Anda di halaman 1dari 3

Ceramah Ramadhan

Pahala di Balik Kaca


Dikisahkan, di akhirat nanti, ketika umat manusia dipanggil satu persatu
oleh Allah swt, Hakim Sang Maha Adil, untuk menerima pahala amal
perbuatannya selama hidup di dunia, banyak di antara mereka yang tidak
mendapat panggilan, di antaranya Louis Pasteur (penemu virus anti rabies) dan
Thomas A. Edison (penemu bola lampu listrik). Merasa tidak mendapat
panggilan, akhirnya keduanya bersepakat untuk menghadap langsung kepada
Allah swt. seraya mengajukan pertanyaan yang bernada protes.
Wahai Tuhan, Hakim Yang Maha Adil. Mengapa kami tidak mendapat
panggilan untuk menerima imbalan atas amal-amal kebajikan kami? tanya
Pasteur. Apakah jasa-jasa dan karya-karya kami yang sangat besar
manfaatnya bagi kehidupan manusia tidak layak sebagai pahala di sisimu?
imbuh Edison.
Wahai Malaikat, bawalah keduanya ke gudang pahala dan perlihatkanlah
kepada mereka pahala mereka!, perintah Allah swt. Lalu keduanya dibawa
oleh malaikat ke suatu tempat penyimpanan pahala, kemudian ditunjukkan
kepada mereka pahala mereka masing-masing. Melihat betapa besar pahala
yang disediakan atas jasa dan karya mereka, keduanya terkagum-kagum,
melompat kegirangan dan akhirnya jatuh pingsan karena kecapean. Setelah
siuman, lalu keduanya berkata kepada malaikat: Wahai malaikat. Apakah
betul pahala yang terpajang dalam lemari kaca yang sangat panjang tiada
bertepi ini adalah imbalan atas jasa-jasa kami?, tanya mereka untuk lebih
meyakinkan dirinya. Ya, jawab malaikat. Kalau demikian berikanlah kepada
kami sekarang, Lalu sang malaikat berkata: Apakah kalian berdua membawa
kunci lemari kalian masing-masing?. Mendapat pertanyaan demikian,
keduanya saling berpandangan dan merasa kebingungan, malaikat menjawab:
Jika kalian tidak memiliki kunci berupa iman sebagai pembuka lemari
tersebut, maka kalian hanya berhak sebatas melihat atas pahala tersebut dan
tidak berhak untuk menikmatinya. Mendapat jawaban demikian, keduanya
berlalu dengan wajah sendu, penuh penyesalan.
Ini sebuah anekdot yang tentu saja masih sangat perlu dipertimbangkan
dan tidak bermaksud mengklaim posisi kedua tokoh tersebut yang
diilustrasikan, apakah menjadi penghuni surga atau neraka, karena itu adalah
urusan Allah SWT. Akan tetapi melalui lelucon tersebut, ada pesan atau hikmah
yang bisa kita tangkap, adalah :
1. Bahwa setiap amal perbuatan hamba yang baik maupun yang buruk,
yang kecil maupun yang besar, yang nampak maupun tidak, akan
mendapatkan ganjaran dari Allah swt. tanpa memandang latar belakang
keyakinan dari motivasi perbuatan hamba. Allah swt. berfirman di dalam alQuran QS. al-Zalzalah (99): 6-8
Yaumaidzi.
Terjemahnya:

Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang
bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka balasan
perbuatan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji
sawi pun niscaya dia akan melihatnya. Dan barang siapa yang
mengerjakan kejahatan walau seberat biji sawi pun niscaya mereka akan
melihat (balasan)-Nya.
2. Iman adalah syarat mutlak dalam beramal. Nilai sebuah amal saleh
adalah sangat ditentukan oleh iman. Ketiadaan iman menyebabkan kesia-siaan
dalam beramal.
Di dalam al-Quran surah Ibrhim (14): 18 Allah swt. berfirman:

Terjemahnya :
Orang-orang kafir terhadap Tuhannya, perbuatan-perbuatan mereka
adalah laksana debu ditiup angin dengan kencang pada suatu hari yang
berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil apa-apa yang telah mereka
usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
Hal yang senada terdapat dalam QS. al-Nr (24): 39 yang menyamakan
perbuatan orang-orang kafir laksana fatamorgana:

Terjemahnya:
Dan
orang-orang
kafir,
perbuatan-perbuatan
mereka
laksana
fatamorgana di tengah-tengah tanah yang datar, yang disangka air oleh orangorang yang kehausan, tetapi ketika didatangi air itu, dia tidak mendapati apaapa. Dan didapatinya ketetapan Allah di sisinya, kemudian Allah
menyempurnakan perhitungannya dengan cukup, dan Allah maha cepat
perhitungannya.
Dari keterangan ayat di atas, dapat dipahami bahwa amal perbuatan
orang-orang kafir atau yang tidak memiliki iman kendatipun secara lahiriyah
nampak dan mengagumkan, tetap tidak mempunyai makna di hari kemudian.
3. Selain iman, rasa keikhlasan yang menjadi penentu bagi diterimanya
amal. Dalam pengertian bahwa setiap amal perbuatan harus disandarkan

semata-mata untuk memperoleh pengakuan dan keridhaan dari Allah swt.


dalam al-Quran surah al-Bayyinah (98): 5 disebutkan
Wa maa umiruu
Terjemahnya :
Tidaklah mereka diperintahkan, kecuali untuk menyembah Allah dengan
memurnikan keikhlasan kepada-Nya.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu amal kebajikan
untuk dapat sampai kepada Allah harus memiliki dua dimensi kebaikan, yaitu
dimensi kebaikan fil, (nilai kebaikan yang dikandung oleh amal itu sendiri) dan
dimensi kebaikan fil (nilai kebaikan yang berhubungan dengan pelaku
perbuatan). Artinya, bahwa betapapun besarnya amal kebajikan tetapi tidak
dilakukan dalam bingkai keimanan dan kering dari nilai keikhlasan, maka
realitas keakhiratannya kelak tidak lebih dari barang pajangan di dalam lemari
kaca (etalase) yang kehilangan kunci.
Wallau Alam bi al-Sawb.

Anda mungkin juga menyukai