Anda di halaman 1dari 30

2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya sehinggga dapat menyelesaikan responsi yang berjudul Infeksi
Saluran Kemih.
Tugas responsi ini diberikan sebagai syarat kepanitraan klinik Ilmu Bedah.
Responsi ini juga dibuat dengan tujuan agar para dokter muda yang membaca responsi
ini dapat menambah pengetahuannya tentang infeksi saluran kemih melalui informasi
dan responsi yang disajikan, sehingga lebih mudah untuk mengetahui bagaimana
mendiagnosa serta memberi penatalaksanaan yang tepat kepada pasien.
Kami menyadari bahwa responsi ini masih jauh dari sempurna. Sesungguhnya
tak ada gading yang tak pernah retak . Oleh karena itu kami dengan senang hati akan
menerima segala bentuk kritikan yang bersifat membangun dan saran-saran yang
akhirnya dapat meningkatkan manfaat yang dapat diperoleh dari responsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberi petunjuk dan bimbinganNya
kepada kita semua.

Surabaya, Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
1.1. Latar Belakang..........................................................................................4
BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................... 6
2.1. Definisi .................................................................................................... 6
2.2. Anatomi Fisiologi...................................................................................... 6
2.3 Epidemiologi ............................................................................................. 8
2.4 Etiologi ...................................................................................................... 8
2.5 Klasifikasi ..................................................................................................10
2.6 Patogenesis.................................................................................................11
2.7 Patofisiologi................................................................................................13
2.8 Gejala klinis ...............................................................................................13
2.9 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis......................................................15
2.9.1. Laboratorium......................................................................................16
2.9.1.4. Urinalisis....................................................................................16
2.9.1.3. Tes Kimiawi...............................................................................15
2.9.1.2. Bakteriologis..............................................................................17
2.9.1.1. Tes Plat-Celup (drip-slide).........................................................18
2.9.2. Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya................................18
2.10 Penatalaksanaan........................................................................................18
2.11 Komplikasi................................................................................................25
2.12 Prognosis .......25
BAB III KESIMPULAN................................................................................26
3.1. Kesimpulan................................................................................................26
BAB IV KASUS................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ..32

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin
meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40 60 tahun mempunyai angka
prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai
angka prevalensi ISK sebesar 20%. Infeksi saluran kemih dapat mengenal baik laki-laki
maupun wanita dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia.
Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering daripada pria dengan
angka populasi umum kurang lebih 5-15%.
Untuk menyatakan adanya ISK, harus ditemukan adanya bakteri dalam urin.
Bakteriuria yang disertai dengan gejala saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis.
Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria
positif pada pasien asimptomatis bila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel
urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih
rendah.
Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa
urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih kurang efektif
, mobilitas menurun, pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik, sistem imunitas
menurun. Baik seluler maupun humoral, adanya hambatan pada aliran urin,hilangnya
efek bakterisid dari sekresi prostat.
Infeksi saluran kemih terjadi adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.
Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin melalui biakan
atau kultur (Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) dengan jumlah signifikan (Prodjosudjadi,

5
2003). Tingkat signifikansi jumlah bakteri dalam urin lebih besar dari 100/ml urin. Agen
penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus sp., Klebsiella sp.,
Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah Eschericia coli
(Coyle & Prince, 2005). Penggunaan kateter terkait dengan kemungkinan lebih dari satu
jenis bakteri penginfeksi.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Tessy dkk, 2001). ISK
adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin.
Bakteriuria bermakna

(significant bakteriuria): Bakteriuria bermakna menunjukkan

pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 10 5 colony forming units (cfu/ml)
pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK
dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bakteriuria). Sebaliknya bakteriuria
bermakna disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria simptomatik.
Banyak faktor yang menyebabkan negatif palsu pada pasien dengan presentasi
klinis ISK (Enday Sukandar, 2007).
a. Pasien telah mendapat terapi antimikroba
b. Terapi diuretika
c. Minum banyak
d. Waktu pengambilan sampel tidak tepat
e. Peranan bakteriofag
2.2 Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya
membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua
ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang
berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari
kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih.

Gambar 2.1 anatomi sistem urinaria

Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1
juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu
ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari
curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada
bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira
sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen.
Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal
berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu
tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah
bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada
dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan
dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara
masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi
kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya
kemih ke dalam ureter.

8
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak
di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin
teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini
membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya,
seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara
uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem
reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak
hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari
kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior
vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah
involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau
penyakit saraf.
2.3 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan di praktik umum, walaupun pelbagai antibiotika sudah tersedia luas di
pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK seumur hidupnya (Sukandar, 2007).
2.4 Etiologi
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya
menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut,
ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh Proteus
sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan Pseudomonas sp.,Bermacam-macam mikro
organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut:

9
Tabel 1. Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK
No.

Mikroorganisme

Persentase biakan (%)

1.

Escherichia coli

50-90

2.

Klebsiela

10-40

sp. atau Enterobacter sp.


3.

Proteus sp.

5-10

4.

Pseudomonas aeroginosa

2-10

5.

Staphylococcus epidermidis

2-10

6.

Enterococci sp.

2-10

7.

Candida albicans

1-2

8.

Staphylococcus aureus

1-2

Jenis penyebab ISK non-bakterial adalah biasanya adenovirus yang dapat


menyebabkan sistitis hemoragik. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara
hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, dan Mycobacterium tuberculosa .
Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama
pada

pasien-pasien

yang

menggunakan

kateter

urin,

pasien

dengan

penyakit imunnocompromised, dan pasien yang mendapat pengobatan antibiotik


berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida
albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih
secara hematogen .
Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu :
1. Bendungan aliran urin, terdiri atas :
a. Anomali kongenital
b. Batu saluran kemih
c. Oklusi ureter (sebagian atau total)
2. Refluks vesikoureter
3. Urin sisa dalam buli-buli karena :

10
a. Neurogenic bladder
b. Striktura uretra
4.Hygienitas
5. Instrumentasi
a. Kateter
b. Dilatasi uretra
c. Sitoskopi (Anonim, 2010).
2.5 Klasifikasi
Infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu:
a. Infeksi saluran kemih atas
1. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan
oleh infeksi bakteri.
2. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang
spesifik.
b. Infeksi saluran kemih bawah
1. Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria
bermakna.
2. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (Sukandar , 2007).
2.6 Patogenesis
Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi simtomatik dengan presentasi klinis
ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri(host) (Sukandar, 2007).

11
Peranan Patogenisitas Bakteri
Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga berkait dengan
etiologi ISK. Penelitian melaporkan lebih daripada 170 serotipe O (antigen) E.coli yang
patogen. Patogenisitas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari
lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotipe dari 170 srotipeO/E.coli yang terhasil diisolasi
rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence
determinalis. Bakteri patogen dari urin

dapat menyebabkan presentasi klinis ISK

tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor
virulensi, dan variasi fase faktor virulensi (Sukandar E, 2007).
Peranan bakterial attachment of mukosa
Penelitian membuktikan bahwa fimbriae (proteinaceous hair-like projection from
the bacterial surface), merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai
kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya
P.fimbriae terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih
atas dan bawah Fimbriae dari strain E.coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar
(Sukandar E, 2007).
Peranan Faktor Virulensi Lain
Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa
toksin seperti haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1), dan iron uptake
system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -haemolisin terikat pada kromosom
dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen
plasmio.
Faktor Virulensi Variasi Fase

12
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan
peranan beberapa penentu virulensi bervariasi antara individu dan lokasi saluran kemih.
Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandungan kemih dan ginjal
(Sukandar E, 2007).
Peranan faktor Tuan Rumah (host)
Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih
merupakan faktor resiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih.
Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh bila sudah terdapat kelainan struktural
anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi
saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses clearance normal dan sangat peka
terhadap infeksi. Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal , diikuti refluks
MO dari kandung kemih ke ginjal. Endotoksin dapat menghambat peristaltik ureter.
Refleks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila dapat terapi antibiotika
(Sukandar E, 2007).
Status Imunologi Pasien (host response)
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status seketor
mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat
terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan
dengan fenotipe golongan darah Lewis. Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok
pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok
antigen darah non-sekretorik dibandingkan kelompok sekretorik (Sukandar E, 2007).
2.7 Patofisiologi

13
Pada individu normal, urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi
kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenis
fastidious gram-positif dan gram negatif. Hampir semua ISK disebabkan invasi
mikroorganisme asending dari uretra ke kandung kemih.

Gambar 2.2 Patofisiologi ISK

Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses
ini dipermudah refleks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat
jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjutan dari bakteriemia. Ginjal diduga
merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemia atau endokarditis akibat
stafilokokus aureus. Kelainan ginjal terkait dengan endokarditis dikenal dengan Nephritis
Lohlein. Beberapa peneliti melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut
invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negatif (Sukandar E, 2007).
2.8 Gejala Klinis
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
2. Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
3. Hematuria
4. Nyeri punggung dapat terjadi

14
Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
5. Demam
6. Menggigil
7. Nyeri panggul dan pinggang
8. Nyeri ketika berkemih
9. Malaise
10. Pusing
11. Mual dan muntah (Suwitra K, 2007)
Presentasi klinis ISK bawah:
a) Sistitis - Adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria
bermakna.

Presentasi klinis sistitis adalah seperti sakit suprapubik, polakisuria,

nokturia, disuria, dan stranguria.


b) SUA - Sindroma uretra akut adalah presentasi klinis sisititis tanpa ditemukan
mikroorganisme(steril), sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini
SUA disebabkan MO anaerobik. Presentasi klinisnya adalah piuria, disuria, sering
kencing, leukosituria.
Presentasi klinis ISK atas:
a) PNA - Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan
infeksi bakteri. Presentasi klinisnya adalah seperti panas tinggi (39.5-40.5),
disertai menggigil dan sakit pinggang. Sering didahului sistitis.
b) PNK - Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjutan dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
vesikoureter refleks dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal (Sukandar E, 2007) .
2.9 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

15
2.9.1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan
diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain :
2.9.1.1. Urinalisis
Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi
tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki
dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen
yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang dipergunakan
adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat
dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam
pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat
kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus dibantu dengan alat
USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica urinaria (Drdjebrut's Blog,
2009).
Pada urinalisis, yang dinilai adalah sebagai berikut:
a. Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi
berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih
dan infeksi saluran kemih.
b. Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila
ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara
dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi
saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter
urin atau > 10.000 per ml urin .

16
Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan :
1. infeksi tuberkulosis;
2. urin terkontaminasi dengan antiseptik;
3. urin terkontaminasi dengan leukosit vagina;
4. nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik);
5. nefrolitiasis;
6. tumor uroepitelial
c. Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain:
1. silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis
ginjal;
2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis;
3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada
gromerulonefritis akut;
4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan
bersamaan dengan proteinuria nefrotik.
d. Kristal
Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal.
e. Bakteri
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi
saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.

17
2.9.1.2. Bakteriologis
a. Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa
diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri
lapangan pandang minyak emersi.
b. Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan
diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:
Tabel 3. Kriteria untuk diagnosis bakteriuria bermakna
Pengambilan spesimen

Jumlah koloni bakteri per ml urin

Aspirasi supra pubik

> 100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme


patogen

Kateter

> 20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen

Urine bag atau urin porsi tengah


> 100.000 cfu/ml
Dalam penelitian Zorc et al. menyatakan bahwa ISK pada anak-anak sudah dapat
ditegakkan bila ditemukan bakteri lebih besar dari 10.000 cfu per ml urin yang
diambil melalui kateter. Namun, Hoberman et al.menyatakan bahwa ditemukannya
jumlah koloni bakteri antara 10.000 hingga 49.000 cfu per ml urin masih diragukan,
karena kemungkinan terjadi kontaminasi dari luar, sehingga masih diperlukan biakan
ulang, terutama bila anak belum diobati atau tidak menunjukkan adanya gejala ISK.
2.9.1.3. Tes Kimiawi
Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya
yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian
besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat.

18
2.9.1.4. Tes Plat Celup (Dip-Slide)
Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik
bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus.
Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin.
Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat
penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan
jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang
terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni
antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah
dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan
kepekaannya tidak dapat diketahui .
2.9.2. Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau
kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat
berupa foto polos abdomen, pielografi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan
lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan.
2.10 Penatalaksanaan
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi, namun
bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan antibiotika. Antibiotika yang
diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes kepekaan antibiotika.
Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi tinggi ke
dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan untuk
mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran kemih.
Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain:
- pengobatan dosis tunggal

19
- pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
- pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
- pengobatan profilaksis dosis rendah
- pengobatan supresif
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :
1. eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai, dan
2. mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,
mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko
kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif,
murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karena itu, pola pengobatan ISK
harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor
penyerta lainnya (Naber KG, 2001).
Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh bentuk resistensi lokal suatu daerah.
Amoksisilin secara tradisional merupakan antibiotik lini pertama untuk ISK pada anakanak. Namun, peningkatan angka resistensi E.coli terhadap antibiotik ini menjadikan
angka kegagalan kesembuhan ISK yang diterapi dengan antibiotik ini menjadi tinggi3.
Uji sensitivitas antibiotik menjadi pilihan utama dalam penentuan antibiotik yang
dipergunakan. Antibiotik yang sering dipergunakan untuk terapi ISK, yaitu:
1. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri penyebab ISK
resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat diberikan pada ISK dengan
bakteri yang sensitif terhadapnya.
2. Kloramfenikol 50 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4, sedangkan untuk
bayi premature adalah 25 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4.

20
3. Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2 dosis.
Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan cotrimoxazole. Penelitian
menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan dengan
cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin.
4. Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin 1-2 gr dalam dosis tunggal atau dosis
terbagi (2 kali sehari) untuk infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) sehari.
Cephalexin kira-kira sama efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan
memiliki spectrum luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal usus atau
menyebabkan berkembangnya jamur (Candida sp.) pada anak perempuan.
Obat-obatan seperti Asam nalidiksat atau Nitrofurantoin tidak digunakan pada
anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK. Selain itu
nitrofurantoin juga lebih mahal dari Cotrimoxazole dan memiliki efek samping seperti
mual dan muntah. Fluoroquinolon yang sering dipergunakan pada pasien dewasa tidak
pernah dipergunakan pada anak-anak karena mengganggu perkembangan pada sistem
muskuloskeletal dan sendi .
Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya masih menjadi kontroversi. Pada
pasien dewasa, pemberian antibiotik selama 1-3 hari telah menunjukkan perbaikan
berarti, namun dari berbagai penelitian, lamanya antibiotik diberikan pada anak adalah
sebaiknya 7-14 hari.
Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin harus
kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan umumnya
tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur sebelumnya sensitif
terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri terhadap antibiotik yang
diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi sebelumnya, maka kultur ulang
dilakukan setelah 2 hari pengobatan.

21
Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan diberikan pada anak penderita ISK. Dalam
penelitiannya, Conway et

al.menyatakan bahwa pemberian antibiotik profilaksis

berkaitan erat dengan meningkatnya risiko terjadinya resistensi dan tidak adanya
pengurangan dalam risiko terjadinya ISK berulang maupun renal scarring. Pada anak
penderita refluks vesiko-urinaria, antibiotik profilaksis tidak memberikan efek berarti
dalam pengurangan risiko terjadinya ISK berulang, sehingga pemberian antibiotik
profilaksis tidaklah diperlukan.
Sulfonamide
Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif. Secara
struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA). Biasanya diberikan per oral,
dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi di hati dan di ekskresi di
ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih dan bisa terjadi
resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan produksi PABA berlebihan.
Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash, fotosensitivitas),
gangguan

pencernaan

(nausea,vomiting,

diare), Hematotoxicity (granulositopenia,

(thrombositopenia, aplastik anemia) dan lain-lain. Mempunyai 3 jenis berdasarkan waktu


paruhnya :
- Short acting
- Intermediate acting
- Long acting
Trimethoprim
Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat
enzim dihydrofolate reductase yang mencegah pembentukan tetrahydro dalam bentuk
aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan baik dari
usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram negatif kecuali Pseudomonas

22
spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih. Trimethoprim dapat
diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi saluran kemih akut
Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia.
Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):
Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat,
mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati infeksi
pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan
oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Karena Trimethoprim lebih
bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim memiliki
volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole. Dua tablet
ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg) yang diberikan setiap
12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih bagian atas atau bawah.
Dua tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama infeksi saluran
kemih yang kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali seminggu untuk berbulanbulan sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang pada beberapa
wanita.
Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan
demam, kemerahan, leukopenia dan diare.
Fluoroquinolones
Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat
topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah
relaksasi supercoiled
normal. Fluoroquinolon

DNA yang

diperlukan dalam transkripsi dan replikasi

menghambat

bakteri

batang

gram

negatif

termasukenterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral,


Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan

23
tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon terutama
diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada
insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.
Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare.
Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak
diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun.
Norfloxacin
Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik
untuk infeksi saluran kemih.
Ciprofloxacin
Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus
dalam

melawan

bakteri

gram

negatif

dan

juga

melawan gonococcus,

mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae.


Levofloxacin
Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan
generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.
Nitrofurantoin
Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram
negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di
metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja
antibakteri sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk
infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7
hari setelah makan.

24
Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama.
Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase.
Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal
Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam eliminasi berbagai obat
sehingga gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan
eliminasi dan mempermudah terjadinya akumulasi dan intoksikasi obat.
Faktor penting dalam pemberian obat dengan kelainan fungsi ginjal adalah
menentukan dosis obat agar dosis terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek
toksik. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu
sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi
pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat mudah terdialisis,
sehingga diperlukan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik. Gagal
ginjal akan menurunkan absorpsi dan menganggu kerja obat yang diberikan secara oral
oleh karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan pH lambung,
berkurangnya absorpsi usus dan gangguan metabolisme di hati. Untuk mengatasi hal ini
dapat dilakukan berbagai upaya antara lain dengan mengganti cara pemberian,
memberikan obat yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian
bersama dengan obat yang menggangu absorpsi dan motilitas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat pada kelainan fungsi
ginjal adalah :
- penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat
-

pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, Amphotericine B,

Siklosporin.

25
Pada pasien ISK yang terinfeksi bakteri gram negatif Escherichia coli dengan
kelainan fungsi ginjal adalah dengan mencari antibiotik yang tidak dimetabolisme di
ginjal.

Beberapa

jurnal

dan text

book dikatakan

penggunaan Trimethoprim

Sulfamethoxazole (TMP-SMX) mempunyai resiko yang paling kecil dalam hal


gangguan fungsi ginjal. Hanya saja penggunaanya memerlukan dosis yang lebih kecil
dan waktu yang lebih lama. Pada pasien dengan creatine clearance 15 hingga 30
ml/menit, dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis Trimethoprim 80 mg +
Sulfamethoxazole 400 mg yang diberikan tiap 12 jam. Cara pemberiannya dapat
dilakukan secara oral maupun intravena.
Penghitungan creatine clearance: TKK = (140 umur) x berat badan
72 x kreatinin serum
2.11 Komplikasi
1. ISK sederhana.
- ISK akut tipe sederhana(sistitis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan hamil
merupakan penyakit ringan dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama.
2. ISK tipe Berkomplikasi
- ISK selama kehamilan. ISK selama kehamilan dari umur kehamilan.
- ISK pada diabetes melitus. Penelitian epidemiologi klins melaporkan bakteriuria
dan ISK lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM
((Sukandar E, 2007).
2.12 Prognosis
Prognosa Infeksi Saluran Kemih (ISK) menjadi lebih baik dan member pelung
yang lebih cerah kepada pasien bila faktor pencetus dan penyebab yang menyumbang
kepada terjadinya ISK dapat diatasi (Sukandar E, 2007).

26
BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang menunjukan kebereadaan
mikrorganisme dalam urin. ISK tergantung banyak factor seperti usia, gender,
prevalensi, bakteriuria dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur
saluran kemih termasuk ginjal. Sehingga kini penyakit ini tidak mencapai tahap yang
kronik karena ISK masih dapat diobati dengan pengobatan yang tepat.

27
BAB IV
KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Alamat
5. Agama
6. Suku
7. Pendidikan
8. Pekerjaan
9. No. register
10. Tanggal Pemeriksaan

: Ny sustiani
: 47 tahun
: Perempuan
: ploso Timur
: Islam
: Jawa
: SMA
: Ibu Rumah Tangga
: 456363
: 10 Juni 2016

B. ANAMNESA (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama : Nyeri saat kencing
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien dating ke Poli Urologi dengan keluhan nyeri saat kencing sejak satu
minggu sebelumnya, nyeri dirasakan di setiap buang air kecil, saat buang air kecil
tidak harus menunggu atau terpotong-potong. Pasien juga mengluhkan panas
didaerah kemaluan saat kencing. Panas badan (+) tapi tidak terlalu panas, hanya
sering meriang. Mual-muntah (-), nyeri pinggang (-),
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
- Hipertensi : disangkal
- DM
: disangkal
- Riwayat sakit seperti ini sebelumnya tidak pernah
4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
- Tidak ada yang sakit seperti ini
5. Riwayat Alergi: disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
I.
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
GCS : 456
Vital Sign :
Tensi (T)
: 110/80 mmHg
Nadi (N)
: 72 x/menit; regular; isi cukup
Pernafasan (RR) : 20 x/menit
Suhu badan (t)
: 37,60 C
BB
: 48 kg
TB
: 156 cm

28

II.

Gizi
: Cukup
Pemeriksaan Fisik
K/L
: A/I/C/D -/-/-/Thorax
: Pulmo
I: normochest, simetris, retraksi (-)
P: pergerakan dinding dada simetris
P: sonor/sonor
A: vesicular/vesicular, ronkhi -/-, wheezing-/Cor
I: IC tidak tampak
P: IC tidak kuat angkat
P: Batas jantung normal
A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I: Flat, simetris
P: Supel, NT (-), Hepar/Lien : tak teraba (dbn)
P: Timpani
A: BU (+) Normal
Ekstrimitas : Akral: hangat, kering, merah
Edema
-

III. Status Urologi


Region flank
:
- flank mass : - nyeri tekan : - nyeri ketok : VU
: nyeri tekan (+)
GE
: tidak dievaluasi
RT
: tidak dievaluasi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap:

Hb
: 15,1 g/dl

Leukosit
: 14.270/mm3

Trombosit
: 235.000/mm3

Hematokrit
: 45,0 %
Urine Lengkap:

Blood
: (+3)

Bilirubin
:
Urobili
:
Keton
:
Glukosa
:
Protein
: (+2)

Nitrit
:+

PH
: 6,5

SG
: 1015

Erytrosit
: 39-40

Lekositi
: 4-5

+
+

+
+

29

Epitel
Cyst
Cryst
Bakteri
Jamur

E. ASSESMENT
Dignosa Kerja
Diagnosa primer
Diagnosa sekunder
Diagnosa Komplikasi

: 5-6
:::+
:: ISK
: ISK
::-

F. PLANNING
a. Diagnosis
:b. Terapi
Paracetamol tab 3x 500mg
Amoxicillin tab 3x 500mg
c.Monitoring
- Keluhan pasien.
d. Edukasi
- Memberitahu pasien dan keluarga pasien tentang keadaan pasien, dan
penyakit yang diderita.
- Memberitahu terapi yang diberikan kepada pasien.
- Memberitahu tentang prognosis dan kemungkinan terjadinya gejala-gejala
sisa pada pasien.
- Memberitahu agar menjaga higienitas pasien terutama bagian organ intim..
G. PROGNOSIS
Dubia et Bonam

30
DAFTAR PUSTAKA
Enday Sukandar, 2007. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. In: Aru W.Sudoyo,
Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta, Indonesia: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, 553-557.
Kayser et al, 2005. Medical MIcrobiology, 15th ed, Thieme, Norwalk, Connecticut/San
Mateo California, 7-20.
Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H, Lobel B (ed). European
Association of Urology : Guidelines on Urinary and Male Genital Tract Infections. 2001, 1129

Anda mungkin juga menyukai