. Pemilihan restorasi dilakukan
dengan mempertimbangkan bentuk retensi dari gigi (Roberson et al., 2006 ;
Segovic, 2004).

4.

Memiliki resistensi agar mampu menahan daya kunyah


Bentuk resistensi adalah suatu bentuk kavitas sedemikian rupa sehingga
gigi bersama restorasi dapat menahan beban kunyah (Walmsley et al., 2007).
Semakin lebar istmus kavitas oklusoproksimal, resistensi gigi terhadap
fraktur semakin rendah. Bentuk resistensi sangat penting, karena bentuk
resistensi yang kurang menyebabkan restorasi atau gigi pecah. Masing-

18

masing restorasi memiliki bentuk resistensi untuk mencegah pecahnya


restorasi. Resistensi gigi terhadap fraktur menurun dengan semakin lebarnya
istmus dari kavitas oklusoproksimal (Ford, 2004)
5.

Mampu mengembalikan fungsi gigi, yaitu fungsi pengunyahan, estetik,


bicara, dan menjaga gigi antagonis dan gigi sebelahnya (Cohen, 2011 ;
Segovic et al., 2004 ; Sisthaningsih & Suprastiwi, 2006).

3.2.2. Jenis Restorasi untuk Gigi setelah Perawatan Endodontik


Macam-macam restorasi setelah perawatan endodontik dapat berdasarkan
beberapa pertimbangan. Salah satu pertimbangan adalah berdasarkan lokasi gigi,
yaitu anterior dan posterior (Ford, 2004 ; Weine, 2004)

3.2.2.1. Jenis Restorasi setelah Perawatan Endodontik untuk Gigi Anterior


Gigi anterior yang telah dirawat endodontik dan memiliki struktur
jaringan gigi yang sehat masih banyak, serta retensi yang cukup, dapat direstorasi
secara langsung dengan komposit resin atau semen glass ionomer (Garg, 2011).
Restorasi komposit dan glass ionomer tedapat pada Gambar 3.1. dan 3.2.

19

(a)

(b)

Gambar 3.1. Restorasi Komposit Resin Gigi Anterior (Brenna et al., 2009)
a. Gigi sebelum direstorasi
b. Gigi setelah direstorasi dengan komposit resin

(a)

(b)

Gambar 3.2. Restorasi Glass Ionomer pada Gigi Anterior (Brenna et al.,
2009)
a. Gigi sebelum direstorasi
b. Gigi setelah direstorasi dengan semen glass ionomer

Gigi anterior dengan pewarnaan yang meliputi lebih dari setengah atau
seluruh koronal, dapat direstorasi dengan veneer komposit atau porselen, seperti
pada Gambar 3.3. Pilihan perawatan lain untuk pewanaan gigi adalah bleaching
(Garg, 2011 ; Segovic, 2004).

20

(a)

(b)

Gambar 3.3. Gigi dengan Pewarnaan yang Direstorasi dengan Veneer (Brenna et
al., 2009)
a. Gigi dengan pewarnaan
b. Gigi yang telah direstorasi dengan veneer

Gigi anterior dengan sisa jaringan keras gigi sedikit, retensi dari jaringan
gigi yang tersisa tidak adekuat, dan tidak dapat digunakan restorasi lain, maka
aspasak dan inti menjadi pilihan. Restorasi komposit menjadi kontraindikasi jika
sisa jaringan kurang dari sepertiga koronal (Cheung, 2011 ; Garg, 2011). Restorasi
pasak terdapat pada /Gambar 3.4.

(a)

(b)

(c)

Gambar 3.4. Gigi setelah Perawatan Endodontik dengan Struktur Gigi Sehat yang
Tersisa Sedikit (Brenna et al., 2009)
a. Gigi sebelum direstorasi
b. Penempatan pasak pada gigi
c. Gigi yang telah direstorasi

21

Gigi anterior rahang atas harus menahan stress lateral dari gigi rahang
bawah, yang akan diteruskan sepanjang pasak sehingga memiliki kecenderungan
untuk patah. Hal ini menyebabkan penempatan pasak harus dilakukan dengan
tekanan seminimal mungkin (Segovic, 2004).
Gigi anterior rahang bawah memiliki anatomi akar yang menyulitkan
dalam penempatan pasak. Bentuk akar gigi yang sempit secara dimensi
mesiodistal menyebabkan penempatan pasak harus dilakukan dengan hati-hati
(Cheung, 2011).
Mahkota pasak merupakan suatu restorasi indirek. Restorasi ini terdiri dari
dua komponen, yaitu inti dan pasak. Inti dapat dibuat dengan bahan dental
amalgam, komposit resin, semen glass ionomer, atau logam cor (Qualthrough,
2005 ; Walmsley, 2007). Restorasi mahkota pasak gigi anterior terdapat pada
Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Restorasi Mahkota Pasak Gigi Anterior (Brenna et al., 2009)

Pasak dan inti yang ideal harus memenuhi beberapa sifat, diantaranya
modulus elastisitas, compresive strength, dan koefisien ekspansi termal yang sama

22

dengan dentin. Sifat lain yang harus dimiliki adalah ketahanan terhadap korosi
dan kemampuan untuk berikatan yang baik (Cheung, 2011).
Mahkota pasak digunakan terutama pada gigi dengan kehilangan struktur
mahkota dalam jumlah besar. Pembuangan kamar pulpa pada perawatan
endodontik menyebabkan gigi membutuhkan dukungan baik, dari internal
maupun eksternal, karena itu mahkota pasak menjadi indikasi (Weine, 2004).
Mahkota pasak diindikasikan menjadi restorasi setelah perawatan endodontik
pada gigi anterior jika jaringan keras gigi yang tersisa tidak memiliki bentuk
retensi yang adekuat, yaitu pada gigi dengan sisa kehilangan struktur gigi dalam
jumlah besar dan membutuhkan penutupan menyeluruh (Garg, 2011 ; Weine,
2004).
Mahkota pasak menjadi kontraindikasi pada keadaan seperti terdapat tanda
kegagalan perawatan endodontik, retensi, dan resistensi cukup untuk direstorasi
menggunakan bahan plastis, serta jika terdapat lateral stress akibat bruxism atau
heavy incisal stress (Garg, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi pasak antara lain adalah
panjang, diameter, preparasi, bentuk dan tekstur permukaan pasak, serta luting
agent atau bahan perekat. Pasak dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu
prefabricated dan custom made (Fradani, 2008 ; Paula et al., 2011)
1.

Pasak Prefabricated
Pasak prefabricated dapat diklasifikasikan menjadi aktif dan pasif. Pasak

aktif atau screw type secara mekanik berikatan dengan dinding saluran akar dan
memiliki retensi yang baik, namun selama penempatan dan pengunyahan akan

23

menimbulkan tekanan pada saluran akar. Pasak pasif atau cemented tidak
berikatan dengan dinding saluran akar dan lebih tidak retentif dibandingkan pasak
aktif, namun tekanan yang dihasilkan selama penempatan dan pengunyahan juga
lebih minimal (Cheung, 2011 ; Garg, 2011).
Pilihan bahan untuk pasak prefabricated adalah alloy, stainless steel,
titanium, gold plated brass, porselen, dan fiber reinforced polymer. Pasak metal
seringkali menyebabkan terjadinya bayangan abu-abu (grey zone) pada daerah
servikal gingival dan dalam penggunaannya masih diperlukan pembuangan daerah
undercut untuk adaptasi pasak. Pasak fiber banyak dipakai sekarang ini (Cheung,
2011 ; Garg, 2011). Berbagai macam pilihan bahan pasak terdapat pada Gambar
3.6.

Gambar 3.6. Pilihan Bahan Pasak (Walmsley, 2007)


a. Pasak dan inti custom made logam
b. Pasak metal dari bahan titanium dan alloy
c. Pasak zirconia
d. Pasak fiber

Keuntungan penggunaan pasak fiber adalah non galvanis, tidak rentan


korosi, dan mencegah risiko kebocoran mikro. Pasak fiber memiliki sifat fisik,

24

modulus elastisitas, compressive strength, dan koefisien ekspansi termal yang


hampir sama dengan dentin. Kemampuan menyerap dan menyalurkan gaya sama
dengan gigi, sehingga mencegah fraktur pada akar. Nilai estetik lebih baik
dibandingkan dengan pasak logam, tidak ada risiko korosi dan diskolorasi.
Keuntungan lain dari pasak fiber

adalah dapat dikerjakan dengan sekali

kunjungan. (Adanir, 2007 ; Gaikwad, 2011 ; Uddanwadiker, 2007).


Pasak fiber dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis dari komposit.
Beberapa tipe fiber diantaranya adalah glass, karbon, KevlarTM, VectranTM, dan
polyethylene (Barutcigil et al., 2009).
Pasak fiber digunakan pada konsep yang tengah berkembang saat ini, yaitu
konsep monoblok. Monoblok merupakan konsep menggunakan bahan adhesif
sebagai keseluruhan restorasi pada gigi setelah perawatan endodontik, seperti
pada Gambar 3.7. Sealer, bahan pengisi adhesif, sistem pasak adhesif yaitu
dengan menggunakan pasak fiber, dan inti atau restorasi dari bahan adhesif.
Semen yang digunakan merupakan resin dual cure (Belli et al., 2011).

3.7. Ilustrasi Konsep Monoblok (Brenna et al., 2009)


a. Perlekatan pasak dengan inti
b. Perlekatan pasak dengan semen luting
c. Perlekatan dentin dengan semen luting

25

Konsep ini dapat memberi perlindungan yang lebih pada gigi yang telah
dirawat endodontik dan dapat memperkuat akar gigi. Hal ini dikarenakan
keseluruhan bahan yang digunakan homogen secara mekanis dengan dentin pada
akar (Belli et al., 2011 ; Tay et al., 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan Sonya (2007), didapatkan kekuatan retensi
pasak fiber yang disemen dengan semen resin lebih besar dibandingkan dengan
pasak fiber yang disemen dengan semen glass ionomer. Baru-baru ini telah
banyak dilaporkan bahwa sistem semen resin adhesif menghasilkan retensi yang
paling baik untuk desain pasak fiber maupun metal (Buttel et al., 2009 ; Vallittu,
1999).
2.

Pasak Custom made


Bahan pilihan untuk pasak custom made adalah alloy dan porselen.

Mahkota pasak custom made dan inti logam emas sudah digunakan dalam
beberapa dekade sebagai restorasi setelah perawatan endodontik. Alloy logam lain
juga dapat digunakan sebagai bahan pasak, namun tingkat kekerasannya dapat
menyebabkan fraktur akar, sehingga klinisi lebih memilih pasak dan inti emas
sebagai restorasi gigi anterior. Kelemahan bahan alloy emas adalah nilai
estetiknya yang rendah, sehingga sekarang tengah berkembang penggunaan
restorasi all porcelain dan metal porselen (Cheung, 2011 ; Garg, 2011).
Custom made diindikasikan untuk gigi dengan akar tunggal terutama pada
gigi dengan sisa mahkota yang minimal, karena pada kondisi yang demikian
pasak yang digunakan harus mampu menahan terjadinya rotasi pada saat
penempatan dan pengunyahan (Garg, 2011).

26

3.2.2.2. Jenis Restorasi setelah Perawatan Endodontik untuk Gigi Posterior


Gigi posterior menerima beban kunyah lebih besar dibandingkan dengan
gigi anterior, karena itu pertimbangan dalam pemilihan restorasi juga berbeda.
Faktor yang paling utama dalam menentukan restorasi adalah banyaknya jaringan
gigi sehat yang tersisa (Garg, 2011).
Gigi yang tidak berisiko fraktur dan memiliki sisa jaringan cukup banyak,
diindikasikan menggunakan restorasi sederhana. Kavitas yang tidak meliputi
proksimal dapat direstorasi dengan komposit high strength untuk gigi posterior
(Cheung, 2011 ; Cohen, 2011 ; Garg, 2011), seperti pada Gambar 3.8.

(a)

(b)

Gambar 3.8. Restorasi Direk Komposit setelah Perawatan Endodontik


(Brenna et al., 2009)
a. Sebelum gigi direstorasi
b. Setelah gigi direstorasi dengan komposit resin

Logam cor sepeti alloy emas, mahkota emas, makota metal porselen, dan
restorasi all porcelain, merupakan restorasi pilihan pada gigi posterior yang telah
dirawat endodontik, seperti pada Gambar 3.9 dan 3.10. Restorasi ini melindungi
gigi dengan baik, walaupun membutuhkan pembuangan jaringan dan biayanya
cukup besar (Cheung, 2011 ; Garg, 2011).

27

(a)

(b)

Gambar 3.9. Restorasi Onlay Logam Cor (Sedyaningsih, 2010)


a. Sebelum gigi direstorasi
b. Setelah gigi direstorasi dengan onlay logam cor

(a)

(b)

Gambar 3.10. Restorasi Mahkota Porselen (Aschheim & Dale, 2001)


a. Gigi sebelum direstorasi
b. Gigi setelah direstorasi dengan mahkota porselen

Gigi posterior selalu membutuhkan perlindungan koronal karena beban


kunyahnya yang besar. Premolar lebih rentan terhadap fraktur dibandingkan
dengan gigi molar dan harus direstorasi minimal dengan onlay pada kedua bonjol
(Segovic, 2004), seperti pada Gambar 3.11.

28

Gambar 3.11. Restorasi Onlay Indirek pada Gigi Premolar (Walmsley,


2007).

Gigi posterior secara umum tidak menggunakan mahkota pasak sebagai


restorasi. Ukuran kamar pulpa yang besar menyebabkan gigi posterior lebih baik
direstorasi dengan onlay atau mahkota penuh (Johnson, 2002 ; Stock et al., 2007 ;
Weine, 2004).
Mahkota pasak, seperti pada Gambar 3.12. menjadi pilihan jika restorasi
yang lain tidak memiliki retensi yang cukup untuk menggantikan struktur gigi
yang hilang, karena beberapa penelitian menyatakan bahwa restorasi mahkota
pasak dapat meningkatkan risiko fraktur (Cheung, 2005 ; Schwartz, 2004 ;
Tronstad, 2003).

Gambar 3.12. Restorasi Mahkota Pasak (Johnson, 2002)

29

3.2.3. Jenis Bahan Restorasi untuk Gigi setelah Perawatan Endodontik


Terdapat beberapa jenis restorasi yang dapat digunakan untuk gigi setelah
perawatan endodontik. Bahan restorasi tersebut diantaranya adalah komposit
resin, semen glass ionomer, porselen, dental amalgam, dan logam cor (Suprastiwi,
2006).

3.2.3.1. Komposit Resin


Resin komposit terdiri dari empat komponen utama, yaitu matriks organik,
filler anorganik, coupling agent, dan sistem inisiatior-akselerator (Powers and
Sakaguchi, 2006). Ukuran dan filler bermacam-macam (Roberson, et al., 2006).
Filler jenis hybrid muncul sekitar tahun 1980. Ukuran partikel filler ratarata 0,5-1 m dengan 75%-80% dari berat. Komposit ini kuat dan mempunyai
permukaan yang lebih halus dari microfill setelah pemolesan (Gladwin and
Bagby, 2009).
Filler nanofill terdiri dari zirkonia-silika, nanocluster dan partikel nano
silika. Filler ini mempunyai ukuran yang sangat kecil, yaitu kurang dari 20 nm
atau berkisar antara 0,05-0,01m, sehingga komposit ini lebih mudah dipoles
(Mitra, et al., 2003; Roberson, et al., 2006).
Beberapa sifat bahan komposit resin diantaranya adalah memiliki nilai
estetik yang baik, koefisien ekspansi termal tiga kali lebih besar dibandingkan
struktur gigi, dan modulus elastisitas rendah, yaitu 2.000 lbs/in2 (Roberson et al.,
2006 ; Scianamblo, 2002). Restorasi dengan bahan komposit terdapat pada
Gambar 3.13.

30

Gambar 3.13. Restorasi Komposit pada Gigi yang telah Dirawat Endodontik
(Brenna et al., 2009)

Komposit resin merupakan campuran resin polimerisasi yang diperkuat


oleh filler anorganik. Memiliki compressive strength sekitar 280 Mpa dengan
modulus elastisitas sekitar 10-16 Gpa, yang mendekati dentin. Ketahanan fraktur
dari restorasi bonded sama dengan gigi. Resin komposit dengan penyinaran yang
tepat memiliki sifat mekanis baik dan dapat memperkuat stuktur gigi melalui
mekanisme bonding (Cohen, 2011).
Kekurangan dari komposit adalah penyusutan yang terjadi selama
polimerisasi. Penyusutan ini mengakibatkan masalah dalam jangka waktu yang
lama. Perkembangan dental komposit resin menyebabkan restorasi ini menjadi
bahan alternatif sebagai pengganti dari dental amalgam untuk gigi posterior, yaitu
dengan menggunakan komposit hight strength untuk gigi posterior (Cohen, 2011 ;
Walmsley, 2007).
Bahan ini menjadi pilihan jika pasien tidak mengiginkan pembuangan
jaringan gigi yang lebih banyak. Komposit resin ini dapat digunakan sebagai
restorasi gigi setelah perawatan endodontik (Walmsley, 2007 ; Garg, 2011 ;
Manhart, 2011).

31

Restorasi setelah perawatan endodotik dengan menggunakan bahan


komposit dapat dibuat secara direk maupun indirek. Restorasi direk menjadi
pilihan pada kavitas yang kecil, yaitu kehilangan satu linggir proksimal dan
kehilangan satu atau dua bonjol (Brenna et al., 2009 ; Walmsley, 2007).
Restorasi indirek menjadi pilihan pada gigi yang kehilangan struktur gigi
dalam jumlah besar. Resin komposit indirek dikerjakan di laboraturium dapat
meningkatkan conversion rate dari polimer dan sifat fisik dari bahan restorasi.
Komposit indirek memiliki kekuatan dan wear resistance yang lebih baik.
Keuntungan komposit resin yang dibuat secara indirek diantaranya adalah
menurunkan risiko penyusutan polimer, memudahkan dalam insersi, dan hasil
estetik yang lebih baik (Settembrini, 1998 ; Walmsley, 2007).

3.2.3.2. Semen Glass Ionomer


Semen Glass Ionomer merupakan materi plastis yang terdiri dari glass
aluminosilikat dengan kandungan fluor yang tinggi, berinteraksi dengan asam
polialkenoic. Semen glass ionomer memberikan estetik yang baik, terutama
sebagai restorasi pada gigi anterior (Mount, 1994).
Compressive strength dan kekerasan dari Glass Ionomer rendah.
Compressive stregth glass ionomer adalah yaitu 150 Mpa atau 22.000 psi. Tensile
strength semen glass ionomer sebesar 6,6 Mpa atau 960 psi. Besarnya kekerasan
semen glass ionomer adalah 48 KHN. Semen glass ionomer bersifat rapuh
sehingga tidak digunakan untuk tambalan di bagian oklusal yang menahan daya
kunyah besar (Suprastiwi, 2006 ; Annusavice, 1996).

32

Glass ionomer bersifat biokompatibel, yaitu menunjukkan efek biologis


yang baik terhadap struktur gigi. Ketahanan terhadap reaksi pulpa lebih tinggi
daripada zinc oxida-eugenol, tetapi lebih rendah daripada semen zinc phospate
(Qualtrough, 2005).
Kelebihan dari semen glass ionomer adalah bersifat adhesif. Semen glass
ionomer mampu berikatan dengan enamel dan dentin secara kimia. Ikatan tersebut
bersifat adhesif dan memerlukan ikatan mekanik dengan kavitas yang telah
dipreparasi sehingga menghasilkan penutupan yang baik (Suprastiwi, 2006).
Keunggulan lain dari semen glass ionomer adalah bersifat antikariogenik,
yaitu dapat mencegah terjadinya karies, disebabkan terjadinya pembebasan
flouride oleh semen. Demikian halnya dengan enamel yang berkontak dengan
restorasi semen tersebut, akan memperoleh flouride sehingga dapat meningkatkan
daya tahan terhadap asam (Qualtrough, 2005).
Kekurangan dari semen glass ionomer adalah ketahanan terhadap abrasi
yang kurang. Semen glass ionomer kurang kuat, tidak dapat menahan gaya
mastikasi yang besar. Semen ini juga tidak tahan terhadap keausan penggunaan
dibandingkan bahan restorasi estetik lainnya, seperti komposit dan keramik
(Roberson, 2006).
Restorasi glass ionomer merupakan indikasi pada gigi setelah perawatan
endodontik dengan beban kunyah minimal, seperti pada gigi anterior dengan
kerusakan jaringan yang tidak terlalu banyak. Restorasi ini merupakan
kontraindikasi pada gigi dengan beban kunyah yang besar, seperti pada gigi
posterior (Mount, 1994 ; Roberson et al., 2006 ; Suprastiwi, 2006).

33

3.2.3.3. Porselen
Komposisi dari porselen konvensional adalah Silika (SiO2), felsdpar potas
(K2O.Al2O3.6SiO2), feldspar soda (Na2O.Al2O3.6SiO2), dan pigmen. Silika
terdapat dalam empat bentuk, yaitu quartz kristalin, kristobalit kristalin, trydimite
kristalin, dan silika gabungan non kristal (Anusavice, 1996).
Porselen dapat diklasifikasikan menurut temperatur pembakaran, aplikasi,
teknik pembuatan, dan fase kristalin. Berdasarkan temperatur pembakaran,
porselen diklasifikasikan menjadi high fusing, medium fusing, low fusing, dan
ultra low fusing (Craig, 2002).
High fusing merupakan porselen paling kuat dibandingkan dengan ketiga
lainnya, translusensi baik, dan dapat menjaga keakuratan bentuk dalam proses
pembakaran berulang. Tipe ini digunakan sebagai elemen gigi tiruan (Craig,
2002).
Medium dan low fusing memiliki homogenitas bubuk yang baik,
menguntungkan selama proses pembakaran. Tipe ini digunakan untuk restorasi all
porcelain dan metal porselen. Ultra low dan

low fusing digunakan sebagai

restorasi mahkota dan jembatan (Craig, 2002).


Berdasarkan aplikasi, porselen dibedakan menjadi porselen untuk mahkota
dan jembatan, all porcelain sebagai restorasi inlay, onlay, mahkota, veneer, dan
porselen untuk gigi tiruan. Berdasarkan bentuk kristalin, porselen dibedakan
menjadi dua fase, yaitu fase glassy dan fase kristalin.
Nilai estetika dental porselen sangat tinggi, sehingga menjadi pilihan
bahan restorasi untuk gigi anterior. Porselen bersifat rapuh dengan tingkat

34

kekerasan yang sangat tinggi, melebihi enamel, sehingga dapat mengikis gigi
antagonisnya, dan memiliki tensile strength rendah. Material ini resisten terhadap
korosi dan abrasi (Kidd, 2003 ; Qualthrough, 2005 ; Park, 2002 ; Walmsley,
2007).
Terdapat dua pilihan dalam penggunaan bahan porselen, yaitu seluruhnya
porselen (all porcelain), atau metal porselen. All porcelain digunakan untuk
kavitas gigi yang dalam, sehingga restorasi porselen memiliki ketebalan yang
cukup untuk menahan tekanan kunyah (Qualthrough, 2005). Salah satu bahan inti
dari all porcelain yang sedang berkembang saat ini adalah Zirconia. Zirconia
merupakan bahan dengan sifat biokompatibel yang baik dan adhesi bakteri pada
bahan minimal. Sifatnya rapuh namun memiliki daya transformation toughening,
yang menyebabkan Zirconia memiliki ketahanan terhadap fraktur yang lebih baik
sebagai bahan all porcelain dibandingkan dengan porselen lainnya. Bahan ini
menjadi salah satu pilihan pada restorasi mahkota all porcelain (Raigrodski et al.,
2006).
All porcelain digunakan untuk kavitas gigi yang dalam sehingga restorasi
porselen memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan tekanan kunyah
(Qualthrough, 2005). Bahan baru untuk porselen adalah porselen felspathic seperti
In-Ceram, Cerec, IPS Empress, atau fabricated dari sistem keramik lain
diantaranya alumina, zirconia, atau silika. Bahan yang lebih baru adalah lithium
disilicate yang memiliki kekuatan lebih baik, ketahanan terhadap fraktur yang
lebih baik, dan tingkat translusensi yang lebih tinggi. Bahan-bahan ini dapat
menahan tekanan yang besar sebagai restorasi pada gigi posterior yang telah

35

dirawat endodontik (Raigrodski et al., 2006). Restorasi onlay dengan bahan


porselen terdapat pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14. Restorasi Onlay Porselen pada Gigi Molar Pertama (Aschheim &
Dale, 2001)

Metal porselen merupakan restorasi yang menggabungkan sifat baik dari


logam dan porselen. Memiliki kekuatan dari logam dan sifat estetik dari porselen
(Cohen, 2011 ; Walmsley, 2007). Bahan yang sering digunakan untuk metal
porselen adalah emas-porselen. Bentuk restorasi dengan bahan porselen dapat
berupa inlay, onlay, dan mahkota prostetik (Brenna et al., 2009 ; Segovic, 2004).
Bahan yang dapat digunakan untuk restorasi metal porselen salah satunya adalah
emas porselen, pengurangan jaringannya sebanyak 1,8 hingga 2 mm. Metal
porselen kuat terhadap fraktur karena didukung oleh logam (Brenna et al., 2009 ;
Walmsley, 2007).
Indikasi pemilihan bahan porselen disesuaikan dengan kebutuhan gigi dan
keinginan pasien. Gigi posterior secara umum tidak membutuhkan restorasi
dengan nilai estetika yang tinggi, namun jika pasien mengiginkan restorasi yang
estetis maka bahan ini menjadi pilihan (Suprastiwi, 2006).

36

Porselen merupakan indikasi pada gigi yang membutuhkan nilai estetika


tinggi, sebagai mahkota pada restorasi mahkota pasak, dan gigi dengan
pewarnaan. Veneer merupakan pilihan restorasi pada gigi yang mengalami
pewarnaan (Brenna et al., 2009). Veneer merupakan restorasi yang meliputi
seluruh permukaan labial, incisal edge hingga seluruh kontak proksimal (Chong,
2004).
Penggunaan restorasi mahkota setelah perawatan endodontik perlu
pertimbangan karena membutuhkan pembuangan dinding, sehingga dinding yang
tersisa pada gigi setelah dirawat endodontik cukup tipis. Terdapat beberapa
keadaan yang menyebabkan restorasi porselen menjadi kontraindikasi. Gigi
dengan oklusi edge to edge dan gigi dengan mahkota klinis yang pendek tidak
diindikasikan untuk direstorasi dengan porselen. (Suprastiwi, 2006 ; Walmsley,
2007).
Pembuatan porselen dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi
CAD/CAM

(computer-aided

design/

computer-assisted

manufacturing).

(Raigrodski et al., 2006 ; Rimondini et al., 2002 ; Scarano et al., 2004).


CAD/CAM merupakan suatu teknologi dengan membuat gambar gigi yang sudah
dipreparasi, untuk kemudian dirancang ukuran serta bentuk restorasi oleh
komputer (CAD) dan untuk pembuatan restorasi dengan bantuan komputer
(CAM). Teknologi ini dapat digunakan pada restorasi dengan bahan porselen atau
logam (Anusavice, 1996).

37

3.2.3.4. Dental Amalgam


Dental amalgam merupakan campuran beberapa logam (alloy) yang
dikombinasikan dengan merkuri menjadi satu kesatuan hingga membentuk massa
yang plastis dan solid. Campuran logam dan merkuri ini disebut dental amalgam.
Hasil campuran ini memiliki kekerasan dan kekuatan yang lebih besar
dibandingkan bahan tambal lainnya (Anusavice, 2003; Manappallil, 2003).
Alloy yang terdapat pada dental amalgam konvensional yaitu campuran
dari silver, tin, cooper, zinc. Silver meningkatkan kekuatan, setting expansion, dan
resistensi terhadap tarnis, namun menurunkan creep. Tin mengurangi kekuatan,
kekerasan, dan ketahanan terhadap tarnis, namun mengendalikan reaksi antara
silver dan merkuri. Tanpa tin reaksi pengerasan akan terlalu cepat terjadi
(Anusavice, 1996)
Copper meningkatkan ekspansi saat pengerasan, serta meningkatkan
kekuatan dan kekerasan. Zinc dapat menyebabkan terjadinya delay expansion bila
campuran amalgam terkontaminasi oleh cairan selama proses manipulasi. Zinc
dapat mencegah oksidasi dari unsur unsur penting seperti silver, copper ataupun
tin. Alloy yang dibuat tanpa zinc akan menjadi lebih rapuh, sedangkan amalgam
yang dibuat dengan penambahan zinc akan menjadi kurang palstis (Anusavice,
1996).
Sifat penting dari amalgam diantaranya adalah koefisien ekspansi termal
2,5 kali lebih besar dibandingkan struktur gigi. Kekuatan tekan amalgam
sangatlah penting karena restorasi amalgam harus dapat menahan daya kunyah
dari gigi selama proses pengunyahan berlangsung. Kurangnya kekuatan tekan

38

amalgam berpengaruh terhadap kerusakan marginal dari restorasi ataupun


terjadinya fraktur. Hal ini dapat meningkatkan resiko korosi, terjadinya karies
sekunder dan kegagalan klinis yang lain (Roberson et al., 2006).
Kekuatan amalgam dapat dipengaruhi dari tipe amalgam itu sendiri dan
juga fase yang terjadi pada reaksi pengerasan. Dental amalgam memiliki kekuatan
tekan yang lebih besar dibandingkan dengan kekuatan tariknya. Oleh karena itu
bentuk kavitas harus dapat meminimalisir tensile stress yang terjadi (Van Noort,
2007; Gladwin and Bagby, 2009; Anusavice, 2003; Powers, 2006).
Compressive strength dari high-copper amalgam sama dengan gigi, dan
tensile strength lebih rendah dari struktur gigi (Garg, 2011 ; Roberson et al.,
2006). Aliran amalgam dipengaruhi oleh perubahan beban selama restorasi berada
dalam gigi. Amalgam merupakan konduktor suhu yang baik (Roberson et al.,
2006). Modulus elastisitas dari amalgam adalah 4.000 lbs/in2 (Scianamblo, 2002).
Amalgam merupakan restorasi kontroversial, karena kandungan merkuri
yang terdapat di dalamnya. Suatu penelitian menemukan bahwa hasil evaluasi
restorasi amalgam setelah tiga tahun pemakaian terbukti baik, namun setelah lima
tahun ditemukan lebih banyak terjadi fraktur pada gigi yang direstorasi dengan
amalgam setelah perawatan endodontik dibandingkan dengan restorasi komposit
resin dan pasak fiber (Manocci et al., 2005).
Amalgam digunakan sebagai bahan tambal direk karena mudah ditempatkan
pada kavitas dan setelah mengeras akan mengembalikan bentuk dan fungsi gigi
seperti semula. Preparasi gigi tidak hanya membuang bagian yang rusak dan

39

struktur yang lemah pada gigi, tetapi harus membuat tambalan amalgam tersebut
berfungsi secara baik (Roberson, 2006).
Amalgam menjadi pilihan restorasi karena memiliki kekuatan yang baik,
harga terjangkau, dan mudah dalam proses manipulasi (Andrew & McCoy, 1993).
Indikasi dari dental amalgam diantaranya adalah pada gigi yang tidak
membutuhkan pertimbangan estetika seperti pada gigi posterior (Garg 2011 ;
Roberson et al., 2006).
Kontraindikasi dari dental amalgam adalah gigi yang membutuhkan nilai
estetika yang tinggi seperti pada gigi anterior, dan gigi dengan retensi yang
rendah. Hal ini menyebabkan amalgam tidak menjadi pilihan utama sebagai
restorasi gigi setelah perawatan endodontik, karena sisa jaringan keras gigi yang
tersisa seringkali tidak memiliki retensi yang dibutuhkan oleh restorasi amalgam
(Suprastiwi, 2006).
Amalgam bukan pilihan terbaik dalam merestorasi gigi setelah perawatan
endodontik, hilangnya bonjol dalam preparasi kavitas perawatan endodontik
menyebabkan gigi rentan terhadap fraktur vertikal, restorasi intrakoronal seperti
amalgam tidak dapat melindungi gigi dari risiko ini (Brenna et al., 2009 ; Weine,
2004). Fraktur mahkota akibat restorasi yang tidak adekuat terdapat pada Gambar
3.15.

40

Gambar 3.15. Fraktur Mahkota dan Akar akibat Bonjol yang Tidak Terlindung
(www.iosc.com, 2010)

3.2.3.5. Logam Cor


Logam cor merupakan campuran dari dua atau lebih dari logam. Bahan
yang dapat digunakan pada logam cor, yaitu alloy emas, alloy cobalt-chromium,
alloy perak-palladium, alloy alumnium-tembaga, stainless steel, alloy nickelchromium, dan alloy nikel-titanium (Anusavice, 1996).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa logam cor yang mengandung alloy
emas lebih rendah dari 65% hingga 75% rentan terhadap korosi. Alloy emas
sendiri memiliki sifat lunak, karena itu harus diperkuat dengan tembaga, perak,
atau platinum. Palladium juga dapat ditambahkan untuk mencegah potensi karat
dari perak. Penambahan platinum dan palladium dalam emas akan menurunkan
koefisien akspansi termal (Anusavice, 1996).
Sifat yang diharapkan logam cor adalah biokompatibel, mudah dicairkan,
dicor, dan dipoles. Sifat lainnya adalah mengalami penyusutan yang sedikit ketika
memadat, mempunyai ketahanan abrasi yang baik, kekuatannya tinggi, tahan
terhadap tekanan dan korosi (Anusavice, 1996).

41

Bahan logam cor diindikasikan untuk gigi posterior karena kekuatannya


yang baik. Logam cor merupakan pilihan bahan restorasi untuk gigi setelah
perawatan endodontik. Bentuk restorasinya dapat berupa inlay, onlay, dan
mahkota penuh. Inlay merupakan restorasi indirek intra koronal yang tidak
melindungi bonjol gigi (Qualtrough, 2005).
Inlay sebagai restorasi indirek, merupakan restorasi yang dapat menahan
beban kunyah yang lebih besar dibandingkan dengan restorasi yang dibuat secara
direk. Inlay bukan restorasi pilihan pada gigi setelah perawatan endodontik,
karena daya dukung intrakoronalnya tidak dapat melindungi gigi dari risiko
fraktur (Heasman, 2003 ; Suprastiwi, 2006 ; Weine, 2004).
Onlay merupakan restorasi indirek yang menutupi sebagian permukaan
ekstra koronal gigi dan tetap mengikuti kontur dari gigi. Onlay merupakan pilihan
restorasi pada perawatan endodontik (Qualtrough, 2005).
Onlay digunakan secara luas pada gigi setelah perawatan endodontik,
terutama pada gigi posterior karena menyatukan dinding-dinding gigi dan
melindungi bonjol. Pembuangan kamar pulpa pada perawatan endodontik
menyebabkan gigi membutuhkan dukungan, baik dari intrakoronal maupun
ekstrakoronal, karena itu restorasi onlay menjadi pilihan (Stock et al., 2007 ;
Suprastiwi, 2006 ; Weine, 2004).
Restorasi mahkota penuh logam, seperti pada Gambar 3.16 merupakan
restorasi indirek ekstra koronal yang meliputi permukaan luar gigi dan
membentuk kembali kontur anatomi gigi secara menyeluruh. Restorasi mahkota

42

merupakan restorasi yang meliputi seluruh permukaan gigi (Qualtrough, 2005 ;


Walmsley, 2007).

Gambar 3.16. Restorasi Mahkota Penuh Logam (Johnson, 2005)

Restorasi ini diindikasikan pada kavitas yang meliputi permukaan


proksimal dan gigi dengan beban oklusal yang tinggi, untuk mengurangi tekanan
pada gigi, seperti pada gigi posterior. Hal ini akan mencegah gigi dari risiko
fraktur (Johnson, 2002). Prosedur pembuatan logam cor membutuhkan waktu
pengerjaan yang panjang dan kunjungan berulang (Walmsley, 2007).

Anda mungkin juga menyukai