Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS

Juni 2016

HIPERTENSI

DISUSUN OLEH:
NAMA

: Etwien Reskinta Paulus, S.Ked

STAMBUK

: N 111 13 058

PEMBIMBING : dr. Sumarni, Sp.GK


dr. Mike Iviany Mexi Avia

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Seiring dengan terjadinya transisi epidemiologi saat ini, terjadi perubahan


pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi non infeksi (penyakit degeneratif)
seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke yang akhir-akhir ini banyak
terjadi di masyarakat. Penyakit-penyakit diatas digolongkan kedalam penyakit
tidak menular yang frekuensi kejadiannya mulai meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi, perubahan pola makan, gaya hidup serta kemajuan
ekonomi bangsa.
Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta
kematian pada tahun 2005 (WHO), dan 80% kematian tersebut terjadi di negaranegara yang berpendapatan rendah dan menengah akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah (30%), penyakit pernapasan kronik dan penyakit kronik lainnya
(16%), kanker (13%), cedera (9%), dan diabetes mellitus. PTM seperti hipertensi,
stroke, kanker, diabetes mellitus, penyakit paru kronik obstruktif, dan cedera
terutama di negara berkembang, telah mengalami peningkatan kejadian dengan
cepat yang berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan
(Depkes RI, 2010).
Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah
meningkat di atas tekanan darah normal.The seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII) menyatakan bahwa seseorang dikatakan hipertensi jika
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolic 90
mmhg atau lebih. Hipertensi adalah faktor risiko keempat dari enam faktor risiko
terbesar penyebab penyakit kardiovaskular (PERKI, 2010).
Penderita hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institute nasional
Jantung, Paru, dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita
hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Orang yang sudah menyadari hipertensi

pada dirinya hanya melakukan sedikit tindakan untuk mengontrolnya, dimana


hanya 27% pasien hipertensi yang mengontrol tekanan darahnya secara adekuat
(Hahn & Payne, 2003).Pasien baru menyadari kondisinya jika hipertensi sudah
menimbulkan komplikasi pada jantug, penyumbatan pembuluh darah, hingga
pecahnya pembuluh darah di otak yang berakibat kematian. Hal inilah yang
membuat hipertensi dikenal sebagai the silent killer yang berdampak pada
tingginya angka kematianakibat penyakit dan pembuluh darah (Aziza, 2007)
Prevalensi hipertensi terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya
hidup seperti merokok, inaktifitas fisik dan stres psikososial. Data World Health
Organization (WHO), tahun 2000 menunjukkan sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penduduk diseluruh dunia menderita hipertensi. Sebanyak 333 juta (proporsi
34,26%) berada di negara maju dan 639 juta (65,74%) berada di negara
berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2010).
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009 menunjukkan
prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan dari 96 per 1000
penduduk pada tahun 2000 menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2005.
Prevalensi hipertensi pada golongan umur diatas 25 tahun meningkat dari 8 %
pada tahun 2000 menjadi 28 % tahun 2009 (Depkes RI, 2010)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sehat
Arti kesehatan secara harfiah adalah sesuatu yang berhubungan dengan
kondisi fisik seseorang yaitu orang dikatakan sehat apabila terbebas dari
serangan penyakit atau sebaliknya dikatakan sakit apabila kondisi fisiknya
tidak baik akibat penyakit menular atau penyakit tidak menular.Kondisi ini
dinamakan konsep sehat-sakit. Sejak tahun 1948 WHOtelah mendefinisikan
yang dimaksud sehat sebagai berikut :Health is a state of physical, mental
and social well being and not merely the absence of disease or
infirmity.Dikatakan bahwa sehat itu adalah keadaan fisik, mental dan sosial
yang baik, tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat atau kelemahan.Menurut
pengertian tersebut definisi sehat mempunyai makna yang sempurna dan
lengkap. Misalnya seseorang yang mengalami sakit lalu ada bekas luka parut,
menurut pengertian WHO belum termasuk kriteria sehat (Suyono, 2010)
Di Indonesia kriteria sehat ini ditetapkan melalui Undang-undang Nomor
1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan dan telah diperbaharui dengan
Undang-undang Nomor 23Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 1 ayat 1 yang
bunyinya : Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis
(Suyono, 2010)

Hendrik L Blummenggambarkan status kesehatan seseorang atau masyarakat


dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut : (Suyono, 2010)

Gambar 1.Konsep status Kesehatan menurut HL. Blum

Ke empat faktor tersebut diatas saling berpengaruh positif satu dengan


yang lain dan tentu saja sangat berpengaruh terhadap status kesehatan
seseorang. Status kesehatan akan tercapai optimal apabila ke empat faktor
tersebut positif mempengaruhi secara optimal pula. Apabila salah satu faktor
tidak optimal maka status kesehatan akan bergeser kearah dibawah optimal.
Berikut ini akan dijelaskan satu per satu ke empat faktor tersebut sebagai
berikut : (Suyono, 2010)
1. Faktor Keturunan (Biologi)
Faktor ini lebih mengarah kepada kondisi individu yang berkaitan dengan
asal usul keluarga, ras dan jenis golongan darah. Beberapa penyakit
tertentu disebabkan oleh faktor keturunan antara lain : hemophilia,
hypertensi, kelainan bawaan, albino dll.
2. Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan yang
diberikan. Hal ini berhubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana
institusi kesehatan antara lain : Rumah Sakit, Puskesmas, Labkes, Balai
Pengobatan, serta tersedianya fasilitas pada institusi tersebut : tenaga
kesehatan, obat-obatan, alat-alat kesehatan yang kesemuanya tersedia
dalam kondisi baik dan cukup dan siap pakai.
3. Faktor Perilaku
Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat,
perilaku petugas kesehatan dan perilaku para pejabat pengelola negeri ini
(Pusat dan Daerah) serta perilaku pelaksana bisnis.

Perilaku individu atau masyarakat yang positif pada kehidupan


sehari-hari misalnya : membuang sampah / kotoran secara baik,
minum air masak, saluran limbah terpelihara, mandi setiap hari

secara higienis dll.


Perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik
antara lain : ramah, cepat tanggap, disiplin tinggi, terapi yang tepat
sesuai diagnosa, tidak malpraktek pemberian obat yang rasional, dan

bekerja dengan penuh pengabdian.


Perilaku pemerintah Pusat dan Daerah dalam menyikapi suatu
permasalahan kesehatan masyarakat secara tanggap dan penuh
kearifan misalnya : cepat tanggap terhadap adanya penduduk yang
gizinya buruk, adanya wabah penyakit, serta menyediakan sarana
dan prasarana kesehatan dan fasilitas umum ( jalan, parit, TPA,
penyediaan air bersih, jalur hijau, pemukiman sehat) yang didukung
dengan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
kesehatan dan lingkungan hidup dan menerapkan sanksi hukum yang

tegas bagi pelanggarnya.


4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan,
terlihat dari diagram di atas dengan panah yang lebih besar dibanding
faktor lainnya. Faktor Lingkungan terdiri dari 3 bagian besar :
- Lingkungan Fisik
Terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dirasakan antara
lain : bangunan, jalan, jembatan, kendaraan, gunung, air, tanah.
Benda mati yang dapat dilihat dan dirasakan tapi tidak dapat diraba :
api, asap, kabut dll.. Benda mati yang tidak dapat diraba, tidak dapat
dilihat namun dapat dirasakan : udara, angin, gas, bau-bauan, bunyi-

bunyian / suara dll.


Lingkungan Biologis
Terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat
maupun tidak : manusia, hewan, kehidupan akuatik, amoeba, virus,
plankton. Makhluk hidup tidak bergerak : tumbuhan, karang laut,

bakteri dll.
Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan biologis di


atas. Lingkungan sosial tidak berbentuk secara nyata namun ada
dalam kehidupan di bumi ini.Lingkungan sosial terdiri dari sosioekonomi, sosio-budaya, adat istiadat, agama/kepercayaan, organisasi
kemasyarakatan dll.
Melalui lingkungan sosial manusia melakukan interaksi dalam bentuk
pengelolaan hubungan dengan alam dan buatannya melalui pengembangan
perangkat nilai, ideologi, sosial dan budaya sehingga dapat menentukan arah
pembangunan lingkungan yang selaras dan sesuai dengan daya dukung
lingkungan yang mana hal ini sering disebut dengan etika lingkungan.
2.2 Konsep Penyakit Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah penyakit
tekanan darah tinggi.Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah
tekanan sistolik dan tekanan diastolic. Berdasarkan JNC VIII, seorang
dewasa dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140
mmHg atau lebih dan diastolic 90 mmHg atau lebih pada umur 60
tahun (PERKI, 2010).

2.2.2

Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi yang dipakai saat ini beredoman pada Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment on High Blood Pressure yang ke VIII.Berikut ini adalah tabel
tentang klasifikasi hipertensi.

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat diklasifikaskan menjadi


dua yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder Berikut ini adalah
pembagian hipertensi berdasarkan penyebabnya.

a. Hipertensi Primer
Hipertensi primer disebut juga dengan istilah hipertensi esensial
atau idiopatik. Etiologi hipertensi jenis ini adalah multifaktorial
yang masing-masing akan saling berinteraksi mengganggu
homeostasis secara bersama, sehingga tekanan darah baik sistolik

maupun diastolic akan mengalami peningkatan (Black & Hawks,


2005). Pada kasus ini terjadi peningkatan kerja jantung akibat
penyempitan pembuluh darah tepi.Hipertensi jenis ini mempunyai
kecenderungan genetic yang dan dipengaruhi oleh faktor kontribus,
seperti obesitas, stress, merokok, dan konsumsi garam berlebih
(Sherwood, 2001). Hipertensi jenis ini biasanya diderita oleh 90%
sampai 95% psien yang mengalami peningkatan tekanan darah
(Hahn & Payne, 2007).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh gangguan sistem lain,
misalnya sistem vaskuler (arteriosklerosis), sistem renal (stenosis
arteri renal), sistem endokrin (hipertiroidisme) dan sistem neuron
(peningkatan

tekanan

menyebabkan

hipertensi

intracranial).Kehamilan
sekunder

(Davis,

juga

dapat

2004).Kejadian

hipertensi sekunder kurang dari 5% pada individu dewasa, tetapi


lebih dari 80% pada anak-anak. Menurut Dirksen, Heitkemper, dan
Lewis (2000) penyebab hipertensi sekunder adalah sebagai berikut:
(1) penyempitan congenital aorta; (2) penyakit ginjal misalnya
stenosis arteri ginjal; (3) gangguan endokrin misalnya sindrom
Chusing dan hiperaldosteron; (4) gangguan neurologi misalnya
tumor otak dan cedera kepala; (5) sleep apnea; (6) pengobatan jenis
stimulant simpatetik misalnya kokain, terapi penggantian estrogen,
obat kontrasepsi oral, dan obat anti inflamasi non steroid; (7)
kehamilan yang menstimulasi hipertensi.
2.2.3

Faktor Risiko Hipertensi


Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa semua jenis hipertensi
dipengaruhi oleh faktor genetic daan lingkungan. Faktor-faktor ini
dapat diklasifikasikan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan
faktor yang dapat dimodifikasi.
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari riwayat keluarga
(genetic), umur, jenis kelamin.
- Riwayat Keluarga (Genetik)

Kejadian

hipertensi

khususnya

hipertensi

primer

sangat

dipengaruhi oleh faktor riwayat keluarga. Faktor genetik ini


berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin
membrane sel. Menurut Davidson, bila kedua orang tuanya
menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anakanaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
-

hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.


Umur
Risiko hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur.
Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa seseorang rentan
mengalami hipertensi pada umur 30-50 tahun, dimana hipertensi
yang dialami adalah hipertensi primer. Tingginya hipertensi
seiring dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi
lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku,

sebagai akibatnya adalah meningkatnya tekanan darah sistolik.


Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap kejadian hipertensi. Pria lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk
peningkatan tekanan dara sistolik. Pria diduga memiliki gaya
hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki
menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat.
Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita
lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh
faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih

tinggi terdapat pada wanita.


b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Selain dipengaruhi faktor yang tidak dapat dimodifikasi, hipertensi
dipengaruhi faktor yang dapat dimodifkasi.Tingkat kejadian
hipertensi dapat diturunkan dengan mengendalikan faktor ini.Faktor

yang dapat dimodifikasi ini terdiri dari kegemukan (obesitas), stress,


konsumsi zat berbahaya, aktivitas fisik, nutrisi.
- Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak
yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index)
yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan
kuadrat dalam meter.Kaitan erat antara kelebihan berat badan
dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa
studi.Risiko relative untuk menderita hipertensi pada orangorang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
yang badannya normal.Sedangkan, pada penderta hipertensi
ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih
-

(overweight).
Stress
Stress mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat
kejadian hipertensi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jonas
(2000) dilaporkan bahwa seseorang yang mengalami depresi
berisiko 1,78 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan
yang tidak mengalami depresi. Seseorang yang berada dalam
kondisi stress telah terjadi proses fisiologis dimana sistem saraf
simpatis teraktivasi yang selanjutnya dapat menstimulus
pengeluaran hormone adrenalin dan kortisol. Respon fisiologis
ini menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan

darah.
Konsumsi Zat Berbahaya
Konsumsi zat berbahaya adalah faktor lain yang mempengaruhi
kejadian hipertensi dan dapat dimodifikasi. Konsumsi zat
berbahaya ini meliputi rokok, konsumsi alkohol berlebih, dan
obat-obatan terlarang.Penggunaan substansi ini secara terusmenerus dapat membuat tekanan darah cenderung tinggi.
Nikotin yang dihisap melalui rokok dapat meningkatkan denyut
jantung dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, yang akan
meningkatkan tekanan darah arteri pada jangka waktu yang

pendek, selama dan setelah merokok. Nikotin yang masuk ke


dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah ateri, dan mengakibatkan proses aterosklerosis, dan
tekanan darah tinggi.
Alkohol termasuk salah satu substansi berbahaya yang jika
dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek negative
bagi tubuh.Konsumsi alkohol dapat meningkatkan angka
kejadian hipertensi, penurunan sensitivitas tubuh terhadap obat
antihipertensi, dan hipertensi yang sulit disembuhkan.
Kopi mengandung kafein yang jika digunakan dalam jumlah
adekuatakan bermanfaat bagi tubuh. Hal ini didukung oleh
studi-studi yang dilakukan Mayo Clinic, Harvard School of
Public Health dan institusi-institusi lain yang mengungkapkan
bahwa minum kopi 2-4 cangkir sehari dapat menurunkan kanker
kolon, mengurangi risiko penyakit batuu empedu, dan mencegah
sirosis hati. Akan tetapi, konsumsi kopi yang berlebih yaitu 10
cangkir atau lebih per hari dapat menyebabkan kecemasan,
-

diare, kelelahan, sulit tidur, pusing, dan palpitasi jantung.


Aktivitas fisik
Aktivitas fisik aerobic yang adekuat dan teratur akan menjaga
fungsi kardiovaskuler yang baik dan menurunkan berat badan
bagi pasien hipertensi dengan obesitas, serta menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular yang dapat meningkatkan mortalitas.


Nutrisi
Nutrisi adalah salah satu faktor yang dapat dimodifikasi untuk
mengendalikan kejadian hipertensi.Pola makan yang tinggi
kalori, natrium, dan lemak, tetapi rendah protein dapat
meningkatakn tekanan darah. Diet tinggi sodium akan
menstimulasi pengeluaran hormone natriuretik dan mekanisme
vaspresor dalam sistem saraf pusat, yang akan berkontribusi
pada peningkatan tekanan darah. Penelitian yang dilakukan oleh
Sugiharto (2007) menunjukkan bahwa seseorang yang terbiasa
mengkonsumsi makanan asin berisiko menderita hipertensi 3,95

kali dibandingkan orang yang tidak terbiasa mengkonsumsi


makanan asin.
Diet tinggi lemak jenuh juga berakibat pada peningkatan
tekanan darah. Konsumsi lemak jenuh berlebih berakibat pada
peningkatan kadar kolesterol yang merupakan faktor risiko utam
aterosklerosis. Aterosklerosis dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan penyakit kardiovaskular misalnya iskemia
atau infark miokard.

2.2.4

Manifestasi Klinis Hipertensi


Manifestasi klinis hipertensi antara lain:
- Sakit/nyeri kepala
- Gelisah
- Jantung berdebar-debar
- Pusing
- Leher kaku
- Penglihatan kabur, dan
- Rasa sakit di dada.
- Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman kepala, mudah
lelah.

2.2.5

Tatalaksana Hipertensi
a. Non-Farmakologis
Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya
hidup. (Depkes RI, 2013)
Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi
Penurunan berat badan

Rekomendasi
Rerata penurunan TDS
Jaga berat badan ideal (BMI : 5 20 mmHg/10kg

18,5 24,9 kg/m2)


Dietary Approches to Stop Diet kaya buah,
Hypertension (DASH)

sayuran, 8 - 14 mmHg

produk rendah lemak dengan


jumlah lemak total dan lemak

Pembatasan intake natrium

jenuh yang rendah


Kurangi hingga < 100 mmol 2 - 8 mmHg

per hari (2.0 g natrium atau 6


5 g natrium klorida atau 1
Aktivitas fisik

sendook teh garam per hari)


Aktivitas fisik aerobic yang 4 - 9 mmHg
teratur (mis : jalan cepat) 30
menit seharu, hampir setiap

Pembatasan konsumsi alcohol

hari dalam seminggu.


Laki-laki : dibatasi hingga < 2
kali per hari.
Wanita dan orang yang lebih
kurus : dibatasi hingga < 1 kali
per hari.

b. Farmakologis

4 mmHg

Alur tatalaksana hipertensi

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Suku
Agama
Pekerjaan
Waktu Pemeriksaan

: Tn. Muamin
: 56 Tahun
: Pria
: Desa Baiya, Pantoloan, Palu
: Kaili
: Islam
: Petani
: 27 April 2016, Kunjungan rumah petugas UPTD

Pantoloan
3.2 Anamnesis
-

Keluhan Utama
Sakit kepala, tegang pada belakang leher
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien meneluhkan sakit kepala sejak 1 minggu terakhir.Sakit kepala terutama
dirasakan pada seluruh bagian kepala. Pasien juga mengeluhkan leher tegang
sejak 1 minggu, nyeri uluhati sejak 3 hari terakhir,

mudah lelah saat

melakukan aktivitas ringan, keringat malam dan terkadang berdebar-debar.


Keluhan sesak juga dirasakan dan dapat sesekali timbul.
Mual bila sakit kepala dan tegang pada belakang leher
BAB dan BAK kesan normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (+) yaitu tiga orang saudara pasien.Riwayat hipertensi pada
orang tua tidak diketahui.

Pasien

Meninggal
Hipertensi

Riwayat Pribadi
Pasien merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Pasien tinggal

di rumah bersama suaminya. Pasienmemiliki 3 orang anak.


Rumah pasien berada di kelurahan Baiya, yang sebenarnya cukup dekat
dengan Puskesmas Pantoloan dan Pustu Baiya, namun pasien tidak

pernah mau pergi ke Puskesmas maupun Pustu tanpa alasan yang jelas.
Sumber air yang dipakai untuk sehari-hari adalah dari air gunung yang
dialirkan kerumah menggunakan pipa, dan untuk minum pasien minum

air mentah karena menurut pasien tidak biasa minum air masak.
Pasien merupakan seorang petani dan peternak kambing.
Pasien kurang bergerak dan tidak pernah berolahraga.
Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk yang beraneka ragam. Riwayat
sering makan makanan bersantan

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital
-

Denyut nadi
TD
RR
Suhu

: 88 x/menit, irama teratur, kuat angkat


: 170/100 mmHg
: 20 x/menit
: 36,7C

Status Generalis
Kepala
-

Ekspresi wajah
Bentuk dan ukuran
Rambut
Edema
Malar rash

: normal
: normal
: normal
: (-)
: (-)

Simetris
Exophtalmus
Ptosis
Strabismus
Edema palpebra
Konjungtiva
Sklera
Pupil
Kornea
Lensa

: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: anemis (-/-), hiperemis (-/-)
: ikterik (-/-), hiperemis (-/-), pterygium (-/-)
: isokor, bulat, refleks (+/+)
: normal
: normal, katarak (-/-)

Bentuk
Lubang telinga
Nyeri tekan
Pendengaran

: normal
: normal, secret (-/-)
: (-)
: normal

Mata
Telinga
Hidung
-

Simetris, deviasi septum (-)


Perdarahan (-), secret (-)
Penciuman
: normal

Mulut
-

Simetris
Bibir
Gusi
Lidah
Mukosa

: sianosis (-)
: hiperemis (-), perdarahan (-)
: glositis (-), atrofi papil lidah (-)
: kering

Leher
-

Simetris
Kaku kuduk
: (-)
Scrofuloderma
: (-)
Pembesaran KGB
: (-)
Trakea
: di tengah
JVP
: normal
Pembesaran otot sternokleidomastoideus
Pembesaran tiroid
: (-)

: (-)

Thoraks
Cor
-

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: iktus cordis tidak tampak


: iktus cordis teraba di ICS 5 midklavikula sinistra
: redup
: S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Inspeksi

: bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris,

Pulmo
-

penggunaan otot bantu nafas (-), pelebaran sela iga (-), frekuensi
-

pernapasan 20 x/menit.
Palpasi
: pergerakan dinding dada simetris, fremitus raba

dan vocal simetris, provokasi nyeri (-).


Perkusi
: sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi
: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen
-

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

Inguinal-genital-anus

: distensi (-), skar (-).


: bising usus (+) normal
: nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
: timpani
: tidak diperiksa

Ekstremitas atas
-

Akral hangat
Kulit
Deformitas
Sendi
Edema
Sianosis
Kekuatan

: (+/+)
: normal
: (-/-)
: dalam batas normal
: (-/-)
: (-/-)
: normal

Ektremitas bawah
-

Akral hangat
Kulit
Deformitas
Sendi
Edema
Sianosis
Kekuatan

: (+/+)
: normal
: (-/-)
: dalam batas normal
: (-/-)
: (-/-)
: normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
3.5 Diagnosis Kerja
Hipertensi Gr II
Dyspepsia
3.6 Penatalaksanaan
-

Captopril 2 x 25 mg
Ranitidin 3x1 tab

3.7 Prognosis
Dubia
3.8 Konseling

Konseling yang diberikan pada pasien ini adalah tentang pola hidup sehat
untuk mencegah dan mengontrol hipertensi, seperti :
-

Gizi seimbang dan pembatasan gula, garam, dan lemak. Asupan garam

maksimal 5 g sehari.
Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal.
Menganjurkan gaya hidup aktif/olahraga teratur
Menganjurkan untuk kontrol rutin di puskesmas
Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi dari penyakit hipertensi

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengn hipertensi grade II. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan di Puskesmas
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien datang dengan keluhan sakit kepala yang
mulai dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.Sakit kepala terutama dirasakan di
bagian belakang kepala. Nyeri uluhati sejak3 hari yang lalu.Pada pemeriksaan
fisik, ditemukan tekanan darah pasien adalah 170/100 mmHg. Berdasarkan
klasifikasi menurut JNC VII, pasien ini digolongkan pada hipertensi grade II.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah dengan pemberian terapi
farmakologis dengan menggunakan obat antihipertensi yaitu captopril 2 x 25 mg
sehari. Selain terapi farmakologis, diberikan juga terapi non farmakologis dengan
pemberian konseling tentang diet untuk pasien hipertensi, gaya hidup aktif,
komplikasi hipertensi, dan menganjurkan pasien kontrol rutin di puskesmas.
Menurut teori H.L. Blum terdapat empat faktor yang mendasari munculnya
suatu penyakit. Faktor tersebut antara lain : faktor biologi, faktor lingkungan,
faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Mengacu pada teori tersebut,
kejadian hipertensi pada pasien ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Faktor biologi
Faktor biologi pada pasien ini adalah terdapat riwayat hipertensi dalam
keluarga yakni ketiga saudara pasien. Selain itu, terdapat faktor yang lain yaitu
usia pasien 56 tahun.
2. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan tidak mempengaruhi terhadap penyakit pasien karena rumah


tinggal pasien yang cukup dekat dengan PUSTU ataupun Puskesmas.
3. Faktor perilaku
Faktor perilaku merupakan faktor yang dominan dalam proses terjadinya
hipertensi. Pada pasien ini, didapatkan kebiasaan mengkonsumsi makanan
bersantan.Selain itu, kebiasaan tidak berolahraga dan mau berobat ke
Puskesmas tanpa alasan yang jelas berperan terhadap terjadinya hipertensi pada
pasien.

Terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga

Usia pasien 56 tahun

GENETIK

Jarang berolahraga

HIPERTENSI
LINGKUNGAN

PERILAKU
Sering mengkonsumsi santan
Tidak mau berobat ke Puskesmas

PELAYANAN KESEHATAN

Tersedia tensimeter untuk mengukur TD

Terdapat 1 orang programmer dan beberapa kader yang mengurusi masalah PTM

Tersedia media untuk penyuluhan

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Hipertensi masih merupakan masalah yang dominan dan masuk dalam 10
besar penyakit di Puskesmas Pantoloan
2. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada
pasien, yaitu : faktor genetik, faktor perilaku, dan faktor lingkungan.
3. Kesimpulan terkait hipertensi pada pasien ini adalah menderita hipertensi.
5.2 Saran
1. Perlu disusun suatu program yang efektif dan berbasis masyarakat untuk
mengelola penyakit hipertensi.
2. Melakukan kerjasama lintas program dengan program gizi maupun
promkes dalam mengelola penyakit hipertensi.
3. Pemberian penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Aziza, L. (2007). Hipertensi : The Sillent Killer. Jakarta : Yayasan Penerbitan


Ikatan Dokter Indonesia
Black, J.M & Hawks, J.H. (2007).Clinical Management for Positive
Outcome.USA : Lippincolt Williams & Willkins
Depkes RI. (2010). Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan PTM. Jakarta.
Depkes RI. (2010). Seminar Strategi Pencegahan Penyakit Tidak Menular.Jakarta
: Direktorat Penyehatan Lingkungan
Depkes RI. (2010). Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nusa Tenggara
Barat 2007.Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Depkes RI
Depkes

RI.

(2010).

Rencana

Operasional

Promosi

Kesehatan

dalam

Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta; Kementrian Kesehatan RI


Depkes RI. (2013). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta.
Hahn, D.B & Payne, W.A. (2007).Focus on Health Sixth Edition. USA : Mc Graw
Hill
PERKI.(2010).

Pedoman

Tatalaksana

Penyakit

Kardiovaskular

di

Indonesia.Jakarta : Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia


Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC
Sudoyo.(2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Suyono.Kesehatan

Lingkungan.

Available

in

http://e-

journal.kopertis4.or.id/file.php?file=karyailmiah&id=742 (1 April 2015)

Anda mungkin juga menyukai