PUTERIHARUMDANKAISARsukiaminsiulok PDF
PUTERIHARUMDANKAISARsukiaminsiulok PDF
PUTERIHARUMDANKAISARsukiaminsiulok PDF
cc/
Jilid 2
KETIKA lewat disisi rerotan kereta kedua orang itu melirik kearah Wan Ci,
sebaliknya si nona pun malah berbalik mengawasi dengan mata melotot. Ia
menghentikannya kudanya, dana bersikap seolah-olah seperti siap untuk
berkelahi.
Tapi kedua orang tersebut tidak memperdulikannya, begitu cambuknya
dikeprakkan, kudanya terus kabur kearah barat.
Huh, darimana munculnya sepasang setan kuning itu berseru Wan Ci, sebaliknya
tampak terkejut, lalu mengawasi kebokong dari kedua penunggang kuda
Jilid 3
Jilid 4
DENGAN ujung pedang, dia singkap selimut itu. Dan untuk mengejarnya, disitu
dua orang sudah menggeletak saling berhadapan.
Dengan ujung pedang ia towel orang tersebut, tetapi mereka tak bergerak.
Ketika diawasi dengan seksama, ternyata kedua orang itu tak bernyawa lagi
dengan muka pucat pasi dan sepasang biji matanya yang melotot. Kiranya kedua
orang itu, adalah Han Joen Lim dan pak Hwi anggota opas dari pak Khia.
Nyata mereka telah lama menjadi mayat, karena baunya menusuk hidung Ciauw
Cong, tubuh mereka tak terdapat tanda-tanda luka ataupun bekas darah. Baru
stelah diperiksa dengan teliti dapat diketahui bahwa batok kepala telah hancur.
Tahulah Ciauw Cong bahwa mereka dibinasakan oleh pukulan Iwekang dari
seorang ahli yang berkepandaian tinggi. Diam-diam dia kagum pada Pan Lui Chiu
Bun Thay-Thay yang diduga adalah pembunuhnya itu. Walaupun orang she Bun
itu terluka berat namun dia masih dapat menggerakkan tenga pukulan yang
sedemikian dasyatnya itu Pan Lui Chiu si tangan gledek itu betul-betul tak
bernama kosong.
Tapi dimanakah Go Cok Tong? Dan juga suami Bun Thay thay itu. Ciauw Cong
panggil jagos untuk ditanyai tapi mereka tak dapat memberi keterangan apaapa.
Yang nyata Ciauw Cong salah duga kali ini. Karena yang membinasakan Joen
Lim dan Pang Hwi bukanlah Bun Thay thay.
Pada waktu Le Hi Tong dalam keadaan terjepit sukar baginya menghindari
bahaya, Liok Hwi Ching diam-diam telah melepaskan huyong tiam yang tepat
mengenai tangan Ciang Thian siu hingga goloknya sampai terpental jatuh. Dan
disitulah Lou ping menyusuli dengan huitonya untuk menamatkan riwayat orang
she Chiang itu.
Jilid 6
DENGAN ucapan itu dia mau artikan
Bukti kedosaanmu sudah ditangan kita, sekalipun kau bunuh kita berdua, juga
sia-sia saja.
Justeru dalam saat yang tegang itu, dari luar pintu Lou Ping menyerang dengan
huito kearah Siu Ho. Sekalipun Tiong Ing amat benCi Siu Ho, tapi dia tak mau
orang itu sampai binasa dirumahnya. Tanpa mengetahui dulu siapa
penyerangnya, Tiong Ing perlu menolong jiwa orang itu. Hampir bersamaan
Jilid 7
DEMIKIAN jurus demi jurus. Tan Keh Lot berkelahi dengan ilmu silat Siao Lim Pai
yang dimainkannya dengan mahir sekali. Sehingga walaupun namanya
bertempur, tapi nyatanya mereka itu seperti orang berlatih karena gerakan
masing-masing sama sumbernya.
Lebih sepuluh jurus telah berlangsung, tapi masih belum ada yang terdesak. Ciu
Tiong Ing adalah seorang jago Siao Lim Pai yang telah mencapai punCaknya
kesempurnaan. Gerak kaki dan tangannya, senantiasa mengeluarkan deru
samberan angin. Ke lebihan ilmu silat Siao Lim Pai, adalah dalam hal kesebatan.
Demikianlah Tiong Ing makin lama makin gesit.
Jilid 8
MENYELANG petang, mereka sudah sampai ke Liu-Cwan-Cu. Lou Ping maunya
akan terus, tapi Thian Hong yang ingat akan pesan sang ketua, Buru-buru
menCegahnya dengan alasan kudanya akan menjadi kepayahan nanti. Lou Ping
menuruti, dan malam itu mereka menginap disebuah hotel. Semalam itu, Lou
Ping bergulak-gulik tak bisa tidur, sedang hujan rintikdua membasahi bumi.
Terkenang ia akan peristiwa malam ketiga dari perkawi nannya dengan Bun
Thay Lay, dia dititahkan Ie lotangkeh pergi kekota Kahin untuk menolong
seorang janda yang hendak diCemarkan oleh seorang tuan tanah. Setelah ber
hasil, pada tengah malam itu mereka meneduh diatas paseban Jan Oe Lauw di
telaga Lam-ouw, minum arak sambil menik mati turunnya sang hujan. Pada saat
itu, sembari memimin tangan isterinya yang baru dikawin itu, Bun Thay Lay me
nyanyi dengan gembira. Saatdua itulah yang memenuhi lubuk kenangan
sinyonya muda itu. Tiba. tergerak pikiran Lou Ping.
Karena sungkan menemani keluarga Ciu anak dan ayah berdua, maka Chit-ko
tak mau Cepat-cepat meneruskan perjalanan. Kalau begitu, mengapa aku tak
mau berangkat dulu sendiri? demikian ia membatin.
Keinginan itu menguasai hatinya, terus serentak ia bangun mengemasi senjata
dan bekalnya, lalu menuliskan tanda-tanda tulisan diatas meja untuk Thian
Hong, menerangkan meng apa ia berangkat lebih dulu, sekalian supaya
dimintakan maaf pada Ciu Tiong Ing dan puterinya.
Karena kuatir membangunkan mereka, Lou Ping meng ambil jalan loncat dari
jendela, terus melepaskan kudanya, mengenakan baju hujan dan melarikannya
dengan pesatnya.
Menyelang fajar, sampailah ia ke Tin-bin dan mengasoh sebentar. Kudanya
betul-betul kelihatan lelah sekali, apa boleh buat ia menunggu sampai setengah
jam. Setelah kira-kira berlari tiga empat puluh li lagi, tiba-tiba kudanya
mendeklok ketanah. Dengan wasdua Lou Ping Buru-buru menarik kendalinya,
Syukur kudanya itu tak jatuh, namun sekalipun begitu, ta hulah ia bahwa
kudanya itu sudah tak dapat disuruh berlari lagi, atau tentu akan mati kelelahan.
Apa boleh buat, ter paksa Lou Ping menyalankan binatang itu dengan
Jilid 10
DALAM pada itu karena sudah terlepas tali pengikatnya, semangat Bun Thay Lay
menjadi terbangkit, saat itu seorang jago pengawal keraton lagi menubruk
kearahnya, sedikit Thay Lay meng'egos, berbareng tangan kirinya membalik
menggablok keiga kanan orang, maka terdengarlah suara kraak, dua tulang iga
orang itu telah patah dihantam.
Melihat betapa lihainya Bun Thay Lay, para jago-jago pengawal yang lain
menjadi jeri tak berani maju.
Suko, lekas kita terdyang keluar! seru Hi Tong.
Apakah para saudara sudah datang semua? tanya Thay Lay.
Belum, hanya Siaote seorang diri, sahut Hi Tong.
Thay Lay tak berkata lagi, ia hanya mengangguk. Luka dilengan kanan dari
pahanya ternyata masih parah dan gerak-geriknya belum leluasa, terpaksa
dengan bersandaran Hi Tong mereka berjalan menuju kepintu ruangan itu.
Ketika 4-5 jago pengawal Coba merangsak maju, namun kesemuanya dapat
ditahan oleh seruling emas Hi Tong.
Setelah dekat pintu keluar, nmun Ciau Cong sudah memapak maju. Tinggal saja
Jilid 12
MESKI masih hijau, tapi Ciu Ki insaf juga dalam ke adaan demikian,' Cukup
berbahaja, tapi sama sekali ia tak berdaya dan tak tahu apa yang harus
dilakukannya, saking gugupnya, entah gusar pada Thian Hong atau marah! pada
diri sendiri, tanpa tujuan ia angka.t goloknya mem-baCokdua lantai, sampai
achirnya ia mendekap diatas meja dan me nangis tersedu-sedan.
Melihat keadaan itu, sinenek merasa kasihan juga takut-takut, maka tak berani
maju menghiburnya.
Setelah menangis sebentar, tiba-tiba Ciu Ki menanya sinenek: Apakah dikota
ada tabib?
Ada, ada, sahut orang tua itu Cepat-cepat , kepandaian tabib Cho Su Ping
paling hebat, Cuma......... Cuma lagaknya sangat besar, selamanya tak sudi
diundang kepedusunan seperti ini. Waktu - puteraku sakit, aku bersama
menantuku entah menyura berpuluh kali padanya, tapi sedengkal iapun tak mau
dating.
Mendengar itu, tanpa menunggu selesai orang menutur, Cepat-cepat gadis itu
usap air matanya terus; berbangkit. Sekarang juga aku pergi meng'undangnya,
demikian katanya.
Jilid 13
LANTAS Cui Ki perintahkan pelayan memindah minumannya kesitu. Kepada
ayahnya ia menceritakan, bahwa karena ingin mencicipi arak terkenaI dari
rumah minum itu, ia berke ras ajak mamahnya kesitu dan kebetulan duduk
disebelah dari ayahnya ini. Begitulah ketiga orang itu berkumpul lagi dan
minumdua de ngan gembira sekali, dalam kegembiraan, Ciu-Ki obrol
omongannya, ia ceritakan bagaimana ia dapat membunuh Tong siu ho untuk
balaskan sakit hati adiknya.
Thian Hong memberi isjarat supaya nona itu jangan te ruskan penuturannya,
tapi agaknya Ciu Ki terlalu gembira, maka katanya pula :
Memang dia banyak-banyak akal, sehingga piauwsudua telah dapat dibikin
roboh dan kita berhasil menolong mamah dan mem binasakan orang she Tong
itu.
Segera Keh Lok dan Tiong Ing memberi selamat pada Thian Hong dengan
seCawan arak.
Memang, enghiong itu dimuliakan sejak kecil mula. Laote telah menolong isteri
dan membalaskan sakit hati anakku, lohu sangat berterima kasih, kata Tiong
Ing.
Ah, loyaCu terlalu merendah saja, ini semua adalah jasa nona Ciu, tersipusipuThian Hong membalas pernyataan hormat itu.
Tapi, eh, bagaimana jiwi bisa saling berjumpa dite ngah jalan itu.? tanya Keh
Lok tiba-tiba .
Thian Hong hanya berkemak-kemik tak dapat mengatakan jelas. Sedang Ciu Ki
mengeluh dalam hati, karena dengan begitu akan terbongkarlah rahasianya
selama itu dengan sianak muda. Tanpa terasa wajahnya bersemu merah dan
ditundukkan kepalanya, karena kikuknya itu, tanpa disengaja dia telah
menyampok jatuh sumpit dan Cawan araknya hingga berantangan ketanah,
hanCur ber-keping-keping. Untuk itu, ia makin maludua.
Keadaan itu tak lolos dari pengawasan Tan Keh Lok. Dia percaya bahwa antara
kedua anak muda itu tentu ada apa-apanya. Diperhatikannya juga bagaimana
Jilid 14
SIAUTE membelinya dari toko buku bekas dengan harga sepuluh tail emas,
jawab Keh Lok.
Sekalipun ribuan tailpun masih murah. Ini tentu benda mustika dari warisan
keluarga bangsawan, maka heranlah kalau hengtay telah dapat membelinya
ditoko buku, kata Tang-hong Ni seraja tertawa lebardua.
Sekalipun merasa orang tak mempercayainya, tapi Keh Lok hanya bersenyum
saja dan tak mau menghiraukan.
Melihat sikap, orang yang agung dan bebas ini Tang-hong Ni menjadi rnatkin
ketarik, ia ingin menguji sampai di mana peribudi ariak muda itu. Dibalikkannya
kipas itu, dan ketika ternyata disebaliknya tak terdapat tulisan apa-apa, ber
katalah dia: Siaote suka deng-an kipas ini, sekiranya,hengtay tak keberatan,
siaote memberanikan diri untuk memintanya.
Jika memang hengtay menyukainya, ambillah, jawab Keh Lok dengan tegas
tanpa ragudua!.
Menunyuk kebalik kipas yang masih kosong itu, kembali Tang-hong Ni berkata:
Sekali lagi siaote akan minta suka lah kiranya hengtay menuliskan apaa sedikit
dibagian ini, untuk kenangan dikemudian hari. Dimanakah tempat ke diaman
hengtay, agar lain hari dapat siaote suruh orang mengambilnya.
Kalau hengtay tak menertawakan, baiklah siaote tuliskan sekarang juga, kata
Keh Lok.
Segera ia minta Sim Hi ambilkan alatdua tulis didalam tasnya, dan tanpa ragua
lagi jariduanya menuliskan sebuah sajak yang berbunyi sebagai berikut :
Dengan pedang dan kitab naik kereta, Menuju kebarat ribuan li diujnng langit,
Jilid 15
M A K A segera ia menyawab: Tong Thay Cong adalah seorang raja yang gagah
dan bijaksana, negeri tetangga takut mendengar namanya, maka menyebutnya
sebagai maharaja, ia pandai ilmu sastra pula ilmu militer, sudah tentu sepanyang
jaman susah diCari bandingannya.
Siaote pernah membaCa buah karya Tong Thay Cong yang berjudul 'Cing-koanCing-yau' (tinyauan beberapa hal ten tang mengatur negara), ada beberapa
kalimat diantaranya memang benar katanya, ujar Keh Lok.
Entah kalimatdua yang manakah? tanya Kian Liong se nang, rupanya ia sangat
ketarik. Nyata sejak berkenalan dengan Tan Keh Lok, meski ia sangat menyukai
pemuda ini, tapi dalam pembicaraan selalu tidak CoCok, kini mendengar orang
juga sangat menyunyung Tong Thay Cong, tanpa merasa ia sangat gembira
Jilid 16
BUNGA-BUNGA merah itu besar sekali, disulam dengan benang emas berwarna
merah. Keliling bunga itu adalah sulaman daun hijau, yang diselipi dengan
permata. Tertuju Cahaja obor, 'hong hwa' itu merupakan tanda bintang dari
seorang panglima. Melihat itu, kembali riuh rendah gemuruh sorakan dari orang
HONG HWA HWE itu yang lalu samai menyura.
Heranlah, pasukan tentara negeri yang semula berbaris dengan rapi itu, tiba-tiba
sebagian besar sama maju kemuka. Sekalipun perwira mereka Coba
menCegahnya, tapi sia-sia
saja. Rombongan serdadu itu menghampiri Tan Ken Lok. Dengan merangkap
kedua tangan mereka sama membong kokkan tubuh. Itulah Cara penghormatan
HONG HWA HWE yang biasa dijalankan.
Jilid 18
RUPANYA orang yang dipanggil Thio-loya tadi menjadi ketarik, ia berbangkit dan
mendekati.
Apakah pipa tembakau LoyaCu ini boleh dipinyam se bentar? kata silelaki
Jilid 19
KALAU begitu kita ber bersama-sama keluar. Pakailah pakaian orang she Thio
itu.
Bagus, kenapa Cong-thocu sedari tadi tak mau bilang ! seru Thay Lay girang.
Setelah bertukar pakaian, borgolan itu dipasang juga pada tubuh Ciauw Cong.
Anak kunCinya disimpan Tan Keh Lok dalam kantongnya. Dengan demikian
sekalipun kepan daian Ciauw Cong setinggi langit tak nanti dapat terlepas.
Ke pemimpin HONG HWA HWE itu dengan Cepat-cepat tinggalkan ruangan itu.
Melintasi gang mereka naik ke-undakan. Sampai diatas, tiba dilihatnya sekeliling
taman situ terang benderang disinari Cahaja obor. Dengan tombak ditangan,
ber-puluh serdadu Ceng menujukan senjatanya kearah mulut penyara dibawah
Jilid 20
DISINI hanya kau dan aku berdua, setan mana yang mengetahuinya? Kau
sudah hidup keliwat lama, sebaiknya kau pulang ke rahmattulah! Biarlah lain
tahun pada hari ini, adalah ulang tahunmu yang pertama, kata Ciauw Cong
dengan bersenyum iblis.
Mendengar itu, tahulah Hwi Yang bahwa orang akan membunuhnya. Dia makin
memaki habis-habisan, Ciauw Cong maju memberi totokan, dan seketika bisulah
jago tua itu. Hanya sepasang matanya tampak ber-apidua, uratdua diwajahnya
kencang bergerak-gerak. Dia mendendam kemurkaan yang tak dapat
dilampiaskan.
Dengan kutungan pat-kwa-to, Ciauw Cong menggali sebuah lubang. Dengan
tangan kiri ditentengnya orang, terus dilempar kedalam liang itu dan serunya:
Ong Hwi Yang, pulang saja menyusul nenek moyang mu!
Dengan sebelah kaki, dia menendang tanah. Maksudnya, akan mengubur hiduphidupan Ong Hwi Yang. Tapi baru saja menyepak sekali, sekonyong-konyong
dari arah belakang terdengar suara ketawa dingin dan panjang . Ciauw Cong
kaget bu kan kepalang, terus berpaling kebelakang. Disitu tampak seorang yang
memegang semacam senjata aneh tengah berdiri dibawah terik matahari.
Tegas-tegas dilihatnya, orang itu ialah Han Bun Tiong.
Bagus! Katanya hanya satu lawan satu. Jadi kau orang Tin Wan piauwkiok
menyembunyikan bala bantuan. Kau tahu malu apa tidak! seru Ciauw Cong
dengan murkanya.
Kalau, tahu malu tentunya tak sampai berbuat serendah itu! sahut Bun Tiong
sambil menujuk liang yang digali Ciauw Cong dimana Ong Hwi Yang
menggeletak,
Baik. Sekarang aku 'Coba minta pengajaran thi-pi-peh-mu itu, kata Ciauw
Jilid 21
MENDENGAR menyambarnya senjata tajam, tanpa berhenti lagi Hwi Hing terus
menarik tangan Li Khik Siu dan dibawa lari masuk ketengah lautan api.
Tanpa kuasa tahu-tahu Li Khik Siu tubuhnya terapung diangkat orang, tentu saja
semua perajuritnya berteriak kaget, tapi api menjilat dengan hebatnya, mereka
tak berani maju menolongnya.
Jilid 22
TAK LAMA kemudian, pemimpin besar gie-lim-kun Hok Gong An dan gubernur
Ciatkang sama datang ke situ.
Orang-orang sama berkumpul di tengah ruangan untuk berunding.
Kiranya sambil dengarkan nyanyian Giok-ju-ih tadi, baginda telah menenggak
beberapa Cawan arak. Dalam pada itu, agaknya Kian Liong sudah tak sabar lagi.
Apakah loya idinkan aku menamani? tanya Giok-ju-ih dengan tersenyum
manis. Kian Liong mesem dan angguk kepala. Giok-ju-ih mela
Jilid 23
CIU KI menurut, ia putar tubuh terus pergi, dan sedang nenek itu hendak
melompat naik mengejarnya, tahus Ciu Ki berhenti pula dan mendamperat:
Lothaypo (nenek tua bangka), berani kau mengejar aku?' Disini ada bala ban
tuanku!
Meski tua, tapi watak nenek itu ternyata sangat beranga san, demi mendengar
katas Ciu Ki, benar-benar ia mengejar pula.
Ciu Ki tak berani menempurnya, segera ia putar tubuh berlari. Tiong Eng tidak
tinggal diam, dari atas sebuah Thiat-tan segera ditimpukannya kepunggung
nenek itu.
Saat mana nenek itu sudah hampir dapat menyandak Ciu Ki, selagi tangan diulur
hendak menyamberet punggung gadis itu, mendadak terdengar samberan angin
yang keras dari belakang, tak berani ia meraupnya, melainkan tubuhnya berkelit
keluar, karenanya, seluruh tubuhnya menjadi ter apung diluar atap menara,
hanya sebelah kaki kiri yang menyantol pada ujung emperan saja.
Trang! keras sekali Thian-tan tadi mengenai atap menara hingga genteng
pecah berhamburan. Sungguh tidak terduga bahwa dengan senjata rasia Ciu
Tiong Eng yang sangat diandalkan itu, tenaga timpukannya besar dan jitu sekali,
siapa nyana dengan mudah saja telah dihindarkan nenek itu dengan ilmu entengi
tubuhnya Han-kang-tok-tio atau memanCing sendirian disungai dingin,
semacam ilmu kepandaian- yang jarang terlihat didunia persilatan, karuan Tiong
Eng sangat kagum dan diam-diam berkuatir pula.
Sementara itu sesudah hindarkan serangan, kembali nenek itu mengudak Ciu Ki
lagi. Ketika Tiong Eng melompat turun ketingkat enam itu dan menghadang
ditengah jalan dengan golok melintang, saat itu CiTi Ki sudah berlari sam pai
dibalik menara sana, kedua orang sedang udakduaan mengi tar menara.
Sejak Ciu Ki bertunangan dengan Thian Hong, ia menjadi kuatir dirinya yang
suka "grusak-grusuk" akan dipandang rendah oleh bakal suaminya yang terkenal
Cerdik pandai itu, maka segala apa sekarang tak berani lagi terlalu turuti
wataknya. Sebab itulah, ketika Thian Hong menteriak inya mundur, segera ia
bertempur sambil mundur dengan tujuan mengulur tempo.
Jilid 24
KARUAN pasukan berkuda itu menjadi kacau, hendak menolong perwira mereka,
namun panah segera berhamburan keluar dari pagoda hingga belasan serdadu
berkuda itu terjungkal.
Yangan kejar, mundur, lekas mundur! seru Khik Siu,
Mendengar komando itu, tanpa diperintah lagi pasukan berkuda itu lantas
mundur Cepat-cepat.
Melihat Bu Tim dan Ceng Tik kembali dengan kemenangan semua, Kian Liong
sangat kesal, ia jatuhkan diri diatas kursinya tanpa bisa buka suara. Kemudian
terlihatlah Bu Tim masuk keruangan itu sambil lemparkan kedua buah kepala
olehduanya dengan tertawa. Sebentar pula Ceng Tik juga sudah kembali dan
Jilid 25
DIA sudah tidur nyenyak, maka aku jaga diluar, Cegah Hwi Hing.
Kalau begitu, Ayo kita Cari kelain tempat lagi, kata Lou Ping.
Tidak, lebih baik tengoki Sip-sUte dulu, Thian Hong ber keras.
Sambil memegang obor, dia dorong daun pintu. Kamar tak ada apa-apa yang
mencurigakan keCuali tubuh Hi Tong nampak bergerak diatas pembaringan.
Thian Hong Coba sulut lilin dengan obornya, tapi. taj berhasil. Ketika diambilnya
dan diperiksa, ternyata sumbu lilin itu sudah terputus rata, se-olahdua dipotong.
Jadi terang kalau api lilin tadi tidak ditiup padam, melainkan ditimpuk dengan
senjata rahasia. Hati Thian Hong berCekat dan menghampiri kedekat tempat
tidur.
Sipsute, kau toh tidak kenapa-apa? tanyanya.
Agak ke-malasduaan kelihatan Hi Tong mengisar tubuhnya, seperti lakunya
orang yang gelagapan bangun tidur. Mukanya masih terbalut kain, sahutnya:
Ah, Hit-ko, bukankah malam ini kau menjadi pengantin? Mengapa menengoki
Siaote?
Lega hati Thian Hong, demi Hi Tong tidak kenapa-apa. Dia sulut lilin itu dengan
Jilid 26
K E T I K A kain penyumbat ditarik Pek Kian, ternyata kain itu adalah sehelai
saputangan berkembang milik wanita.
Lekas bilang dimana kamar SiuCay yang ditahan siang tadi, Pek Kian
menghardik sipenjaga. Sedikit saja kau berteriak, tentu kubunuh!
Penjaga itu gemetar saking takutnya. Di ......... disana ...... kamar ...... nomor
...... tiga , katanya terputus-putus.
Sekali tangan Pek Kian diajun, penjaga yang malang na sibnya itu putuslah
jiwanya.
Cepat-cepat , mungkin kita kedahuluan orang, seru It Lui.
Setiba dikamar tutupan, benar diugra mereka mendengar gerinCing suara besi
beradu. Kim Piauw nyalakan api. Seorang berpakaian hitam kelihatan sedang
berjongkok disisi Hi Tong.
Awas, ada orang kemari! bisik Hi Tong kepada orang itu.
Siorang berbaju hitam tak mempedulikan. Makin keras dia menempa.
Siapa itu? tegur It Lui ber-bisik-bisik.
Sipakaian hitam mendadak loncat balik, sebagai jawab an dia menikam dengan
pedangnya. Begitu tangkas gerakan nya, sehingga berbareng dengan sinar
berkelebat, tahu-tahu ujung pedang sudah didepan mukanya.
It Lui adalah orang kesatu dari Kwantong Liok Mo. Sekalipun badannya gemuk,
gerakannya sangat gesit. Senjata orang-orang an berkaki satu, diajun untuk
menangkis. Sesaat itu tergetarlah tangan sipakaian hitam, kesemutan dan sakit
rasanya. Mengetahui berhadapan dengan lawan yang besar tenaganya, dia tak
berani menyerang. Kini dia membaCok Thian Seng, begitu yang tersebut.
belakangan ini menghindar ke samping, orang itu terus menobros keluar.
Yangan mengejar, ambil dia (Hi Tong) lebih penting, seru Pek Kian.
Karena berisik, seluruh penjaga rumah penyara sama bangun, ketika diketahui
ada orang merampok orang tahanan, mereka menjadi kacau.
Jilid 27
KIRANYA ilmu itu adalah keistimewaan dari Bun Thay Lay, disebut Pi-lik-Ciang,
pukulan hali-lintar. Baik pukulan maupun gerungannya, bagaikan deru angin dan
halilintar menyamber. Pek Kian tahu gelagat dia mengakui bukan tandingan
lawannya. Sepasang gelang-besi dirangkapnya menjadi satu, lalu mundur
selangkah. Tahu dia bahwa musuh tentu maju menyerangnya. Dan dugaan ini
tak meleset.
Ketika tangan musuh menyerang, dia segera kaCipkan sepasang thiat-hwannya
dengan tipu pek-yan-kiam-wi seriti putih menggunting ekor. Dengan gerakan
ini ia menduga lengan Bun Thay Lay pasti terkaCip kutung.
Tak dia sangka kalau gerakan tangan orang she Bun itu, luar biasa sebatnya.
Sudah terlanyur diulur kemuka, Bun Thay Lay teruskan menotok dada lawan.
Pek Kian terkesiap. Dia ketahui bagaimana hebat tenaga lawan. Sekali kena di
totok, pasti Celaka. Buru-buru di pakai thiat-hwan kirinya untuk melindungi
dadanya sedang thiat-hwan satunya dia hantamkan kepundak lawannya.
Jilid 28
KEHADIRAN puteri kesayangan Bok To Lun pada perajaan itu, sungguh diluar
dugaan. Apalagi iapun ikut serta meng unyukkan pemuda pilihannya. Saking
girang, rakyat Ui di situ sama terharu. Mereka menantikan dengan penuh
perhatian. Juga Hwe Ceng Tong yang tak mengetahui adik-nya sudah punya
pilihan, menjadi kaget dan girang..
Sebenarnya adik Ceng Tong, sigadis baju putih itu, bernama Asri. Usianya baru
1delapan tahun. Karena keCantikannya tak ada keduanya diempat penyuru, dan
pula tubuhnya me nyiarkan bau harum, maka rakyat menyebutnya Hiang Hiang
KiongCu atau Puteri Harum.
Pemuda-muda suku Ui taruh perindahan besar pada puteri itu. Justeru karena
itu, tak ada seorangpun yang berani me-numpahkan perasaannya. Kalau saat
itu, Hiang Hiang turun menari, itulah suatu peristiwa yang luar biasa.
Lemah gemulai Hiang Hiang KiongCu memutar beberapa kali, kemudian pelanpelan mengitari kalangan itu. Mulutnya me nyanyi pe-lahandua:
Siapa dia yang memetikkah swat-tiong-lian untukku, silakan tampil kemari!
Siapa yang menolong jiiva anak rusa-ku, kaulah aku tengah menanti.
Mendengar itu, telinga Keh Lok terasa me-ngiangdua. Sesaat semangatnya
terasa me-layang dua. Sekonyong-konyong sebuah tangan yang lunak bagai
beludru, menempel dibahunya. Dan sesosok tubuh membungkuk, menarik
tangannya. Seperti boneka tak bernyawa, Tan Keh Lok menurut saja untuk
berdiri.
Gegap gempita para hadirin bersorak-sorai. Dengan me nyanyi nyaring, sekalian
muda-mudi itu segera mengerumuni, menghaturkan selamat. Walaupun dalam
pernikahan, siorang tua yang berhak memutuskan, tapi orang Uigor agak
longgar dalam memilih jodoh sendiri, kalau dibanding dengan adat istiadat,
bangsa Han yang keliwat kolot malah.
Pesta malam itu menurut kebiasaan suku Uigor adalah pesta bebas. Konon
menurut dongeng, adalah tempat dimana muda-mudi boleh menumpahkan
perasaannya. Maka demi dilihatnya Hiang Hiang KiongCu menggandeng tangan
Tan Keh Lok keluar, mereka segera merubungnya.
Jilid 29
KITAPUN merasa heran juga, meneruskan Jun Hwa. Dan sepanjang jalan
kedua Sute dan Suheng itu seperti
bertengkar nampaknya, hingga mereka tak melihat kita orang. Saat itu timbul
dalam pikiranku: adakah Ma-totiang dan Sutenya itu hendak mengelabui kita
orang? Kami pasang mata betul-betul dan tahu mereka masuk kedalam sebuah
rumah yang pintunya diCat merah. Sampai malam kami tunggu, tetap mereka
belum kelihatan keluar. Karena yakin keduanya tentu bermalam dirumah itu,
maka kuajak Capji te berlalu dulu, dan malamnya kita selidiki kesana lagi.
Sekira pukul dua malam, kami masuk kedalam hotel itu, demikian Jun Hwa
lanjutkan Ceritanya. Kami Cukup tahu bagaimana lihai kedua orang itu. Sedang
hanya Ciauw Cong seorang, kami berdua tak sanggup melawannya, apalagi ada
suhengnya. Dari itu kami berlaku luar biasa hati-hati, sampai bernapaspun tak
berani kami merajap dan berhenti diatas ruangan besar. Sampai beberapa
lamanya, tiba-tiba terdengar suara seseorang. Buru-buru kami menghampiri dan
mengintip dari seladua jendela. Kiranya bangsat itu tengah berduaan dengan
Ma-totiang. Ma-totiang sedang berbaring ditempat tidur, sedang bangsat itu
berjalan mondar-mandir. Agaknya mereka sedang bertengkar keras. Kami tak
berani lama-lama mengintip, dan hanya tempelkan telinga mendengari pembi
Caraan mereka. Ternyata bangsat she Thio itu telah menipu Suhengnya. Dia
bilang akan kekota raja dan akan mengurus uangnya dulu, baru nanti akan ikut
sang Suheng kembali ke Ouwpak. Setiba di Pakkhia, beberapa hari kemudian,
kaisar pun kembali kekotaraja.
Mendengar itu, tampak Tan Keh Lok mengelah napas.
Menurut Ciauw Cong, demikian Jun Hwa berkata pula, kaisar telah
memberikan dia sebuah firman, agar dia pergi kedaerah Hwe mengurus suatu
tugas penting.
Apa itu? sela Keh Lok.
Tak diterangkannya jelas. Hanya seperti disuruh menCari seseorang, jawab Jun
Hwa.
Kening Tan Keh Lok mengerut, ia melirik kearah Hiang Hiang KiongCu.
Ma-totiang nampak gemas, dia menghendaki supaya Ciauw Cong minta lepas
dari jabatannya dengan segera. Tapi bangsat itu memberi alasan, kaisar pasti
akan gusar kalau dia berani membangkang firman itu. Begitulah perdebatan
makin sengit. Saking gusarnya, Ma-totiang tak dapat menguasai dirinya lagi. Dia
loncat dari pembaringan dan serunya lantangdua: Bagaimanakah
Jilid 30
Jilid 31
S E W A K T U fihak Ui menghujani panah, karena tak mengenakan thiat-kah,
banyak sekalilah serdadu Ceng yang luka dan binasa. Beberapa kali, mereka
gagal untuk meloloskan diri. Apipun makin mengganas. Beribu-ribu mayat
serdadu Ceng yang terbakar itu, mengeluarkan bau sangit dan busuk, membuat
orang sama muak.
Dalam keadaan yang sangat genting itu, tiba-tiba Ciauw Cong munCul dengan
sepasukan serdadu Ceng. Begitulah karena diserang dari luar dan dalam
akhirnya bobollah pasukan Ui. yang menghadang dipintu timur itu. Tiau Hwi
dapat lolos dengan selamat.
Sayang, sayang! Bok To Lun bantingdua kakinya.
Saudara. pemimpin kompi 4 dari pasukan Ang Ki. Bantulah saudara.dua kita
Jilid 32
KIRA-KIRA tengah malam, tiba-tiba didengarnya tapak kuda dari kejauhan. Ada
tiga orang penunggang kuda mendatangi. Tiba dipinggir bukit itu, merekapun
mengasoh. Karena gelap, tak diketahui mereka akan kubu dari Ceng Tong.
Mereka hanya melihat dikanan kiri bukit itu tumbuh rumput, maka dibiarkan
kudanya lepas, sementara mereka sendiri sama mengaso sambil ber-Cakapdua.
Mendengar mereka berbahasa Han, bermula Ceng Tong tak terlalu
menghiraukan. Tapi tiba-tiba didengarnya salah seorang dari mereka berkata:
Bah, Chui-ih-wi-sam sungguh menyiksa kita sampai begini!
Ceng Tong terkesiap dan buru-buru pasang telinga.
Maka terdengar seorang berkata pula: Bangsat wanita itu, kalau sampai jatuh
ketanganku, akan ku-patahduakan tulang belulangnya, kubeset kulitnya. Kalau
tidak, sungguh aku malu punya she Ku sampai 1delapan turunan.
Kiranya mereka itu adalah Kwantong Sam Mo, yang kini pun sudah sampai
didaerah gurun pasir. Tahu mereka kalau nona itu sedang memimpin kaumnya
Jilid 33
MALAM makin larut, hawa dingin serasa menggigit tulang. Sepasang suami isteri
tua itu saling berpelukan untuk melawan dingin. Siisteri susupkan kepalanya
kedalam dada sang suami. Sedang sisuami, meng-usapdua kepala isterinya. Tak
berapa lama, mereka tertidur. Dan dengan begitu maksud untuk membunuh
kedua anak muda, lenyap dalam impiannya.
Keesokan harinya, ketika Keh Lok dan Hiang Hiang bangun, mereka tak
dapatkan Tian-san Siang Eng disitu. He ran mereka dibuatnya.
Lihat, apa itu! tiba-tiba Hiang Hiang berseru.
Keh Lok berpaling kearah yang ditunjuk Hiang Hiang. Diatas sebidang pasir
terdapat tulisan yang berbunyi:
Kalau tidak memperbaiki kesalahan, tentu kami ambil jiwa kalian.
Tulisan itu besardua. Terang ditulis dengan pedang. Keh Lok kerutkan alisnya
untuk memeCahkan artinya. Hiang Hiang tak mengerti huruf Han, maka
ditanyakannya kepada Keh Lok.
Untuk menjaga yangan sampai nona itu bersedih hati, Keh Lok memberi
keterangan lain: Mereka bilang ada mempunyai urusan penting, maka akan
pergi lebih dulu.
Hiang Hiang mengelah napas, katanya: Kedua Suhu dari Ciciku itu sungguh baik
sekali ............ Dan belum lagi uCapannya itu selesai, tiba-tiba ia lonCat
Jilid 34
KALAU bukan burung, titik hitam itu lalu apa? Namun jika burung mengapa
hinggap diatas udara. Heran! Keh Lok ikut biCara.
Selagi begitu, sekonyong-konyong titik hitam itu kelihatan bergerak, makin dekat
makin besar. Dan benarlah, benda itu adalah seekor burung alap-alap yang
terbang disitu. Melihat itu, Ke7 orang itu masing-masing punya anggapan
sendiridua.
Sayang burung itu terlalu tinggi. Coba tidak, tentu akan kusabit dengan kimCiam (jarum emas), biar mata ketiga Sam Mo ini terbuka, pikir Ciauw Cong.
Sebaliknya Sam Mo lagi Cemas, yangan-yangan burung itu piaraan Thian-san
Siang Eng. Kalau sepasang suami isteri itu datang kembali, Celakalah mereka
bertiga.
Hiang Hiang KiongCu yang hatinya masih putih bersih seperti anak, ia mengiri
betapa bahagianya burung itu terbang diudara bebas. Tidak seperti ia dan
keenam orang itu, sedang berkutet menghadapi kawanan serigala buas.
Tidak demikian dengan Tan Keh Lok dan Ceng Tong yang rupanya sama
pikirannya. Keduanya tengah memeCahkan, apa sebabnya burung itu tadi dapat
hinggap diatas udara
Angin malam berhembus, Hiang Hiang naikkan tangannya untuk memperbaiki
rambutnya yang kusut tertiup angia itu. Keh Lok mengawasi bagaimana tangan
Hiang Hiang yang putih meletak itu bergerak diantara pakaiannya yang berwarna
putih pula.
Tiba-tiba orang muda itu tersedar dan meneriaki Ceng Tong: Lihatlah tangan
adikmu itu!
Asri, tanganmu bagus benar! Ceng Tong memuji dengan elahan napas.
Ya, memang bagus, Keh Lok tertawa, tapi tidakkah kau memahami artinya?
Karena tangannya putih, waktu bergoyang dimuka pakaiannya putih itu, sukar
dilihat jelas.
Ceng Tong tidak menjawab, ia tidak paham apa yang dimaksudkan Keh Lok.
Terangnya, burung tadi hinggap pada sebuah punCak gunung yang berwarna
putih! Keh Lok akhirnya menjelaskan
Ah, benar, benar! Karena langit disebelah sana berwarna putih, jadi punCak itu
sampai tak kelihatan. seru Ceng Tong.
Ya. Karena burung itu hitam, jadi kelihatan jelas! Keh Lok menambahkan.
Kini tahulah Hiang Hiang kemana tujuannya perCakapan kedua orang itu.
Tapi bagaimana kita dapat menuju kekota itu? tali janya.
Ceng Tong tak menyahut, hanya dibebernya peta tadi.
Kita harus bersabar sampai matahari Condong lagi disebelah barat, kalau betul
Jilid 35
TENGAH memakan daging serigala itu, tiba-tiba dari arah timur kelihatan debu
mengepul. Mengira kalau itu kawanan serigala yang datang kembali, keempat
orang itu tersipu-sipumenCari kudanya. Kuda ternyata hanya dua ekor, jalah
yang dibawa oleh Sam Mo tadi. Ketika Ciauw Cong menyambuti tali kendali dari
salah seekor kuda, Haphaptaipun melesat tiba dan menjambret tali itu,
bentaknya: Kau mau berbuat apa?
Ingin Ciauw Cong ayunkan kepelannya, tapi batal karena dilihatnya It Lui dan
Kiem Piauw menghampiri maju dengan membolang-balingkan senjatanya. Ciauw
Cong kini tak punya senjata lagi, karena pedangnya tadi sudah dibabat kutung
oleh pokiam Tan Keh Lok. Dalam saat-saat yang mendesak, timbullah pikirannya,
dia berseru. Hai, mengapa gugup, itu bukan serigala!
Ketika Sam Mo berpaling, dan melonCatlah Ciauw Cong keatas pelana. Sekali
pandang, tahulah dia bahwa rombongan yang mendatangi itu bukan kawanan
serigala melainkan kelompok besar dari Kambing-kambing. Sebenarnya, tadi dia
akan menipu ketiga Sam Mo itu, siapa tahu, kata-kata yang diuCapkan seCara
sembarangan tadi, ternyata benar adanya.
Tanpa sangsidua, dia keprak kudanya menuju arah gerombolan itu.
Biar kulihatnya dulu! serunya.
Kira-kira satu li jauhnya, seorang penunggang kuda mendatangi dengan
kenCangnya. Sekali tarik, penunggang itu dapat memberhentikan
tunggangannya. Diam-diam Ciauw Cong memuji akan kepandaian menunggang
kuda dari orang tersebut. yang ternyata seorang tua dengan pakaian warna
kelabu. Melihat Ciauw Cong berpakaian seperti pembesar militer Ceng, orang itu
menegur dalam bahasa Han: Kawanan serigala itu menuju kemana?
Ciauw Cong menunjuk kebarat. Saat itu, rombongan kambing dan onta sudah
mendatangi.
Dibelakangnya tampak seorang tua mukanya merah dan kepalanya pelontos
serta seorang wanita tua. Kambing-kambing itu sama mengembik ramai sekali.
Hendak Ciauw Cong menegur, tapi ketiga Sam Mo tadi sudah maju menghampiri
sambil menuntun kudanya. Demi melihat siorang tua, bergegas-gegas ketiga
orang itu menjalankan penghormatan.
Ha, kembali kita berjumpa, kiranya kau orang tua baik-baik sajakah? sapa Sam
Mo.
Hm, tidak apa-apa, sahut siorang tua pakaian kelabu itu, yang bukan lain
adalah Thian-ti-koay-hiap Wan Su Siau.
Kiranya sehabis tinggalkan Tan Keh Lok dan Hiang Hiang, Thian-san Siang Eng
buru-buru kembali menengok bagaimana nona itu sedang menderita sakit. Dua
hari dalam perjalanan, bertemulah kedua suami isteri itu dengan Thian-ti-koayhiap.
Untuk tidak menyakiti hati sang isteri yang diCintainya itu, Tan Ceng Tik sengaja
Jilid 36
KINI KITA harus Cari daya bagaimana bisa terhindar dari pengejaran keempat
bangsat itu (Ciauw Cong dan kawan-kawan), kata Ceng Tong.
Bagaimana kalau kita kubur dulu rerongkong Mamir itu? tanya Keh Lok.
Bagus, dan sebaliknya Ali pun dikubur didampingnya, seru Hiang Hiang.
Mereka kembali masuk ke ruangan batu tadi. Ternyata rerongkong Ali hampir
rusak. Dibawah rerongkong itu terdapat segulung kertas dari kulit bambu. Tali
gulungan itu sudah lapuk, dan sampul kertas-kertasnya telah berantakan. Tapi
kertas bambu itu masih dapat dibaca, karena dicat hitam untuk menjaga
dimakan anai-anai. Tulisan pada kertasdua itu dalam huruf-huruf Han. Kalimat
yang pertama berbunyi:
Disebabkan utara ada ikan besar, namanya ikan khun. Demikian bunyi tulisan,
terpetik dari kitab Lam Hwa Keng karangan Huang Tse (Cong Cu). Tan Keh Lok
sejak kecil sudah paham akan karangan itu. Dia, kira bakal mendapat sesuatu
kunCi rahasia, kiranya hanya begitu. Hal mana membuatnya putus asa.
Apakah itu? tanya Hiang Hiang yang tak mengerti huruf Han.
Sebuah kitab kuno bangsa Han. Sekalipun kitab kuno dan sangat berharga
sekali, tapi tak berguna untuk kita.
Dilemparnya bundelan kitab dari bambu itu ke tanah, ternyata dibagian
tengahnya samping dari huruf-huruf itu, terdapat guratandua yang merupakan
huruf Ui kuno.
Tan Keh Lok kembali memungutnya beberapa, justeru tepat pada bab ketiga dari
kitab Huang Tse, jakni Yang Seng Cu dan Pao Ting melepaskan kerbau.
Huruf-huruf Ui di sebelahnya itu ditanyakannya kepada Hiang Hiang.
Rahasia menghanCurkan musuh, semua di kitab ini, sahut Hiang Hiang
membaca.
Keh Lok melengak dan menanyakan artinya lebih lanjut.
Bukankah dalam tulisan Mamir, ada disebut, bahwa Ali telah mendapatkan
sebuah kitab orang Han dan dari situ dapat mempelajari Cara bertempur dengan
tangan kotong, mungkinkah yang ini? tanya Ceng Tong.
Jilid 37 Tamat
AYO, silakan Bu kongkong juga menemani minum secawan!
Mengetahui rahasianya telah bocor, berobahlah wajah kedua thaikam itu.
Kembali Keh Lok menuang secawan dan disodorkan kepada Ti Hian: Harap Tikongkong suka menerima pembalasan hormatku!
Kini tak tahan lagi rupanya Ti Hian, dia tendang Cawan yang diangsurkan itu
sambil membentak: Tangkap mereka semua! Seketika dari empat penjuru
ruangan itu menyerbu keluar ratusan siwi istana dan Anggota gi-lim-kun.
Jiwi kongkong kiranya tak gemar minum. Itu tak apa, mengapa marah-marah?
tanya Keh Lok dengan tertawa.
Dengarkan titah raja ini, Bu Bing Hu berteriak: HONG HWA HWE berniat
memberontak dan mengaCau. Harus segera ditangkap dan dibunuh tanpa diadili
lagi.
Atas isyarat Keh Lok, kedua saudara Siang segera lonCat kebelakang kedua
thaikam itu terus membekuk tengkuk lehernya. Kedua thaikam itu Coba
melawan, tapi sudah terlambat, karena seluruh tubuh mereka terasa lemas
kesemutan.
Keh Lok menuang lagi secawan arak. Arak kehormatan ditolak, rupanya ingin
arak hukuman.