Anda di halaman 1dari 35

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama

: Ny. R

Umur

: 31 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status
Suku

: Menikah
: Sunda

Agama

: Islam

Tanggal MRS

: 21 Juni 2016

B. ANAMNESIS
Telah dilakukan Autoanamnesa pada tanggal 21 Juni 2016
Keluhan utama:
Benjolan di payudara kiri sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik RSUD Sekarwangi dengan keluhan terdapat benjolan di
payudara sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu. benjolan hanya ada satu. Awalnya benjolan
berukuran kecil, namun semakin hari benjolan dirasakan semakin membesar.tetapi tidak ada
keluhan nyeri. Pasien menyangkal adanya benjolan di tempat lain. Tidak ada perubahan dalam
nafsu makan pasien dan tidak ada penurunan berat badan. keluhan lain seperti batuk, sesak nafas,
nyeri dada, demam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini.Riwayat hipertensi (-), Diabetes (-),
Sesak nafas (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat keganasan maupun penyakit yang sama seperti
yang dialami pasien.
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah mengonsumsi obat apapun. Belum pernah berobat ke dokter
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, cuaca, debu atau obat-obatan.
Riwayat Psikososial :.
Pasien mempunyai kebiasaan makan makanan junk food dan minuman bersoda.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaraan

: Compos mentis

Tanda-tanda Vital
Tekanan darah

: 140/100 mmHg

Nadi

: 84 x/mnt, teratur, kuat angkat, isi cukup

Suhu

: 36,8 C,

RR

: 20x/mnt

Antropometri :
-

BB

: 45 kg
2

TB

: 155 cm

BMI

: 18,73

Status Gizi

: Normoweight

Status Generalis
Kepala

: Normocephal, rambut lurus, tidak mudah dicabut, dan tidak rontok,


laserasi (-).

Mata

: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, sklera ikterik (-/-), konjungtiva


anemis (-/-), edema palpebra -/-

Hidung

:Normonasi,

deviasi

septum

(-),

sekret

(-/-),

darah

(-/-), massa (-/-)


Telinga:Normotia,

serumen

(+/+),

darah

(-/-),

Pembesaran

KGB retro/post auricular (-/-)


Mulut

:Bibir

kering

(-),

lidah

kotor

(-),

stomatitis

(-),

faring hiperemis (-), tonsil membesar (-), gigi goyang (-), gigi palsu (-)
Leher

: Pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)

Jantung

: I : Iktus kordis tidak terlihat


P: Iktus cordis teraba pada ICS 4 linea midclavikularis
sinistra
P: Batas jantung kanan setiinggi ics 4 linea parasternal
dekstra, Batas jantung kiri setinggi ics 4 linea
midclavikularis sinistra
A: BJ I dan II normal, murmur (-), Gallop (-).

Pulmo

: I: Bentuk dan gerak simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada.


3

P: Vocal Fremitus kanan dan kiri sama.


P: Sonor diseluruh lapang paru.
A: Vesikuler diseluruh lapang paru, tidak terdapat wheezing dan ronki.

Abdomen

: I : Cembung, masa (-), laserasi (-), spidernevi (-)


A : Bising usus 7x/ menit
P : Nyeri tekan quadran abdomen (-), nyeri tekan epigastrium (-),
P : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Punggung

: Tidak terdapat kelainan tulang belakang.

Ektremitas sup : Akral: hangat, Sianosis (-/-), CRT < 2 (-/-), edema (-/-)
Ektremitas inf : Akral: hanga, ,Sianosis (-/-) , CRT < 2 (-/-), edema (-/-)
Status Lokalis
- Inspeksi :
o Tidak tampak kelainan pada inspeksi
- Palpasi :
o Teraba benjolan pada payudara kiri.
o Bentuk bulat
o Ukuran 2 x 1 cm
o Jumlah benjolan sebanyak 1 benjolan
o Konsistensi kenyal, permukaan rata, tidak berbenjol
o Mobile, tidak terfiksir.
o Nyeri tekan (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin

13,1 Gr%

13-16 Gr%

Lekosit

8.600

4.000-11.000

Trombosit

274.000

150.000-400.000

Hematokrit

41%

40-45%

Ureum

18

10-50 mg/dL

Creatinin

0,7

0,6-1,1 mg/dL

SGOT

12

<25 U/L

SGPT

13

<29 U/L

Waktu Perdarahan

1-3 menit

Waktu Pembekuan

3-7 menit

GDS

78

<180 mg/Dl

Natrium

136

135-155 mmol/L

Kalium

3.9

3,6-5,5 mmol/L

EKG
Tidak ditemukan ada kelainan
Ro Thoraks
Tidak ditemukan ada kelainan

E. DIAGNOSIS KERJA

Fibroadenoma Mammae (FAM) Sinistra


Diagnosis Anastesi : ASA I
F. RENCANA PENATALAKSANAAN
5

Rencana tindakan Operasi : Eksisi FAM


Rencana Tindakan Anestesi : Anestesi Umum
G. KEADAAN PRA-OPERASI
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran

: Composmentis

Tanda - tanda vital pra-operasi :

TD : 131/78 mmHg
N : 91 x/menit
R : 19 x/menit
S : 36,5C
Look externally
: Normoweight
Evaluate
: 3-3-2
Malapati
: Grade 1
Obstuction
: Tidak ada
Neck Mobility
: Normal
Gigi goyang (-), gigi ompong (-), Gigi palsu (-), Gigi Patah (-)

Operasi dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2016 pukul 10:20 s/d 10.45 WIB.
Penatalaksanaan anestesi pukul 10:20 WIB
Premedikasi
Ondancentron 4mg/2 ml
Intraoperatif
Dilakukan Anestesi umum
Posisi : Terlentang
Menggunakan ETT no.6,5
Anestesi dengan :
induksi: i.v
Maintenance : O2 2L, N2O 2L dan sevofluran 2%
Cairan yang diberikan : RL
Obat Anestesi
Propofol ( Dosis 2-2,5 mg/kgBB)
Dosis pemberian : 84-105 mg
Dosis yang diberikan : 100 mg
Fentanyl ( Dosis 1-3 g/kgbb)
Dosis pemberian : 42-126 g
Dosis yang diberikan 100 g
Noveron (Rocuronium bromida) (Dosis 0,6-1,2 mg/kgbb)
Dosis pemberian : 25 50,4 mg
Dosis yang diberikan : 30 mg
Penghitungan Cairan
6

Cairan masuk : RL 1000cc.


Cairan keluar : darah 150cc
Kebutuhan cairan : 2cc/kgBB/jam (45kg) = 90 cc/jam
Cairan pengganti puasa
= lama puasa x maintenance
= 6 x 90 cc/jam
= 540 cc/jam
Cairan stress operasi
= 6cc/kgbb/jam
= 270 cc/jam, lama operasi 1 jam = 270 cc
TOTAL : 810 cc/jam
Tanda-tanda vital intraoperative
Jam
10:20
10:25
10:30
10:35
10:40
10:45

Tekanan darah
131/78 mmHg
122/69 mmHg
102/57 mmHg
107/59 mmHg
103/57 mmHg
122/70 mmHg

Nadi
91
91
84
83
79
70

Saturasi
99%
98%
99%
99%
99%
99%

Keadaan Pasien Pasca Operatif


JAM

ALDRETTE SCORE
WK

RR

SCORE
C

KS

11:0

Mera

Nafas

110/80

Sadar

Gerak

baik,

penu

anggota

muda
(2)

adekua

mmHg
(2)

h
(2)

tubuh
(2)

dan

10

tangis
kuat.
(2)

S : Nyeri (-), Mual(-), Muntah (-), Menggigil (+)


O : Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran
: Delirium
Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Pernapasan
: 17 x/menit
Sat.O2 99 % dengan O22 Lpm via oral

A : Post Eksisi FAM a/i FAM Sinistra dalam Anestesi Umum


ASA II
P:

- Observasi KU, TTV, perdarahan, diuresis


-

O2 2 3 Lpm Via Nasal canul


posisi supine, head up 30 o
puasa hingga bising usus (+) normal
analgetik Tramadol 200 mg + Ketorolac 30 mg dalam Cairan RL 500 cc, 20 Tpm
Terapi lain dilanjutkan sesuai Ts. Sp.B

BAB II
PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan
pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan,
mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan.

Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:


1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
Indikasi General Anestesi :
1.

Bayi dan Anak-anak

2.

Dewasa yang memilih general anestesi

3.

Pembedahan yang luas

4.

Pasien dengan kelainan mental

5.

Pembedahan yang lama

6.

Pasien dengan riwayat keracunan atau alergi terhadap obat anestesi lokal.

7.

Pasien dengan terapi antikoagulans


Kontraindikasi General Anestesi :
1. Mutlak :
Dekomp.kordis derajat IIIIV ; AV blok derajat IItotal (tidak ada gelombang P)
2.

Relatif :
Hipertensi berat/tak terkontrol (diastolic >110), DM tak terkontrol, infeksi akut,

sepsis,

GNA
Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum:

Faktor respirasi
Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam paru-paru
(alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu. Kemudian zat
anestesika akan berdifusi melalui membrane alveolus. Epitel alveolus bukan
penghambat disfusi zat anestesika, sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama
dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal yang mempengaruhi hal
tersebut adalah:

10

Konsentrasi zat anestesika yang dihirup/ diinhalasi; makin tinggi konsentrasinya,


makin cepat naik tekanan parsial zat anestesika dalam alveolus.
Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat meningginya
tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada hipoventilasi.

Faktor sirkulasi
Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena
Factor-faktor yang mempengaruhi:
1. Perubahan tekanan parsial zat anestesika yang jenuh dalam alveolus dan darah
vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap jaringan dan sebagian
kembali melalui vena.
2. Koefisien partisi darah/ gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesika dalam darah
terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.
3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak aliran
darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang diambil dari alveolus,
konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan makin lama waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai tingkat anesthesia yang adekuat.

Faktor jaringan
1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan.
2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestesika,
kecuali halotan.
3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
a) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal.
Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial
11

zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak
menerima 14% curah jantung.
b) Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.
c) Lemak : jaringan lemak
d) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah :
ligament dan tendon.

Faktor zat anestesika


Bermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbeda-beda. Untuk
menentukan derajata potensi ini dikenal adanya MAC (minimal alveolar
concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi terendah zat
anestesika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan
(respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah nilai MAC, makin tinggi potensi
zat anestesika tersebut.

TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM


I.

Penilaian dan persiapan pra anestesia


Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya
kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan
pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan
bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan
operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
I.1 Penilaian pra bedah
-

Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah


penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian
khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca
12

bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa
penelitit menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau
sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam
waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan
diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya
-

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh
pasien.
-

Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada
usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
-

Kebugaran untuk anestesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari.
-

Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik
ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak
dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.

13

Kelas I

: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II

: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V

: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan


hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung


dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasienpasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien
yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 34 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia.
Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat
air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
I.2 Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:
i. Kunjungan pre anestesi
ii. Pengertian masalah yang dihadapi

14

iii. Keyakinan akan keberhasilan operasi


b. Memberikan ketenangan (sedative)
c. Membuat amnesia
d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)
e. Mencegah mual dan muntah
2. Memudahkan atau memperlancar induksi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)
5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung
a. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2 antagonis
6. Mengurangi rasa sakit
Waktu dan cara pemberian premedikasi:
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat
dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara
intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai
dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak
dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat
menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi
dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan:
1. Analgesik narkotik
15

a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB


b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3gr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001
mg/kgBB
b. DBP
c. Narfoz, rantin, primperan.

II.

INDUKSI ANASTESI
16

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur
akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai
tindakan pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

Laringo-

Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T : Tube

Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >
5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape

Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokan

untuk

pemandu

supaya

pipa

trakea

mudah

dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S : Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya.
Induksi intravena
o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan dengan
hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan
dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan
pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen.
Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

17

o Obat-obat induksi intravena:

Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg


sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai

kepekatan 2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena


dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 3060 detik.
Bergantung

dosis

dan

kecepatan

suntikan

tiopental

akan

menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia


atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan
likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat
kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.

Propofol (diprivan, recofol)


Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat

isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering


menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan
lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia
intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak
dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.

Ketamin (ketalar)
Kurang

digemari

karena

sering

menimbulkan

takikardia,

hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan


mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian
sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam
(valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias
diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.
18

Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas
dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg),
10% ( 1ml = 100 mg).

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)


Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga

banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk


anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis
rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Induksi inhalasi
o N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya
1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat
anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain
seperti halotan.

o Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya
cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4%
atau 10% sekitar faring laring.
19

Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi


hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard,
dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat.
Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.
o Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi
lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik
disbanding halotan.
o Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran
darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
o Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya
seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan
untuk induksi anestesi.
o Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk
induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

20

Induksi per rectal


Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya
sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak
beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.
Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)
o Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna
depolarisasi,

hanya

menghalangi

asetilkolin

menempatinya,

sehingga

asetilkolin tidak dapat bekerja.


o Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama 2045 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.
o Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:

III.

Cegukan (hiccup)

Dinding perut kaku

Ada tahanan pada inflasi paru

RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)


Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan
inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis)
sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
21

Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50


g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup,
sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga
menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 412 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan
ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O 2 atau
N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan
perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4
vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau
dikendalikan.

IV.

TATALAKSANA JALAN NAPAS


Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:
1. Hidung
Menuju nasofaring
2. Mulut
Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan
palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju
esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri
dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan
kuneiform.
A. Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
22

2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula


3. Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas
atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulutfaring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (nasopharyngeal airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan
napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk
bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke
trakea lewat mulut atau hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang
dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan
seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil
atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa
tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.

E. Pipa trakea (endotracheal tube)

23

Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan
standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal
tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop merupakan
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.

Gradasi
1
2
3
4

Pilar faring
+
-

Uvula
+
+
-

Palatum Molle
+
+
+
-

Indikasi intubasi trakea


Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui
rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita
suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai
berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas,
dan lain-lainnya.
24

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi


Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,
ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Kesulitan intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas
Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
25

b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea

Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak
akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan
lainnya.

26

FIBROADENOMA MAMMAE
A. Definisi
Fibroadenoma adalah kelainan berupa tumor jinak pada payudara yang sering pada
wanita muda dan muncul sebagai benjolan pada payudara. Kebanyakan wanita pada usia
dibawah 30 tahun. Awalnya fibroadenoma muncul sebagai hasil dari proliferasi yang tidak
normal pada payudara yang disebabkan oleh fluktuasi hormonal. Fibroadenoma berhubungan
dengan peningkatan resiko dari kanker payudara, terutama ketika terdapat perubahan
fibrokistik, atau riwayat keluarga dengan kanker payudara.
Tumor ini biasanya terdiri dari komponen stroma dan jaringan epitel. Meskipun
fibroadenoma merupakan tumor jinak, tetapi ini bisa berhubungan dengan peningkatan resiko
dari kanker payudara yang invasif. Perubahan morfologi yang didapatkan pada fibroadenoma
adalah hialinisasi, kalsifikasi, osifikasi dan timbulnya giant cells multinucleated yang bersifat
reaktif. Pertumbuhan dari fibroadenoma di stimulasi oleh beberapa faktor yaitu estrogen,
progesteron, kehamilan, dan laktasi, sering timbul sebagai massa yang dapat di raba dengan
ukuran sampai 3 cm dan mungkin akan berubah dan mengecil pada saat menopaus
B. Epidemiologi
Fibroadenoma pada wanita dapat mengenai pada berbagai usia, tetapi puncak insiden
yaitu pada usia dua atau tiga dekade pada masa kehidupan. Fibroadenoma dilaporkan terjadi
pada 7%-13% pada wanita remaja pada pertengahan usia 20 tahun dimana ditemukan saat
pemeriksaan klinis. Prevalensi fibroadenoma pada kelompok usia ini pada populasi umum
dilaporkan 2,2% dan menurun pada usia yang lebih tua.
27

C. Anatomi dan Fisiologi


Pria dan wanita keduanya memiliki payudara, normalnya, kelenjar payudara lebih
berkembang pada wanita. Kelenjar payudara pada wanita merupakan system reproduksi
sekunder, tapi pada pria tidak berfungsi secara aktif, hanya memiliki sebagian kecilnya
saja. Kontur dan volume payudara terdiri dari lemak subkutaneus, kecuali saat
kehamilan dimana kelenjar payudara membesar dan penyusunan jaringan kelenjar yang
baru. Pada masa pubertas 8-15 tahun, payudara wanita normalnya berkembang karena
perkembangan kelenjar dan peningkatan deposit lemak. Ukuran payudara dan bentuk
tergantung pada genetik, ras, dan factor makanan. Batas lingkaran payudara luasnya
mulai dari tepi lateral dari sternum sampai garis mid axillaris secara transversal, dan
dari kosta II sampai VI secara vertikal. Sebagian kecil payudara melekat pada muskulus
pektoralis mayor terhadap fossa axillaris, membentuk ekor axilla. 2/3 dari payudara
berada pada permukaan pektoral yang membungkus pektoralis mayor, dan yang lainnya
berada pada permukaan yang membungkus muskulus serratus anterior. Diantara
payudara dan permukaan pektoral merupakan daerah bebas yang disebut bursa
retromamma. Kelenjar payudara melekat kuat pada dermis oleh ligamentum
suspensorium yang berada pada bagian atas kelenjar payudara.
Vaskularisasi payudara
Payudara dihubungkan dengan dinding thorax dan strukturnya berhubungan
dengan extremitas atas, sehingga banyak vaskularisasi antara lain:

Lateral : a. Thoracic superior (cabang I dari a. axillaris), a.


Thoracoacromialis (cabang II dari A. axillaris), a. Thoracica lateral dan a.
Subscapularis

Medial : percabangan a. Thoracica interna A. Intercostales II-IV (cabang


penetrasi ke dinding thorax)

Innervasi payudara

28

Nervus yang menginervasi payudara adalah cabang anterior dan lateral cutaneus
dari n. Intercostal IV-VI. Cabang ini melalui fascia pectoralis profunda yang
membungkus m. Pectoralis major dari kulit. Cabang ini membawa serabut saraf sensoris
pada kulit dari payudara dan serabut saraf simpatis untuk pembuluh darah serta otot polos
yang menutupi kulit dan papilla mammae.

Sistem Limfatik Payudara


Sekitar 75 % melalui pembuluh limfe payudara bagian lateral dan superior
menyalurkan

ke

nodus

axillaris

(pectoral,

humeral,

subscapula,

central

dan

apikal). Sebagian dari sisanya khususnya regio medial mammae mengalirkan ke nodus
parasternalis

profunda

hingga

dinding

thorax

anterior

dan

berhubungan

dengan arteri Thoracica interna. Pembuluh limfe dari regio inferior mammae mengalirkan
ke nodus limfe abdominal (nodus phrenicus inferior).
Pembuluh limfe dari Nodus axillaris mengalirkan limfe ke nodus infraclavivula
serta supraclavicula dan membentuknya menjadi trunkus subclavia limfatikus. Pembuluh
limfe dari nodus parasternalis akan masuk ke trunkus bronchomediastinal.

D. Etiologi dan Patologi


Fibroadenoma merupakan lesi jinak yang berasal dari duktus lobular dari
payudara yang selalu timbul pada wanita dengan usia produktif. Faktor resiko yang
diperkirakan berhubungan dengan kejadian fibroadenoma yaitu: usia menstruasi pertama,
usia menopause, usia saat melahirkan anak pertama, jumlah kelahiran, penggunaan
kontrasepsi oral, dan konsumsi makanan buah dan sayuran.
Perkembangan payudara normal dimulai dengan formasi mammary ridge pada
saat embryogenesis. Pembesaran payudara pada bayi normalnya akan menghilang di usia
3-6 bulan setelah lahir. Setelah itu, jaringan payudara yang tersisa akan menetap sampai
pada saat pubertas. Perkembangan payudara akan terjadi dipengaruhi oleh beberapa
faktor fisiologis, seperti progesteron, estrogen, adrenal dan hormon lain.
29

Fibroadenoma merupakan lesi hiperplasia dari komponen payudara yang


berhubungan dengan kelainan dari proses maturasi payudara. Fibroadenoma sering terjadi
selama masa menarche (15 25 tahun) karena di usia tersebut terjadi peningkatan
perkembangan dari struktur lobus serta duktus oleh karena respon payudara terhadap
stimulus hormonal yang berlebihan. Hiperplasia ini dapat terjadi setiap saat dan bisa
mengenai fase normal dari perkembangan payudara.

E. Manifestasi Klinis
Kejadian Fibroadenoma paling sering terdeteksi ketika melakukan pemeriksaan
kesehatan atau check up. Biasanya penderita datang dengan keluhan adanya benjolan
pada payudara dengan ciri khas massa yang soliter 1-2 cm . Walaupun massa tersebut
dapat berlokasi di seluruh bagian payudara namun lebih sering bertempat di payudara kiri
bagian kuadran superolateral. Massa Fibroadenoma biasanya licin, bergerak, tidak lunak,
tidak nyeri dan konsistensinya elastis. Selain itu, ditemukan bahwa lesi fibroadenoma
berkembang dengan cepat dan kadang kadang mencapai ukuran yang sangat besar yang
dipengaruhi oleh stimulasi hormonal. Tumor ini tidak menginfiltrasi jaringan sekitar.
Fibroadenoma merupakan kelainan pada perkembangan payudara. Beberapa
bentuk

lain

daripada

fibroadenoma

yaitu: Giant

fibroadenoma,juvenile

fibroadenoma, fibroadenoma pada masa kehamilan dan masa laktasi, dan fibroadenoma
multiple. Giant

fibroadenoma didefinisikan

sebagai

fibroadenoma

yang

ukuran

diameternya lebih dari 5 cm, dan atau fibroadenoma yang beratnya lebih dari 500
g. Juvenile fibroadenoma merupakan giant fibroadenoma yang terjadi pada wanita muda
atau remaja. Dari semua kasus fibroadenoma, terdapat 0,5%-4% yang ditemukan
sebagai juvenile fibroadenoma.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran USG
Ultrasonografi merupakan media yang sangat bermanfaat untuk pemeriksaan
tumor benigna payudara khususnya untuk membedakan massa solid atau kista.
Keuntungan pemeriksaan Ultrasonografi ialah:
30

Tidak menggunakan sinar pengion, jadi tidak ada bahaya radiasi.

Pemeriksaannya bersifat non-invasif, relatif mudah dikerjakan, cepat dan


dapat dipakai berulang ulang serta biayanya relatif rendah.

Ultrasonografi terutama berperan pada payudara yang padat yang biasanya


ditemui pada wanita yang muda, dimana tumor payudara ini kadang kadang sulit
ditemukan

dengan

mammografi.

Gambarannya

pada

mammografi

dan

Ultrasonografi hampir sama, tetapi mikrokalsifikasi tak dapat dikenal dengan


Ultrasonografi. Ultrasonografi juga dapat mengenali adanya pembesaran kelenjar aksiler
yang sulit teraba secara klinis.
Indikasi Ultrasonografi :

Wanita < 28 tahun dengan benjolan yang jelas pada payudara harus dievaluasi
dengan Ultrasonografi karena lesi tersebut mungkin merupakan fibroadenoma.

Differensiasi kista dari bentuk solid;

Bukan merupakan modalitas screening.


Nilai ketepatan Ultrasonografi untuk lesi kistik adalah 98-100%,
sedangkan untuk lesi solid seperti fibroadenoma adalah 75-85%.

2. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik yang
dapat digunakan secara rutin pada pemeriksaan payudara. Mammografi
menggunakan radiasi ionisasi dengan radiograf dengan dua posisi yakni
Mediolateral Obliq (MLO) dan Cranio Caudal (CC).
Mammografi digunakan sebagai modalitas diagnostik untuk mengetahui
payudara yang sehat atau sebagai skrining untuk indentifikasi adanya kelainan
pada payudara. Selain itu, mammografi juga dapat membedakan lesi benigna dan
maligna dengan observasi mikrokalsifikasi.
Tujuan utama pemeriksaan mammografi adalah untuk mengenal secara
dini keganasan pada payudara. Berdasarkan penyelidikan, jika mammografi dan
ultrasonografi dipakai bersama sama dalam prosedur diagnostik, maka akan
diperoleh nilai ketepatan diagnostik sebesar 97%. Apabila kedua teknik tersebut
31

dipergunakan secara tersendiri akan diperoleh nilai ketepatan diagnostik untuk


mammografi sebesar 94%, sedangkan Ultrasonografi hanya 78%.
Mammografi terutama berperan pada payudara yang mempunyai jaringan
lemak yang dominan serta jaringan fibroglandular yang relatif sedikit dan ini
biasanya ditemukan pada wanita dewasa di atas umur 40 tahun, yang pada umur
tersebut kekerapan akan terjadinya keganasan makin meningkat. Hal ini
disebabkan mammografi memiliki dosis radiasi yang kecil.
Peranan mammografi menjadi berkurang pada payudara yang mempunyai
jaringan fibroglandular padat dimana keadaan ini sering terdapat pada wanita
muda dibawah 30 tahun. Oleh karena itu, diagnosis fibroadenoma pada wanita
muda agak terbatas.
Indikasi pemeriksaan mammografi:
Adanya benjolan pada payudara
Adanya rasa tidak enak pada payudara
Pada penderita dengan riwayat resiko tinggi untuk mendapatkan
keganasan payudara
Pembesaran kelenjar aksiler yang meragukan
Adanya penyebab metastasis tanpa diketahui asal tumor primer
3. Biopsi
Biopsi payudara merupakan suatu tindakan pengambilan sedikit jaringan
pada payudara yang akan dikirimkan ke bagian laboratorium PA untuk
mendeteksi adanya keganasan pada payudara. Biopsi dilakukan setelah pasien
didiagnosis adanya kelainan pada payudaranya.
Macam macam biopsi :
Biopsi sederhana atau tertutup (lokal anastesi) :
o Fine Needle Aspiration : jarum halus
o Core Biopsy
o Vacuum Biopsy
Biopsi pembedahan terbuka / Hook Wire Localisation Biopsy
(HWLB) : biopsi dengan cara dilakukan pengangkatan pada

32

jaringan yang dicurigai tumor. Pasien dilakukan prosedur pro


operasi.
G. Differential Diagnosis
Kista payudara merupakan massa dengan batas yang jelas, ditemukan pada wanita di usia
antara 35-50 tahun. Kista payudara jarang terjadi setelah menopouse, jika tidak ada hormon
pengganti yang digunakan. Kista dapat didiagnosis secara akurat dengan menggunakan
Ultrasonografi, biasanya tidak pernah mengalami transformasi menjadi maligna.
H. Penatalaksanaan
Fibroadenoma sebagai tumor jinak payudara, maka harus memberikan alasan
untuk tidak melakukan terapi eksisi dan diharapkan dapat mengalami kemunduran secara
spontan karena menurut pakar Cant et al dapat mengalami kemunduran secara spontan
dalam waktu 1-3 tahun, tetapi harus betul memastikan bahwa massa tersebut adalah
fibroadenoma. selain itu, terapi konservatif dapat menjamin kesembuhan dari penderita.
Terdapat literatur yang percaya bahwa fibroadenoma masih dapat dipertahankan
dengan terapi management konsevatif. pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun, harus
dilakukan mammografi. Karena insiden dari kanker payudara meningkat seiring
bertambahnya usia. Oleh karena itu dianjurkan dua pendekatan, yakni :
Untuk wanita yang didiagnosis sebelum berusia 35 tahun, dianjurkan management
konservatif dengan persyaratan follow up tiap 6 bulan untuk mendeteksi adanya
perubahan lesi. Follow up harus terus dilakukan secara berkelanjutan hingga
mengalami regresi yang komplit. Namun, jika hingga berusia >35 tahun belum
regresi spontan atau tidak terjadi perubahan, maka harus dioperasi eksisi.
penderita dengan riwayat keluarga kanker payudara juga disarankan untuk biopsi
eksisi segera setelah didiagnosis.

Untuk wanita yang dideteksi fibroadenoma pada usia >35 tahun, dan telah
dilakukan semua modalitas diagnostik (misalnya mammografi) yang menunjang
diagnosis maka harus dilakukan follow up 6-12 bulan. hal ini karena tumor
benigna dapat mengalami perubahan dan dapat menghindari operasi. namun, jika
tidak ada perubahan, maka harus diterapi eksisi.

Terdapat empat indikasi dilakukan terapi eksisi pada fibroadenoma:


Inability untuk berdiferensiasi antara proses benigna dan maligna
33

Peningkatan ukuran massa pada tiap seri pemeriksaan (follow up)


Lokasi di periareolar
Permintaan pasien
I. Prognosis
Pada sebuah studi yang diikuti oleh wanita muda menginjak 29 tahun, mengalami
regresi atau resolusi yang komplit dari fibroadenoma berkisar 16-59%. Selain itu, life
time bagi penderita fibroadenoma kurang lebih 5 tahun. 50% diantaranya tidak
mengalami regresi spontan, setengahnya tidak mengalami perubahan sedangkan 25%
diantaranya bertambah ukurannya selama follow up. Wanita dengan fibroadenoma
mempunyai resiko yang cukup tinggi resiko kanker payudara pada kehidupan ke
depannya. benjolan yang tidak dieksisi harus selalu difollow up secara rutin dengan
pemeriksaan fisik dan tes imaging, serta mengikuti anjuran dokter.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan GE, Mikhail MS.

Clinical Anesthesiology. 2 nd ed. Appleton & Large Stamford

1996;128-48.
2. LAtirf S.A, dkk., Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi Ke 4. Jakarta, Balai Penerbit : FKUI.
2009.
3. Miller RD. Anesthesia. 5th ed Churchill Livingstone Philadelphia 2000; 228-72
4. Brain AIJ, Verghese C, Strube PJ. The LMA Proseal an Laryngeal Mask with an
Oesophangeal Vent. BJA 2000 ; 85: 650-4.
5. Shi A, Li S, Xu N, Nie G, Li X, Zhang T, et al. Clinical Features and Prognosis of a Unilateral
Fibroadenoma of the Breast in a 16-month-Old Female. Japanese Journal of Clinical
Oncology. 2010.

35

Anda mungkin juga menyukai