PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kolelithiasis adalah penyakit batu empedu yang ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledukus. Kolelitiasis saat ini menjadi
masalah kesehatan masyarakat karena frekuensi kejadiaannya yang tinggi
yang menyebabkan beban finasial maupun beban sosial bagi masyarakat. Saat
ini di indonesia belum ada data pasti angka kejadian penykit ini. Di inggris
lebih dari 40.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahun sedangkan di Amerika
dilakukan kolesistektomi lebih dari 500.000 setiap tahunnya.1,2
Berdasarkan komposisinya, batu empedu dibedakan atas batu kolesterol
dan batu pigmen. Batu pigmen dibedakan lagi atas batu pigmen hitam dan
batu pigmen coklat. Batu kolesterol adalah jenis batu empedu yang paling
banyak ditemukan, sekitar 80% batu empedu di negara maju. Batu ini
terutama mengandung kolesterol dalam bentuk kristal kolesterol monohidrat,
serta garam kalsium,pigmen empedu, protein dan asam lemak. Batu pigmen
hitam terutama mengandung calcium bilirubinate, serta sejumlah kecil
kompleks kalsium fosfat dengan glikoprotein mucin.Sedangkan batu pigmen
coklat mengandung calcium palmitat, calsium bilirubinat,dan kolesterol.1,2,3
Walaupun batu empedu dapat terjadi dimana saja di saluran empedu,
namun batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Jika batu empedu
tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan pengobatan.
Meski demikian, banyak juga kasus batu empedu yang membutuhkan tindkan
operasi yan disebut kolesistektomi. Saat ini operasi telah biasa dilakukan
dengan laparoskopi atau bedah minimal. Karena hanya dengan sayatan kecil,
proses pemulihan pasca operasi lebih cepat. Bedah minimal juga
menimbulkan nyeri yang lebih ringan dan komplikasi lebih tingan, tidak
seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan kandung empedu di
angkat. Walaupun organ ini dibuang, seseorang bisa saja menjalankan
kehidupannya dengan normal dan tetap produktif karena sebetulnya kandung
empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam duktuskoledukus atau pada
keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama
batu kolesterol,
Anatomi
Kandung empedu berebentuk bulat lonjong seperti buah alpukat
dengan panajng sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu, terletak dalam
suatu fosa yang mnegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.
Bagian ekstrahepatik dari kandung empedu ditutupi oleh peritoneum.
Kandung mepedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum.
Fundus berbentuk bulat, umunya menonjol sedikit keluat tepi hati,
dibawah lengkung iga kanan, ditepi lateral otot rektus abdominis. Korpus
adalah bagian terbesar dari kandung empedu, sebagian besar korpus
menempel dan tertanam dalam jaringan hati. Kolum adalah bagian sempit
dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika.
Apabila kandung epedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu,
bagian infundibulum menonjol sperti kantong kantong Hartmann). 4,6
3
menembus
jaringan
pankreas
dan
dinding
abdomen,
seperti perdarahn dan cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.
6
Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu,
normalnya antara 600-1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan
sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk
sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan
5
kandung
empedu
dipengaruhi
oleh
hormon
Epidemiologi
Kejadian batu empedu di negara negara industri antara 10 15
%. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang,
dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya
terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut Healthy
Lifestyle Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51
pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada
27% pasien ( menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM
Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis.
Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu
empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk),
Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko
mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita
dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti
bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita
diabetes mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami
komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak anak pun
bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.8,9
Faktor resiko lain kolesistitis yakni kolelitiasis meningkat
prevalensinya pada orang Skandinavia, Indian Pima, dan Hispanik, namun
menurun dan jarang pada individu yang berasal dari sub-sahara Afrika dan
Asia. Di Amerika Serikat, penduduk kulit putih lebih sering terkena
kolesistitis daripada penduduk kulit hitam.2,3
Pada sekitar 12-15% pasien dengan kolelitiasis akan terjadi migrasi
batu ke saluran empedu (CBD) yang disebut batu sekunder. Batu primer
yang terdapat pada saluran empedu CBD, biasanya batu pigmen, yang
7
Patofisiologi
pelarutan
senyawa-senyawa
ini
tergantung
dalam
pembentukan
batu
pigmen.
Sirosis
juga
akan
Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan
10
aliran
empedu
secara
parsial
atau
komplet
sehingga
Manifestasi klinis6
2.7.1 Gejala
1. Nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas, atau prekordium. Rasa
nyeri lain adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15
11
Pemeriksaan penunjang
2.8.1
Pemeriksaan Laboratorium
Batu
kandung
empedu
yang
asimtomatik
umumnya
tidak
Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung empedu
berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak
12
dikuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar,
flexura hepatica.6
Ultrasonografi6,12
Pemeriksaan
ini
merupakan
metode
noninvasif
yang
sangat
Kolesistografi6
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubin serum diatas2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis
karena pada keaadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Penilaian kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.
14
CT scan6
Tidak lebih unggul dari ultrasonografi untuk mendiagnsis
kandung empedu. CT-Scan lebig berguna untuk membantu diagnosis
keganasan pada andung empedu, dengan ketepatan sekitar 70-90%.
Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.
2.10
Diagnosis Banding12
-
Pankreatitis akut
Penatalaksanaan5,6
1.
2.
3.
4.
Endoskopik.
a. Dapat dengan cara sfingterotomi sfingter Oddi di papila Veter, yang
memungkinkan batu kluar secara spontan atau mealalui kateter
Fogatty atau kateter basket.
b. Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi
tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut
serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus
biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%.
Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih
baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam
10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
2.11
Komplikasi6
Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik dan ileus
batu.
17
18