Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prevalensi maloklusi di Indonesia mencapai 80% dan menduduki urutan
ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Penelitian tentang prevalensi
maloklusi pada remaja usia 12-14 tahun di sekolah menengah pertama di Jakarta
menyatakan 83.3% responden mengalami maloklusi. Banyaknya jumlah tersebut
disertai dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai masalah
maloklusi serta meningkatnya taraf hidup masyarakat menjadi penyebab
bertambahnya permintaan kebutuhan perawatan ortodonti. Drg. Evie Lantiur
dalam penelitiannya menyatakan bahwa 48.5% respondennya mengatakan
membutuhkan perawatan ortodonti (Ardhana, 2008).
Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya, yang
dirasakan kurang baik sehingga munggaanggu estetik dentofasial dan memngaruhi
status sosial serta fungsi pengunyahannya. Pada thap ini sebaiknya dokter gigi
mendengarkan apa yang menjadi keluhan seorang pasien dan tidak mengambil
kesimpulan pasien secara sepihak tentang apa yang menjadi keluhan pasien,
misalnya : meskipun terdapat diastema sentral rahang atas tetapi kalau pasien
merasa tidak terganggu dengan adanya diastema sentral tersebut seorang dokter
gigi tidak boleh serta merta mengatakan bahwa pasien ini membutuhkan
perawatan ortodontik karena adanya diastema sentral rahang atas (Nanda, 1997).
Untuk mengatasi maloklusi biasanya melibatkan banyak faktor dan
membutuhkan perawatan khusus dengan menggunakan alat-alat ortodontik seperti
piranti ortodonti lepasan. Pemakaian alat ini pada anak dan remaja umumnya
untuk memperbaiki maloklusi kelas 1 ringan (Soemantri, 2008)
B. Rumusan Masalah
Apakah piranti ortodonti lepasan dapat memperbaiki maloklusi kelas 1.
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apakah piranti ortodonti lepasan dapat memperbaiki
maloklusi kelas 1.

Anda mungkin juga menyukai