Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

IMPLIKASI PAEDAGOGIS QS. SHAAD AYAT 26 TENTANG


METODE MELALUI HUKUMAN DALAM PROSES BELAJAR
MENGAJAR

A. Analisis Essesi QS. Shaad Ayat 26


1. Pendidik Sebagai Khalifah

Hai

Daud,

sesungguhnya

Kami

menjadikan

kamu

khalifah

(penguasa) di muka bumi (Depag RI., 1992: 736)


Ayat di atas mengandung essensi bahwa Allah menjadikan
Daud sebagai khalifah di muka bumi supaya bumi tetap terjaga dan
terpelihara dari kerusakan dan kehancuran, maka Allah menurunkan
atau mengutus Daud untuk mengurus serta mengatur segala
urusan manusia sehingga tercipta kemaslahatan manusia.
Al-Juhaili (juz 23:187) dalam menafsirkan ayat di atas
mengatakan bahwa Allah memberikan wewenang khalifah kepada
Daud supaya ia menjadi hakim bagi manusia di muka bumi. Oleh
karena

itu,

maka

khalifah

merupakan

hakim

yang

akan

menghukumi segala perbuatan dan tindakan manusia sehingga


manusia

tetap

berjalan

pada

jalan

yang

benar

dan

dapat

berperilaku baik terhadap sesamanya.


Ayat di atas sebenarnya ditunjukan kepada Daud, akan tetapi
kapasitas beliau sebagai pendidik umat, maka ayat tersebut erat
hubungannya dengan pendidikan. Dalam dunia pendidikan, sosok
manusia yang dapat dijadikan hakim untuk dapat menghukumi
segala perbuatan siswa adalah pendidik atau guru.

Seorang pendidik adalah hakim, maka dalam memberikan


hukuman terhadap anak didiknya haruslah dengan benar supaya
tercapai tujuan pendidikannya.
2. Metode Hukuman yang Benar







maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
(Depag RI., 1992: 736)
Essensi ayat di atas menunjukkan bahwa seorang khalifah
atau pendidik dalam memberikan hukuman terhadap anak didik
hendaknya diberikan dengan cara atau metode yang benar. Metode
hukuman yang benar (bi al-haq) ditafsirkan oleh al-Shobuni (jilid 3:
56) adalah dengan bi al-adl wa bil al-syariat Allah, yaitu dengan
penuh keadilan dan berdasarkan syariat (hukum) Allah. Sehingga
seorang pendidik dalam memberikan hukuman hendaklah dilakukan
dengan prinsip-prinsip keadilan dan penegakkan hukum Allah.
a. Prinsip keadilan
Bersikap adil bagi seorang pendidik merupakan sesuatu yang
mutlaj dibutuhkan dalam memberikan hukuman terhadap anak
didiknya. Artinya, seorang pendidik dalam memberikan hukuman
haruslah ia tidak berpihak pada kelompok tertentu, tidak cenderung
kepada salah satu golongan juga tidak melebihkan seseorang siswa
atau siswa lainnya ia tidak membeda-bedakan antara yang cantik,
anak saudara sendiri, anak orang kaya anak orang yang berpangkat
ataupun anak yang menjadi kesayangannya. Namun hukuman

diberikan atas dasar dan pertimbangan kebijaksanaan, penuh


keadilan serta sesuaikan dengan perbuatan dan kemampuan anak
didiknya.
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 8:










(8 : )



Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan (Depag RI., 1992: 736).
Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil
terhadap sesama. Sebab berlaku adil merupakan bentuk ketakwaan
kepada

Allah.

Menghukumi

perkara

dengan

adil

akan

mendatangkan kecintaan Allah.


Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 42:















(42 : )





Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah
(perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang adil (Depag, 92: 166).
Kita sadar betul bahwa tidak ada manusia yang hidup di
dunia ini secara sempurna. Pasti ada saja kesalahan atau dosa yang
pernah kita lakukan. Sehingga orang yang baik bukanlah orang

yang tidak mempunyai kesalahan, akan tetapi orang yang baik


adalah orang yang sadar akan kesalahannya dan tidak mengulangi
kesalahan tersebut.
Allah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 133

: )










(133
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa (Depag RI, 1992: 98).
Dengan demikian, maka prinsip taubat (mengampuni) dalam
pendidikan Islam harus diterapkan, sehingga anak didik akan lebih
menghargai gurunya. Dengan memberikan kesempatan bertaubat
dari kesalahan, seseorang akan merasa bahwa keadilan telah
datang, sehingga memungkinkan timbuknya sikap dan perasan
untuk berbuat yang lebih baik lagi dengan harapan-harapan hidup
di masa depan.
b. Prinsip penegakan syariat (hukum) Allah
Islam

sebagai

agama

ilahi

yang

mempunyai

tujuan

memberikan rakhmat ke seluruh alam, sehingga membimbing


manusia untuk dapat menjalankan kehidupan di muka bumi sesuai
syariat Allah. Syariat Allah yang lurus dan bersifat universal,
sungguh memiliki peran dan melindungi kebutuhan-kebutuhan

manusia. Syariat Allah yang diturunkan kepada manusia supaya


mereka beribadah kepada-Nya.
Syariat Allah hanya bisa dilaksanakan dengan cara mendidik
diri, masyarakat dan bangsa sebagai negerasi yang tunduk dan
patuh untuk melaksanakan ajaran Allah. Syariat Allah mendidik
manusia untuk menjadi hakim terhadap seluruh perbuatan dan
tindakannya, kemudian tidak keberatan terhadap hukum yang telah
diterapkan Allah dan Rasul-nya.
Penegakkan syariat Allah tidak boleh dilakukan secara
frontal, akan tetapi harus secara bertahap. Begitu pula dalam
memberikan hukuman perlu dilakukan secara bertahap, yaitu
pemberian hukuman dari hukuman yang paling ringan hingga yang
paling keras.
Allah berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 34


(34 : )





Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (Depag RI,.
1992: 123).
Bahkan salah satu faktor keberhasilan pendidikan Nabi adalah
Nabi dalam menyampaikan pendidikannya dilakukan secara bertahap.
Rasulullah bersabda:







( )



Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka
berusia tujuh tahun pukullah mereka jika mereka melalaikannya
ketika berusia sepuluh tahun dan pisahkan tempat tidur mereka
Berdasarkan keterangan di atas, dapat difahami bahwa dalam
memberikan hukuman seyogyanya seorang pendidik memberikan
hukuman secara bertahap mulai dari yang paling ringan atau lunak
sehingga yang paling berat. Hukuman yang paling berat (pukulan)
dilakukan pada tahap terakhir dalam keadaan darurat.
Penegakkan syariat Allah yang dilakukan dengan cara
memberikan

hukuman

merupakan

usaha

atas

pemeliharaan

terhadap agama, jiwa kehormatan, akal dan harta benda. Bahkan


Islam mensyariatkan hukuman dalam upaya untuk merealisasikan
kehidupan

yang

tenang,

penuh

kedamaian,

keamanan

dan

ketentraman.
Hukuman, bagaimanapun bentuknya adalah cara yang tepat
dan tegas untuk memperbaiki umat dan mengokohkan pilar-pilar
keamanan serta ketentraman dalam kehidupan umat manusia.
Bangsa yang hidup tanpa ada hukuman bagi para penjahatnya
adalah bangsa yang goyah, hidup dalam kekacauan sosial yang
setiap saat akan menjadi tindak kejahatan. Begitu pula dengan

pendidikan tanpa ada hukuman, maka proses pendidikannya tidak


akan lancar atau mengalami kegagalan.
3. Hukuman Diberikan Bukan Karena Hawa Nafsu



Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu (Depag, 1992: 736)
Essensi ayat di atas menunjukkan bahwa dalam memberikan
hukuman hakim dalam ini pendidik hendaknya jangan menuruti
hawa. Al-Hawa ditafsirkan oleh al-Jazairy (jilid 4: 445) adalah
sesuatu yang mendorong jiwa untuk tidak menjalankan syariat
Allah.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pendidik dalam
memberikan hukuman bagi anak didiknya yang melanggar aturan
menyebabkan

gagalnya

tujuan pendidikan, yaitu

menghukum

dengan menuruti hawa nafsunya. Seperti, pendidik menghukumi


anak didik tidak sesuai dengan kemampuan, hukuman bukan
bertujuan untuk mendidik akan tetapi sekedar melampiaskan
kekesalan atau kemarahannya saja.
Padahal hukuman haruslah mengandung nilai-nilai pendidikan
dan didasarkan atas rasa kasih sayang. Sehingga hkuman menjadi
sesuatu

yang

berguna

bagi

anak

didik.

Karenanya,

perlu

memperhatikan prinsip-prinsip berikut:


a. Hukuman yang paedagogis
Pendidik
memperhatikan

dalam
nilai-nilai

memberikan
edukatif

hukuman

sebuah

seyogyanya

hukuman.

Artinya,

hukuman yang diberikan kepada anak didik yang melakukan


kesalahan atau yang melanggar aturan, tidak langsung dijatuhkan
hukuman

akan

tetapi

dicari

terlebih

dahulu

penyebab

dari

kesalahan-kesalahan, mempertimbangkan aspek usia, kecerdasan


dan tabiatnya.
Di antara anak didik, ada yang cukup dengan isyarat, ada
yang tidak jera kecuali dengan pandangan yang cemberut dan
marah yang terus terang. Di antara mereka ada yang cukup dengan
ancaman siksa, ada yang cukup dengan tidak digauli atau di ajak
bicara. Bahkan ada yang tidak mempan dengan cara-cara tersebut,
sehingga mereka harus merasakan hukuman mengenai badan agar
menjadi lurus.
b. Hukuman diberikan karena kasih sayang
Salah satu kebutuhan jiwa yang pokok dalam hidup manusia
adalah kasih sayang. Kehilangan kasih sayang akan menyebabkan
kesengsaraan. Dalam QS. Shaad ayat 26 diterangkan bahwa Allah
memerintahkan kepada Daud supaya menghukum jangan mengikuti
hawa nafsu, sebab mengikuti hawa nafsu akan menyesatkan dari
jalan Allah, salah satunya hukuman diberikan bukan karena dasar
rasa kasih sayang.
Seorang pendidik ketika memberikan hukuman kepada anak
didiknya hendaknya dilakukan atas dasar rasa kasih sayang bukan
balas dendam apalagi tujuan penyiksaan. Rasulullah bersabda:














( )
Bukanlah termasuk umatku orang yang tidak menyayangi orang

yang lebih muda. Dan tidak mengetahi kewajibannya terhadap


orang yang lebih besar (HR. Thabrani).
B. Implikasi Paedagogis QS. Shaad Ayat 26 Tentang Metode
Melalui Hukuman Dalam Proses Belajar Mengajar
Berdasarkan analisis essensi al-Quran surat Shaad ayat 26 di
atas, maka dapat diambil implikasi paedagogis yang berkenaan
dengan metode melalui hukuman dalam proses belajar mengajar,
yaitu 1) hukuman diberikan dengan penuh keadilan, 2) hukuman
diberikan berdasarkan syariat Allah, 3) hukuman diberikan bukan
karena hawa nafsu.

1. Hukuman Diberikan dengan Penuh Keadilan


Guru dalam memberikan hukuman kepada siswanya harus
dengan penuh keadilan. Keadilan merupakan suatu sikap yang
dapat menempatkan sesuatu pada posisinya atau bertindak secara
proposional. Artinya apabila seorang siswa melanggar peraturan
atau berbuat kesalahan, maka ia pantas mendapatkan hukuman,
yang hukuman tersebut diberikannya tanpa membeda-bedakan
kecantikan, pangkat jabatan maupun keturunan.
Dengan hukuman yang penuh keadilan akan membawa pada
kedamaian dan ketentraman bagi siswa. Sehingga memungkinkan

timbulnya sikap dan perasaan untuk berbuat yang lebih baik, yang
pada akhirnya siswa dapat merubah perilaku buruknya.
2. Hukuman Diberikan Berdasarkan Syariat Allah
Guru dalam memberikan hukuman kepada siswanya harus
didasarkan pada penegakkan syariat atau hukum Allah. Sebab
syariat Allah akan membawa rakhmat bagi umat manusia. Di antara
pemberian hukuman yang sesuai dengan syariat Allah adalah
hukuman tidak diberikan secara langsung akan tetapi diberikan
secara bertahap sesuai dengan kemampuan siswanya. Artinya,
hukuman dilakukan bertingkat dari hukuman yang paling ringan
sampai ke hukuman yang paling berat.
Sedangkan tahapan pemberian hukuman adalah sebagai
berikut:
a. Melalui teguran langsung
b. Melalui sindiran
c. Melalui celaan
d. Melalui pemutusan hubungan
e. Melalui pemukulan
3. Hukuman Diberikan Bukan Karena Hawa Nafsu
Ada
nafsunya,

kecenderungan
yang

ada

manusia

akhirnya

untuk

hawa

menurutkan

nafsu

tersebut

hawa

menjadi

penyebab bencana. Begitu pula dalam dunia pendidikan, kegagalan


demi

kegagalan

yang

dilakukan

oleh

guru

sehingga

tujuan

pendidikan tidak tercapai adalah karena mereka menurutkan hawa

nafsunya. Di antaranya adalah ketika guru memberikan hukuman


terhadap siswanya hukuman diberikan karena kemarahan, luapan
kekesalan yang mengakibatkan hilangnya kontrol. Guru dalam
memberikan

hukuman

sehingga

hukuman

tidak

ada

efek

edukatifnya bahkan hukuman persis laksana arena penyiksaan.


Padahal hukuman yang didasari atas rasa kasih sayang, tujuan
mendidik akan lebih membekas dan mempengaruhi jiwa anak,
sehingga anak sadar betul bahkan perbuatan yang telah ia lakukan
adalah salah. Dengan kesadaran inilah yang akan membuatnya
lebih berhati-hati dalam melakukan perbuatannya.

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah


(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di
antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.

Anda mungkin juga menyukai