Anda di halaman 1dari 20

REFRESHING

Evaluasi dan Manajemen


Status Epileptikus
Pembimbing
dr. Irfan Taufik, Sp. S
Disusun oleh:
Lia Dafia
(2011730148)

Status epileptikus (SE) merupakan


keadaan emergensi medis berupa kejang
(seizure) persisten atau berulang yang
dikaitkan dengan mortalitas tinggi dan
kecacatan jangka panjang.

Definisi
Status epileptikus didefinisikan sebagai

keadaan dimana terjadinya dua atau lebih


rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan
kesadaran diantara kejang atau aktivitas
kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau
seseorang yang tidak sadar kembali selama
lima menit atau lebih harus dipertimbangkan
sebagai status epileptikus. (Epilepsy
Foundation of America {EFA})

Klasifikasi
Generalized
Convulsive
SE

Subtle SE

Generalized mengacu pada aktivitas listrik kortikal yag


berlebihan
Convulsive mengacu kepada aktivitas motorik suatu kejang.
Aktivitas kejang pada otak yang bertahan saat tidak ada
respons motorik.
Keadaan berbahaya, sulit diobati, dan mempunyai prognosis
yang buruk.

Absence SE
Nonconvulsiv Complex partial
e SE

Simple
Partial SE

Kejang yang terlokalisasi pada area korteks serebri dan tidak


menyebabkan perubahan kesadaran.

Epidemiologi
Insiden SE di Amerika Serikat berkisar 41 per 100.000

individu setiap tahun


27 per 100.000 untuk dewasa muda
86 per 100.000 untuk usia lanjut.

Dua penelitian restropektif di Jerman mendapatkan

insidens 17,11 per 100.000 per tahun.


Mortalitas SE (kematian dalam 30 hari) pada penelitian
Richmond berkisar 22%.
Anak hanya 3%
Dewasa 26%
Populasi yang lebih tua mempunyai mortalitas hingga 38%.

(Mortalitas tergantung dari durasi kejang, usia onset


kejang, dan etiologi. Pasien stroke dan anoksia mempunyai
mortalitas paling tinggi. Sedangkan pasien dengan etiologi
penghentian alkohol atau kadar obat antiepilepsi dalam
darah yang rendah, mempunyai mortalitas relatif redah.)

Etiologi
Etiologi tidak jelas pada sekitar 20% kasus.
Gangguan serebrovaskuler merupakan

penyebab SE tersering di negara maju.


Di negara berkembang penyebab tersering
karena infeksi susunan saraf pusat.
Etiologi SE sangat penting sebagai prediktor
mortalitas dan morbiditas.

Penatalaksanaan Umum
Langkah awal adalah memastikan bahwa pasien

sedang mengalami SE.


Kejang tunggal yang pulih tidak membutuhkan
tatalaksana, namun jika diagnosis SE ditegakkan
harus di tatalaksana secepat mungkin.
Prinsip penatalaksanaan SE adalah
menghentikan aktivitas kejang baik klinis
maupun elektroensefalografik (EEG).
Penatalaksanaan SE meliputi penggunaan obat
intravena yang poten, sehingga dapat
menimbulkan efek samping yang serius.

Monitoring Elektroensefalografi
(EEG)
Continuous EEG (cEEG) sangat berguna pada

penatalaksanaan SE di ruang intensive care unit (ICU),


dilakukan dalam satu jam sejak onset jika kejang
masih berlanjut.
Bermanfaat untuk mempertahankan dosis obat
antiepilepsi selama titrasi dan mendeteksi
berulangnya kejang.
Indikasinya adalah kejang klinis yang masih
berlangsung atau SE yang tidak pulih dalam 10 menit,
koma, postcardiac arrest, dugaan nonconvulsive SE
pada pasien dengan perubahan kesadaran.
Durasi cEEG seharusnya paling sedikit dalam 48 jam.

Terapi
Tahap awal:
lorazepam (0,1 mg/kgBB) atau diazepam (0,15

mg/kgBB)
disusul fenitoin (15-20 mg/kgBB) atau fosfenitoin
(18-20 mg/kgBB)
Jika benzodiazepin dan fenitoin gagal, fenobarbital

dapat diberikan dengan dosis 20 mg/kgBB (harus


mendapatkan perhatian khusus karena dapat
menyebabkan depresi pernapasan)
Jika kejang tetap berlanjut, pertimbangan anestesi
umum, dapat digunakan agen seperti midazolam,
propofol, atau pentobarbital.

Benzodiazepin
Diazepam
Obat pilihan pertama (level evidence A pada banyak

penelitian).
Obat memasuki otak secara cepat, setelah 15-20 menit
akan terdistribusi ke tubuh. Walaupun terdistribusi cepat,
eliminasi waktu paruh mendekati 24 jam.
Sangat berpotensi sedatif jika terakumulasi dalam tubuh
pada pemberian berulang.
Dosis
5-10 mg intravena (bisa juga IM/rektal dan menghentikan

kejang pada sekitar 75% kasus)


Efek samping:
depresi pernapasan, hipotensi, sedasi, iritasi jaringan lokal.
Sangat berpotensi hipotensi dan depresi napas jika diberikan
bersamaan obat antiepilepsi lain, khususnya barbiturat.
diazepam merupakan obat penting dalam manajemen SE

karena efeknya yang cepat dan berspektrum luas.

Lorazepam
Obat ini kurang larut dalam lemak dibandingkan

diazepam dengan waktu paruh dua hinga tiga jam


(diazepam hanya 15 menit).
Dosis:
4-8 mg (Efek antikonvulsan berlangsung -12 jam dan

berhasil menghentikan kejang pada 75%-80% kasus)


Efek samping:
Identik dengan diazepam

Midazolam
Bereaksi cepat, penetrasi cepat melewati sawar

darah otak, dan durasi yang singkat.


Dapat digunakan sebagai agen alternatif untuk SE
refrakter.
Jarang menjadi pilihan pertama untuk kejang akut
di Amerika Serikat, obat ini sangat umum
digunakan di Eropa.

Agen Antikonvulsan
Fenitoin
Keuntungan utama fenitoin adalah efek

sedasinya yang minim.


Efek samping:
Aritmia dan hipotensi, khususnya pada pasien di

atas usia 40 tahun.


Iritasi lokal, flebitis, dan pusing dapat muncul
pada pemberian intravena.

Fenitoin sebaiknya tidak dicampur

dengan dekstrosa 5%, melainkan salin


normal untuk menghindari pembentukan
kristal.

Fosfenitoin
Fosfenitoin adalah pro-drug dari fenitoin yang larut dalam air yang

akan dikonversi menjadi fenitoin setelah diberikan secara


intravena.
Fosfenitoin dikonversi menjadi fenitoin dalam waktu 8 sampai 15
menit.
Dosis:
Dosis awal 15 sampai 20 mg PE per kgBB
Diberikan dengan kecepatan pemberian infus tiga kali lebih cepat dari

fenitoin intravena.
(1,5 mg fosfentoin ekuivalen dengan 1 mg fenitoin, maka dosis,
konsentrasi, dan kecepatan infus intravena digambarkan sebagai
phenytoin equivalent (PE)
Bekerja lebih cepat dan iritasi vena yang lebih minimal
Efek samping:
Parestesia dan pruritus, namun muncul jika diberikan dalam pemberian

yang terlalu cepat.


Pemberian intravena dihubungkan dengan hipotensi, sehingga
monitoring jantung dan tekanan darah yang ketat dilakukan.
Fosfentoin lebih baik daripada fenitoin, namun kelemahannya

adalah harga yang mahal dan tidak terdapat di semua rumah


sakit.

Barbiturat
Fenobarbital
Digunakan setelah benzodiazepin atau fenitoin

gagal mengontrol SE.


Dosis:
Loading dose 15 sampai 20 mg/kgBB

Defisit neurologis permanen dapat timbul jika

diinjeksikan berdekatan dengan saraf tepi.


Saat ini, untuk penanganan SE refrakter lebih
sering digunakan agen lain (midazolam,
propofol, pentoarbital) daripada fenobarbital.

Pentobarbital
Pentobarbital merupakan barbiturat kerja

singkat yang bersifat sedatif, hipno, dan


bersifat antikonvulsan.
Digunakan hanya untuk SE refrakter, jika agen
lain gagal untuk menghentikan kejang.
Dibandingkan fenobarbital, pentobarbital
mempunyai penetrasi yang lebih cepat dan
waktu paruh yang lebih singkat, sehingga dapat
sadar lebih cepat dari koma.
Suatu studi mendapatkan tingkat keberhasilan
pentobarbital yang tinggi (92% dengan
perbandingan 80% untuk midazolam dan 73%
untuk propofol).
Namun demikian, sangat dihubungkan dengan
tingginya kejadian hipotensi dibandingkan
midazolam dan propofol.

Anastesi Umum
Propofol
Propofol sangat larut dalam lemak, sehingga dapat bereaksi

dengan cepat.
Dosis
Dosis 1-2 mg/kgBB, sangat efektif dan nontoksik (mempunyai sifat

anastesi jika diberikan secara intravena).


Efek samping:
Depresi napas dan depresi serebral (membutuhkan intubasi dan
ventilasi).
Penggunaan jangka panjang (atau dosis tinggi >5 mg/kg/jam

dalam 48 jam) dapat menyebabkan asidosis, aritmia jantung,


dan rabdomiolisis (propofol infusion syndrome) yang fatal,
khususnya pada anak usia muda
Tapering Of
Pada pasien yang ditatalaksana denggan infus kontinu obat epilepsi harus

diteruskan 12 sampai 24 jam setelah kejang berhenti.


Jika selama periode tapering of terdapat kejang, maka pengobatan dengan infus

kontinu harus dipperpanjang dengan memperhatikan adanya kejang baik secara


klinis maupun EEG.
Jika tidak ada kejang, maka tapering of dapat diteruskan.

Evaluasi penyebab SE sangat penting untuk

menetukan prognosis.
Walaupun sampai saat ini belum ada konsensus
penatalaksanaan SE yang baku, beberapa peneliti
merekomendasikan penggunaan benzodiazepin
sebagai obat lini pertama untuk mengakhiri kejang
akut dan fenitoin untuk lini kedua.
Jika kejang tidak berhenti dan menjadi status
epileptikus refrakter, dapat dipertimbangkan
pemberian agen anestesi umum.
Pentobarbital merupakan terapi paling efektif untuk SE
refrakter dibandingkan midazolan dan propofol pada
banyak kasus, namun efek samping seperti depresi
pernapasan perlu mendapatkan perhatian khusus.

Anda mungkin juga menyukai