Anda di halaman 1dari 11

Asam Benzoat & Natrium Benzoat

Sifat, Karakteristik dan Fungsional

Yeremia Adi Wijaya

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional

DAFTAR ISI
1.

Karakteristik Umum................................................................................................... 2

2.

Benzoat Sebagai Bahan Pengawet.................................................................................. 2

3.

Benzoat Sebagai Senyawa Antioksidan dan Agen Anti-Browning...........................................5

4.

Regulasi dan Metabolisme Benzoat................................................................................ 6

5.

Daftar Pustaka :......................................................................................................... 8

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Efek Asam Benzoat Pada Escherichia coli (Bakteriostatik; Aktivitas Bakterisidal) dan
Staphylococcus aureus ( Bakteriostatik; Aktivitas bakterisidal)..................................................................4
Gambar 2. Penghambatan Aspergillus niger oleh Asam Benzoat; Asam p-hidroksibenzoat propil ester dan
Asam Sorbat................................................................................................................................................4
Gambar 3. Struktur Benzoat dan Senyawa Turunannya...............................................................................5
Gambar 4. Reaksi Pencoklatan Enzimatis...................................................................................................6
Gambar 5. Mekanisme Metabolisme Benzoat Dalam Tubuh (Betaria, 2012)..............................................7

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kadar Maksimal Benzoat Pada Beberapa Produk Pangan.............................................................3
Tabel 2. Pengaruh pH Pada Disosiasi Asam Benzoat...................................................................................4

Semarang, Maret 2013

Yeremia Adi Wijaya

1
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional

1. Karakteristik Umum
Asam benzoat/ asam benzene karboksilat/ asam phenil karboksilat
(C7H6O2 atau C6H5COOH) merupakan suatu senyawa kimia yang umum
digunakan sebagai bahan pengawet yang dianggap GRAS oleh FDA, dan
secara kimia dapat dihasilkan melalui oksidasi fase cair dari toluena (Srour,
1989; WHO, 2000). Asam benzoat memiliki bentuk serbuk kristal padat, tidak
berwarna, tidak berbau, sedikit terlarut didalam air, tetapi larut dalam etanol
dan sangat mudah larut dalam benzena dan aseton. Asam benzoat, dalam bahan pangan umum
digunakan sebagai bahan pengawet. Namun diluar itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai
penghambat korosi (WHO, 2000). Dalam beberapa penelitian menunjukan bahwa senyawa
benzoat dapat ditemukan secara alami pada beberapa jenis tanaman dan juga produk hewani baik
dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk terikat. Asam benzoat dalam tanaman seperti pada
beberapa tanaman berry (500 mg/kg) seperti cranberry (V.vitis idaea) dan bilberry
(V.macrocarpon) dengan kandungan sebesar 300 1300 mg/kg buah ditemukan dalam bentuk
glikosida (Hegnauer, 1996). Selain tanaman berry, Asam benzoat juga teridentifikasi pada
beberapa spesies fitofag dan omnivora seperti pada (lagopus mutus) (Hegnauer, 1989).maupun
pada muskox jantan (Ovibos moschatus) (Flood et al, 1989)
Natrium benzoat (C7H502Na), merupakan senyawa yang secara kimia
dihasilkan dari reaksi netralisasi asam benzoat dengan natrium hidroksida
(NaOH), merupakan salah satu bentuk pengawet benzoat yang sering
digunakan untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri dengan pKa
= 8,0 (Srour, 1989). Secara kimia, natrium benzoat terlarut dalam ethanol,
methanol dan etilen glikol dan mempunyai tingkat kelarutan yang lebih
tinggi 200 kali (550 630 g/liter pada 20C) dibandingkan asam benzoat (2,9 g/liter pada 20C).
Kelarutan natrium benzoat dalam air yang tinggi ini kemudian menjadikan natrium benzoat lebih
sering digunakan dibandingkan asam benzoat.

2. Benzoat Sebagai Bahan Pengawet


Di kebanyakan negara, senyawa asam benzoat dan garamnya lebih banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pengawet makanan. Sebagai bahan pengawet, asam benzoat dan natrium benzoat akan
efektif apabila digunakan pada kisaran pH 2,5 4 dan menjadi kurang efektif apabila digunakan
2
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional


pada pH diatas 4,5 (Rahman, 2007). Di USA, asam benzoat dan natrium benzoat merupakan
salah satu senyawa yang dikategorikan GRAS (Generally Recognized as Safe) dengan batasan
maksimal adalah 0,1%. Untuk masing-masing negara, batasan benzoat yang diizinkan dalam tiap
jenis bahan pangan sangat beragam. Berikut tabel batasan benzoat yang diperbolehkan dalam
beberapa jenis bahan pangan yang digunakan di India :
Tabel 1. Kadar Maksimal Benzoat Pada Beberapa Produk Pangan
Jenis bahan pangan

Kadar maksimal
benzoat (ppm)
600

Anggur non-alkohol, jus buah, air barley (yang


digunakan setelah adanya pengenceran)
Selai, jelly, buah kaleng
Minuman-minuman manis yang siap saji
Breewed ginger beer
Acar dan chutney
Tomat dan produk saus lainnya
Caviar
Pasta tomat dan puree tomat
Sirup dan sharbat
Fat spread
(Mahindru, 2000)

200
120
120
250
750
50
750
600
1000

Senyawa benzoat sebagai pengawet makanan diketahui dapat mengendalikan pertumbuhan


bakteri, khamir maupun kapang. Namun demikian, efektivitas pengendaliannya cenderung lebih
tinggi pada khamir dan kapang dibandingkan bakteri (Frazier & Westhoff, 1988). Dalam hal ini,
diketahui bahwa kebanyakan khamir dan kapang dapat dihambat sebanyak 0,05% - 0,1% dari
jumlah asam yang tidak terdisosiasi, sedangkan bakteri hanya dihambat dalam jumlah yang lebih
kecil dibandingkan khamir dan kapang. Oleh karenanya, senyawa benzoat cenderung kurang
efektif dalam mengawetkan produk pangan yang potensinya terhadap pertumbuhan bakteri
sangat tinggi. Untuk meningkatkan efektifitas dalam menghambat pertumbuhan bakteri,
umumnya senyawa benzoat ditambahkan bersama dengan asam sorbat maupun SO 2 (Mahindru,
2000)..
Efektivitas benzoat sebagai pengawet sangat dipengaruhi oleh pH dimana semakin rendah pH
maka benzoat akan semakin efektif peranannya sebagai antimikroba karena semakin banyaknya
asam yang tidak terdisosiasi. Semakin banyak asam yang tidak terdisosiasi (tidak bermuatan)
tersebut maka akan membuat benzoat menjadi semakin mudah terlarut dalam lipid dari membran
3
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional


sel mikroba yang bersifat permeabel terhadap molekul
benzoat tersebut. Ketika molekul asam benzoat masuk
kedalam sel mikroba tersebut, maka molekul asam
benzoat akan terdisosiasi dan menghasilkan sejumlah ion
hidrogen (H+) yang menyebabkan penurunan pH pada sel
mikroba tersebut, dan sebagai akibatnya aktivitas
metabolisme sel akan terganggu dan akhirnya sel
mikroba dalam bahan pangan tersebut akan mati
(Zentimer, 2007). Gambar 1 dan Gambar 2, menunjukan
pengaruh

pH

menghambat

terhadap

aktivitas

pertumbuhan

benzoat

dalam

Escherichia

coli;

Stapylococcus aureus; dan Aspergillus niger


Gambar 1. Efek Asam Benzoat Pada
Escherichia coli ( : Bakteriostatik;
:
Aktivitas Bakterisidal) dan Staphylococcus
aureus (
: Bakteriostatik;
: Aktivitas
bakterisidal)

Tabel 2. Pengaruh pH Pada Disosiasi Asam Benzoat


pH Asam yang tidak terdisosiasi (%)
3
93,5
4
59,3
5
12,8
6
1,44
7
0,144
(Cahyadi, 2006)

3. Benzoat Sebagai Senyawa Antioksidan dan


Agen Anti-Browning

Gambar 2. Penghambatan Aspergillus


niger oleh Asam Benzoat ( ); Asam phidroksibenzoat propil ester ( ) dan
Asam Sorbat ( )

Asam benzoat dan senyawa turunannya merupakan salah


satu kelompok gugusan senyawa fenolik. Hal tersebut
tampak dari keberadaan cincin fenil pada struktur kimia
senyawa benzoat dan turunannya (March, 1992; .Natella et
al, 1999). Terlepas dari asalnya, keberadaan dari gugusan
tersebut menyebabkan senyawa benzoat dapat berperan
sebagai senyawa antioksidan, antiviral, antibakterial, antifungal, antimutagenik, maupun
insektisidal (Castellano et al, 2012). Keberadaan gugusan hidroksil (OH-) fenolik dalam struktur
senyawa

benzoat

merupakan

kunci

dalam

peranannya

sebagai

antioksidan.

Dalam

4
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional


mekanismenya sebagai anti-radikal, gugus hidroksil (OH-) akan berperan sebagai pendonor
elektron terhadap senyawa radikal bebas. Donor elektron terhadap senyawa radikal bebas akan
menyebabkan adanya kestabilan muatan dari suatu senyawa radikal (Marcone, 2012).
Asam p-Hidroksibenzoat Asam 3,4-Dihidroksibenzoat Asam Vanillat

Gambar 3. Struktur Benzoat dan Senyawa Turunannya


Sebagai senyawa flavonoid, posisi gugus hidroksil (OH -) dan tingkat hidroksilasi merupakan
aspek utama yang menentukan aktivitas antioksidan terhadap suatu senyawa anti-radikal.
Pengaruh dari struktur molekul tersebut terhadap aktivitas antioksidan diketahui dalam penelitian
Cuvelier et al (1992) yang menunjukan adanya hubungan yang sangat kuat. Dalam kaitannya
dengan senyawa benzoat, maka diketahui bahwa derivatif benzoat menunjukan adanya aktivitas
antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan senyawa asam benzoat itu sendiri. Oleh karenanya
dalam peranan sebagai antioksidan, derivatif benzoat lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan
senyawa asam benzoat (Sroka, 2005). Asam 3,4-dihidroksibenzoat (asam protokatekuat /
protocatechuic acid) merupakan salah satu derivatif benzoat yang memiliki peran penting
sebagai antioksidan.
Asam benzoat merupakan salah satu agen yang cukup efektif dalam menghambat pencoklatan
dalam kombinasinya dengan asam askorbat. Seperti halnya pada sulfit, kombinasi keduanya
menunjukan kemampuan serupa dalam menghambat aktivitas enzim polifenol oksidase (PPO).
Enzim ini merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap reaksi pencoklatan, yang muncul
ketika senyawa monofenolik dari tanaman ataupun bahan mengalami hidroksilasi menjadi odifenol dan kemudian menjadi o-quinon dengan adanya pengaruh oksigen dilingkungan
(Rahman, 2007).
OH
R

Monophenol

PPO + O2
R

PPO + O2

OH
OH

Diphenol

o-quinon

Polimer kompleks
berwarna coklat

Gambar 4. Reaksi Pencoklatan Enzimatis

5
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional

4. Regulasi dan Metabolisme Benzoat


Di Indonesia, penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat diatur dalam BPOM No 36 Tahun
2013 mengenai batas maksimal penggunaan BTP pengawet. Untuk tiap negara, batas maksimal
benzoat yang diperbolehkan umumnya berbeda-beda. Dalam hal ini, batasan maksimal benzoat
yang boleh ditambahkan dalam bahan adalah sekitar 2000 mg/kg bahan pangan (WHO, 2000).
Asam benzoat dari penelitian yang ada, menunjukan tingkat toksisitas akut dalam tubuh yang
relatif kecil. Namun, asam benzoat diketahui menyebabkan pseudoallergi (Lahti & Maibach,
1984), menyebabkan iritasi mata (Bayer, 1986), serta sedikit menyebabkan iritasi pada kulit
(Bayer, 1978). Sedang untuk natrium benzoat, tidak menunjukan adanya dampak terhadap iritasi
kulit dan hanya sedikit menyebabkan iritiasi mata (Bayer, 1977). Namun demikian, dampak
asam benzoat dan natrium benzoat terhadap kulit secara umum tergolong langka, karena dari
percobaan Brasch et al (1993) terhadap 2045 pasien, hanya 5 pasien saja yang menunjukan
reaksi positif dalam uji tempel (patch test).
Dalam beberapa kasus, asam benzoat dan natrium benzoat diketahui menimbulkan beberapa
gejala seperti asma dan urtikaria yang diikuti adanya paparan benzoat baik secara oral, dermal
maupun melalui pernafasan. Gejala tersebut muncul sesaat setelah terpapar, namun, akan hilang
setelah beberapa jam meski terpapar pada dosis yang rendah (Maibach & Johnson, 1975;
Clemmensen & Hjorth, 1982; Larmi et al, 1988; Ring, 1989; Gailhofer et al, 1990; Aberer et al,
1992; Lahti et al, 1995; Anderson, 1996; Bindslev-Jensen, 1998; Coverly et al, 1998). Dalam
penelitian Wiley & Bigelow (1908), menunjukan adanya dampak seperti sakit kepala, mual,
muntah, rasa terbakar dan iritasi pada eksofagus sebagai hasil paparan jangka pendek senyawa
benzoat. Sedangkan untuk pengaruh paparan jangka panjang tampak menyebabkan kerusakan
pada sistem saraf dan beresiko menimbulkan kanker (Betaria, 2012).
Dalam sejumlah penelitian toksisitas, maka diketahui bahwa LD 50 (tikus; oral) senyawa benzoat
adalah sekitar 1,7 3,7 g/kg berat badan. Sedangkan berdasarkan penelitian toksisitas pada babi,
kucing, anjing dan kelinci menunjukan nilai LD 100 adalah 1,4 2 g/kg berat badan. 5 mg/kg berat
badan merupakan ADI untuk senyawa benzoat (Belitz et al, 2009; WHO, 2000). Dalam tubuh
manusia, tingkat toksisitas secara akut relatif rendah dan tidak menunjukan adanya bahaya
akumulasi yang muncul dalam tubuh hingga penggunaan pada dosis 4 g/hari. (WHO, 2000; Lahti
& Maibach, 1984). Rendahnya tingkat toksisitas senyawa benzoat dalam tubuh dipengaruhi oleh
6
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional


adanya metabolisme senyawa tersebut didalam tubuh. Dalam hal ini, ketika senyawa benzoat
terasup dalam tubuh baik secara oral maupun dermal, maka akan terjadi penyerapan (absorbsi)
senyawa benzoat yang sangat cepat dalam gastrointestinal tract, yang kemudian akan
dimetabolisme didalam hati melalui adanya konjugasi dengan glisin dan menyebabkan
pembentukan asam hippurat yang kemudian akan diekskresikan secara cepat melalui urin
(Feldman & Maibach, 1970; US FDA, 1972a; Feillet & Leonard, 1998; WHO, 1996).
COCH + ATP + CoA

CO

CoA + AMP PI

N
C N CH2 COOH + CoA
O
Gambar 5. Mekanisme Metabolisme Benzoat Dalam Tubuh (Betaria, 2012)
Benzil CoA + Glisin

5. Daftar Pustaka :
Anonim. (2012). Kandungan Fitokimia Dalam Herbal, Manfaat dan Cara Kerjanya Sebagai
Antioksidan dan Perendaman Radikal Bebas (Flavonoid dan Non-Flavonoid Polifenol)
http://mhanafi123.files.wordpress.com/2012/07/fitokimia-dalam-herbal-dan-cara-kerjanyadalam-mencegah-atau-mengatasi-gangguan-kesehatan.pdf. Diakses pada 23 Juni 2014.
Aberer, W, Kager, B, Ziegler, V, Horak, F. (1992) Schnupfen durch Schneiderkreide Allergie,
Pseudoallergie, Rhinopathie oder Einbildung. Dermatosen Vol 40(6):231234.
Andersen, K.E; Maibach, H.I; Anjo, M.D. (1980) The Guinea-Pig: an Animal Model for Human
Skin Absorption of Hydrocortisone, Testosterone and Benzoic Acid. British journal of
dermatology Vol 102:447453.
Bayer, A.G. (1978). Untersuchung Zur Haut-und Schleimhautver trglichkeit. Wuppertal
(Unpublisher Report).
Bayer, A.G. (1986). Benzoesaure DAB8. Prfung auf primr reizende/ tzende Wirkung am
Kaninchenauge. Wuppertal (unpublished report).
Belitz, H.D; Grosch, W & P, Schieberle. (2009). Food Chemistry 4 th Revised and Extended
Edition. Springer Science & Bussines Media. Berlin.
Betaria, S. (2012). Pengembangan Sensor Spektrofotometri Untuk Penentuan Natrium Benzoat
didalam Minuman Soft Drink. Undergraduate Theses UNIMED. Medan.

7
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional


Bindslev-Jensen, C (1998) ABC of allergies. Food allergy. British medical journal Vol 316:1299
1302.
Brasch, J; Henseler, T; Frosch, P. (1993). Patch Test Reaction to a Preliminary Preservative
Series. Dermatosen Vol 41(2):71-76
Cahyadi, S. (2006). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara.
Jakarta.
Castellano, G; Tena, J & Torrens, F. (2012). Classification of Phenolic Compound by Chemical
Structural Indicators and its Relation to Antioxidant Properties of Posidonia Oceania (L) Delile.
MATCH Commun.Math.Comput.Chem Vol 67:231-250.
Clemmenson, O & N, Hjorth. (1982). Perioral Contact Urticaria From Sorbic and Benzoic Acid
in Salad Dressing. Contact Dermatitis Vol 8:1-6.
Coverly, J; Peters, L; Whittle, E, Basketter, D.A. (1998) Susceptibility to skin stinging, nonimmunologic contact urticaria and acute skin irritation; is there a relationship?. Contact
dermatitis Vol 38(2):9095.
Cuvelier, M.E; Richard, H & C, Berset. (1992). Comparison of the Antioxidant Activity of Some
Acid Phenols : Structure-Activity Relationship. Biochi.Biotech.Biochem Vol 56:324-325.
Feillet, F; Leonard, J.V. (1998). Alternative Pathway Therapy for Urea Cycle Disorders. Jornal of
Inherited Metabolic Desease Suppl Vol 21(1):101-111.
Feldman, R.J; Maibach, H.I. (1970). Absorption of Some Organic Compound Through the Skin
in Man. Journal of Investigative Dermatology Vol 54:399-404.
Frazier, W.C & D.C, Westhoff. (1988). Food Microbiology 4th Edition. McGraw Hill. New York.
Flood, P.F; Abrams, S.R; Muir, G.D & J.E, Rowell. (1989). Odor of the Muskox. A Preliminary
Investigation. Journal of Chemical Ecology Vol 15 : 2207-2217
Hegnauer, R. (1966). Chemotaxonomie der Pflanzen. Basel. Birkhuser Verlag.
Hegnauer, R. (1989). Chemotaxonomie der Pflanzen. Basel. Birkhuser Verlag. Pp 415-416
Gailhofer, G; Soyer, H.P; Ludvan, M. (1990). Nahrungsmittelallergien und Pseudoallergien
Mechanismen, Klinik und Diagnostik. Wiener Medizinische Wochenschrift Vol 140:227232
https://www.academia.edu/5630270/BPOM_No_36_Tahun_2013_Tentang_Batas_Maksimum_P
enggunaan_BTP_Pengawet
Kirk & Othmer, 1989.Encyclopedia of chemical technology 4th Ed. Vol 21

8
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional


Lahti, A & H.I, Maibach. (1948). An Animal Model for Non-Immunological Contact Urticaria.
Toxicology and Applied Pharmacology Vol 76:219-224.
Lahti, A; Pylvanen, V; Hannuksela, M. (1995). Immediate Irritant Reaction of Benzoic Acid are
Enhanced in Washed Skin Areas. Contact Dermatitis Vol 33: 177-182
Larmi, E; Lahti, A; Hannuksela, M. (1988). Effect of Sorbitan Sesquioleata of Nonimmunologic Immediate Contact Reactions to Benzoic Acid. Contact Dermatitis Vol 19:368-371.
Lin. H.H; Chen, J.H; Huang, C.C; Wang, C.J. (2007). Apoptotic effect of 3,4-dihydroxybenzoic
acid on human gastric carcinoma cells involving JNK/p38 MAPK signaling activation.
Int.J.Cancer Vol 120(11):2306-2316.
Maibach, H.I & H.L, Johnson. (1975). Contact Urticaria Syndrome. Archives of Dermatology
Vol 111:726-730
March, J. (1992). Advanced Organic Chemistry 4th Edition. Wiley and Sons. New York.
Marcone, M. (2012). Analytical Technique in Food Biochemistry. Dalam Simpson, B.K; Leo,
M.L; Nollet; Fidel, T; Benjakul, S; Paliyath G & Y.H, Hui. (2012). Food Biochemistry and Food
Processing 2nd Edition. John Wiley & Sins. New York.
Mahindru, S.N. (2000). Food Additives : Characteristics, Detection and Estimation. Mc-Graw
Hill. New Delhi.
M. Jones and S.A. Fleming in "Organic Chemistry", Norton, 4th ed., 2010, Chapter 6, p. 227230,Chapter 16, p. 797-802; Chapter 17 p. 840
Natella, F; Nardini, M; Felice, M.D & C. Scaccini. (1999). Benzoic and Cinnamic Acid
Derivative as Antioxidant : Structure-Activity Relation. J.Agric.Food.Chem Vol 47:1453-1459.
Rahman, M.S. (2007). Handbook of Food Preservation 2nd Edition. CRC Press. New York.
Rasmussen LEL, Hess DL, Haight JD (1990) Chemical analysis of temporal gland secretions
collected from an Asian bull elephant during a four-month musth episode. Journal of chemical
ecology, 16(7):21672181.
Ring J (1989) Arzneimittelunvertrglichkeit durch pseudoallergische Reaktionen. Wiener
Medizinische Wochenschrift Vol 139:130134.
Sroka, Z. (2005). Antioxidative and Antiradical Properties of Plant Phenolic. Z.Naturforsch Vol
60:833-843.
Srour, R. (1989). Benzoid Acid : Aromatic Intermediate and Derivatives. Paris.

9
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Senyawa Benzoat : Sifat, Karakteristik dan Fungsional


US FDA. (1972a). GRAS (Generally Recognized as Safe) Food Ingredient : Benzoic Acid and
Sodium Benzoate. US Food and Drug Administration. USA.
WHO. (1996). Toxicological Evaluation of Certain Food Additives. World Health Organization.
USA.
WHO. (2000). Benzoic Acid and Sodium Benzoate. World Healt Organization. USA.
Wiley HM, Bigelow WD (1908) Influence of benzoic acid and benzoates on digestion and
health. Bulletin 84, Part IV. Bureau of Chemistry, US Department of Agriculture [cited in US
FDA, 1972a].
Zentimer, S. (2007). Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Lama Penyimpanan Terhadap
Mutu Minuman Sari Buah Sirsak (Annona muricata L) Berkarbonasi. Departemen Teknologi
Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.

10
Yeremia Adi Wijaya 2013 Food-Chem Studio

Anda mungkin juga menyukai