Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

hipotiroid
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat
mengikuti ujian kepanitraan klinik bagian interpprofesional education (IPE)

Pembimbing :

Disusun oleh:

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

BAB I
LAPORAN KASUS
Nama Lengkap

: Tn

Umur

: 31 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: Godean jogjakarta

Agama

: islam

Pekerjaan

: wiraswasta

Pendidikan terakhir

: SMP

Tanggal kunjungan ke AMC : 22 Desember 2014

RPS:
Pasien laki kali datang mengeluh sering capek dan nyeri pada persendian,pasien sering merasa
kedinginan, pusing kadang kadang, mual dan muntah tidak dikeluhkan oleh pasien, sejak 3
tahun yang lalu pasien di diagnosis mempunyai penyakit gondok,keluhan sering berkeringa,t dan
geneteran serta dada berdebar debar disangkal oleh pasien Nafsu makan baik, mengkonsumsi
garam beryodium kurang.pada saat didiagnosisi gondok pasien dahulu pernah tinggal di daerah
dataran tinggi, dan sejak 1 tahun terakhir pasien berhenti mengkosumsi obat, yang sebelumnya
diminum rutin selama 2 tahun. Pasien mengaku berhenti meminum obat karena tidak mempunyai
biaya untuk menebus obat diapotek.
RPD: sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini,keluhan hipertensi (-),
diabetes (-), jantung (-), kanker (-), asma, kanker. Disangkal oleh pasien

RPK: Hipertensi (+), Diabetes (-), jantunga (-), asma (-), alergi (-), kanker (-) keluarga pasien
(kakak kandung) mempunyai penyakit serupa dengan pasien.
Riwayat Personal Sosial

Pasien tidak merokok.


Pasien tidak mengkonsumsi alkohol maupun obat terlarang.
Diet: Pola makan pasien 2 kali perhari dengan konsumsi nasi, sayur, dan lauk rutin.
Pasien rutin minum kopi dan memakan kol dan kacang-kacangan
Aktifitas fisik: Pasien melakukan aktifitas seperti biasa sebagai karyawan swasta
Pola istirahat: pasien tidur malam 6 jam dan mengaku tidak pernah tidur siang.

Riwayat pekerjaan: Pasien tidak bekerja sejak setelah pindah rumah 5 tahun yang
lalu, sebelumnya menjadi penjual lotek, suami seorang penisunan yang pernah
bekerja di pemda sebagai supir.
.

Anamnesis Sistem
1. Sistem saraf pusat
Demam (-),penurunan kesadaran (-), menggigil (-), pusing (-).
2. Sistem kardiovaskular
Nyeri dada (-).
3. Sistem respirasi
Sesak napas (-), batuk (-), pilek (-), mengi (-).
4. Sistem gastrointestinal
Nyeri telan (-), nyeri perut (-), mencret (-), mual(-), muntah(-).
5. Sistem urogenital
BAK lancar, nyeri (-), anyang-anyangan (-).
6. Sistem muskuloskeletal
Kaku (-), nyeri otot (-).
7.

Sistem integumentum
Gatal (-), nyeri (-), bengkak (-), kulit kering (-).

A. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum
:Baik, tidak tampak kesakitan.
Kesadaran
: Compos Mentis.
BB
: kg
TB
: 165 cm
IMT
:
Status Gizi
: baik
Tanda Vital
TD
: 130/80mmHg
Suhu
: afebris
Nadi
: 80 x/menit
RR : 24 x/menit
Kulit
:Turgor kulit baik,atrofi (-), ikterik (-),sianosis (-), pucat (-).
Kepala
Bentuk : Normocephal.
Rambut : Distribusi merata.
Mata
: Pupil bulat isokor (+/+), Conjunctiva Anemis (-/-), Sclera Icterik (-/-).
Hidung : Deviasi septum (-), hiperemis mukosa (-), hipertrofi concha (-), sekret(-),
pernapasan cuping hidung (-).
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-).
Mulut dan Bibir : Pucat (-), kering (-), sianosis (-); gusi merah muda (+), perdarahan
(-); caries dentis (+); lidah bersih (+), papil atrofi(-), deviasi(-); mukosa bucal merah
muda dan perdarahan (-).
Tenggorokan
: Uvula di tengah, faring tidak hiperemis.
Leher
: Pembesaran limfonodi (-), perbesaran thyroid (+). Bilateral, apabila
menelan ikut bergerak, konsistensi kenyal, ukuran 10 cm x 4 cm. Nyeri tekan (-)
Thorax
Paru-Paru:
Inspeksi
: Bentuk normal, simetris kedua thorax pada keadaan statis dan dinamis,
spider nevi (-), retraksi sela iga (-).
Palpasi
: Vocal Fremitus kanan dan kiri simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi
: Sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/Jantung:
Inspeksi
:Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi
:Ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi :BJ I-IIregular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi
: Datar, simetris, pelebaran vena (-), distensi abdomen (-), tidak terlihat
benjolan, warna kulit sama dengan warna kulit sekitar.
Auskultasi : Bising usus (+).
Palpasi
: Hepatosplenomegali (-), turgor kulit baik (+), nyeri tekan (-).
Perkusi
: Timpani, nyeri ketok (-), shifting dullness (-).

Ekstremitas
Tabel 6. Pemeriksaan Ekstremitas
Tungkai
Gerakan
Tonus
Trofi
Edema
Akral
Nyeri
Pembengkakan
sendi
Kekuatan
Tremor
Luka
Clavus
Pale
Pulsatil
Nadi

Kanan
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
-

Kiri
Bebas
Normal
Eutrofi
+
Hangat
-

Kanan
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
-

Kiri
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
-

+5
Normal
Reguler

+5
Normal
Reguler

+5
Normal
Reguler

+5
Normal
Reguler

B. Pemeriksaan Penunjang
Labolatorium : T4 dan TSH
C. Diagnosis Klinis
hipotiroid

Lengan

D. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
R/ No. XV
S/ 2 dd 1
2. Non farmakologis
Edukasi, meliputi :
a. Penyakit dan komplikasi penyakit yang diderita pasien.
b. Konsumsi obat secara rutin
c. Konsumsi garam beryodium

BAB II
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang mempertahankan tingkat metabolisme di
berbagai jarinan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang
konsumsi oksigen pada sebagian besar sel di tubuh , membantu mengatur metabolisme lemak
dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal.
Hormon yang dihasilkan tersebut adalah T3, T4 dan Kalsitonin yang juga merupakan
suatu hormon yang baik bagi metabolisme kalsium.
Kelenjar tiroid tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan
perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin,
serta pada anakanak timbul retardasi mental dan kecebolan. Sebaliknya, sekresi tiroid yang
berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan
pembentukan panas.
Fungsi tiroid diatur oleh hormone perangsang tiroid dari hipofisis anterior. Sebaliknya ,
sekresi hormone ini sebagian diatur oleh umpan balik inhibitorik langsung kadar hormone tiroid
yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui hipotalamus. Dengan cara
ini, perubahanperubahan pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui
hipotalamus.
Dalam hal ini sebagai pekerja kesehatan dituntut untuk dapat profesional dalam
menangani hal-hal yang terkait dengan hipotirod misalnya saja dalam memberikan terapi harus
tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat hipotiroid.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN

3. A. definisi
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan hipometabolik akibat defesiensi hormone
tiroid yang dapat terjadi pada setiap umur ( Amir, Hardi, 2013 )
Hipotiroidime merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang
berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjdai akibat
kadar hormon tiroid dibawah nilai optimal (Brunner&Suddarth:2000).
Hipotiroid merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan hormon tiroid yang
dimanifestasikan oleh adanyametabolisme tubuh yang lambat karena menurunnya
konsumsi oksigen oleh jaringan dan adanya perubahan personality yang jelas. (Tarwoto
,dkk, 2012)
B. Anatomi Kelenjar Tiroid

Gambar 1.1

Tiroid terletak dipangkal dan di kedua sisi laring dan cincin atas trakea. Kelenjar vascular
ini terdiri atas dua lobus frontalis yang dihubungkan dengan sebuah ismus yang berjalan
melintang di depan trakea. Kelenjar ini dikelilingi oleh suatu kapsula fibrosa. Berat kelenjar
tiroid normal adalah sekitar 15 sampai 20 gram. Pasokan darah utama ke kelenjar tiroid berasal
dari dua arteri karotis estermus dan turun ke kutub atas tiroid.. Dua arteri tiroidalis inferior
berasal dari arteri subklavia dan masuk ke bagian bawah kedua lobus tiroid. Pada beberapa kasus
terdapat sebuah arteri lain yang berasal dari arkus aorta ke bagian kelenjar, yang disebut tiroidea
ima. Baik ke vena tiroidalis superior maupun media mengalirkan isinya ke vena jugularis interna.
Vena tiroidalis inferior mengalirkan isinya ke vena inominata.
Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam
ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid
melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Arteri

karotis komunis, arteri jugularis interna, dan nervus vagus terletak bersama di dalam sarung
tertutup do laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring.
Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan
prevertebralis
Struktur, kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel yang dibatasi epithelium
silinder , mendapat persedia darah berlimpah yang disatukan jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan
secret cairan yang bersifat lekat yaitu kolida tiroid, yang mengandung zat yodium, zat aktif yang
utama dari senyawa yodium ini ialah hormone tiroksin. Secret ini mengisi vesikel dan dari sini
berjalan ke aliran darah, baik langsung maupun melalui saluran limfe.
Persarafan kelenjar tiroid berasal dari bagian simpatis dan parasimpatis sistem saraf
otonom. Posisi anatomis saraf laringealis rekuren sering bervariasi. Secara umum.saraf
initerletak lateral terhadap alur trakeoesofagus dan media terhadap arteri karotis. Dapat
digunakan suatu stimulator saraf selama prosedur pembedahan untuk memastikan identifikasi
saraf ini. Karena kedekatan letak saraf laringealis rekuren dan saraf laringealis superior ke
kelenjar tiroid maka selama pembedahan terdapat risiko cedera saraf. Saraf laringealis
nonrekuren biasanya dijumpai berdekatan dengan arteri tiroidalis inferior dan dibelakang karotis
hanya sisi kanan.
Fungsi saraf laringalis adalah sebagai berikut :
1. Saraf laringealis superior eksterna mempersarafi otot krikirtiroid yang mempengaruhi
tinggi nada suara.
2. Saraf laringealis rekuren mempersarafi pita suara
C. FISIOLOGI HORMON TIROID
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan

empat mekanisme : (1) sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepastirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang-tiroid
hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan
oleh kelenjar tiroid; (2) deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan
T3; (3) autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan
suplai iodinnya; dan (4) stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor
TSH.5,7
a.Thyrotropin-Releasing Hormone
Hormon pelepas-tirotropin (TRH) merupakan suatu tripeptida, piroglutamil-histidilprolineamida, disintesis oleh neuron dalam nuklei supraoptik dan supraventrikuler dari
hipotalamus . Hormon ini disimpan eminensia mediana dari hipotalamus dan kemudian diangkut
via sistem venosa portal hipofisis ke batang hipofisis ke kelenjar hipofisis anterior, di mana ia
mengendalikan sintesis dan pelepasan dari TSH. TRH juga ditemukan pada bagian lain dari
hipotalamus, otak, dan medulla spinalis, di mana ia berfungsi sebagai suatu neurotransmiter.
Pada kelenjar hipofisis anterior, TRH berikatan denganreseptor membran spesifik pada tirotrop
dan sel pensekresi-prolaktin, merangsangsintesis dan pelepasan TSH maupun prolaktin. Hormon
tiroid menyebabkan suatu pengosongan lambat dari reseptor TRH hipofisis, mengurangi respons
TRH; estrogen meningkatkan reseptor TRH, meningkatkan kepekaan hipofisis terhadap TRH.
TRH dihasilkan di hipotalamus mencapai tirotrop di hipofisis anterior melalui sistem
portal hipotalamus-hipofisis dan merangsang sintesis dan pelepasan TSH. Baik hipotalamus dan
hipofisis, T3 terutama menghambat sekresi TRH dan TSH. T4 mengalami monodeiodinasi

menjadi T3 di neural dan hipofisis sebagaimana di jaringan perifer Sumbu hipotalamushipofisis-hipotiroid5


b. Tirotropin
Thyroid-stimulating hormone (hormon perangsang-tiroid), atau tirotropin (TSH),
merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh tirotrop dari kelenjar
hipofisis anterior. Mempunyai berat molekul sekitar 28.000 dan terdiri dari dua subunit yang
dihubungan secara kovalen, alfa dan beta. Subunit alfa lazim untuk dua glikoprotein hipofisis
lain, FSH dan LH, dan juga untuk hormone plasenta hCG; subunit beta berbeda untuk setiap
hormon glikoprotein dan memberikan sifat pengikatan dan aktivitas biologik yang spesifik.
Subunit alfa manusia mempunyai suatu inti apoprotein dari 92 asam amino dan mengandung satu
rantai oligosakarida.
Secara normal, hanya subunit dan TSH utuh ditemukan dalam serum. Kadar dari
subunit adalah sekitar 0,5-2,0 g/L; terjadi peningkatan pada wanita pascamenopause dan pada
pasien dengan TSH-secreting pituitary tumor . Kadar serum dari TSH adalah sekitar 0,5-5 mU/L;
meningkat pada hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme, baik karena endogen ataupun
akibat asupan hormon tiroid per oral yang berlebihan. Waktu-paruh TSH plasma adalah sekitar
30 menit, dan kecepatan produksi harian adalah sekitar 40-150 mU/hari.

d. Kontrol Sekresi TSH Hipofisis

Dua faktor utama yang mengendalikan sintesis dan pelepasan TSH adalah kadar T3
intratirotrop, yang mengontrol mRNA untuk sintesis dan pelepasan TS, dan TRH, yang
mengendalikan glikosilasi, aktivasi, dan pelepasan TSH . Sintesis dan pelepasan dihambat oleh
kadar serum T4 dan T3 yang tinggi (hipertiroidisme) dan dirangsang oleh kadar hormon tiroid
rendah (hipotiroidisme).
Di samping itu, hormon-hormon dan obat-obatan tertentu menghambat sekresi TSH.
Dalam hal ini termasuk somatostatin, dopamin, agonis dopamin seperti bromokriptin, dan
glukokortikoid. Penyakit akut dan kronik dapat menyebabkan penghambatan dari sekresi TSH
selama penyakit aktif, dan kemungkinan terdapat peningkatan balik dari TSH pada saat pasien
pulih. Besarnya efek ini bervariasi; dengan demikian, obat-obatan yang disebutkan di atas
mensupresi TSH serum, tetapi biasanya akan dapat dideteksi. Sebaliknya, hipertiroidisme akan
menghentikan sekresi TSH sama sekali. Pengamatan ini secara klinik penting dalam
menginterpretasi kadar TSH serum pada pasien yang mendapatkan terapi ini.
Lesi atau tumor destruktif dari hipotalamus atau hipofisis anterior dapat mengganggu
sekresi TRH dan TSH dengan destruksi dari sel-sel sekretori. Hal ini akan menimbulkan
"hipotiroidisme sekunder" akibat destruksi tirotrop hipofisis atau "hipotiroidisme tersier" akibat
destruksi dari TRH-secreting neuron.
e. Regulasi Autoimun
Kemampuan dari limfosit B untuk mensintesis antibodi reseptor TSH yang dapat
menghambat aksi dari TSH ataupun meniru aktivitas TSH dengan berikatan dengan daerahdaerah yang berbeda pada reseptor TSH memberikan suatu bentuk pengaturan tiroid oleh sistem
kekebalan (1,2,4) Dengan demikian, sintesis dan sekresi dari hormon tiroid dikontrol oleh tiga

tingkatan yang berbeda : (1) tingkat dari hipotalamus, dengan mengubah sekresi TRH; (2)
tingkat hipofisis, dengan menghambat atau merangsang sekresi TSH; dan (3) tingkat tiroid,
melalui autoregulasi dan blokade atau perangsangan dari reseptor TSH .6

Tabel 1 . Faktor-faktor yang Mengatur Sekresi Hormon Tiroid5


1. HIPOTALAMUS : Sintesis dan pelepasan TRH
Perangsangan :
Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal
Neurogenik : sekresi bergelombang dan irama sirkadian
Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir)
Katekolamin adrenergik-alfa
Vasopresin arginin
Penghambatan :
Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal
Penghambat adrenergik alfa
Tumor hipotalamus

2. HIPOFISIS ANTERIOR: Sintesis dan pelepasan TSH


Perangsangan :
TRH
Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop
Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2
Estrogen : meningkatkan tempat pengikatan TRH
Penghambatan:
Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop
Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2
Somatostatin
Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin
Glukokortikoid
Penyakit-penyakit kronis
Tumor hipofisis

3. TIROID : Sintesis dan pelepasan hormon tiroid

Perangsangan :
TSH
Antibodi perangsangan TSH-R
Penghambatan :
Antibodi penghambat TSH-R
Kelebihan iodida
Terapi litium

Gambar 2.1

E. ETIOLOGI
Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu :
1. Hipotiroidisme Primer
Mungkin disebabkan oleh congenital dari tiroid, sintesis hormon yang kurang baik, defesiensi
iodine ( prenatal dan postnatal ), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk
hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hashimoto, amylodosis dan
sarcoidosis.
2. Hipotiroid Sekunder
Hirpotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang memadai dari kelenjar tiroid
normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone ( TSH) meningkat. Ini mungkin
awal dari suatu malfungsi dari pituitari atau hipotalamus. Ini dapt juga disebabkan oleh retensi
perifer terhadap hormon tiroid.
3. Hipotiroid Tertier / Pusat

Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing
hormone ( TRH ) dan akibatnya tidak dapat distimulasi putuitary untuk mengeluarkan TSH. Ini
mungkin berhubungan dengan suatu tumor / lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus. Ada dua
bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemik dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya
disebabkan oleh nutrisi, defesiensi iodine. Ini mengalah pada goiter belt dengan karakteristik
area geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine. Goiter sporadic tidak menyempit
ke area geografik lain. Biasanya disebabkan oleh : Kelainan genetik yang dihasilkan karena
metabolisme iodine yang salah, Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi
goiter yang menghambat produksi t4 ) seperti ; kubis, kacang kedelai, buah persik, bayam,
kacang polong, strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik glikosda, Ingesti dari
obat goiterogen seperti thioreas ( prophylthiracil ), thocarbomen, ( aminothiazole, tolbutamid ).
(Amin, hardhi, 2013)
F. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika
diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk
alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan
hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi
hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon
sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika
level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher
dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan
menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi

achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal,


bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang
mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan
level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung
koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac,
dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.
Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan
hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak
optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat. (Corwin,. J. Elizabeth,
2001

G. KLASIFIKASI
Lebih dari 95% penderita hipotiroid mengalami hipotiroid primer atau tiroidal yang mengacu
kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan
kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya hipotiroid sentral (hipotiroid sekunder) atau
pituitaria. Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis hipotiroid tersier.

Jenis
Hipotiroidism
e primer

Organ
kelenjar tiroid

Keterangan
Paling sering terjadi. Meliputi penyakit
Hashimoto tiroiditis
(sejenis penyakit autoimmune) dan terapi
radioiodine(RAI) untuk merawat penyakit
hipertiroidisme.

Hipotiroidism

kelenjar

Terjadi

jika

kelenjar

e sekunder

hipofisis(pituitari) menghasilkan cukup

hipofisis

tidak

hormon perangsang tiroid


(TSH) untuk merangsang kelenjar tiroid
untuk menghasilkan jumlah
tiroksin
yang cukup. Biasanya terjadi apabila
terdapat tumor di kelenjar hipofisis, radiasi
atau

pembedahan

kelenjar
Hipotiroidism
e tertier

Hipotalamus

tiroid

yang
tidak

menyebabkan
lagi

dapat

menghasilkan hormon yang cukup.


Terjadi
ketika
hipotalamus

gagal

menghasilkan
TRH
yang cukup. Biasanya disebut juga disebut
hypothalamic-pituitary-axis
hypothyroidism.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan sebagai alat penunjang menentukan diagnosa
penyakit hipotiroid antara lain
a. Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan diagnosis,
apabila ditemukan kadar T4 rendah disertai kadar TSH yang meningkat, maka
diagnosis dapat ditegakkan. Nilai cut-off adalah 25U/ml. Bila nilai TSH <25U/ml
dianggap normal; kadar TSH >50 U/ml dianggap abnormal dan perlu pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40 U/ml dan

T4 rendah, < 6 g/ml, bayi diberi terapi tiroksin dan dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut. Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50 U/ml, dilakukan pemeriksaan ulang
2-3 minggu kemudian.3
b. Pemeriksaan darah perifer lengkap
c. Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa antibody
antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan
hormone tiroid tidak ada respon.
pemeriksaan radiologi
a. Color Doppler ultrasonografi , tidak menggunakan radiasi, prosedur ini merupakan
alternative pertama yang dianjurkan untuk pencitraan tiroid
b. Bone age
c. Untuk menentukan penyebabnya maka dilakukan pemeriksaan sintigrafi kelenjar
tiroid.
Pada kasus hipotiroidisme didapat, kombinasi FT4 atau FT4I serum yang rendah dan
TSH serum meningkat adalah diagnostik adanya hipotiroidisme primer. Kadar T3 bervariasi dan
dapat berada dalam batas normal. Uji positif terhadap autoantibodi tiroid mengarah tiroiditis
Hashimoto yang mendasari. Pada pasien dengan miksedema hipofisis, FT4 atau FT4 akan rendah
tapi TSH serum tidak akan meningkat. Kemudian mungkin perlu membedakan penyakit hipofisis
dari hipotalamus, dan untuk hal ini uji TSH paling membantu. Tidak adanya respons TSH
terhadap TRH menunjukkan adanya defisiensi hipofisis. Respon parsial atau "normal"
menunjukkan bahwa fungsi hipofisis intak tapi bahwa defek ada pada sekresi TRH hipotalamus.
Pasien mungkin mendapatkan terapi tiroid (levotiroksin atau tablet tiroid kering) ketika pertama
kali kita jumpai.5
Kelenjar tiroid yang teraba atau membesar dan uji positif terhadap autoantibody tiroid
akan mengarahkan pada adanya tiroiditis Hashimoto yang mendasari, pada kasus mana terapi

harus diteruskan. Jika antibodi tidak ada, terapi harus dihentikan selama 6 minggu. Masa
penghentian 6 minggu diperlukan karena waktu paruh tiroksin cukup panjang (7 hari) dan
memungkinkan kelenjar tiroid
penyembuhan kembali setelah penekanan yang cukup lama. Pada individu hipotiroid, TSH
menjadi jelas meningkat pada 5-6 minggu dan T4 tetap normal, kemudian keduanya normal
setelah 6 minggu pada pengawasan eutiroid. Gambaran klinis miksedema yang lengkap biasanya
cukup jelas, tapi gejala gejala
dan tanda-tanda hipotiroidisme ringan dapat sangat tidak jelas. Pasien dengan hipotiroidisme
akan datang dengan gambaran tak lazim : neurasthenia dengan gejala kram otot, parestesia, dan
kelemahan; anemia; gangguan fungsi reproduksi, termasuk infertilitas, keterlambatan pubertas
atau menoragia; edema idiopatik, efusi pleurokardial; pertumbuhan terhambat; obstipasi; rinitis
kronis atau suara parau karena edema mukosa nasal atau pita suara; dan depresi berat. yang terus
berlanjut menjadi ketidakstabilan emosional atau bahkan jelas-jelas psikosa paranoid. Pada kasus
s eperti ini, pemeriksaan diagnostik akan memastikan atau menyingkirkan hipotiroid sebagai
faktor penunjang.

Diagnosis hipotiroidisme didapat. Tiroksin bebas (FT4) maupun indeks tiroksin bebas
(FT4I) dapat bersama TSH untuk penilaian.5

I. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Pengobatan diberikan sesuai dengan tipe dan beratnya keadaan hipotiroidisme. Beberapa sediaan
tablet hormone tiroid dalah sebagai berikut:
a. Mengandung ekstra tiroid
Sediaan tablet : thyramon, 100 mg ( saat ii sudah tidak ada diindonesia )
b. Mengandung L-Tyroxine ( T4 sintesis ) Sediaan : tablet Thyrax ( yang ada diindonesia,
tablet 0

c. Mengandng Sodium Liothyronine ( T3 sintesis ) Sediaan : tablet Cytomel 5 mg 25 mg, 50


mg, dengan dosis pemeliharaan 50-75 mg/hari dengan dosis terbagi.
d. Preparat untuk bayi saat ini L-tiroksin. Pada bayi berumur 0-12 bulan dengan dosisi
e.

pengganti penuh adalah 0,05 mg/har


Modifikasi aktivitas
Penderita hipotiroidisme akan mengalami pengurangan tenaga dan latergi sedang hingga
berat. Sebagai akibatnya, risiko komplikasi akibat imobilitas akanmeningkat.
Kemampuan pasien untuk melakukan latihan dan berperan dalam berabagai aktivitas
menjadi terbatas akibat perubahan pada statu kardipaskular dan pulmoner yang terjadi
akibat hipotiroidisme.

2. Pemantauan yang berkelanjutan


Pemantauan tanda-tanda vital dan tingkat kogniti pasien dilakukan denga ketat selama proses
pengakan diagnosis dan awal terapi untuk mendeteksi :
a. Kemuduran status fisik dan mental
b. Tanda-tanda serta gejala yang meningkatkan laju metabolic akibar terapi yang
melampaui kemampuan reaksi system kardiovaskular dan pernafasan.
c. Keterbatasan atau kompilkasi miksedema yang berkelanjutan.
3. Pengaturan suhu tubuh
Pasien sering mengalami menggigil dan intoleransi yang ekstrim terhadap hawa
dingin meskipun ia berada dalam ruangan yang nyaman atau panas. Ekstra pakaian dapat
diberikan, dan pasien harus dilindungiterhadap hembusan angin. Jika pasien
menggunakan bantal pemanas atau selimut listrik untuk mengurangi gangguan rasa
nyaman dan gejal menggigil tersebut, perawat harus menjelaskan bahwa pengunaan alat
ini harus dihindari karena beresiko mengkibatkan pasodilatasi perifer.

4. Dukungan emosional
Penderita hipotiroid sedang hingga berat dapat mengalami reaksi emosional hebat
terhadap perubahan serta citra tubuhnya dan terhadap terlambatnya diagnosis.yang sering
dijumpai pada penyakit ini. Gejal dini non spesipik dapat menimbulkan reaksi negative dari
anggota keluarga serta sahabat, dan pasien mungkin dianggap sebagai individu yang mentalnya
labil, tidak kooperatif atau tidak mau berparsitpasi dalam aktivitas perawatan-mandiri.
5. Terapi bedah
Tiroidektomi sub total adalah terapi pilihan untuk pasein-pasein dengan kelenjar yang
sangat berat atau goiter multinodula. Pasein dipersiapkan dengan obat antitiroid sampai eutiroid (
kira-kira 6 minggu ). Sebagai tambahan, mulai 2 minggu sebeleum hari operasi, pasien diberikan
larutan jenuh kalium iodide, 5 tetes kali sehari. Regimen ini secara empiris menunjukan bahwa
dapat menurangi vaskularitas kelenjar dan mempermudah operasi. (Joann C.Hackley,Diane
C.Baughman.2000)
J. KOMPLIKASI
Penyakit yang sering muncul akibat hipotiroidisme adalah
a. Penyakit Hashimoto
Disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat otoantobodi yang merusak jaringan tiroid. Ini
menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan
balik negatif yang minimal.
b. Gondok Endemic
Hipotiroid akibat defisiensi iodium dalam makanan. Ini terjadi karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium
yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang
tinggi karena minimnya umpan balik.
c. Karsinoma Tiroid

Karsinoma Tiroid dapat terjadi akibat terapi tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH
atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Terapi- terapi
tersebut akan merangsan proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schteingert DE. Gangguan kelenjar tiroid, Dalam: Patofisiologi Jilid II. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006. hlm. 1225-30.
2. Suherman SK, Elysabeth. Hormon tiroid dan antitiroid. Dalam: Farmakologi dan
Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Gaya Baru; 2007. hlm. 433-45.
3.

Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid-hipotiroid-hipertiroid, Dalam: Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hlm 1993-2008.

4.

Murtedjo U, Tjakra WM, et. Sistem endokrin, Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2010. hlm. 806-7.

5.

American Association of Clinical Endocrinologist. The thyroid and cholesterol


connection. (diunduh 8 Mei 2012) Tersedia dari: URL http://www.ajc.com

6.

Guyton AC, Hall JE. Hormon metabolik tiroid, Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2008. hlm. 978-90.

7. Ranakusuma, A. B. 1992. Buku Ajar Praktis Metabolik Endokrinologi. Jakarta:


Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai