Pilihan Perawatan Setelah Endo
Pilihan Perawatan Setelah Endo
3.1.
2.
Fungsi gigi
Fungsi gigi dalam lengkung rahang akan mempengaruhi beban kunyah
yang diterima gigi. Pemilihan restorasi dipengaruhi oleh fungsi dari gigi
(Segovic, 2004).
15
16
3.
4.
lengkung rahang, pemilihan restorasi harus dilakukan dengan lebih hati-hati. Gigi
dengan sisa struktur gigi yang sedikit dan beban kunyah yang besar memiliki
risiko fraktur yang lebih tinggi, sehingga perencanaan harus dilakukan dengan
lebih baik (Ford, 2004)
3.2.
17
2.
3.
4.
18
19
(a)
(b)
Gambar 3.1. Restorasi Komposit Resin Gigi Anterior (Brenna et al., 2009)
a. Gigi sebelum direstorasi
b. Gigi setelah direstorasi dengan komposit resin
(a)
(b)
Gambar 3.2. Restorasi Glass Ionomer pada Gigi Anterior (Brenna et al.,
2009)
a. Gigi sebelum direstorasi
b. Gigi setelah direstorasi dengan semen glass ionomer
Gigi anterior dengan pewarnaan yang meliputi lebih dari setengah atau
seluruh koronal, dapat direstorasi dengan veneer komposit atau porselen, seperti
pada Gambar 3.3. Pilihan perawatan lain untuk pewanaan gigi adalah bleaching
(Garg, 2011 ; Segovic, 2004).
20
(a)
(b)
Gambar 3.3. Gigi dengan Pewarnaan yang Direstorasi dengan Veneer (Brenna et
al., 2009)
a. Gigi dengan pewarnaan
b. Gigi yang telah direstorasi dengan veneer
Gigi anterior dengan sisa jaringan keras gigi sedikit, retensi dari jaringan
gigi yang tersisa tidak adekuat, dan tidak dapat digunakan restorasi lain, maka
aspasak dan inti menjadi pilihan. Restorasi komposit menjadi kontraindikasi jika
sisa jaringan kurang dari sepertiga koronal (Cheung, 2011 ; Garg, 2011). Restorasi
pasak terdapat pada /Gambar 3.4.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.4. Gigi setelah Perawatan Endodontik dengan Struktur Gigi Sehat yang
Tersisa Sedikit (Brenna et al., 2009)
a. Gigi sebelum direstorasi
b. Penempatan pasak pada gigi
c. Gigi yang telah direstorasi
21
Gigi anterior rahang atas harus menahan stress lateral dari gigi rahang
bawah, yang akan diteruskan sepanjang pasak sehingga memiliki kecenderungan
untuk patah. Hal ini menyebabkan penempatan pasak harus dilakukan dengan
tekanan seminimal mungkin (Segovic, 2004).
Gigi anterior rahang bawah memiliki anatomi akar yang menyulitkan
dalam penempatan pasak. Bentuk akar gigi yang sempit secara dimensi
mesiodistal menyebabkan penempatan pasak harus dilakukan dengan hati-hati
(Cheung, 2011).
Mahkota pasak merupakan suatu restorasi indirek. Restorasi ini terdiri dari
dua komponen, yaitu inti dan pasak. Inti dapat dibuat dengan bahan dental
amalgam, komposit resin, semen glass ionomer, atau logam cor (Qualthrough,
2005 ; Walmsley, 2007). Restorasi mahkota pasak gigi anterior terdapat pada
Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Restorasi Mahkota Pasak Gigi Anterior (Brenna et al., 2009)
Pasak dan inti yang ideal harus memenuhi beberapa sifat, diantaranya
modulus elastisitas, compresive strength, dan koefisien ekspansi termal yang sama
22
dengan dentin. Sifat lain yang harus dimiliki adalah ketahanan terhadap korosi
dan kemampuan untuk berikatan yang baik (Cheung, 2011).
Mahkota pasak digunakan terutama pada gigi dengan kehilangan struktur
mahkota dalam jumlah besar. Pembuangan kamar pulpa pada perawatan
endodontik menyebabkan gigi membutuhkan dukungan baik, dari internal
maupun eksternal, karena itu mahkota pasak menjadi indikasi (Weine, 2004).
Mahkota pasak diindikasikan menjadi restorasi setelah perawatan endodontik
pada gigi anterior jika jaringan keras gigi yang tersisa tidak memiliki bentuk
retensi yang adekuat, yaitu pada gigi dengan sisa kehilangan struktur gigi dalam
jumlah besar dan membutuhkan penutupan menyeluruh (Garg, 2011 ; Weine,
2004).
Mahkota pasak menjadi kontraindikasi pada keadaan seperti terdapat tanda
kegagalan perawatan endodontik, retensi, dan resistensi cukup untuk direstorasi
menggunakan bahan plastis, serta jika terdapat lateral stress akibat bruxism atau
heavy incisal stress (Garg, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi pasak antara lain adalah
panjang, diameter, preparasi, bentuk dan tekstur permukaan pasak, serta luting
agent atau bahan perekat. Pasak dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu
prefabricated dan custom made (Fradani, 2008 ; Paula et al., 2011)
1.
Pasak Prefabricated
Pasak prefabricated dapat diklasifikasikan menjadi aktif dan pasif. Pasak
aktif atau screw type secara mekanik berikatan dengan dinding saluran akar dan
memiliki retensi yang baik, namun selama penempatan dan pengunyahan akan
23
menimbulkan tekanan pada saluran akar. Pasak pasif atau cemented tidak
berikatan dengan dinding saluran akar dan lebih tidak retentif dibandingkan pasak
aktif, namun tekanan yang dihasilkan selama penempatan dan pengunyahan juga
lebih minimal (Cheung, 2011 ; Garg, 2011).
Pilihan bahan untuk pasak prefabricated adalah alloy, stainless steel,
titanium, gold plated brass, porselen, dan fiber reinforced polymer. Pasak metal
seringkali menyebabkan terjadinya bayangan abu-abu (grey zone) pada daerah
servikal gingival dan dalam penggunaannya masih diperlukan pembuangan daerah
undercut untuk adaptasi pasak. Pasak fiber banyak dipakai sekarang ini (Cheung,
2011 ; Garg, 2011). Berbagai macam pilihan bahan pasak terdapat pada Gambar
3.6.
24
25
Konsep ini dapat memberi perlindungan yang lebih pada gigi yang telah
dirawat endodontik dan dapat memperkuat akar gigi. Hal ini dikarenakan
keseluruhan bahan yang digunakan homogen secara mekanis dengan dentin pada
akar (Belli et al., 2011 ; Tay et al., 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan Sonya (2007), didapatkan kekuatan retensi
pasak fiber yang disemen dengan semen resin lebih besar dibandingkan dengan
pasak fiber yang disemen dengan semen glass ionomer. Baru-baru ini telah
banyak dilaporkan bahwa sistem semen resin adhesif menghasilkan retensi yang
paling baik untuk desain pasak fiber maupun metal (Buttel et al., 2009 ; Vallittu,
1999).
2.
Mahkota pasak custom made dan inti logam emas sudah digunakan dalam
beberapa dekade sebagai restorasi setelah perawatan endodontik. Alloy logam lain
juga dapat digunakan sebagai bahan pasak, namun tingkat kekerasannya dapat
menyebabkan fraktur akar, sehingga klinisi lebih memilih pasak dan inti emas
sebagai restorasi gigi anterior. Kelemahan bahan alloy emas adalah nilai
estetiknya yang rendah, sehingga sekarang tengah berkembang penggunaan
restorasi all porcelain dan metal porselen (Cheung, 2011 ; Garg, 2011).
Custom made diindikasikan untuk gigi dengan akar tunggal terutama pada
gigi dengan sisa mahkota yang minimal, karena pada kondisi yang demikian
pasak yang digunakan harus mampu menahan terjadinya rotasi pada saat
penempatan dan pengunyahan (Garg, 2011).
26
(a)
(b)
Logam cor sepeti alloy emas, mahkota emas, makota metal porselen, dan
restorasi all porcelain, merupakan restorasi pilihan pada gigi posterior yang telah
dirawat endodontik, seperti pada Gambar 3.9 dan 3.10. Restorasi ini melindungi
gigi dengan baik, walaupun membutuhkan pembuangan jaringan dan biayanya
cukup besar (Cheung, 2011 ; Garg, 2011).
27
(a)
(b)
(a)
(b)
28
29
30
Gambar 3.13. Restorasi Komposit pada Gigi yang telah Dirawat Endodontik
(Brenna et al., 2009)
31
32
33
3.2.3.3. Porselen
Komposisi dari porselen konvensional adalah Silika (SiO2), felsdpar potas
(K2O.Al2O3.6SiO2), feldspar soda (Na2O.Al2O3.6SiO2), dan pigmen. Silika
terdapat dalam empat bentuk, yaitu quartz kristalin, kristobalit kristalin, trydimite
kristalin, dan silika gabungan non kristal (Anusavice, 1996).
Porselen dapat diklasifikasikan menurut temperatur pembakaran, aplikasi,
teknik pembuatan, dan fase kristalin. Berdasarkan temperatur pembakaran,
porselen diklasifikasikan menjadi high fusing, medium fusing, low fusing, dan
ultra low fusing (Craig, 2002).
High fusing merupakan porselen paling kuat dibandingkan dengan ketiga
lainnya, translusensi baik, dan dapat menjaga keakuratan bentuk dalam proses
pembakaran berulang. Tipe ini digunakan sebagai elemen gigi tiruan (Craig,
2002).
Medium dan low fusing memiliki homogenitas bubuk yang baik,
menguntungkan selama proses pembakaran. Tipe ini digunakan untuk restorasi all
porcelain dan metal porselen. Ultra low dan
34
kekerasan yang sangat tinggi, melebihi enamel, sehingga dapat mengikis gigi
antagonisnya, dan memiliki tensile strength rendah. Material ini resisten terhadap
korosi dan abrasi (Kidd, 2003 ; Qualthrough, 2005 ; Park, 2002 ; Walmsley,
2007).
Terdapat dua pilihan dalam penggunaan bahan porselen, yaitu seluruhnya
porselen (all porcelain), atau metal porselen. All porcelain digunakan untuk
kavitas gigi yang dalam, sehingga restorasi porselen memiliki ketebalan yang
cukup untuk menahan tekanan kunyah (Qualthrough, 2005). Salah satu bahan inti
dari all porcelain yang sedang berkembang saat ini adalah Zirconia. Zirconia
merupakan bahan dengan sifat biokompatibel yang baik dan adhesi bakteri pada
bahan minimal. Sifatnya rapuh namun memiliki daya transformation toughening,
yang menyebabkan Zirconia memiliki ketahanan terhadap fraktur yang lebih baik
sebagai bahan all porcelain dibandingkan dengan porselen lainnya. Bahan ini
menjadi salah satu pilihan pada restorasi mahkota all porcelain (Raigrodski et al.,
2006).
All porcelain digunakan untuk kavitas gigi yang dalam sehingga restorasi
porselen memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan tekanan kunyah
(Qualthrough, 2005). Bahan baru untuk porselen adalah porselen felspathic seperti
In-Ceram, Cerec, IPS Empress, atau fabricated dari sistem keramik lain
diantaranya alumina, zirconia, atau silika. Bahan yang lebih baru adalah lithium
disilicate yang memiliki kekuatan lebih baik, ketahanan terhadap fraktur yang
lebih baik, dan tingkat translusensi yang lebih tinggi. Bahan-bahan ini dapat
menahan tekanan yang besar sebagai restorasi pada gigi posterior yang telah
35
Gambar 3.14. Restorasi Onlay Porselen pada Gigi Molar Pertama (Aschheim &
Dale, 2001)
36
(computer-aided
design/
computer-assisted
manufacturing).
37
38
39
struktur yang lemah pada gigi, tetapi harus membuat tambalan amalgam tersebut
berfungsi secara baik (Roberson, 2006).
Amalgam menjadi pilihan restorasi karena memiliki kekuatan yang baik,
harga terjangkau, dan mudah dalam proses manipulasi (Andrew & McCoy, 1993).
Indikasi dari dental amalgam diantaranya adalah pada gigi yang tidak
membutuhkan pertimbangan estetika seperti pada gigi posterior (Garg 2011 ;
Roberson et al., 2006).
Kontraindikasi dari dental amalgam adalah gigi yang membutuhkan nilai
estetika yang tinggi seperti pada gigi anterior, dan gigi dengan retensi yang
rendah. Hal ini menyebabkan amalgam tidak menjadi pilihan utama sebagai
restorasi gigi setelah perawatan endodontik, karena sisa jaringan keras gigi yang
tersisa seringkali tidak memiliki retensi yang dibutuhkan oleh restorasi amalgam
(Suprastiwi, 2006).
Amalgam bukan pilihan terbaik dalam merestorasi gigi setelah perawatan
endodontik, hilangnya bonjol dalam preparasi kavitas perawatan endodontik
menyebabkan gigi rentan terhadap fraktur vertikal, restorasi intrakoronal seperti
amalgam tidak dapat melindungi gigi dari risiko ini (Brenna et al., 2009 ; Weine,
2004). Fraktur mahkota akibat restorasi yang tidak adekuat terdapat pada Gambar
3.15.
40
Gambar 3.15. Fraktur Mahkota dan Akar akibat Bonjol yang Tidak Terlindung
(www.iosc.com, 2010)
41
42