Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kolelithiasis adalah penyakit batu empedu yang ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledukus. Kolelitiasis saat ini menjadi
masalah kesehatan masyarakat karena frekuensi kejadiaannya yang tinggi
yang menyebabkan beban finasial maupun beban sosial bagi masyarakat. Saat
ini di indonesia belum ada data pasti angka kejadian penykit ini. Di inggris
lebih dari 40.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahun sedangkan di Amerika
dilakukan kolesistektomi lebih dari 500.000 setiap tahunnya.1,2
Berdasarkan komposisinya, batu empedu dibedakan atas batu kolesterol
dan batu pigmen. Batu pigmen dibedakan lagi atas batu pigmen hitam dan
batu pigmen coklat. Batu kolesterol adalah jenis batu empedu yang paling
banyak ditemukan, sekitar 80% batu empedu di negara maju. Batu ini
terutama mengandung kolesterol dalam bentuk kristal kolesterol monohidrat,
serta garam kalsium,pigmen empedu, protein dan asam lemak. Batu pigmen
hitam terutama mengandung calcium bilirubinate, serta sejumlah kecil
kompleks kalsium fosfat dengan glikoprotein mucin.Sedangkan batu pigmen
coklat mengandung calcium palmitat, calsium bilirubinat,dan kolesterol.1,2,3
Walaupun batu empedu dapat terjadi dimana saja di saluran empedu,
namun batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Jika batu empedu
tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan pengobatan.
Meski demikian, banyak juga kasus batu empedu yang membutuhkan tindkan
operasi yan disebut kolesistektomi. Saat ini operasi telah biasa dilakukan
dengan laparoskopi atau bedah minimal. Karena hanya dengan sayatan kecil,
proses pemulihan pasca operasi lebih cepat. Bedah minimal juga
menimbulkan nyeri yang lebih ringan dan komplikasi lebih tingan, tidak
seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan kandung empedu di
angkat. Walaupun organ ini dibuang, seseorang bisa saja menjalankan
kehidupannya dengan normal dan tetap produktif karena sebetulnya kandung
empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani
1

pengangkatan kandung empdu, pasein sebaiknya memperhatiakan pola makan


yaitu, memebatasi asupan makanan berlemak dan berminyak.4,5
1.2 Batasan masalah
Laporan kasus ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan komplikasi dari
kolelitiasis.
1.3 Tujuan penulisan
Laporan kasus ini bertujun untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang kolelitiasis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam duktuskoledukus atau pada
keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama

batu kolesterol,

terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). Kalau batu


kandung empedu ini berpindah ke dalam saluran empedu estrahepatik,
disebut batu empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder.6
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung
empedu, tetapi ada juga yang terbentuk prier di dlam saluran empedu
ekstrahepatik amaupun intrahepatk. Batu primer saluran empedu, harus
memenuhi kriteria sebagai berikut : ada masa asimptomatik setelah
kolisitektomi, morfologi cocok sebagai batu empedu primer, tidak ada
striktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang
panjang. Morfologi batu primer saluran empedu antara lain bentuknya
ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur atau tanah, dan warnanya coklat muda
sampai coklat gelap.6
2.2

Anatomi
Kandung empedu berebentuk bulat lonjong seperti buah alpukat
dengan panajng sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu, terletak dalam
suatu fosa yang mnegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.
Bagian ekstrahepatik dari kandung empedu ditutupi oleh peritoneum.
Kandung mepedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum.
Fundus berbentuk bulat, umunya menonjol sedikit keluat tepi hati,
dibawah lengkung iga kanan, ditepi lateral otot rektus abdominis. Korpus
adalah bagian terbesar dari kandung empedu, sebagian besar korpus
menempel dan tertanam dalam jaringan hati. Kolum adalah bagian sempit
dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika.
Apabila kandung epedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu,
bagian infundibulum menonjol sperti kantong kantong Hartmann). 4,6
3

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri kistika,


yang merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari arteri
kistika bervariasi. Drainase vena dari kandung empedu bervariasi,
biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk
secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus desepanjang vena
porta. Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri
hepatika. Sensasi nyeri diperantarai oleh saraf viseral , simpatis.
Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui
cabang vagus dan ganglion seliaka.4
Duktus sistiks panjangnya 1-2 cm dengan diameternya 2-3 mm.
Dinding lumenya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup
heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam
kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.6
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum
hepatodeudenale yang batas atanya prta hepatis, sedangkan batas
bawahnya distal papila veter. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik
berpangkal dari saluran paling kecil, yang disebut kanalikulus empedu,
yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke
duktus lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus hilus.6
Panajng duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara14cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung
pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledukus berjalan dibelakang
duodenum,

menembus

jaringan

pankreas

dan

dinding

abdomen,

membentuk papila vater yang terletak di sebelah medial dinding


duedenum. Ujung distalnya di kelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur
aliran empedu ke duodenum. Duktus pankreatikus umunya bermuara di
tempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papila vater, tetapi
dapat juga terpisah.6
Sering ditemukan variasi kandung empedu, saluran empedu, dan
pembuluh arteri yang mendrahi kandung empedu dan hati. Variasi ini perlu
diperhatiakan para ahli bedah untuk menghindari komplikasi pembedahan,

seperti perdarahn dan cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.
6

Gambar 1. Anatomi saluran kandung Empedu

Gambar 2. Anatomi Kandung Empedu


2.3

Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu,
normalnya antara 600-1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan
sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk
sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan
5

sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan


empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu
hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.7
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi
penting yaitu :

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi


lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain :
asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang
besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase
yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu
transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan
melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa


produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol
yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan

kandung

empedu

dipengaruhi

oleh

hormon

kolesistokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke


duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan
pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari
sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam
duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat
oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus
dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya
ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan
kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan
kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara
menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam. 7

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar


(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan
berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme
umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan.6,7
2.4

Epidemiologi
Kejadian batu empedu di negara negara industri antara 10 15
%. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang,
dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya
terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut Healthy
Lifestyle Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51
pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada
27% pasien ( menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM
Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis.
Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu
empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk),
Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko
mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita
dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti
bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita
diabetes mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami
komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak anak pun
bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.8,9
Faktor resiko lain kolesistitis yakni kolelitiasis meningkat
prevalensinya pada orang Skandinavia, Indian Pima, dan Hispanik, namun
menurun dan jarang pada individu yang berasal dari sub-sahara Afrika dan
Asia. Di Amerika Serikat, penduduk kulit putih lebih sering terkena
kolesistitis daripada penduduk kulit hitam.2,3
Pada sekitar 12-15% pasien dengan kolelitiasis akan terjadi migrasi
batu ke saluran empedu (CBD) yang disebut batu sekunder. Batu primer
yang terdapat pada saluran empedu CBD, biasanya batu pigmen, yang
7

terjadi pada pasien-pasien dengan, Infeksi kronis atau berulang pada


saluran hepatobilier, atau juga dapat disebabkan oleh oleh parasite.2,12
Frekuensi kejadian batu pada CBD (koledokolitiasis) meningkat
sesuai bertambahnya umur. Sekitar 25% pasien usia lanjut yang
mengalami kolesistektomi mempunyai batu pada saluran empedunya. Batu
dapat berukuran kecil ataupun besar, dan jumlahnya dapat tunggal ataupun
banyak. Pada otopsi koledokolitiasis ditemukan sekitar 12%, lebih banyak
pada wanita, dengan perbandingan 2:1.2
2.5

Patofisiologi

Batu empedu dihasilkan dari endapan dari larutan yang


terkandung dalam empedu. Larutan yang terkandung antara lain
bilirubin, kolesterol dan kalsium. Batu empedu diklasifikasikan menjadi
batu kolesterol atau batu pigmen.2
2.5.1 Batu kolesterol
Batu kolesterol murni jarang ditemukan, dan lebih sering
ditemukan campuran antara kolesterol 70%, sisanya adalah pigmen
empedu dan kalsium. Biasanya multiple, ukuran dan bentuk bervariasi,
dengan warna dari putih kekuningan sampai hijau atau hitam. Biasanya
batu ini radiolusen dan kurang dari 10% bersifat radioopak. Baik batu
kolesterol murni maupun batu campuran, yang mengawali terbentuknya
batu kolesterol disebabkan adanya supersaturasi dari empedu oleh
kolesterol. Karena itu tingkat kolesterol dalam empedu dan batu
kolesterol merupakan satu kesatuan penyakit. Kolesterol dan lipid lain
dalam cairan empedu bersifat tidak larutdalam air namun harus tetap
dijaga dalam keadaan larut air untuk mencegahpembentukan batu.
Mekanisme

pelarutan

senyawa-senyawa

ini

tergantung

dalam

pemindahan kolesterol ke bagian lipofilik dari micelles. Garam empedu


dan lesitin bersifat amfoterik dan beragregasi untuk membentuk bagian
lipofilik dari micelle yang akan membawa kolesterol sehingga garam
empedu dan lesitin ini penting untuk menjaga kolesterol tetap larut
8

dalam air. Kemampuan maksimal dari micelles untuk membawa


kolesterol disebut critical micellar concentration. Ketika konsentrasi ini
terlewati, maka kolesterol akan berpresipitasi dan beragregasi
membentuk kristal kolesterol. Jadi dapat disimpulkan, bahwa sekresi
kolesterol yang berlebihan melebihi kemampuan micelle untuk
melarutkan kolesterol, akan menyebabkan pembentukan batu empedu
ini. Beberapa senyawa lain seperti apo-AI, mukus dan beberapa protein
lain juga ikut berperan dalam pembentukan batu empedu. 2,4,5,6,13
2.5.2 Batu Pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan
berwarna gelap karena adanya kalsium bilirubinat. Batu hitam biasanya
kecil, rapuh, dan berduri. Mereka terbentuk dari supersaturasi dari
kalsium bilirubinat, karbonat dan fosfat, biasanya sekunderdari kelainan
hemolitik misalnya sferositosis herediter dan anemia sel sabit dan juga
sirosis. Seperti batu kolesterol, tersering terbentuk pada kandung
empedu. Batu ini terbanyak ditemukan di negara Asia seperti Jepang.
2,4,5,6,13

Tingkat bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih misalnya pada


anemia hemolitik, meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi, sehingga
meningkatkan

pembentukan

batu

pigmen.

Sirosis

juga

akan

meningkatkan sekresi bilirubin tak terkonjugasi. Batu coklat biasanya


kurang dari 1 cm, coklat kekuningan dan lembut. Batu ini terbentuk
terutama pada kandung empedu atau duktus biliaris, biasanya sekunder
dari infeksi bakteri yang disebabkan karena stasis empedu. Kalsium
bilirubinat yang mengedap dan sel-sel bakteri yang mati membentuk
inti dari batu. Bakteri seperti Escherichia coli mensekresi betaglucuronidase yang akan memecah bilirubin glukuronide yang akan
menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin ini akan mengendap
dengan kalsium, bersama dengan sel-sel bakteri yangmati, akan
menjadi batu coklat. Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu

masyarakat Asia dan berhubungan dengan stasis bilier karena infeksi


parasit. Pada populasi barat, batu coklat terbentuk pada duktus biliaris
secara primer pada pasien dengan striktur bilier atau batu duktus
koledokus yang menyebabkan stasis.2,4,5,6,13

Gambar 3. Batu empedu5


2.6

Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan
10

bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui


dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan
susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam
kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan
pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat
berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan
deskuamasi sel dan pembentukan mukus.7,11
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu.
Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan
pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan
pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu,
dan terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol
dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan
karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk
metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang
mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah
mengalami perkembangan batu empedu.6 Batu kandung empedu dapat
berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam
perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan
sumbatan

aliran

empedu

secara

parsial

atau

komplet

sehingga

menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus


sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu
akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.6,7,11
2.7

Manifestasi klinis6
2.7.1 Gejala
1. Nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas, atau prekordium. Rasa
nyeri lain adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15
11

menit, dankadang baru menghilang dalam beberapa jam kemudian.


Munculnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga
kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah.
2. Demam dan menggigil jika disertai kolangitis.
3. Ikterus dan urin yang berwarna gealap yang hilang timbul.
4. Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif berkepanjangan.
2.7.2 Tanda
1. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum
di daerah letak anatomi kandung empedu.
2. Tanda murphy positif apabila nyeri tekan bertambah saat pasien
menarik nafas, karena kandung empedu yang meradang tersentuh oleh
jari tangan pemeriksa dan pasien menarik nafas.
2.8

Pemeriksaan penunjang
2.8.1

Pemeriksaan Laboratorium
Batu

kandung

empedu

yang

asimtomatik

umumnya

tidak

menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi


peradangan akut dapat terjadi leukositosis, biasanya akan diikuti kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam
duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin kadar
amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan
akut.6
2.8.2
1.

Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang

khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung empedu
berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak
12

dikuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar,
flexura hepatica.6

Gambar 4. Foto Rongent pada kolelitiasis


2.

Ultrasonografi6,12
Pemeriksaan

ini

merupakan

metode

noninvasif

yang

sangat

bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis


dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 95%.
Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup lengkap
mengenai :
a. Memastikan adanya batu empedu. Akurasi pemeriksaan
mencapai 100%, secara keseluruhan angka negatif palsu
deteksi batu empedu dengan ultrasonografi adalah sekitar 5 %.
b. Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga
ukurannya.
c. Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
13

tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran


empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena
peradangan

maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara didalam


usus. Dengan ultrasonografi punktum maksimum rasa nyeri pada batu
kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Gambar 5. Hasil USG menunjukan adanya batu pada kandung empedu


3.

Kolesistografi6
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubin serum diatas2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis
karena pada keaadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Penilaian kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.

14

Gambar 6. Hasil Kolesistografi


4.

CT scan6
Tidak lebih unggul dari ultrasonografi untuk mendiagnsis
kandung empedu. CT-Scan lebig berguna untuk membantu diagnosis
keganasan pada andung empedu, dengan ketepatan sekitar 70-90%.
Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.

Gambar 7. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple


5.

ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)6


Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus
dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke
dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi
langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus
koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu
ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh
15

penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan


oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala
gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah
diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

Gambar 8. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik


(panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang)
2.9

2.10

Diagnosis Banding12
-

Penyakit refluks gastroesofageal

Pankreatitis akut

Penyakit ulkus peptikum

Penatalaksanaan5,6
1.

Disolusi batu dengan sediaan garam empedu ketolitolitik mungkin berhasil


pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan
pengobatan selama 1-2 tahun.

2.

Lisis kontak dengan kateter perkutan ke dalam kandung empedu dengan


metilbutil eter berhasil setelah beberapa jam.

3.

Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)


Litotripsi gelombang elektro syok meskipun sangat populer beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk
pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi
ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.
16

4.

Endoskopik.
a. Dapat dengan cara sfingterotomi sfingter Oddi di papila Veter, yang
memungkinkan batu kluar secara spontan atau mealalui kateter
Fogatty atau kateter basket.
b. Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi
tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut
serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus
biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%.
Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih
baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam
10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.

2.11

Komplikasi6
Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik dan ileus
batu.

17

18

Anda mungkin juga menyukai