Hai
Daud,
sesungguhnya
Kami
menjadikan
kamu
khalifah
itu,
maka
khalifah
merupakan
hakim
yang
akan
tetap
berjalan
pada
jalan
yang
benar
dan
dapat
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
(Depag RI., 1992: 736)
Essensi ayat di atas menunjukkan bahwa seorang khalifah
atau pendidik dalam memberikan hukuman terhadap anak didik
hendaknya diberikan dengan cara atau metode yang benar. Metode
hukuman yang benar (bi al-haq) ditafsirkan oleh al-Shobuni (jilid 3:
56) adalah dengan bi al-adl wa bil al-syariat Allah, yaitu dengan
penuh keadilan dan berdasarkan syariat (hukum) Allah. Sehingga
seorang pendidik dalam memberikan hukuman hendaklah dilakukan
dengan prinsip-prinsip keadilan dan penegakkan hukum Allah.
a. Prinsip keadilan
Bersikap adil bagi seorang pendidik merupakan sesuatu yang
mutlaj dibutuhkan dalam memberikan hukuman terhadap anak
didiknya. Artinya, seorang pendidik dalam memberikan hukuman
haruslah ia tidak berpihak pada kelompok tertentu, tidak cenderung
kepada salah satu golongan juga tidak melebihkan seseorang siswa
atau siswa lainnya ia tidak membeda-bedakan antara yang cantik,
anak saudara sendiri, anak orang kaya anak orang yang berpangkat
ataupun anak yang menjadi kesayangannya. Namun hukuman
(8 : )
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan (Depag RI., 1992: 736).
Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil
terhadap sesama. Sebab berlaku adil merupakan bentuk ketakwaan
kepada
Allah.
Menghukumi
perkara
dengan
adil
akan
(42 : )
Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah
(perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang adil (Depag, 92: 166).
Kita sadar betul bahwa tidak ada manusia yang hidup di
dunia ini secara sempurna. Pasti ada saja kesalahan atau dosa yang
pernah kita lakukan. Sehingga orang yang baik bukanlah orang
: )
(133
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa (Depag RI, 1992: 98).
Dengan demikian, maka prinsip taubat (mengampuni) dalam
pendidikan Islam harus diterapkan, sehingga anak didik akan lebih
menghargai gurunya. Dengan memberikan kesempatan bertaubat
dari kesalahan, seseorang akan merasa bahwa keadilan telah
datang, sehingga memungkinkan timbuknya sikap dan perasan
untuk berbuat yang lebih baik lagi dengan harapan-harapan hidup
di masa depan.
b. Prinsip penegakan syariat (hukum) Allah
Islam
sebagai
agama
ilahi
yang
mempunyai
tujuan
(34 : )
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (Depag RI,.
1992: 123).
Bahkan salah satu faktor keberhasilan pendidikan Nabi adalah
Nabi dalam menyampaikan pendidikannya dilakukan secara bertahap.
Rasulullah bersabda:
( )
Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka
berusia tujuh tahun pukullah mereka jika mereka melalaikannya
ketika berusia sepuluh tahun dan pisahkan tempat tidur mereka
Berdasarkan keterangan di atas, dapat difahami bahwa dalam
memberikan hukuman seyogyanya seorang pendidik memberikan
hukuman secara bertahap mulai dari yang paling ringan atau lunak
sehingga yang paling berat. Hukuman yang paling berat (pukulan)
dilakukan pada tahap terakhir dalam keadaan darurat.
Penegakkan syariat Allah yang dilakukan dengan cara
memberikan
hukuman
merupakan
usaha
atas
pemeliharaan
yang
tenang,
penuh
kedamaian,
keamanan
dan
ketentraman.
Hukuman, bagaimanapun bentuknya adalah cara yang tepat
dan tegas untuk memperbaiki umat dan mengokohkan pilar-pilar
keamanan serta ketentraman dalam kehidupan umat manusia.
Bangsa yang hidup tanpa ada hukuman bagi para penjahatnya
adalah bangsa yang goyah, hidup dalam kekacauan sosial yang
setiap saat akan menjadi tindak kejahatan. Begitu pula dengan
Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu (Depag, 1992: 736)
Essensi ayat di atas menunjukkan bahwa dalam memberikan
hukuman hakim dalam ini pendidik hendaknya jangan menuruti
hawa. Al-Hawa ditafsirkan oleh al-Jazairy (jilid 4: 445) adalah
sesuatu yang mendorong jiwa untuk tidak menjalankan syariat
Allah.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pendidik dalam
memberikan hukuman bagi anak didiknya yang melanggar aturan
menyebabkan
gagalnya
menghukum
yang
berguna
bagi
anak
didik.
Karenanya,
perlu
dalam
nilai-nilai
memberikan
edukatif
hukuman
sebuah
seyogyanya
hukuman.
Artinya,
akan
tetapi
dicari
terlebih
dahulu
penyebab
dari
( )
Bukanlah termasuk umatku orang yang tidak menyayangi orang
timbulnya sikap dan perasaan untuk berbuat yang lebih baik, yang
pada akhirnya siswa dapat merubah perilaku buruknya.
2. Hukuman Diberikan Berdasarkan Syariat Allah
Guru dalam memberikan hukuman kepada siswanya harus
didasarkan pada penegakkan syariat atau hukum Allah. Sebab
syariat Allah akan membawa rakhmat bagi umat manusia. Di antara
pemberian hukuman yang sesuai dengan syariat Allah adalah
hukuman tidak diberikan secara langsung akan tetapi diberikan
secara bertahap sesuai dengan kemampuan siswanya. Artinya,
hukuman dilakukan bertingkat dari hukuman yang paling ringan
sampai ke hukuman yang paling berat.
Sedangkan tahapan pemberian hukuman adalah sebagai
berikut:
a. Melalui teguran langsung
b. Melalui sindiran
c. Melalui celaan
d. Melalui pemutusan hubungan
e. Melalui pemukulan
3. Hukuman Diberikan Bukan Karena Hawa Nafsu
Ada
nafsunya,
kecenderungan
yang
ada
manusia
akhirnya
untuk
hawa
menurutkan
nafsu
tersebut
hawa
menjadi
kegagalan
yang
dilakukan
oleh
guru
sehingga
tujuan
hukuman
sehingga
hukuman
tidak
ada
efek