LAPORAN KASUS
I.
II.
Identitas pasien
Nama
Jenis kelamin
Usia
Agama
Satatus pernikahan
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk RS
Tanggal pemeriksaan
Ruang perawatan
: Tn . B
: Laki-laki
: 45 tahun
: Islam
: Menikah
: Pegawai swasta
: Jurumundi Baru, Tangerang
: 11 Juni 2016
: 17 Juni 2016
: Ruang Cendana 2
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
Tanda-tanda vital
:
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Pernafasan
: 20 x/menit
Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 36,4 oC
Status generalis
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Thoraks :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inpeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Status neurologis
GCS: E4 M6 V5 = 15
Tanda rangsang meningeal
kanan
Kaku kuduk
Brudzinky 1
Laseque
Kernig
Brudzinsky 2
Kiri
-
Saraf kranial
Kanan
N.I
N.II
Visus
Lapang pandang
Warna
Refleks cahaya langsung
tak langsung
Funduskopi
N.III, IV, VI
M.rectus medius
M.rectus superior
M.rectus inferior
M.Obliqus inferior
M.levator palpebra
M.obliqus superior
N.V
Sensorik
V1
V2
V3
Motorik
N.VII
Sensorik
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
+
+
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Normal
+
+
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak dilakukan
3
Motorik
N.VIII
Vestibularis
Cochlearis :
Rhinne
Weber
Swabach
N.IX
Refleks Menelan
Pengecapan 1/3 post.lidah
N.X
Refleks muntah
Arkus faring
Letak uvula
N.XI
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N.XII
Deviasi lidah (menjulur)
Atrofi
Fasikulasi
Tremor
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Simetris
Di tengah
Normal
Normal
Normal
Normal
(-)
(-)
(-)
(-)
Motorik
Kekuatan
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Tonus
Ekstermitas atas
Ekstremitas bawah
Trofi
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Refleks
Fisiologis
Biceps
Triceps
Patella
Achilles
Kanan
Kiri
5555
5555
3333
3333
Normotonus
Normotonus
Normotonus
Normotonus
Eutrofi
Eutrofi
Eutrofi
Eutrofi
++
++
++
++
++
++
++
++
4
Patologis
Hoffmann
Tromner
Babinski
Chaddock
Schaefer
Gordon
Oppenheim
Sensorik
Raba halus
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Nyeri
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Suhu
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Getar
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Proprioseptif
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Kanan
Kiri
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Normoestesia
Tidak dilakukan
Normoestesia
Normoestesia
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Normal
Normal
Otonom
BAB
BAK
Hidrosis
Normal
Normal
Kaki berkeringat
Koordinasi
Romberg
Disdiadokokinesis
Tes jari- hidung
Tes tumit- lutut
Rebound phenomenon
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
IV.
PERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hematologi
hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu
Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida
Hasil
Nilai rujukan
satuan
15,0
9.600
42
279.000
13-16
5000-10.000
40-48
150.000-400.000
184
<200
Mg/dl
138
3,7
102
135-145
3,8-5,0
98-106
Mmol/l
Mmol/l
Mmol/l
g/dl
u/l
%
/ul
Hasil CT Scan :
o Tampak lesi hiperdens pada corona radiata kanan batas tidak tegas
o Tak tampak deviasi midline
o System ventrikel normal
o Kortikal sulci dan gyri normal(lebar dan dalam)
o Orbita kiri dan kanan normal
o Tulang-tulang normal
SKORING
Siriraj skor
NO
1
Gejala/Tanda
Kesadaran
Muntah
Nyeri Kepala
4
5
Tekanan Darah
Ateroma
Konstanta
Penilaian
0 : Compos Mentis
1 : Mengantuk
2 : koma
0 : tidak
1 : ya
0 : tidak
1: ya
Diastolik
0 : tidak ada
1 : salah satu atau
lebih (DM, Agina
pectoris, Penyakit
pembuluhdarah)
Indeks
X 2,5
Skor
-
X2
X2
X 10%
X (-3)
90
+
-12
-12
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x diastolic)
(3 x tanda atheroma) - 12
Interpretasi :
Skor >1 : perdarahan serebri
Skor <1 : infark serebri
Skor -1 s/d 1
: meragukan
Pada pasien : (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 90) (3 x 1) 12 = -4
7
Resume
Pasien laki-laki usia 45 tahun bekerja sebagai pegawai swasta datang ke RS POLRI
dengan keluhan hemiparesis sinistra yang timbul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan dimulai saat pasien bangun tidur, pasien merasa tangan kiri dan kaki kirinya
melemah disertai dengan bicara pelo dan nyeri kepala. Pasien mengaku tidak ada riwayat
trauma kepala, dan riwayat diabetes disangkal. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang
kurang terkontrol sejak sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Tampak sakit sedang, GCS 15. tekanan darah
140/90 mmHg.
Pada pemeriksaan motoric didapatkan kekuatan otot ekstremitas atas 4444/5555 dan
bawah 5555/3333.
Diagnosis kerja
Diagnosis klinik
Diagnosis topis
: Hemisphere dextra
Diagnosis etiologis
Diagnosis Banding
: stroke hemoragik
Tatalaksana
Non medikamentosa :
1. Tirah baring.
2. Diit lunak tinggi serat.
3. Fisioterapi.
Medikamentosa :
1. Pertahanan hemodinamik
2. Antiplatelet
3. Neuroprotektor
4. Antihipertensi
: IVFD RL 8 tpm.
: Aspilet 1x1 tablet (80-120 mg/hari)
: Citicoline 2 x 500 mg
: Captopril 2 x 25 mg tablet + Amlodipine 1 x 5 mg
Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
:
:
:
bonam.
dubia ad bonam.
dubia ad malam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIK
A. Definisi Stroke
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara
fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap
lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke
pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak dimasukkan dalam kategori
stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat
disebut stroke.
B. Epidemiologi Stroke
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan stroke
mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45
detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke.
Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang
mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 miliar dolar per
tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan$73,7 juta untuk menbiayai
tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia
55-64 tahun mengalami infark serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada
usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di
Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti
Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan
wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala)
juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000 (2013) (Riskesdas 2013).
Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko
dapat terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini.
Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat
seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada
tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2012).
C. Faktor Resiko Stroke
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai berikut
(Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors :
10
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi
hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain
D. Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun
patogenesisnya sama (Misbach, 1999).
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
11
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di
tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
F. Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke
menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya
jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi
tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati
berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun
tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
dan terjadi secara tiba-tiba
Muntah
Pandangan ganda
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
Kesulitan menelan
Kesulitan menulis atau membaca
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik
Kelemahan pada anggota gerak
G. Diagnosis Stroke
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik atau
iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
I.
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan. Menanyakan
identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah ada disorientasi atau penurunan
kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada
identitas yaitu nama, usia, alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat tangan.
Menanyakan cekat tangan untuk mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer
cerebri kanan atau kiri. Pada kinan (cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di
hemisfer kiri sehingga jika ada lesi di hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara
atau afasia. Sedangkan pada kidal (cekat tangan kiri), 60% pusat bahasa berada kiri dan
40% berada di kanan, sehingga gangguan bicara tidak menonjol karena masih
terkompensasi.
13
14
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit
yang saat ini diderita
Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :
Keterangan :
1. SSS > 1
: stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
15
3. SSS < -1
II.
: stroke iskemik
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk mengetahui
adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan berhubungan dengan
saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.
Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang telah
ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :
III.
GCS
Pupil
Tanda rangsang meningeal
Nervus cranialis
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Fungsi otonom
Gait dan koordinasi
Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis, preventif
dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan prognosis. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan radiologi dan laboratorium.
Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP.
CT-scan kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold standard yang dilakukan
untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik, sedangkan foto
thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan
salah satu faktor resiko stroke. Foto thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi
karena pada pasien stroke yang umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka
dilakukan foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb,
profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa (GDP),
G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR, D-dimer, fibrinogen).
Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menentukan prognosis
terdiri dari pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin
tinggi kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel
neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat
merupakan suatu keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak
16
Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari
intraserebral atau subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat diketahui dari
anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis, pasien mengeluhkan nyeri
tengkuk pada pasien stroke perdarahan subarachnoid dan kaku kuduk positif pada
pemeriksaan tanda rangsang meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan
intraserebral tidak ditemukan kelainan tersebut.
17
3. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke iskemik,
dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Penyebab tersebut dapat diketahui dari
anamnesis yang telah dilakukan. Untuk membedakannya dilihat dari kelemahan
anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan pasien sebelum serangan.
4. Diagnosis patologis
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis yang terjadi,
yaitu iskemik atau hemoragik.
H. Penatalaksanaan Stroke
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu /
mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan
mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk
memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan
memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan Stroke iskemik
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling
ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan
tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10%
diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit).
Sayangnya bahwa
pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3
jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat
penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja
yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi
seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan
meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat
lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran
darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral
300 mg/hari.
Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan
yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
18
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi
emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular,
thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan.
Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6
jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan
oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor
trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan
dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR
pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis
vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub
cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis
80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase,
dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua
kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan
kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin
difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas
dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi
kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7
penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 2.000 mg
sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan
yang bermakna. Therapeutic Windows 2 14 hari.
Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki
integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi
membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat,
hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu ke
lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows
7 12 jam.
19
Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,
penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21 hari
menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
Statin
Statin di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk
iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan downstream dan upstream.
Efek downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan
plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek upstream adalah memperbaiki
pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese,
sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke :
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
Menghindari rokok, obesitas, stres
Berolahraga teratur
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika
seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan
kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering
dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi
juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
20
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang
yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa
dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik
dapat dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang
yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat
pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya,
ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang
terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga
bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
I. Prognosis stroke
Prognosis stroke dapat dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, seperti
pemeriksaan gula darah sewaktu dan differential count. Ada sekitar 30%-40% penderita
stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu
6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan.
Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala
sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah
pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke
dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum
serangan stroke.
21
22
DAFTAR PUSTAKA
Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2 nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002
CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford,
Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute
ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 429.,
Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306
Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition.
Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 24.
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000
Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular
disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet
1992, 339: 537-9.
Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention,
diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.
23