Anda di halaman 1dari 10

PEMBANGUNAN PERTANIAN MASA DEPAN MELALUI PENGEMBANGAN

INDUSTRI PERTANIAN PEDESAAN DENGAN KOMODITI


PERTANIAN UNGGULAN DESA
Oleh
Siti Khoirulina Tri Dewi, SP
NIM. 201520390211025
Magister Agrisbisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
1. Latar Belakang
Kondisi pertanian di Indonesia pada saat ini sangat memprihatinkan, baik dilihat dari
sudut pandang pertanian dalam arti sempit maupun pertanian dalam arti luas yang tidak
hanya mencakup produksi tanaman pangan tetapi juga tanaman perkebunan, kehutanan,
hortikultura, peternakan dan juga perikanan. Indonesia yang terkenal sebagai negara agraris
dengan potensi alam pertanian yang cukup besar tetap saja melakukan kegiatan impor
komoditi pertanian dengan jumlah yang cukup tinggi setiap tahunnya (1). Kegiatan impor ini
dilakukan diseluruh komoditi bahan baku pangan utama serta komoditi yang mempunyai
tingkat inflasi yang tinggi (seperti beras, gula, kedelai, daging, bawang merah, dan cabai)
yang dapat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi negara dan harga bahan pangan di pasar.
Kegiatan impor yang dilakukan oleh pemerintah ini didasarkan pada alasan bahwa tingkat
produksi yang dihasilkan oleh petani dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan pangan
nasional dan memiliki tingkat kualitas yang rendah, padahal petani di Indonesia sangat
mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dan juga mampu memenuhi kebutuhan
produk ekspor dengan kualitas yang tinggi.
Kegiatan impor yang dilakukan oleh pemerintah akibat kurang masksimalnya
tingkat produksi tanaman pertanian disebabkan oleh faktor faktor yang mempengaruhi
rendahnya tingkat produksi tanaman yang dihasilkan per satuan luasan lahan (ton/ha). Faktorfaktor tersebut antara lain faktor cuaca yang saat ini semakin tidak menentu dan berubahubah sehingga petani sulit untuk menentukan awal musim tanam, tingginya serangan hama
dan penyakit, berkuranganya unsur hara dalam tanah akibat penggunaan pupuk an-organik
yang berlebihan, meningkatnya kegiatan alih fungsi lahan pertanian, tidak adanya kebijakan
pemerintah yang melindungi hak-hak petani di indonesia secara real, serta meningkatnya
jumlah penduduk di Indonesia setiap tahun.
Faktorfaktor inilah yang menyebabkan jumlah impor di Indonesia setiap tahun
(1) Data impor komoditi pertanian, perkebunan, hortikultura

mengalami peningkatan. Kegiatan impor yang dilakukan oleh pemerintah ini menyebabkan

rendahnya nilai tukar di petani sehingga berpengaruh terhadap kesejahteraan petani di


Indonesia. Alasan inilah yang menyebabkan perlu adanya perbaharuan sistem pertanian di
Indonesia yang sebagian merupakan pertanian semi tradisional bertransformasi menuju
pertanian masa depan yang lebih baik, berkelanjutan, dan mandiri dengan intergrated
farming system yang berorientasi terhadap pertanian berkelanjutan dengan berlandaskan
kepada industri pertanian pedesaan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tukar petani dan
kesejahteraan petani di Indonesia.
Intergrated Farming System (IFS) ialah sistem yang menggabungkan kegiatan
pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian
dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan
produktifitas lahan (Soedjana, 2007). Kegiatan Intergrated Farming System (IFS) atau sistem
pertanian tepadu ini akan difokuskan di wilayah pedesan yang berorientasi terhadap pertanian
berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbaharui dan berdampak
positif terhadap lingkungan, hal ini dilakukan dengan memanfaatkan pupuk organik dan
penggunaan produk hayati yang ramah lingkungan. Sistem pertanian terpadu ini akan
dilakukan di daerah pedesaan yang merupakan baris terdepan, terkecil tetapi memiliki tingkat
potensi lahan pertanian yang tinggi di suatu negara, dimana pembangunan akan dimulai dari
desa dengan mengadalkan kegiatan indutri pertanian untuk memacu perkembangan desa
mandiri yang berbasis pertanian dan mampu mencukupi pangan sendiri, sehingga diharapkan
pertanian di masa depan tidak ditinggalkan karena penghasilan dan tingkat kesejahteraan
yang rendah tetapi sebagai penompang kehidupan dan kesejahteraan masyarakat terutama
masayarakat di pedesaan.
Pertanian dan pedesaan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling
terkait antara satu dengan yang lain. Pertanian merupakan komponen utama yang menopang
kehidupan pedesaan di Indonesia. Apa yang terjadi di pertanian akan secara langsung
berpengaruh pada perkembangan pedesaan, dan juga sebaliknya. Pertanian dalam hal ini
tidak hanya sebatas pertanian dalam artian sempit, namun dalam artian luas yaitu penghasil
produk primer yang terbarukan. Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan sangat
penting dalam perekonomian pedesaan. Peranan pertanian antara lain adalah (1) menyediakan
kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan,
(2) menyediakan bahan baku bagi industri, (3) sebagai pasar potensial bagi produkproduk yang dihasilkan oleh industri, (4) sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang
diperlukan bagi pembangunan sektor lain, dan (5) sebagai sumber perolehan devisa. Di
samping itu, pertanian memiliki peranan penting untuk (6) mengurangi kemiskinan dan
peningkatan ketahanan pangan, dan (7) menyumbang secara nyata bagi pembangunan

pedesaan dan pelestarian lingkungan hidup. Tetapi kenyataannya pertanian di pedesaan tidak
dapat berkembang secara optimal dikarenakan tidak ada indutri di pedesaan yang mengolah
dan menjual produk hasil petani dengan harga yang tinggi. Hal inilah yang menjadi salah satu
alasan diperlukannya pembangunan indutri pertanian pedesaan dengan komoditi unggula.
2. Permasalahan
Usaha tani di Indonesia didominasi oleh usaha tani keluarga berskala kecil yang
sangat lemah dalam berbagai bidang, antara lain keterbatasan dalam menguasai asset
produktif, modal kerja, posisi bargaining dan kekuatan politik ekonomi, sehingga petani tidak
dapat berkembang secara mandiri dan dinamis. Petani kecil sangat tergantung pada golongan
petani lahan luas atau pedagang untuk memperoleh asset produktif (lahan, peralatan), modal
kerja dan perolehan sarana produksi. Demikian juga dalam penjualan hasil petani sangat
tergantung pada pedagang hasil. Hal ini yang menyebabkan hasil produk-produk pertanian
tidak bernilai tinggi di petani tetapi mahal di pasar akibat terlalu panjangnya rantai
pemasaran, produk yang dijual petani merupakan bahan mentah sehingga perlu diolah
kembali, kuliatas rendah akibat tidak adanya penanngan pasca panen. Oleh sebab itulah perlu
dilakukan perubahan (transformasi) di dunia pertanian di Indonesia, dengan membangun
industri pertanian pedesaan dengan komoditi unggulan.
Permasalahan dari pembangunan pertanian pedesaan ialah semakin tingginya
kegiatan alih fungsi lahan di wilayah pedesaan yang dilakukan oleh petani maupun pihakpihak tertentu, baik pemerintah maupun non pemerintah. Kegiatan alih fungsi lahan ini
dilakukan karena semakin meningkatnya jumlah penduduk di pedesaan yang mengakibatkan
tingginya pertumbuhan kontruksi perumahan dipedesaan, rendahnya pendapat petani di lahan
sehingga petani lebih memilih menjual lahan sawah dan tegal untuk dijadikan perumahan
ataupun indutri yang bergerak di bidang non pertanian, serta meningkatnya tingkat konsumsi
petani yang menyebabkan semakin mudahnya petani menjual lahanya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat konsumtif.
Selain permasalahan mengenai alih fungsi lahan, sistem kelembagaan petani
(kelompok tani) yang kurang memiliki daya di lingkungan sosial dan ekonomi pedesaan juga
menyebabkan terhambatnya program-program pembangunan pertanian di pedesaan yang
dilakukan oleh pihak pemerintah maupun non pemerintahan. Selama ini kelompok tani
pedesaan merupakan suatu kelembagaan yang berkumupul hanya untuk memenuhi kebutuhan
sarana dan prasarana produksi saja antara lain untuk penyediaan pupuk, bibit dan pestisida
baik dari pemerintah maupun pihak swasta, sehingga fungsi pembentukan kelompok tani
tidak berjalan secara keseluruhan misalnya tidak membahas mengenai permasalahan di

lapang, sistem pemasaran dan bahkan harga beli komoditi pertanian. Bantuan yang diberikan
oleh pemerintah saat ini lebih difokuskan kepada unit koperasi yang telah memiliki badan
hukum dan keanggotaan yang jelas tanpa memperhatikan bantuan pertanian tersebut tepat
sasaran atau tidak, dan sebagian besar bantuan pemerintah hanya jatuh kepda petani-petani
besar (petani pengusaha), sehingga petani kecil semakin tersisih dan terasingkan dari
lahannya sendiri.
Penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian juga merupakan salah
satu masalah dipedesaan. Dari segi kualitas, faktanya lahan dan pertanian kita sudah
mengalami degradasi yang luar biasa, dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk
an-organik yang berlebihan. Berdasarkan Kementrian pertanian, 2015, Angka Tetap (ATAP)
tahun 2014, untuk produksi komoditi padi mengalami penurunan produksi Gabah Kering
Giling (GKG) hanya mencapai 70,84 juta ton dan lebih rendah 0,99 persen dibandingkan
tahun 2013. sedangkan kebutuhan pangan selalu meningkat seiring pertambahan jumlah
penduduk Indonesia. Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan
pertanian intensif di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun produktivitasnya, dan
mengalami degradasi lahan terutama akibat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah
yaitu lebih kecil dari 2 persen. Padahal, untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan
kandungan C-organik lebih dari 2,5 persen atau kandungan bahan organik tanah > 4,3 persen.
Berdasarkan kandungan C-organik tanah/lahan pertanian tersebut menunjukkan lahan sawah
intensif di Jawa dan di luar Jawa tidak sehat lagi tanpa diimbangi pupuk organik dan pupuk
hayati, bahkan pada lahan kering yang ditanami palawija dan sayur-sayuran di daerah dataran
tinggi di berbagai daerah. Sementara itu, dari sisi kuantitasnya konfeksi lahan di daerah Jawa
memiliki kultur dimana orang tua akan memberikan pembagian lahan kepada anaknya turun
temurun, sehingga terus terjadi penciutan luas lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi
lahan bangunan dan industri
Selain itu permasalahan lainnya ialah terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur
penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan
waduk (irigasi). Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber
airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal
dari non-waduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena
tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi
nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini
dalam kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk
telah kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya

kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan


pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk.
Selanjutnya, adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri utama pertanian
modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang terus menerus
harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik komoditi tanaman
pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus menghadapi pasar dunia
yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk
dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan
teknologi standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam tidak hanya di
dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi dan
diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai karakteristik
yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di tiap daerah juga berbedabeda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru
diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran kelembagaan sangatlah
penting, baik dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang memenuhi kebutuhan petani
maupun dalam pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk
menilai respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi, dan melakukan
penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian
Permasalahan berikutnya ialah mengenai terbatasnya akses layanan usaha terutama
di permodalan. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga
produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan
petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan
formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input
produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu,
penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para
petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Terakhir menyangkut, masalah
panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat
menikmati harga yang lebih baik, karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari
hasil penjualan.
3.

Solusi
Solusi untuk meningkatkan pembangunan pertanian di pedesaan telah dilakukan

oleh pemerintah dengan diberikannya bantuan permodalan, alat-alat pertanian dan bantuan
sarana serta prasarana produksi pertanian, tetapi bantuan ini tidak dapat memberikan dampak

yang optimal akibat permasalahan hanya diselesaikan di depan tanpa dilakukan


pendampingan dan pemberian solusi untuk pemecahan permasalahan-permasalahan yang ada
dan berdampak secara nyata terhadap produksi, nilai tukar petani dan tingkat kesejahteraan
petani. Oleh karena itu diperlukan transformasi perubahan sistem pertanian di Indonesia
dengan menggunakan intergrated farming system yang berorientasi terhadap pertanian
berkelanjutan dengan berlandaskan kepada industri pertanian pedesaan komoditi unggulan
desa dengan model pengembangan sebagai berikut ini
Model 1. Desa A : Industri Pertanian Pedesaan
Bank Benih atau Bibit

Kelompok Tani

Budidaya Komoditi Unggulan Desa : Misal Padi

Petani

Unit produksi padi (GKG) dan


Unit
beras
produksi pakan ternak dan ikan

tah atau non pemerintah untuk permodalan pendampingan


Unit pengolahan pupuk, limbah dan bioetanol

Unit Pengembangan peternakan dan perikanan


Produksi UKM beras, pupuk, ternak olahan, ikan olahan, dan produk jadi lainnya

Promosi, Pemasaran dan Distribusi, serta pelayanan

Pasar dan konsumen

Model 2. Pusat Pemasaran di Kota Besar

Pemerintah

Pasar di
Daerah

Konsumen

Swasta

Solusi yang pertama yaitu pada model pertama dimana petani yang tergabung di
kelompok tani yang berfungsi sebagai lembaga atau wadah yang menampung aspirasi
masyarakat mengelola seluruh unit sistem pertanian terpadu mulai dari penanaman atau
budidaya komoditi unggulan desa bisa satu hingga lebih dari satu tanaman dimana hasil dari
penanaman ini akan menghasilkan dua macam produksi yaitu produksi tanaman pangan misal
padi menjadi GKG dan beras kemudian limbahnya dapat digunakan menjadi pupuk organik
dan juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dan pakan ikan untuk diberikan ke
pengelolaan ternak dan ikan yang dari unit pengelolaan ini limbahnya dapat dikelola menjadi
bioetanol. Kemudia kelompok tani ini membangun industri pertanian kecil yang modalnya
dapat dari pemerintahan, dari swasta maupun sponsor lainnya untuk melakukan pengemasan
produk pertanian menjadi bahan olahan siap dipasarkan baik yang siap saji mauun tidak
mulai dari proses produksi, pengemasan, uji kualitas/mutu, promosi, pemasaran dan distribusi
ke pasar dan konsumen dilakukan oleh lembaga kelompok tani di desa yang terdiri dari satu
atau lebih kelompok tani (GAPOKTAN) untuk menguasai semua unit pengolahan agar
memutus matai rantai dan meningkatkan nilai jual komoditi.
Pada model ini yang perlu diperkuat adalah kelembagaan dan teknologi. Pada
kelembagaan diperkuat sistem kepengurusan dengan mengikutsertakan sumber daya manusia
yang kompeten yang berasal dari daerah sebagai pendamping dan pengawas untuk membantu
dan mendampingi petani sebagai pelaku utama. Fungsi dari pendamping dan pengawas ini
mendampingi dan mengawasi seluruh proses kinerja berdasarkan SOP yang dibuat dan
mengawasi kinerja diseluruh unit usaha industri, lembaga kelompok tani ini haruslah orang
orang yang memiliki visi dan misi yang sama di pedesaan untuk membangun pertanian
pedesaaan yang maju dan mandiri dengan tujuan mensejahterakan petani dan masyarakat di

desa. Sehingga perlu pendampingan dari pihak-pihak yang memiliki bargaining yang kuat
dalam hal ini pemerintahan agar program atau rencana ini dapat berjalan secara optimal.
Selain mengenai kelembagaan lahan yang semakin sempit perlu dilakukan teknologi dengan
menggunakan bibit yang menghasilkan produktivitas yang tinggi atau menggunaan metode
penanaman tanpa lahan misalnya pertanian vertikal atau penanaman di pekarangan dan lahan
tidur dengan berfokus pad penggunaan sumber daya hayati dan memperbanyak pupuk
organik untuk memperbaiki unsur hara dalam tanah. Pemanfaatan teknologi untuk seluruh
unit harus disesuaikan dengan bentuk dan keperluan dilapagan sehingga alat yang diberikan
oleh investor dpat berguna secara optimal. Perbaikan sarana dan prasarana pertanian terutama
waduk sebagai sumber irigasi utama, kemudian pengujian kualitas produk dengan
pengolahan, dan pengemasan yang sesuai dengan standar nasional.
Dalam hal ini tidak bisa kelompok tani berdiri sendiri sehingga diperlukan bantuan
pendmaping baik dari pemerintah maupun swasta untuk emberikan informasi, membantu
mendapatkan informasi, melakukan pendampingan secara kontinue hingga kelompok tani
bisa berdiri secara mandiri dan membantu memperluas wawasan dan inovasi petani dalam
menciptakan produk produk baru dari komoditi yang sudah ada, dimana dengan berdirinya
industri olahan hasil pertanian ini diharapkan akan timbul UMKM yang berbasis bahan
bahan pertanian yang dapat membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga petani dan
memberdayakan petani petani wanita.
Model yang kedua ialah lanjutan model yang pertama yaitu proses pemasaran dimana
di pusat kota dibuat pusat pemasaran kota/kabupaten per SKPD yang menampung dan
membeli seluruh komoditi yang telah diolah oleh petani dengan harga yang telah ditentukan
atau HPP untuk setiap komoditi, kemudian pasar ini nantinya akan mendistribusikan dan
menyalurkan produk-produk pertanian tersebut ke pasar-pasar di masing masing kecamatan
yang nantinya akan dibeli oleh konsumen. Pada model ini yang mampu menguasai pasar
yaitu pemerintah dan dengan izin pemerintah terdapat perusahaan-perusahaan swsata yang
nantinya berfungsi sebagai pembeli dengan yang menjamin komoditi pertanian dengan harga
minimal merupakan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah atas survei lapangan
terhadap biaya produksi setiap komoditi yang dihasilkan. Dengan sistem seperti ini
diharapkan dapat meningkatkan dan menstabilkan nilai tukar petani serta memotong mata
rantai untuk produk pertanian.
4.

Penutup
Permasalahan pertanian di Indonesia sangatlah rumit dan kompleks mulai dari lahan

yang berkurang, modal, teknologi hingga masalah kelembagaan yang membuat pertanian di

Indonesia tidak tumbuh dan berkembang malah semakin lama semakin surut oleh karena itu
sistem pertanian yang saat ini seharusnya diubah dan melakukan transformasi dengan
mengkhususkan pengembangan industri pertanian pedesaan dengan komoditi unggulan yang
dikelola oleh kelompok tani yang nantinya bertujuan untuk memperkuat kelompok tani,
membangun desa mandiri, membangun pertanian yang mandiri dengan nilai tukar petani
yang stabil serta mampu mensejahterakan petani dan masyarakat desa, dengan adanya insutri
pedesaan diharapkan petani tidak hanya mampu mengelola di on farm tetapi juga di off farm
hingga pemasaran ke konsumen untuk meningkatkan pendapatan petani dan memutus mata
rantai pemasaran pertanian yang panjang.

LAMPIRAN
(1)

Data Impor Sub Sektor Pertanian Tahun 2010 - 2014

(1)

SUMBER : RENTRA TAHUN 2015 - 2019

Anda mungkin juga menyukai