Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini penggunaan berbagai macam jenis material sangat beragam. Namun, karena
banyaknya penggunaan material yang memiliki sifat khusus yang diinginkan dengan
pemanfaatan energi yang lebih optimal, dibuatlah material komposit. Komposit
merupakan material yang sudah banyak digunakan saat ini. Terutama untuk
penggunaan pada benda yang membutuhkan sifat spesifik yang tinggi, seperti
kekakuan dan kekuatan spesifik. Contoh penggunaan komposit salah satunya adalah
material untuk pesawat terbang karena sifat komposit yang ringan namun kuat dan
kaku.
Untuk mempermudah memperkirakan hasil dari pembuatan komposit, dibuat
pemodelan untuk menghitung sifat yang dimiliki oleh komposit yang akan disusun.
Pemodelan tersebut juga dapat dipakai untuk memperkirakan sifat kkomposit saat
terkena pembebanan.
Sebagai mahasiswa teknik material, sudah pasti harus memiliki kemampuan yag baik
untuk dapat menyusun dan mendesain material komposit sehingga penggunaan
material komposit tersebut dapat bekerja dengan optimal.
1.2 Tujuan
Menentukan pengaruh jenis komposit dan cara penyusunannya terhadap pembebanan
yang dialami laminat dengan aplikasi GENLAM.

BAB II
TEORI DASAR

Material komposit adalah material yang terdiri dari gabungan 2 atau lebih jenis
material yang dapat dibedakan secara makro yang memiliki sifat gabungan dari
material penyusunnya yang dipengaruhi oleh komposisi material penyusun tersebut.
Komposit tersusun atas laminat laminat. Laminat adalah gabungan dari lamina lamina
yang yang dapat disusun orientasinya untuk mendapatkan sifat yang diinginkan.
Lamina adalah plat datar ataupun lengkung yang disusun oleh matriks dan lembaran
fiber.

Laminat terdiri dari berbagai


lamina

Persamaan yang sering dipakai dalam perhitungan sifat material komposit adalah
hukum hooke.

ij Cijkl kl

ij

= komponen dari tegangan tarik

kl

= komponen dari regangan tarik

Cijkl

= komponen dari konstanta elastis tarik

i,j,k,l = 1,2,3

Komposit merupakan material yang bersifat orthotropic. Pada perhitungan teori


laminat klasik, asumsi komposit adalah:

Mempunyai 3 bidang simetris.


Konstanta pada hukum hooke ada 9.

Pada perhitungan teori laminat klasik terdapat langkah langkah yang harus dilakukan.
Langkah lagkah tersebut dapat dijelaskan engan skema teori laminat klasik.

Skema Teori Laminat Klasik

Sumber: Slide Material


Komposit

Persamaan yang digunakan untuk mencari nilaipembebanan pada laminat dapat


dijelaskan dengan persamaan matriks berikut :

= tegangan normal

= tegangan bending

= matriks kekakuan bidang (beban dan regangan)

= matriks kekakuan bidang (momen dengan kelengkungan)

= matriks kekakuan kopel

Pada komposit terdapat 2 kriteria kegagalan. Kriteria tersebut adalah :


1. First Ply Failure (FPF)
Kriteria ini menjelaskan saat suatu lamina pada suatu laminat gagal untuk
pertama kali karena tidak mampu menahan beban.

FC 90

FPF

FC 0

2. Last Ply Failure (LPF)


Kriteria ini menjelaskan saat lamina terakhir pada suatu laminat gagal untuk
terakhir kali dan menjadikan laminat tersebut gagal seluruhnya karena laminat
tidak mampu menahan beban.

F C 9 0 d e g ra d e d

LPF

F C 0 d e g ra d e d

BAB IV
ANALISIS DATA

Pada percobaan laminat klasik, dilakukan pemodelan komposit dengan memakai


perangkat lunak GENLAM untuk memprediksi sifat sifat laminat dengan parameter
lamina yang diinginkan. Pada latihan 1, konstanta teknik laminat yang dimodelkan
terjadi perubahan apabila material yang digunakan, orientasi, dan susunan lamina
dirubah. Hal ini dapat membuktikan kemampuan desain yang luas pada material
komposit dengan menggunakan perubahan susunan orientasi dan susunan lamina
komposit. Dengan kemampuan desain yang luas tersebut, biaya pembuatan komposit
untuk menahan pembebanan dapat dimaksimalkan dan mengurangi biaya produksi.
Pada latihan 2, dilakukan pemodelan pemberian beban higrothermal dengan asumsi
pada temperatur 25C dan mencari pengaruhnya terhadap komposit. Pada komposit
UD, pembebanan higrothermal tersebar merata pada komposit. Hal tersebut terjadi
karena pada komposit UD tidak ada perbedaan orientasi dan susunanya simetris
sehingga tegangan yang terjadi homogen dan tidak berbeda beda. Pada UD tidak
terdapat tegangan geser karena pada komposit tersebut orientasinya simetris sehingga
kopel tidak terjadi dan menyebabkan tegangan geser bernilai 0. Berbeda dengan
komposit UD yang simetris. Komposit UD yang tidak simetris memiliki tegangan
geser. Tegangan geser tersebut timbul karena adanya perbedaan orientasi susunan
lamina yang menyebabkan tegangan geser terjadi, sehingga pada komposit terjadi
pembebanan geser yang membuat munculnya tegangan yang berbeda beda di setiap
lamina pada laminat komposit. Pada komposit IM6-Epoxy (+/-30,+-60)s terlihat
perilaku yang sama terhadap pengaruh perbedaan orientasi dan susunan lamina pada
laminat komposit. Pemberian tegangan kemudian dimodifikasi dengan pemberian 4
kondisi pembebanan. Pembebanan tersebut adalah pembebanan tarik biaksial, geser,
momen bending, dan momen torsi. Pada pembebanan tarik biaksial terjadi perbedaan

perilaku lamina karena adanya perbedaan orientasi pada susunannya, jika arah gaya
tegak lurus dengan arah seratnya, regangan yang terjadi akan menjadi lebih besar
karena kekuatan lamina yang turun akibat pembebanan yang idak sesuai dengan arah
serat. Pada lamina yang berorientasi sama menyebabkan tidak terjadinya tegangan
dan regangan normal karena hanya ada efek kopel dan tidak menyebabkan terjadinya
tegangan normal. Pada pembebanan bending tegangan terbesar terjadi di permukaan
laminat dan terjadi pada lamina terluar. Pada pembebanan momen torsi, tegangan
geser dihasilkan dan memberikan pembebanan pada komposit. Pembebanan geser
terlihat paling besar di permukaan uar laminat. Dapat disimpilkan pada percobaan
pemberian pembebanan ini, pada komposit dengan orientasi simetris tidak dihasilkan
tegangan geser akibat tidak terjadinya kopel. Sedangkan pada komposit yang
asimetris yang memiliki orientasi berbeda terjadi efek kopel yang menyebabkan
adanya tegangan geser.
Pada latihan 3, rasio tegangan pada laminat komposit dicari untuk menentuka
kegagalan lamina lamina pada laminat tersebut. Kondisi pembebanan diberikan ada
komposit yang ingin dimodelkan. Kondisi tersebut adalah pembebanan tarik tarik,
tarik tekan, tekan tarik, dan tekan tekan. Pada komposit B-N5505 UD terlihat adanya
pembebanan yang homogen karena tidak ada perbedaan orientasi antar laminatnya.
Menurut teori kegagalan berdasarkan rasio tegangan, pada komposit B-N5505 terjadi
kegagalan saat pembebanan tekan tarik dan tarik tarik, karena rasionya melebihi 1.
Kegagalan yang terjadi, terjadi bersamaan di semua laminanya karena pembebanan
yang homogen pada laminat tersebut. Berbeda jika orientasinya drubah menjadi (+/45)s kegagalan terjadi pada kondisi pembebanan tarik tekan dan tekan tarik. Namun,
efek kegagalannya sama yaitu, gagal pada semua lamina secara bersamaan karena
homogen. Pada IM6-Epoxy (+/-30,+-60)s terlihat tidak menunjukan adanya
kegagalan karena nilai rasio tegangan yang dihaasilkan tidak melebihi 1.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Jenis material, orientasi serat, dan penyusunan lamina merupakan faktor penting yang
akan mempengaruhi nilai konstanta teknik dari laminat. Pengaruh tersebut juga akan
mempengaruhi perilaku komposit jika diberikan pembebanan.

5.2 Saran
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan animasi, ataupun gambar yang
memperlihatkan bagaimana perilaku laminat akan menambah pengetahuan dan
memperkuat konsep.

DAFTAR PUSTAKA

Slide Dr. Ir. Hermawan Judawisastra Micromechanics 2: Classical Lamination


Theory. 2016.
Slide Dr. Ir. Rachman Setiawan Macromechanics: Introduction to Polymer Matrix
Composites. 2005

LAMPIRAN

TUGAS SETELAH PRAKTIKUM


1. Untuk konstanta teknik yang sama dapat dibuat dengan susunan 0,60,0,60,0,
sedangkan untuk konstanta bending dapat dibuat dengan susunan (-45,45,-45)s
2. 3 Jenis pembebanan diberikan kepada Laminat AS-3501 (02, 45, -45, 90)s
a. Load case 1 : Pada arah 1 dan 2 terjadi pembebanan torsi dan
bending
b. Load case 2

: Merujuk kepada sifat pembebanan higrotermal yang

menunjukan bahwa tegangan normal terbesar dialami oleh lamina


dengan serat orientasi 0 dan 90 derajat, dan tegangan geser terbesar
dialami oleh lamina dengan orientasi 45 derajat, dapat disimpulkan
bahwa pada kondisi ini laminat terkena pembebanan higrothermal
c. Load case 3 : Laminat terkana pembebanan tarik dan higrothermal
3. a. Load case 1

: Dengan memperhatikan nilai rasio tegangan 1/R, lapisan yang


mengalami kegagalan pertama kali adalah lapisan 1 bawah

b. Load case 2

: Dengan memperhtikan nilai rasio tegangan 1/R, lapisan yang


mengalami kegagalan pertama kali adalah lapisan 7 dan 4 atas
dan bawah.

Anda mungkin juga menyukai