Anda di halaman 1dari 115

RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI

ETANOL DENGAN METODE REKTIFIKASI

Oleh :
SIGIT SUSILO
F14104035

2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI ETANOL DENGAN


METODE REKTIFIKASI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
SIGIT SUSILO
F14104035

2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI ETANOL DENGAN


METODE REKTIFIKASI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
SIGIT SUSILO
F14104035
Dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985
di Purworejo
Tangggal lulus : .........................
Menyetujui,
Bogor, Januari 2009
Dosen Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si.


NIP. 132 240 430
Mengetahui,

Dr. Ir. Desrial, M.Eng


Ketua Departemen Teknik Pertanian

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Sigit Susilo dengan nama


panggilan sigit, dilahirkan di Purworejo pada tanggal 03
Desember

1985.

Penulis

dilahirkan

dari

pasangan

Sudiharjo (Ayah) dan Sumirah (ibu) dan merupakan anak


kesepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menjalankan
pendidikan dasar di SD N Rowobayem kemudian pada
tahun 1998 melanjutkan pendidikan di SMP N1 Kutoarjo.
Pada tahun 2002-2004 penulis menempuh pendidikan pada SMU N1 Purworejo.
Selesai pendidikan SMU, penulis melanjutkan studi di departemen Teknik
Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan akademis maupun non
akademis. Penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fateta (BEM-F) periode
2006-2007 sebagai staf pengabdian masyarakat, di Himpunan Mahasiswa Teknik
Pertanian (Himateta) IPB periode 2007-2008 sebagai kepala departemen
kewirausahaan. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan sosial seperti pada
kegiatan Kakak Asuh BEM-F sebagi ketua kegiatan dan Taman Belajar PPSDMSNurul Fikri sebagai koordinator kegiatan.
Dalam perjalanan kehidupan kampus penulis berhasil menorehkan beberapa
prestasi diantaranya adalah sebagai peserta Program Pembinaan Sumber Daya
Manusia Strategis Nurul Fikri (PPSDMS-NF) 2006-2007. Penulis juga berhasil
meraih juara 3 pada kompetisi Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS)
2008 di Semarang. Dalam lingkup kewirausahaan, penulis mengembangkan bisnis
Food and Beverage dengan merek mr.BrownCo.
Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan tugas akhir
penelitian. Hasil kegiatan tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi yang diberi
judul Rancangan dan Uji Kinerja Alat Distilasi Etanol dengan Metode
Rektifikasi di bawah bimbingan Dr. Leopold O. Nelwan S.TP, M.Si.

Sigit Susilo. F14104035. Rancangan dan Uji Kinerja Alat Distilasi Etanol dengan
Metode Rektifikasi. Dibawah bimbingan: Leopold Oscar Nelwan. 2009

RINGKASAN

Pemanfaatan energi alternatif sedang digalakkan guna mengurangi


ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), dimana salah satunya
adalah pemanfaatan bioetanol. Bioetanol dapat digunakan untuk menggantikan
bahan bakar bensin. Dalam pengembangan industri bioetanol, 50% lebih biaya
produksi terdapat pada proses pemurnian sehingga bagian pemurnian sangat
penting dalam proses produksi bioetanol. Distilator merupakan alat pemurnian
campuran etanol-air menjadi komponen-komponennya. Metode dalam pemisahan
terdiri dari dua jenis yaitu distilasi sitem batch dan distilasi sistem kontinyu.
Perbedaan kedua metode ini adalah pada sistem pengumpanan bahan yang akan
didistilasi serta kapasitas produksi.
Penelitian ini bertujuan merancang alat distilasi etanol dengan metode
rektifikasi dan menguji kinerja alat pada beberapa metode pengoperasian dan
konsentrasi awal etanol. Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai November
2008 di Laboratorium Metanium Leuwikopo dan laboratorium Energi dan
Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.
Tahap penelitian dibagi dalam dua yaitu rancang bangun dan pengujian
alat distilasi etanol. Prosedur perancangan meliputi : identifikasi masalah, analisis
perancangan, pembuatan alat, uji kinerja dan analisis data. Uji kinerja alat distilasi
dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi alat dengan menggunakan tiga
metode yaitu metode sistem batch tanpa refluks (BTR), metode batch dengan
refluks (BR) dan metode kontinyu dengan refluks (KR). Sampel etanol yang
digunakan yaitu etanol dengan konsentrasi 10% dan 30%.
Hasil perancangan alat distilasi terdiri dari enam bagian utama, yaitu
steam boiler, bottom column, kolom tray, feed tank, kondensor, dan pipa
penampung distilat yang dilengkapi dengan pembagi distilat.
Tabung steam boiler dirancang dengan ukuran diameter 15.24 cm dan
tinggi 22 cm. Bagian atas dibentuk merucut kemudian disambung dengan pipa
cabang tiga yang berfungsi sebagai tempat pemasukan air dan pipa penyaluran
uap panas ke pipa spiral di dalam kolom bawah. Bagian pipa penyalur uap panas
diberi katup untuk mengatur besar-kecilnya pengeluaran uap dari steam.
Kolom bawah dirancang dari bahan stainless steel dengan diameter 15.24
cm, tebal 0.5 cm dan tinggi 26 cm. Didalam kolom bawah terdapat pipa tembaga
yang berbentuk spiral dan plate berlubang. Pipa spiral terbuat dari bahan tembaga
dengan panjang 3 m, diameter luar 6.5 cm dan tebal 1 cm.
Kolom tray berfungsi sebagai unit pemisahan dengan sistem bertingkat.
Kolom yang berisi tumpukan tray terdiri dari seksi enriching atau rectifying dan
seksi stripping. Tray atau plate terbuat dari steinless steel dengan diameter 7.4 cm
dengan satu lubang besar dan beberapa lubang kecil. Tray dalam kolom ini
berjumlah 10 buah dengan jarak tiap tray adalah 10 cm. Bagian kolom sendiri

dirancang dari bahan steanless steel dengan diameter luar 7.62 cm, tebal 0.1 cm,
dan tinggi 100 cm.
Tangki pemasukan berfungsi untuk memasukkan bahan umpan yang akan
didistilasi. Bahan tangki pemasukan terbuat dari gelas ukur berskala dua liter.
Kondensor dirancang dari bahan stainless steel dengan ukuran diameter 5
cm, panjang 30 cm. Pipa didalam terdiri dari empat pipa kecil dengan ukuran
diameter 0.5 cm, panjang 30 cm. Pipa didalam kondensor terdiri dari 4 pipa
bertujuan untuk memperluas kontak uap etanol dengan air sehingga proses
kondensasi dapat berlangsung sempurna.
Hasil distilasi ditampung dalam pipa penampung distilat yang dirancang
dari pipa stainless steel dengan diameter 5 cm dan panjang 10 cm. Pada pipa
penampung ini dibuat dua percabangan yang berfungsi sebagai pembagi hasil.
Percabangan pertama berfungsi sebagai saluran refluks sedangkan percabangan
lainnya sebagai hasil atas distilasi.
Perubahan suhu steam (Ts) terhadap waktu pada ketiga metode adalah
konstan setelah katup dibuka, sedangkan perubahan suhu kondensat steam (Tsc)
cenderung fluktuatif tetapi pada akhir pengujian menjadi konstan ketika seluruh
uap steam yang keluar berupa uap panas. Perubahan suhu kolom bawah (T b)
cenderung meningkat pada metode batch dengan semakin menurunnya
konsentrasi dalam kolom bawah sedangkan metode kontinyu suhu T b konstan.
Perubahan suhu di menara kolom tray (Tm) pada metode bacth menurun pada
akhir pengujian karena etanol dalam sampel telah habis, sedangkan pada metode
kontinyu suhu Tm konstan. Suhu air yang keluar dari kondensor (T co) lebih besar
dari pada suhu air yang masuk ke dalam kondensor (Tci) karena adanya pindah
panas dari uap etanol ke air sehingga terjadi kondensasi.
Pengujian dengan metode refluks menghasilkan distilat dengan
konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan distilasi tanpa refluks yaitu pada
metode KR.10 sebesar 94.84% dan metode BR.30 sebesar 97.6%.
Kebutuhan energi untuk pemurnian etanol pada ketiga metode dengan
menggunakan sampel etanol 10% dan 30% berbeda-beda. Pemurnian etanol
dengan metode pertama yaitu BTR.10 dan BTR.30 membutuhkan energi sebesar
2043.509 kJ dan 2417.206 kJ untuk memurnikan satu liter etanol. Metode kedua
yaitu BR.10 dan BR.30 membutuhkan energi sebesar 2307.406 kJ dan 5186.549
kJ. Sedangkan metode KR.10 dan KR.30 membutuhkan energi sebesar 7532.46 kJ
dan 6956.37 kJ.
Metode BR membutuhkan energi yang besar dibandingkan dengan metode
BTR. Metode BR membutuhkan waktu 180 menit dan 450 menit, sedangkan
metode BTR membutuhkan waktu 135 menit dan 165 menit.
Energi yang terpakai per ml volume etanol setara etanol murni pada
metode BTR.10, BR.10, dan KR.10 masing-masing adalah 48.96 kJ/ml, 106.33
kJ/ml, dan 37.29 kJ/ml, sedangkan pengujian dengan metode BTR.30, BR.30, dan
KR.30 masing-masing adalah 16.91 kJ/ml, 23.21 kJ/ml, dan 21.18 kJ/ml.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul Rancangan dan Uji Kenerja Alat Distilasi Etanol dengan
Metode Rektifikasi.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dari
berbagai pihak yang bersifat materiil, bimbingan maupun semangat. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan rasa penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua, kakak-kakakku tercinta dan segenap keluarga yang telah
memberikan dukungan, doa dan semangat kepada penulis.
2. Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan kegiatan
penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian atas biaya penelitian yang
digunakan dalam kegiatan penelitian ini.
4. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr Dan Dr. Ir. Rokhani
Hasbullah, M.Si yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi
penguji pada ujian akhir penulis.
5. Kepada seluruh staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian yang
telah memberikan bantuan peminjaman alat untuk pengujian.
6. Bapak Parma selaku teknisi bengkel METANIUM yang telah membantu
dalam pembuatan alat pengering.
7. Mbak Rani, mbak Oni, mbak Meta selaku staf BRDST-BPPT Puspiptek,
Sepong yang talah membantu dalam pengujian konsentrasi etanol.
8. Budi Septiawan yang telah banyak membantu dalam penelitian ini dari
awal hingga akhir penyusunan skripsi.
9. Rekanrekan di asrama PPSDMS-NF regional V Bogor atas dukungan dan
inspirasi selama penelitian.
10. Rekan-rekan di WAKASIBA warid, kani, abah atas semangat dan
kebersamaan selama penyusunan skripsi.

11. Rekan-rekan sejurusan atas kebersamaannya selama empat tahun di


Teknik Pertanian.
12. Louis (Swiss German University) yang telah membantu selama pengujian
yang penuh dengan semangat dan perjuangan.
13. Eni, dena, tuko, fadly, indra, irna, frima, heru, elvi, riska, cahya dkk atas
bantuan dan dukungannya.
14. Seluruh pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala kritikan dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Bogor,

Januari 2009

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................

ii

DAFTAR TABEL................................................................................................ iii


DAFTAR GAMBAR..........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................

vi

I.

II.

PENDAHULUAN ...........................................................................

A.

Latar Belakang .........................................................................

B.

Tujuan Penelitian......................................................................

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................

A.

Etanol.......................................................................................

B.

Mutu Etanol..........................................

C.

Bioetanol...................................................................................

D.

Azeotrop...................................................................................

E.

Distilasi......................................... 10
1. Teori Dasar Distilasi........................................................... 11
2. Proses Distilasi................................................................... 12
3. Distilasi Kontinyu dengan Refluks (Rektifikasi)..............

13

4. Rasio Refluks...................................................................... 14

III.

F.

Pindah Panas............................................................................ 15

G.

Konduksi Panas Dalam Silinder..............................................

16

METODE PENELITIAN ................................................................. 19


A.

Waktu Dan Tempat Penelitian .............................................. 19

B.

Bahan dan Alat....................................................................... 19

C.

Prosedur Penelitian................................................................. 20

D.

Rancangan Fungsional............................................................ 22

E.

Rancangan Struktural............................................................. 22

F.

Uji Kinerja........... .................................................................. 23

G.

Metode Pengujian ................................................................. 24

iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 31


A. Perancangan alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi...... 31
B. Pengujian Alat Distilasi Etanol.. ............................................... 37
1. Distilasi sistem batch tanpa refluks...................................

38

2. Distilasi sistem batch dengan refluks................................. 40


3. Distilasi sistem kontinyu dengan refluks........................... 48
C. Perbandingan Perubahan suhu dan volume distilat pada
tiga metode pengujian .............................................................. 53

V.

1. Pengujian dengan sampel etanol 10%...............................

53

2. Pengujian dengan sampel etanol 30%...............................

57

D.

Konsentrasi Hasil Pengujian. ................................................... 61

E.

Kebutuhan Energi untuk proses distilasi.................................. 64

KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 66


A.

Kesimpulan ............................................................................. 66

B.

Saran ........................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA ............ 67


LAMPIRAN................ ........................................................................................ 69

iv

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis................... 3
Tabel 2. Syarat mutu etanol berdasarkan Standar Nasional Indonesia................

Tabel 3. Rancangan fungsional alat distilasi etanol............................................. 22


Tabel 4. Prosedur pengujian alat distilasi etanol.................................................. 26
Tabel 5. Penggunaan energi selama proses distilasi............................................. 64

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Constant Boiling Mixture.................................................................

Gambar 2. Diagram kesetimbangan, sistem etanol-air......................................

Gambar 3. Diagram titik didih etanol-air.......................................................... 10


Gambar 4. Hambatan panas pada tiga lapisan penyusun silinder ..................... 17
Gambar 5. Diagram alir prosedur penelitian..................................................... 20
Gambar 6. Rancangan alat distilasi etanol......................................................... 31
Gambar 7. Steam boiler...................................................................................... 32
Gambar 8. Kolom bawah.................................................................................

33

Gambar 9. Plate dalam kolom bawah.............................................................

33

Gambar 10. Pipa spiran tembaga......................................................................... 33


Gambar 11.Tray tampak samping........................................................................ 34
Gambar 12. Tangki penampung............................................................................. 35
Gambar 13. Kondensor........................................................................................ 36
Gambar 14. Pipa penampung .............................................................................. 36
Gambar 15. Selang refluks................................................................................... 37
Gambar 16. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.10 ................. 39
Gambar 17. Penambahan volume distilat metode BTR.10

............................. 41

Gambar 18. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.30 ................. 42
Gambar 19. Penambahan volume distilat metode BTR.30 .............................. 43
Gambar 20. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.10 ..................... 44
Gambar 21. Penambahan volume distilat metode BR.10 ................................. 45
Gambar 22. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.30 .................... 46
Gambar 23. Penambahan volume distilat metode BR.30 ..............................

47

Gambar 24. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.10 ..................... 48
Gambar 25. Penambahan volume distilat pada metode KR.10 ......................... 50
Gambar 26. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.30 ................... 51
Gambar 27. Perubahan volume distilat pada metode KR.30 ............................. 52
Gambar 28. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 10%..................... 53
vi

Gambar 29. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 10%.................... 54


Gambar 30. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 10%..................... 55
Gambar 31. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 10%.................... 55
Gambar 32. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 10%................... 56
Gambar 33. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 30%...................... 57
Gambar 34. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 30%.................... 58
Gambar 35. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 30%..................... 58
Gambar 36. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 30%.................... 59
Gambar 37. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 30%................... 60
Gambar 38. Konsentrasi distilat (top product) pada distilasi etanol... 61
Gambar 39. Konsentrasi produk bawah (bottom product) pada distilasi etanol.. 63
Gambar 40. Energi yang terpakai untuk distilasi................................................ 66

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman.
Lampiran 1. Data pengujian metode BTR.10 ..................................................... 72
Lampiran 2. Data pengujian metode BTR.30 ..................................................... 73
Lampiran 3. Plot data pengujian BTR.10 dan BTR.30 ke diagram titik didih
etanol-air ........................................................................................ 74
Lampiran 4. Data pengujian metode BR.10 ....................................................... 75
Lampiran 5. Data pengujian metode BR.30 ....................................................... 76
Lampiran 6. Plot data pengujian BR.10 dan BR.30 ke diagram titik didih
etanol-air ........................................................................................ 78
Lampiran 7. Data pengujian metode KR.10 ....................................................... 79
Lampiran 8. Data pengujian metode KR.30 ....................................................... 80
Lampiran 9. Plot data pengujian KR.10 dan KR.30 ke diagram titik didih
etanol-air ........................................................................................ 81
Lampiran 10. Tabel densitas etanol pada suhu dan konsentrasi berbeda ........... 82
Lampiran 11. Contoh perhitungan konsentrasi etanol......................................... 86
Lampiran 12. Perhitungan pipa tembaga. 87
Lampiran 13. Analisis rancangan distilator ... 88
Lampiran 14. Perhitungan rancangan kondensor 96
Lampiran 15. Komponen distilator etanol .. 99
Lampiran 16. Gambar tampak samping .. 100
Lampiran 17. Gambar kolom bawah .. 101

viii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyediaan energi di masa depan merupakan permasalahan yang
senantiasa menjadi perhatian semua bangsa karena kesejahteraan manusia
dalam kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi yang
dimanfaatkan. Penyediaan energi merupakan faktor yang sangat penting dalam
mendorong pembangunan terutama bagi negara sedang berkembang seperti
Indonesia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan, kebutuhan akan
energi

terus meningkat,

terutama

pembangunan di

sektor industri,

pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan penduduk.


Sampai saat ini, minyak bumi merupakan sumber energi yang utama
dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain itu minyak bumi juga
berperan sebagai sumber devisa negara. Peranan minyak bumi yang besar
tersebut terus berlanjut, sedangkan cadangan semakin menipis. Selain itu,
produksi bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan melalui teknologi
transformasi di dalam negeri, tidak mencukupi kebutuhannya.
Pemanfaatan energi alternatif sedang digalakkan guna mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), dimana salah satunya
adalah pemanfaatan bioetanol. Bioetanol merupakan anhydrous alkohol yang
berasal dari fermentasi jagung, sorgum, sagu, atau nira tebu, dan sejenisnya.
Bioetanol dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar bensin.
Kandungan dalam bioetanol adalah etanol (alkohol) yang sifatnya mudah
menguap. Alkohol berupa larutan jernih tak berwarna, beraroma khas yang
dapat diterima, berfasa cair pada temperatur kamar, dan mudah terbakar
(Prihandana et al, 2007). Etanol dikategorikan dalam dua kelompok yaitu
etanol berhidrat (etanol 95-96% v/v) dan etanol unhidrat (etanol > 99.6% v/v).
Etanol kelompok kedua adalah etanol yang digunakan sebagai bahan bakar
dan disebut fuel grade ethanol (FGE).
Untuk memperoleh bioetanol dengan konsentrasi lebih tinggi dari
99,5% atau yang umum disebut fuel grade ethanol, masalah yang timbul
adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia

alkohol dengan cara distilasi biasa. Oleh karena itu, untuk mendapatkan fuel
grade ethanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara azeotropic
distilation (Nurdyastuti, 2008).
Pengembangan alat distilasi etanol sangat penting dalam industri
bioetanol. Produk bioetanol hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah
yaitu 8-10% alkohol. Oleh karena itu, untuk mendapatkan mutu bioetanol
yang tinggi diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dengan jalan distilasi
bertingkat. Metode distilasi kontinyu dengan refluks (rektifikasi) merupakan
salah satu metode distilasi yang cukup efisien diterapkan dalam skala industri.
Metode ini menggunakan sejumlah stage yang disusun secara cascade
sehingga akan meningkatkan proses pemisahan. Metode rektifikasi memiliki
beberapa keuntungan yaitu 1). kapasitas operasi lebih besar, 2) biaya lebih
murah, 3). laju distilasi konstan, dan 4). hasil distilasi memiliki tingkat
konsentrasi lebih tinggi.
Distilasi sistem batch umumnya digunakan dalam skala laboratorium
dimana kapasitas yang digunakan relatif kecil dibandingkan sistem kontinyu.
Laju distilasi dengan metode batch akan semakin menurun dengan semakin
lamanya proses distilasi. Selain itu, perubahan suhu etanol didalam kolom
distilasi akan semakin meningkat dengan semakin menurunnya konsentrasi
etanol didalam bahan sampel. Sedangkan distilasi sistem kontinyu umumnya
digunakan dalam skala industru dimana kapasitas relatif lebih besar. Prinsip
distilasi kontinyu yaitu dengan mengalirkan bahan masuk dan bahan keluar
secara kontinyu. Laju distilasi dan suhu pada kolom distilasi akan tetap karena
aliran bahan umpan, produk atas dan bawah dialirkan secara kontinyu.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan merancang alat distilasi etanol dengan metode
rektifikasi dan menguji kinerja alat pada beberapa metode pengoperasian dan
konsentrasi awal etanol.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Etanol
Etanol adalah salah satu senyawa alkohol dengan rumus kimia
C2H5OH yang berupa cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,
memiliki bau yang sangat halus, dan rasa yang pedas. Secara umum etanol
dibagi menjadi dua jenis yaitu etanol absolut dan etanol teknis (etanol 95
persen (v/v)). Sifat-sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis dapat
dilihat pada Tabel 1. Etanol juga memiliki sifat dapat bereaksi dengan logam
membentuk etoksida, dapat diesterifikasi dengan asam organik maupun
anorganik menjadi ester, dapat bereaksi dengan gugus karbonil aldehida dan
keton membentuk asetal serta dapat dioksidasi menjadi asetaldehida dan asam
asetat dengan bantuan katalis (Kirk dan Othmer, 1985).
Tabel 1. Sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis *)
Parameter

Etanol absolut

Etanol teknis

Titik beku (C)

-112,4

Titik didih (C)

78,4

Spesific gravity

0,7851

Indeks bias D20

1,3633

1,3651

Viskositas pada 20C (P)

0,0122

0,0141

Tegangan permukaan(dyne/cm)

22,3

22,8

Panas spesifik

0,581

0,618

Panas fusi (kal/gr)

24,9

Panas evaporasi (kal/gr)

204

Konduktivitas elektrik pada 25C (ohm-1/cm)

1,35 x 10-9

*) Kirk dan Othmen (1985)


Etanol sebagai produk agroindustri dapat dihasilkan melalui proses
fermentasi dengan menggunakan bahan baku seperti : (a) bahan gula (nira
tebu, tetes atau molasses), (b) bahan pati-patian (ubi kayu, ubi jalar, jagung),
dan (c) bahan selulosa (kayu, jerami). Industri etanol di Indonesia pada
umumnya menggunakan bahan baku tetes tebu (Saraswati, 1985). Tetes tebu

adalah hasil samping industri gula yang terdiri dari 35-40 persen sukrosa dan
15-20 persen gula invert (Kent, 1992).
Proses pembuatan etanol dengan menggunakan tetes tebu lebih
sederhana karena hanya mencakup proses fermentasi dan distilasi. Selama
proses fermentasi, yeast (khamir) akan mengubah glukosa hasil hidrolisis
menjadi etanol dan CO2 serta senyawa ikatan lain seperti aldehida, amil
alkohol, butil alkohol, dan propil alkohol. Senyawa ikatan tersebut harus
dipisahkan dari etanol sampai pada batas-batas tertentu untuk mencapai
tingkat mutu yang baik (Saraswati, 1985). Senyawa ikatan tersebut dapat
berupa asam organik, aldehida, ester, dan alkohol tingkat tinggi (minyak fusel)
(Paturau, 1982).

B. Mutu Etanol
Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama. Pertama, etanol 9596% v/v, disebut etanol berhidrat, yang dibagi dalam tiga grade : (1)
technical/raw sprit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritus, minuman,
desinfektan, dan pelarut; (2) industrial grade, digunakan untuk bahan baku
industri dan pelarut; (3) potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.
Kedua, etanol > 99,5% v/v, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan
lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di
laboratorium analisis. Etanol ini disebut fuel grade ethanol (FGE) atau
anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yaitu etanol yang
bebas air atau hanya mengandung air minimal (Prihandana et al, 2007).
Tjokroadikoesoemo (1986) menyatakan bahwa berdasarkan jenis dan
manfaatnya, etanol digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1) etanol
prima, (2) etanol teknis, dan (3) etanol absolut. Etanol prima adalah etanol
mutu tinggi dengan kadar 96-96,5% (v/v), disebut juga etanol murni dengan
kadar minyak fusel yang sangan rendah (di bawah 10 mg/l). Etanol ini
biasanya digunakan untuk minuman keras mutu tinggi, industri farmasi, dan
industri kosmetik. Etanol teknis adalah etanol dengan kadar 92 - 94% (v/v)
dan memiliki kadar minyak fusel antara 15-30 mg/l. Etanol teknis ini
digunakan dalam industri untuk bahan bakar, bahan pelarut organik, bahan

baku spiritus, dan bahan antara produk lain. Etanol absolut adalah etanol
dengan kadar yang sangat tinggi (lebih dari 96,5% (v/v)) dan digunakan untuk
pembuatan obat-obatan, bahan pelarut, dan bahan antara produksi senyawa
lain.
Paturau et al. (1982) menggolongkan mutu etanol menjadi 4 golongan
yaitu : (1) etanol industri, (2) spiritus, (3) etanol murni, dan (4) etanol absolut.
Etanol industri adalah etanol dengan kadar 96,5GL biasanya digunakan untuk
industri dan tujuan lain seperti sebagai pelarut, bahan bakar, serta untuk bahan
baku produksi senyawa kimia lain. Etanol industri biasanya didenaturasi oleh
0,5-1% piridin kasar dan biasanya diwarnai dengan metil violet supaya mudah
dikenali. Spiritus adalah etanol industri asli yang telah didenaturasi dan
diwarnai dengan kadar 88GL. Spiritus digunakan untuk bahan bakar
pemanasan dan penerangan. Etanol murni adalah suatu jenis etanol dengan
kadar 96,0-96,5GL yang digunakan terutama untuk industri farmasi dan
kosmetik serta untuk minuman beralkohol sedangkan etanol absolut adalah
etanol dengan kadar yang sangat tinggi yaitu 99,7-99,8GL.
Mutu etanol sangat dipengaruhi oleh tingkat konsentrasinya (kadar
etanol dan senyawa ikatan yang terlarut didalamnya). Parameter mutu yang
menentukan mutu etanol bedasarkan SNI diantaranya adalah kadar etanol,
kadar asam, kadar minyak fusel, kadar aldehida, uji barbet, warna, kejernihan,
dan bau (SNI, 1994).
Kadar etanol merupakan perbandingan antara jumlah etanol dengan
jumlah total larutan dan dinyatakan dalam (b/b) atau (v/v). Selain itu juga
kadar etanol dinyatakan dengan ukuran derajat Gay Lussac (GL) (Paturau,
1982).
Kadar asam larutan etanol didasarkan pada kadar asam asetat
(komponen utama asam) walaupun sebenarnya dalam proses fermentasi etanol
ini tidak hanya asam asetat yang dibentuk, tetapi juga asam organik lain
seperti asam sulfinat (Prave et al, 1987). Asam asetat disebut juga dengan
asam etanoat yang merupakan gugus dari asam karboksilat dengan rumus
kimia CH3COOH (Russel, 1992). Semakin rendah kadar asam asetat dalam
larutan etanol maka semakin baik mutu etanol yang dihasilkan karena

konsentrasi etanol semakin tinggi. SNI menetapkan bahwa kadar asam (asam
asetat) larutan etanol prima super maksimal 15 mg/l.
Aldehida merupakan senyawa organik yang mengandung gugus
karbonil dengan satu gugus alkil dan satu hidrogen yang terikat pada karbon
karbonil serta memiliki rumus umum R-COH (Russel, 1992). SNI menetapkan
bahwa kadar aldehida (asetaldehida) untuk etanol prima super maksimal 4
mg/l.
Uji kualitatif untuk mengetahui ada/tidaknya senyawa ikatan etanol
yang mudah dioksidasi oleh KMnO4 (diantaranya adalah asetaldehida) adalah
uji barbet. SNI menetapkan bahwa uji barbet untuk etanol bermutu prima
super minimal 20 menit. Secara lengkap persyaratan mutu berdasarkan SNI
06-3565-1994 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu etanol berdasarkan Standar Nasional Indonesia *)


Spesifikasi

Kualitas
Prima Super

Prima I

Prima II

maks 96.8% (v/v)

min 96,1 % (v/v)

min 95 % (v/v)

min 20 menit

min 8 menit

Minyak fusel

maks 4 mg/l

maks 15 mg/l

Aldehida(sebagai asetaldehida)

maks 4 mg/l

maks 15 mg/l

maks 15 mg/l

maks 30 mg/l

maks 60 mg/l

maks 50 mg/l

maks 50 mg/l

maks 50 mg/l

Kadar etanol

min 96,3 % (v/v)


Bahan yang dapat dioksidasi
(uji barbet)

Logam berat
Keasaman (sebagai asam
asetat)
Sisa penguapan
Metanol

*) Standar Nasional Indonesia (1994)

C. Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi
gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.
Bioetanol dibuat dengan bahan baku bahan bergula seperti tebu, nira aren,

bahan berpati seperti jagung, dan ubi-ubian, bahan berserat yang berupa
limbah pertanian masih dalam taraf pengembangan di negara maju
Hutrindo (2006) menyatakan bahwa bioetanol merupakan senyawa
pengganti bensin yang terbentuk melalui proses fermentasi. Gasohol yang
merupakan campuran 10 persen bioetanol dengan bensin menunjukkan
karakteristik yang hampir sama dengan bensin pertamax. Bahkan hasil uji
coba gasohol pada kendaraan bermesin bensin menunjukkan kualitas emisi gas
hasil pembakarannya menjadi 30-40 persen lebih baik. Namun bioetanol
hanya memiliki dua-pertiga energi bensin, karena itu penggunaan bioetanol
murni pada kendaraan bermesin bensin akan menimbulkan masalah. Hal ini
dapat diatasi dengan mengubah desain mesin dan reformulasi komposisi
bahan bakar.
Alkohol merupakan bahan bakar yang bersih, hasil pembakaran
menghasilkan CO2 dan H2O. Penambahan bahan yang mengandung oksigen
pada sistem bahan bakar akan mengurangi emisi gas CO yang sangat beracun
dari sisa pembakaran. Aditif MTBE pada mulanya dipergunakan untuk
meningkatkan nilai oktan, namun saat ini dilarang dipergunakan. MTBE dapat
dideteksi dan menyebabkan pencemaran pada air tanah sehingga alkohol
merupakan alternatif yang menarik untuk mengurangi emisi gas CO.
Penggunaan alkohol murni dibanding dengan bensin secara umum akan
mengurangi kadar CO2 hingga 13% karena merupakan hasil dari pertanian.
Seperti

diketahui

produk

pertanian

memerlukan

gas

CO2

untuk

metabolismenya. Penggunaan alkohol bukan tanpa masalah pada lingkungan


hidup, dimana VOC atau komponen bahan organik mudah menguap
meningkat, kebutuhan lahan pertanian dikhawatirkan akan mengurangi jumlah
hutan dan tentunya akan bersaing dengan kebutuhan makanan.
Pada umumnya alkohol ditambahkan dalam bensin sebanyak 10% atau
dikenal dengan E10. Maksud penambahan pada mulanya untuk mengurangi
emisi gas CO dan sedikit meningkatkan nilai oktan. Namun penambahan ini
menjadi bernilai ekonomis ketika harga minyak bumi mencapai 80 USD per
barel. Alkohol yang ditambahkan harus bebas dari kandungan air untuk
melindungi mesin mobil dari korosi dan kerusakan bahan packing dari

polimer. E10 dapat langsung dipergunakan pada mobil tanpa banyak


perubahan. Campuran E85 dengan etanol 85%, bensin 15%, dipergunakan
untuk mobil khusus untuk bahan bakar etanol. Jumlah bensin 15% diperlukan
karena etanol kurang mudah menguap sehingga pada suhu dingin kesulitan
untuk menyalakan mesin. Keluhan dari beberapa pengguna bensin-etanol
adalah harus sering menguras air dari tangki minyak, etanol cenderung
menyerap air dan air terpisah dalam tangki. Selain itu, energi menjadi
berkurang atau jumlah bahan bakar bertambah, karena etanol telah
mengandung oksigen.

D. Azeotrop
Hidayat (2007) menyatakan bahwa azeotrop merupakan campuran dua
atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak
dapat berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop
dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan
fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling
mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut
dididihkan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Constant boiling mixture

Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran pada


kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan
uapnya dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini
kemudian didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian
dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada
titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan
selalu tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai
pertemuan antara kurva saturated vapor dan saturated liquid (ditandai dengan
garis vertikal putus-putus) (Hidayat, 2007).
Sebagai contoh kita dapat memperhitungkan sistem etanol-air. Bentuk
ini adalah azeotrop pada titik didih minimum yang homogen pada
konsentarasi 0.8943 mol fraksi etanol, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2 dan 3 dibawah ini :

Gambar 2. Diagram kesetimbangan, sistem etanol-air

Gambar 3. Diagram titik didih etanol-air

Pemisahan komponen-komponen yang mempunyai titik didih hampir


sama sulit dicapai dengan distilasi sederhana, walaupun jika campuran itu
ideal, dan pemisahan yang sempurna kadang-kadang sama sekali tidak
mungkin karena pembentukan azeotrop. Pemisahan campuran asal dapat
dibantu dengan menambahkan pelarut yang membentuk azeotrop dengan salah
satu komponen kunci. Proses ini disebut distilasi azeotropik.

Salah satu

contoh distilasi azeotropik ialah penggunaan benzene untuk memisahkan


etanol dan air secara sempurna, dimana air dan etanol membentuk azeotrop
bertitik didih rendah yang mengandung 95,6% bobot etanol. (McCabe et al,
1999)

E. Distilasi
Istilah distilasi sederhana umumnya berkaitan dengan pemisahan suatu
campuran yang terdiri dari dua atau lebih cairan melalui pemanasan.
Pemanasan dimaksudkan untuk menguapkan komponen-komponen yang lebih
mudah menguap (titik didih lebih rendah) dan kemudian uap yang diperoleh
dikondensasi kembali menjadi cair dan kemudian ditampung dalam suatu
bejana penerima (Cook dan Cullen, 1986).

10

Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk


memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau
campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara
fasa uap dan fasa cair. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan
dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui penguapan (evaporasi) pada
titik didihnya (Geankoplis, 1983).
Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan
cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan
dengan

terjadi

keseimbangan

larutan-larutan,

dengan

komponen-

komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang medidih merupakan


titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis,
1983).
Distilasi dilakukan melalui tiga tahap: evaporasi yaitu memindahkan
pelarut sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk
memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari
komponen lain yang kurang volatil; dan kondensasi dari uap, untuk
mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil.

1. Teori Dasar Distilasi


Titik didih dapat didefiniskan sebagai nilai suhu pada tekanan
atmosfir atau ada tekanan tertentu lainnya, dimana cairan akan berubah
menjadi uap atau suhu pada tekanan uap dari cairan tersebut sama dengan
tekanan gas atau uap yang berada di sekitarnya. Jika dilakukan proses
penyulingan pada tekanan atmosfir maka tekanan uap tersebut akan sama
dengan tekanan air raksa dalam kolom setinggi 760 cmHg. Berkurangnya
tekanan pada ruangan di atas cairan akan menurunkan titik didih.
Sebaliknya peningkatan tekanan di atas permukaan cairan akan menaikkan
titik didih cairan tersebut (Guenther, 1987).
Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase
dapat dibedakan secara jelas jika suatu cairan menguap, terutama dalam
keadaan mendidih. Pada suhu tertentu molekul-molekul cairan tersebut
memiliki energi tertentu dan bergerak bebas secara tetap dan dengan

11

kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak


pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain,
sehingga arah geraknya diubah. Setiap molekul pada lapisan permukaan
yang bergerak ke arah atas akan meninggalkan permukaan cairan dan akan
menjadi molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada
dalam gerakan yang konstan, dan kecepatan molekul-molekul dipengaruhi
oleh suhu pada saat itu (Guenther, 1987).
Kondensasi atau proses pengembunan uap mejadi cairan, dan
penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan
dengan koefisien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap
jenuh seperti steam bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya di
bawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air
(Geankoplis, 1983).

2. Proses Distilasi
Menurut Brown (1984) dalam prakteknya ada berbagai macam
proses distilasi. Hal ini disebabkan oleh keadaan-keadaan tertentu untuk
pemisahan komponen dalam suatu campuran seperti perbedaan titik didih
antar komponen yang cukup besar atau kecil dan tingkat kamurnian yang
diinginkan terhadap produk yang dihasilkan.
Proses-proses distilasi yaitu proses distilasi normal, proses distilasi
bertingkat dan proses distilasi vakum. Proses distilasi normal yaitu suatu
proses distilasi dengan menggunakan tekanan atmosfer. Pada proses ini
titik didih campuran cukup besar perbedaannya, sehingga proses
pemisahannya mudah dikerjakan. Sebagai contoh yaitu campuran benzen
dan toluen. Benzene pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya 176.2C,
sedangkan toluen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya adalah 231.1C.
Proses penyulingan juga temasuk dalam kelompok proses distilasi normal.
Proses distilasi bertingkat yaitu suatu proses distilasi dengan letak
pengambilan hasil bertingkat-tingkat atau setelah didistilasi, hasilnya
didistilasi lebih lanjut untuk memperoleh konsentrasi yang lebih baik.
Proses ini banyak dipakai dalam bidang minyak bumi, juga pada proses

12

distilasi campuran azeotrop dengan menambahkan komponen ketiga yang


dapat larut dalam salah satu komponen pada campuran tersebut.
Proses distilasi vakum yaitu suatu proses distilasi dengan
menggunakan tekanan yang sangat rendah (vakum), pada proses ini titik
didih campuran yang akan dipisahkan mendekati sehingga pemisahannya
menjadi sulit. Kemudian dengan jalan mengubah tekanan operasi akan
memberikan perubahan tekanan uap masing-masing komponen, sehingga
pemisahan dapat dijalankan, sebagai contoh campuran air dengan air berat.

3. Distilasi Kontinyu dengan Refluks (Rektifikasi)


Perkayaan arus uap di dalam kolom, yang berada dalam kontak
dengan refluks disebut rektifikasi (rectification). Dalam hal ini tidak
menjadi soal dari mana asal refluks itu, yang penting konsentrasi
komponen bertitik didih rendahnya harus cukup besar untuk mnghasilkan
produk yang dikehendaki. Sumber refluks biasanya berasal dari kondensat
yang keluar dari kondensor (McCabe et al,1999). Kondensat dalam pipa
penampung dibagi menjadi dua produk yaitu produk atas (distilat) dan
refluks yang dikembalikan ke dalam kolom.
Metode rektifikasi adalah metode modern yang digunakan di
laboratorium maupun di pabrik. Metode ini sangat efisien untuk sekala
besar yang menghendaki hasil distilasi berupa komponen-komponen yang
hampir murni.
Kolom fraksionasi kontinyu terdiri dari beberapa piringan (tray)
yang meliputi piring umpan, seksi rektifikasi, dan seksi pelucutan. Piring
umpan adalah piringan dimana umpan dimasukkan. Istilah piring umpan
yaitu sebagai feed plate atau feed stage dan dilambangkan sebagai tray
f. Piringan-piringan diatas piring umpan disebut piringan-piringan pada
seksi rektifikasi (enriching) yang dilambangkan dengan n, sedangkan
piringan-piringan dibawah piring umpan termasuk piring umpan itu sendiri
disebut

piringan-piringan

pada

seksi

pelucutan

(stripping)

yang

dilambangkan dengan m.

13

4. Rasio Refluks
Rasio refluks didefinisikan sebagai rasio antara jumlah mol uap
yang diubah menjadi cairan yang dikembalikan ke dalam kolom
fraksionasi dengan jumlah mol cairan yang dikumpulkan sebagai distilat
dalam waktu tertentu. Rasio refluks seharusnya divariasikan sesuai dengan
tingkat kesulitan pemisahan fraksionasi. Operasi pemisahan berefisiensi
tinggi memerlukan rasio refluks yang tinggi (Furniss et al. 1984).
Menurut Earle (1969), kolom distilasi berfungsi sebagai tempat
cairan mendidih dan menguap dan dari tahap di atas terjadi pengembunan
di dalam keseimbangan kadua aliran cairan mendidih dan uap yang
diperoleh. Keseimbangan massa dapat dibuat untuk keseluruhan kolom.
Oleh karena itu, kolom distilasi yang umumnya dijumpai di dalam industri
pangan dan kondisi operasinya agak rumit, hal ini disebabkan
dimasukkannya umpan dan kembalinya cairan mendidih dan uap ke dalam
kolom.
Menurut Cook dan Cullen (1987), rasio refluks adalah jumlah liter
(kg) cairan yang ditampung dalam wadah penampung. Umumnya semakin
tinggi nilai rasio refluks maka semakin besar efisiensi proses pemisahan.
Ada dua macam rasio refluks yang biasa digunakan. Yang pertama adalah
rasio refluks terhadap hasil-atas, dan yang kedua adalah rasio refluks
terhadap uap (aliran uap komponen). Kedua rasio ini menunjukkan
kuantitas yang terdapat pada bagian rektifikasi. Persamaan-persamaan
rasio refluks adalah :

dimana: RD

...............................................................

(1)

= + ................................................................

(2)

: Rasio refluks distilate

RV

: Rasio refluks vapor

: Liquid

: Distilate
14

F. Pindah Panas
Pindah panas adalah proses yang dinamis yaitu panas dipindahkan
secara spontan dari satu bahan ke bahan lain yang lebih dingin (Earle, 1969).
Kecepatan pindah panas tergantung pada perbedaan suhu antara kedua bahan,
semakin besar perbedaan suhu antara kedua bahan, maka semakin besar
kecepatan pindah panas antara kedua bahan tersebut. Perbedaan suhu antara
sumber panas dan penerima panas merupakan gaya tarik dalam pindah panas.
Peningkatan perbedan suhu akan meningkatkan gaya tarik sehingga
meningkatkan kecepatan pindah panas.
Perpindahan panas dapat melalui tiga cara yaitu konduksi, konveksi,
dan radiasi. Konduksi adalah transfer energi dari partikel yang memiliki energi
lebih besar ke partikel yang berenergi lebih kecil yang merupakan interaksi
antara partikel-partikel (Cengel, 2003). Konduksi dapat terjadi pada benda
padat, cair, dan gas. Contoh konduksi adalah pindah panas melalui dinding
padat pada ruangan pendinginan.
Konveksi adalah cara pindah panas dengan pergerakan sekelompok
molekul di dalam bahan cair (Earle, 1969). Kumpulan molekul tersebut
mungkin bergerak akibat perubahan kerapatan atau akibat pergerakan bahan
cair. Contoh pindah panas secara konveksi adalah proses pemanasan air
didalam kuali tertutup tanpa pengadukan, perubahan kerapatan menyebabkan
pindah panas dengan konveksi alamiah. Apabila dengan pengadukan, maka
pindah panas terjadi secara paksa.
Radiasi adalah perpindahan energi panas dengan gelombang
elektromagnit, yang memindahkan energi panas dari satu bahan ke bahan lain
dengan cara yang sama dengan dengan cara memindahkan energi cahaya
dengan gelombang cahaya elektromaknit (Earle, 1969). Perpindahan panas
secara radiasi merupakan gejala rambatan gelombang elektromagnetik. Karena
hal tersebut, maka perpindahan energi panas secara radiasi tidak memerlukan
zat perantara dan merambat secepat cahaya ( Kamil dan Pawito, 1983).

15

G. Konduksi Panas Dalam Silinder


Konduksi panas yang mantap melalui pipa berisi aliran air panas,
panas secara kontinyu akan hilang keluar melalui dinding pada pipa. Arah
pindah panas melalui pipa secara normal dari dalam pipa ke permukaan pipa
dan pindah panas di dalam pipa pada arah yang lain tidak terlalu penting.
Dinding pipa yang ketebalannya sedikit lebih kecil, terpisah pada dua larutan
yang berbeda suhu, maka gradien temperatur pada arah radial akan relatif
besar. Selanjutnya, jika suhu larutan di dalam dan di luar pipa konstan, maka
pindah panas yang melalui pipa adalah tetap (steady).
Pada operasi steady, tidak ada perubahan temperatur terhadap waktu
pada beberapa titik pada pipa. Oleh karena itu, nilai pindah panas didalam
pipa harus sama dengan nilai pindah panas di luar pipa. Dalam kata lain,
pindah panas yang melalui pipa harus konstan, Qcond,cyl = konstan.
, =

1 2

....................................................................................

(3)

...........................................................................................

(4)

ln
( 2)
1

dimana : Q cond,cyl

: Pindah panas konduksi pada silinder (W)

T1

: Suhu dalam pipa (C)

T2

: Suhu luar pipa (C)

Rcyl

: Jari-jari silinder (m)

r1

: Jari-jari dalam (m)

r2

: Jari-jari luar (m)

: Panjang silinder (m)

: Konduktifitas panas (W/m.C)

Silinder dengan beberapa lapisan (tiga lapisan) memiliki total thermal


resistance seperti pada persamaan 6.

16

Sumber : Heat transfer a practical approach

Gambar 4. Hambatan panas pada tiga lapisan penyusun silinder

= ,1 + ,1 + ,2 + ,3 + ,2 ............................

1
1 1

dimana : h1

ln
(2 /1 )
2 1

ln
(3 /2 )
2 2

ln
(4 /3 )
2 3

1
2 4

.......................

(5)

(6)

: Koefisien pindah panas di dalam pipa (W/m2.C)

h2

: Koefisien pindah panas di luar pipa (W/m2.C)

A1

: Luas permukaan pipa dalam (m2)

A4

: Luas permukaan pipa luar (m2)

r1, r2, r3, r4 : Jari-jari lapisan penyusun silinder (m)


Overall heat transfer coefficient dapat digunakan untuk menghitung
total perpindahan panas yang melalui dinding atau kontruksi heat exchanger.
Koefisien overall heat transfer tergantung pada larutan dan kandungan pada
kedua sisi dinding, serta kandungan pada dinding dan permukaan transmisi.

17

.....................................................................................

(7)

......................................................................................

(8)

Dimana U adalah overall heat transfer coefficient (W/m2.C).

18

III. METODE PENELITIAN

A Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai November 2008 dan
bertempat di Laboratorium Metanim Leuwikopo dan laboratorium Energi dan
Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.

B Bahan dan Alat


1. Bahan
Bahan Konstruksi

: - Tabung stainless steel diameter 6 inchi


- Tabung stainless steel diameter 3 inchi
- Tabung stainless steel diameter 2 inchi
- Plat besi
- Pipa stainless steel beberapa ukuran
- Mur dan skrup
- Besi siku, double naple
- Elektroda stainless steel dan besi
- Gelas ukur 2 liter
- Termometer
- Isolator dan selang plastik
- Katup ukuran inch dan inch
- Pompa air
- Hot plate dan kompor gas

Bahan Pengujian

: - Etanol 70%
- Aquades

2. Alat
Peralatan yang digunakan selama melakukan penelitian ini terdiri dari :
a

Mesin las

Peralatan bengkel

Komputer

19

Software autocad

Alkoholmeter dan piknometer

Termometer

C Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu rancang bangun alat
distilasi etanol dan pengujian alat distilasi yang telah dibuat. Diagram alir
prosedur penelitian ini meliputi : identifikasi masalah, analisis perancangan,
pembuatan alat, uji kinerja dan analisis data.
Mulai

Identifikasi Masalah

Analisis Perancangan

Pembuatan Alat

Pengujian Kinerja

Modifikasi

Tidak

Alat Beroperasi
Ya
Laporan

Selesai

Gambar 5. Diagram alir prosedur penelitian


20

1. Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul pada penggunaan
alat distilasi etanol untuk dilakukan perbaikan atau perancangan desain
baru sesuai dengan permasalahan yang ditemui.
2. Analisis Perancangan
Analisis perancangan digunakan untuk menentukan kebutuhan
komponen-komponen yang digunakan untuk membuat alat distilasi etanol.
Analisis ini terdiri dari analisis fungsional dan analisis struktural yang
dilengkapi dengan analisis teknik. Dalam analisis fungsional dilakukan
penentuan komponen-komponen yang diperlukan untuk membuat alat
distilasi etanol dengan metode rektifikasi. Sedangkan analisis struktural
menentukan bentuk dan komponen-komponen yang sesuai dengan
besarnya kebutuhan bahan yang digunakan.
3. Pembuatan Alat Distilasi Etanol
Pembuatan

alat

distilasi

dilakukan

di

Bengkel

Metanium,

Laboratorium Lapang Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas


Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
4. Uji Kinerja
Uji kinerja bertujuan untuk mengetahui kinerja alat distilasi yang
sudah dirancang apakah sudah berfungsi sebagaimana yang diharapkan
serta mengetahui tingkat efisiensi alat distilasi dengan metode rektifikasi.
5. Alat Beroperasi
Hasil pengujian kinerja adalah mengetahui kinerja alat yang sudah
dirancang apakah dapat beroperasi atau tidak dapat beroperasi. Apabila
tidak dapat beroperasi sesuai prinsip distilasi maka perlu dilakuan
perbaikan kembali atau modifikasi tetapi jika sudah dapat beroperasi maka
dilakukan pembuatan laporan penelitian.

21

D. Rancangan Fungsional

Tabel 3. Rancangan fungsional alat distilasi etanol


No
1

Bagian Alat
Steam Boiler

Fungsi
Sumber panas pada alat distilasi yaitu dengan
mentransfer uap panas melalui koil pemanas

Koil Pemanas

Memanaskan

bahan

etanol

yang

akan

didistilasi sehingga bahan etanol-air dapat


dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didih.
3

Kolom Bawah

Tempat bahan etanol-air dipanaskan, bagian


ini dilengkapi termometer untuk mengecek
suhu etanol

Kolom Tray

Menyalurkan aliran uap etanol yang cepat


untuk disalurkan ke dalam pipa pendingan
dan kondensor

Kondensor

Penukar

panas

dimana

sistem

kerjanya

dengan menyerap panas dari bahan etanol


yang menguap sehingga akan mengembun
kembali.
6

Penampung distilat

Menampung

distilat

etanol

yang

sudah

dimurnikan

E. Rancangan Struktural
Alat distilasi ini terdiri dari enam komponen penting yaitu : steam
boiler, kolom bawah, kolom tray, kondensor, pipa pendingin, dan tangki
penampung distilat. Kapasitas alat distilasi etanol yang di rancang adalah tiga
liter bahan etanol.
Struktur alat distilasi meliputi :
1. Steam Boiler
Steam boiler berfungsi untuk memanaskan air hingga menghasilkan
uap panas dan selanjutnya mengalirkannya ke dalam kolom bawah melalui
pipa spiral yang berfungsi sebagai koil pemanas. Sumber pemanas steam

22

boiler adalah kompor listrik atau kompor gas yang diletakkan dibawah
tangki steam.
2. Koil Pemanas
Koil pemanas berfungsi memanaskan bahan etanol yang akan didistilasi
sehingga bahan etanol-air dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan titik
didih. Koil pemanas terbuat dari pipa tembaga dengan panjang 300 cm,
diameter 6.5 cm dan tebal 1 cm.
3. Kolom Bawah
Kolom bawah terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter luar
15.24 cm, tebal 0.5 cm, tinggi 20 cm. Kolom bawah berfungsi sebagai
tempat memanaskan etanol yang akan didistilasi.
4. Kolom Tray
Kolom tray terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter luar 7.62
cm, tebal 0.2 cm serta panjang 100 cm. Kolom tray dilengkapi dengan
piringan yang terbuat dari bahan plat stainless steel dengan ketebalan 0.2
cm yang disertai lubang-lubang kecil. Kolom tray berfungsi sebagai
pemurni etanol dengan menggunakan sistem tray yang dipasang secara
bertingkat-tingkat.
5. Kondensor
Kondensor terbuat dari bahan pipa stainless steel dengan diameter luar
5 cm, tebal 0,2 cm dan panjang 30 cm. Kondensor berfungsi sebagai
penukar panas yaitu dengan menyerap panas dari uap etanol ke air yang
melewati kondensor sehinggi terjadi proses kondensasi.
6. Tangki Penampung Distilat
Tangki ini berfungsi untuk menampung bahan etanol hasil distilasi.
Pada tangki ini dibagi menjadi dua saluran yaitu saluran refluks dan
saluran hasil atas (top product). Pembagi aliran etanol dalam tangki
penampung distilat yaitu dengan menggunakan katup.

23

F. Uji Kinerja
Pengujian kinerja alat distilasi ini adalah untuk mengetahui tingkat
efisiensi alat berdasarkan tujuan penelitian. Parameter yang digunakan dalam
pengujian alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi adalah :
1. Konsentrasi Etanol
Dalam pengujian alat digunakan bahan etanol 70% yang terdapat
dipasaran. Sebelum dilakukan distilasi, bahan etanol ini diencerken dengan
menambahkan aquades hingga diperoleh konsentrasi etanol 10% dan 30%.
Penentuan konsentrasi awal bertujuan untuk mengetahui besarnya tingkat
efisiensi dari alat ini untuk memurnikan bahan etanol.
2. Suhu
Suhu dalam proses distilasi sangat menentukan tingkat keberhasilan
dalam proses pemurnian bahan. Titik didih etanol adalah 78.5C
sedangkan titik didih air yaitu pada 100C. Dalam proses distilasi, suhu
kolom bawah harus dijaga agar tetap konstan yaitu pada titik didihnya
sehingga air dalam campuran etanol tidak ikut menguap.
3. Laju Distilasi
Laju distilasi digunakan untuk mengetahui kecepatan proses distilasi
yang terjadi. Cara perhitungannya adalah dengan membagi banyaknya
etanol hasil distilasi dibagi dengan lamanya proses distilasi.

G. Metode Pengujian
Pengujian data terdiri dari tiga metode yaitu metode sistem batch tanpa
refluks (BTR), metode batch dengan refluks (BR) dan metode kontinyu
dengan refluks (KR). Dari setiap metode pengujian menggunakan sampel
etanol yang berbeda yaitu etanol dengan konsentrasi 10% dan etanol 30%.

1. Distilasi sistem batch tanpa refluks (BTR)


Distilasi sistem batch adalah distilasi yang dilakukan dengan cara
memasukkan umpan ke dalam kolom pada permulaan operasi dan proses
pemanasan dilakukan terus menerus hingga etanol habis. Selama proses
distilasi, jumlah cairan dalam kolom bawah akan semakin menurun.

24

Komponen yang lebih volatil akan berkurang jumlahnya dalam residu


yang tertinggal dalam kolom, dan sebaliknya, komponen yang kurang
volatil akan meningkat konsentrasinya dalam residu. Metode

ini

menggunakan sampel etanol 10% (BTR.10) dan etanol 30% (BTR.30).

2. Distilasi sistem batch dengan refluks (BR)


Distilasi sistem batch dengan refluks adalah proses distilasi dengan
memasukkan umpan ke dalam kolom bawah dan proses pemanasan secara
terus menerus. Sistem ini menambahkan pipa di atas menara kolom tray
dan mengirimkan sebagian dari kondensat kembali ke dalam kolom
sebagai refluks sehingga proses pemisahan berlangsung lebih baik.
Pengujian dengan metode ini terdiri dari dua metode yaitu batch dengan
refluks sampel etanol 10% (BR.10) dan batch dengan refluks sampel
etanol 30% (BR.30).

3. Distilasi sistem kontinyu dengan refluks (KR)


Distilasi kontinyu adalah proses distilasi yang dilakukan secara
kontinyu. Proses pengujiannya diawali dengan distilasi sistem batch
kemudian dilanjutnya dengan sistem kontinyu. Mula-mula umpan
dimasukkan ke kolom bawah melalui tangki pemasukan, kemudian proses
pemanasan dilakukan hingga menghasilkan distilat. Sistem kontinyu
dimulai ketika konsentrasi bahan umpan di dalam kolom bawah sangat
kecil yaitu mendekati nol. Distilasi kontinyu ditandai dengan adanya aliran
bahan umpan (F = Feed), produk atas (D = Distilate), dan produk bawah
(B = Bottom Product). Metode ini juga terdiri dari dua sampel yaitu
etanol 10% (KR.10) dan sampel etanol 30% (KR.30).

25

Tabel 4. Prosedur pengujian alat distilasi etanol.


BTR

NO

1.

BR

KR

Bahan etanol yang akan didistilasi disiapkan terlebih dahulu yaitu


etanol dengan konsentrasi 10% dan 30%.
Etanol sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam tangki pemasukan (feed

2.

tank) kemudian katup dibuka untuk mengalirkan etanol ke dalam kolom


bawah.
Air sebanyak 3 liter Air sebanyak 3 liter Air sebanyak 4 liter
dimasukkan kedalam dimasukkan kedalam dimasukkan kedalam
tabung steam boiler tabung steam boiler tabung steam boiler

3.

kemudian

steam kemudian

steam kemudian

steam

dipanaskan

dengan dipanaskan

dengan dipanaskan

dengan

menggunakan

menggunakan

menggunakan kompor

pamanas listrik (hot pamanas listrik (hot gas hingga mencapai


plate)

hingga plate)

mencapai 110C

hingga 125C.

mencapai 110C

Setelah suhu steam Setelah suhu steam Setelah suhu steam


4.

mencapai

110C, mencapai

125C,

katup steam dibuka katup steam dibuka katup steam dibuka


secara perlahan-lahan

5.

110C, mencapai

secara perlahan-lahan

secara perlahan-lahan.

Pompa air dinyalakan untuk mengalirkan air ke kondensor


-

Besarnya rasio refluks Besarnya rasio refluks


(R)

6.

diatur

dengan (R)

diatur

dengan

membuka katup pada membuka katup pada


pipa refluks.

pipa refluks.

Perubahan suhu pada titik-titik alat distilasi etanol dicatat setiap 15


7.

menit yaitu suhu pada steam boiler (Ts), suhu air kondensat steam
boiler (Tsc), suhu kolom bawah (Tb), suhu menara kolom tray (Tm),
suhu air masuk kondensor (Tci), dan suhu air keluar kondensor (Tco).

8.
9.

Hasil distilasi/produk atas yaitu berupa etanol murni dicatat


penambahan volumenya setiap 15 menit.
Jika

distilat

sudah Jika

distilat

sudah Jika proses distilasi

26

tidak mengalir maka tidak mengalir maka sudah

menghasilkan

proses distilasi telah proses distilasi telah distilat dan suhu pada
selesai.

selesai.

kolom

bawah

(Tb)

telah mencapai suhu


95C

maka

distilasi

proses
kontinyu

dimulai.
Etanol
10.

sampel

sebanyak

liter

dimasukkan ke dalam
tangki pemasukan.
Laju aliran pada feed
tank (F), refluks (R),

11.

dan produk bawah (B)


diatur

dengan

membuka

masing-

masing katup.
12.

Ulangi prosedur no. 7


sampai no. 8
Jika

13.

etanol

sampel

dalam

tangki

pemasukan

sudah

habis

proses

maka

distilasi

kontinyu

telah selesai.
14.

15.

16.

Produk atas (top product) dan produk bawah (bottom product) dicek
kadar alkoholnya dengan menggunakan alkoholmeter dan piknometer.
Volume air dalam steam boiler yang terpakai dihitung yaitu dengan
persamaan Vterpakai = Vawal Vakhir.
Setelah diketahui volume air yang terpakai, selanjutnya menghitung
jumlah energi yang digunakan selama proses distilasi.

27

4. Pengukuran konsentrasi etanol pada produk atas dan produk bawah


Pengujian alat distilasi etanol bertujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dari alat yang sudah dirancang dengan mengetahui
konsentrasi produk atas dan produk bawah. Metode yang digunakan untuk
mengetahui konsentrasi etanol yaitu dengan menggunakan alkoholmeter
dan piknometer. Nilai akurasi alkoholmeter belum diketahui sehingga
perlu pengkalibrasian terlebih dahulu. Alkoholmeter digunakan untuk
mengetahu kadar etanol secara cepat (sebagai data awal) sedangkan
piknometer digunakan untuk mengecek kadar alkohol dengan nilai akurasi
lebih baik.
Prinsip pengukuran kedua alat ini yaitu berdasarkan densitas.
Alkoholmeter adalah alat pengukur konsentrasi alkohol paling sederhana
yaitu dengan mencelupkannya kedalam sampel kemudian membaca nilai
konsentrasi yang tertera pada alat. Pengukuran konsentrasi dengan
piknometer memiliki nilai akurasi yang lebih baik tetapi dengan prosedur
yang lebih rumit.

Prosedur pengukuran kadar alkohol dengan piknometer :


1)

Alat dan bahan dipersiapkan terlebih dahulu yaitu etanol hasil


distilasi, aquades, timbangan digital, piknometer dan pipet.

2)

Piknometer kosong ditimbang untuk mengetahui berat kosong pikno

3)

Piknometer diisi dengan aquades kemudian ditimbang untuk


mengetahui berat pikno+aquades.

4)

Berat aquades dalam pikno dapat dihitung dengan cara berat


pikno+aquades dikurangi berat pikno kosong sesuai persamaan 9.

maq = mpic,aq - mpic,0 .........................................................................(9)


5)

Suhu lingkungan diukur untuk mengetahui densitas aquades pada


suhu tersebut.

6)

Setelah diketahui berat dan densitas aquades maka dapat dihitung


volume piknometer dengan persamaan 10.

28


aq

...................................................................................(10)

dimana : Vpic

7)

: Volume piknometer (cm3)

maq

: Massa aquades (gram)

aq

: Massa jenis aquades (gram/cm3)

Piknometer diisi dengan sampel yang akan diuji kadar alkoholnya


(produk atas dan produk bawah) kemudian ditimbang untuk
mengetahui perat pikno+sampel.

8)

Berat sampel dihitung dengan persamaan 11.


mspl = mpic,spl mpic,0 .....................................................................(11)
dimana : mspl

: Massa sampel (gram)

mpic,spl : Massa pikno + sampel (gram)


mpic,0 : Massa pikno awal (gram)
9)

Densitas bahan sampel dihitung dengan perbandingan densitas


aquades yang sudah diketahui sebelumnya dengan persamaan 13.

............................................................................... (12)

karena Vaq = Vspl maka



.............................................................................. (13)

dimana : aq

: Massa jenis aquades (gram/ cm3)

spl

: Massa jenis sampel (gram/ cm3)

maq

: Massa aquades (gram)

mspl

: Massa sampel (gram)

29

Vaq

: Volume aquades (cm3)

Vspl

: Volume sample (cm3)

10) Setelah densitas bahan sampel diketahui, konsentrasi bahan sampel


dapat dicari dari tabel konsentrasi ethyl alcohol berdasarkan densitas
dan suhu lingkungan pada Lampiran 7.

5. Perhitungan energi yang terpakai per volume etanol murni


Proses pemurnian etanol dengan cara distilasi membutuhkan energi
sebagai sumber panasnya. Sumber energi yang digunakan dihitung dari
banyaknya air yang diuapkan untuk memanaskan etanol selama proses
distilasi berlangsung. Perhitungan jumlah energi yang digunakan adalah
dengan mengalikan banyaknya massa air yang hilang dikalikan dengan
nilai kalor seperti pada persamaan 13.
= (14)
= ..

dimana

(15)

: Energi yang terpakai (kJ)

mair : Massa air yang terpakai (kg)


h : Panas laten (kJ/m3)
hstm

30

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perancangan Alat Distilasi Etanol Dengan Metode Rektifikasi


Pada penelitian ini dimulai dengan perancangan alat distilasi etanol
dengan metode rektifikasi. Bagian-bagian penting dari alat distilasi ini adalah
steam boiler, kolom bawah (bottom column), menara kolom tray, tangki
pemasukan (feed tank), kondensor, dan tabung penampung distilat. Berikut ini
adalah disain alat distilasi etanol metode rektifikasi.
5

3
3
7
2
1
7
Gambar 6. Rancangan alat distilasi etanol

Keterangan:
1.

Kompor gas

2.

Tabung steam

3.

Kolom tray

4.

Penampung distilat

5.

Kondensor

6.

Tangki pemasukan (feed tank)

7.

Kolom bawah (bottom coloum)

31

Tabung steam boiler dirancang dengan ukuran diameter 15.24 cm dan


tinggi 22 cm. Bagian atas dibentuk merucut kemudian disambung dengan pipa
cabang tiga yang berfungsi sebagai tempat pemasukan air dan pipa penyaluran
uap panas ke pipa spiral di dalam kolom bawah. Bagian pipa penyalur uap
panas diberi katup untuk mengatur besar-kecilnya pengeluaran uap dari steam.
Sepanjang pipa penyalur uap diselubungi dengan bahan isolator, dengan tebal
1 cm. Pemberian isolator sehingga tidak ada panas yang keluar dari sistem.
Prinsip kerja dari steam boiler yaitu dengan memanaskan air yang
dimasukkan kedalam tabung steam dengan menggunakan kompor listrik atau
kompor gas hingga mendidih dan terbentuk uap. Uap panas yang terkumpul
kemudian disalurkan melalui pipa ke koil pemanas yang terdapat didalam
kolom bawah. Katub steam dibuka setelah suhu steam mencapai 110C agar
proses pemanasan etanol berlangsung lebih cepat. Semakin besar beda suhu
antara kedua bahan maka kecepatan pindah panas semakin besar.

Gambar 7. Steam boiler

Kolom bawah adalah tempat menampung bahan etanol yang akan


didistilasi. Kolom bawah dirancang dari bahan stainless steel dengan diameter
15.24 cm, tebal 0.5 cm dan tinggi 26 cm. Didalam kolom bawah terdapat pipa
tembaga yang berbentuk spiral dan piringan yang berlubang-lubang. Pipa
spiral terbuat dari bahan tembaga dengan panjang 3 m, diameter luar 6.5 cm
dan tebal 1 cm. Pipa spiral berfungsi untuk memanaskan etanol didalam

32

kolom bawah dengan melewatkan uap panas dari steam sedangkan piringan
berlubang berfungsi sebagai tray seksi stripping.

Gambar 8. Kolom bawah

Gambar 9. Piringan dalam kolom bawah

Gambar 10. Pipa spiral tembaga

33

Kolom tray berfungsi sebagai unit pemisahan dengan sistem


bertingkat. Kolom tray dirancang dari bahan stainless steel dengan panjang
1000 cm, diameter luar 7.62 cm dan tebal 0.2 cm. Panjang kolom tray dibagi
menjadi dua bagian dan penggabungan kedua kolom menggunakan flange
yang terdiri dari 8 buah mur. Kolom yang berisi tumpukan tray terdiri dari
seksi enriching atau rectifying dan seksi stripping. Tray atau plate terbuat dari
stainless steel dengan diameter 7.4 cm dengan satu lubang besar dan beberapa
lubang kecil. Tray dalam kolom ini berjumlah 10 buah dengan jarak tiap tray
adalah 10 cm. Bagian kolom sendiri dirancang dari bahan stainless steel
dengan diameter luar 7.62 cm, tebal 0.1 cm, dan tinggi 100 cm.

Gambar 11.Tray tampak samping

Tangki pemasukan berfungsi untuk memasukkan bahan umpan yang


akan didistilasi. Pada metode batch, bahan umpan dimasukkan kedalam tangki
pemasukan kemudian katup dibuka dan umpan masuk ke kolom bawah
sedangkan pada metode kontinyu, tangki pemasukan berfungsi untuk
menampung bahan yang masuk dalam kolom dan secara kontinyu etanol
mengalir dengan mengatur katup. Bahan tangki pemasukan terbuat dari gelas
ukur berskala dua liter. Tujuan penggunan gelas ukur sebagai tangki
pemasukan adalah untuk mempermudah pengukuran laju bahan umpan yang
masuk ke dalam kolom pada pengujian sistem kontinyu. Selain itu,
penggunaan gelas ukur akan mempermudah dalam mengukur volume umpan
yang akan digunakan.

34

Gambar 12. Tangki pemasukan

Kondensor

berfungsi

sebagai

penukar

panas

yang

akan

mengkondensasi uap etanol. Jenis kondensor yang digunakan yaitu jenis


tabung dan pipa (shell and tube). Kondensor yang dirancang adalah untuk
mengkondensasi etanol secara total (kondensasi total) sehingga produk akhir
adalah etanol dalam bentuk cair seluruhnya. Kondensor ini terdiri dari dua
jenis pipa yaitu pipa saluran etanol (pipa dalam) dan pipa saluran air
pendingin (pipa luar). Pindah panas antara etanol dan air secara konduksi
yaitu melalui pipa-pipa stainless steel.
Kondensor yang dirancang memilik ukuran yaitu panjang 30 cm,
diameter luar 5 cm dan tebal 0.2 cm. Pipa bagian dalam terdiri dari empat pipa
kecil dengan ukuran yaitu panjang 30 cm, diameter luar 0.5 cm, dan tebal
0.15 cm. Pipa didalam kondensor terdiri dari empat pipa. Hal ini dimaksudkan
untuk memperluas kontak antara uap etanol dengan air sehingga mempercepat
pindah panas.
Prinsip kerja kondensor yaitu adanya pindah panas dari uap etanol ke
air yang mengalir didalam kondensor. Air dialirkan dengan menggunakan
pompa air dengan daya 32 Watt yaitu dari pipa bawah ke atas. Arah aliran dari
bawah ke atas agar seluruh ruang pipa kondensor terisi air tanpa adanya ruang
udara yang akan mempengaruhi pindah panas. Perhitungan disain kondensor
seperti pada lampiran 14.

35

Gambar 13. Kondensor

Hasil distilasi ditampung dalam pipa penampung distilat yang


dirancang dari pipa stainless steel dengan diameter 5 cm dan panjang 10 cm.
Pada pipa penampung ini dibuat dua percabangan yang berfungsi sebagai
pembagi distilat. Percabangan pertama berfungsi sebagai saluran refluks
sedangkan percabangan kedua sebagai saluran hasil atas (etanol murni). Pipa
saluran refluks didesain dengan menambahkan selang melengkung sehingga
hasil distilat dapat mengalir kembali ke kolom tray.
Prinsip pembagi distilat pada pipa penampung yaitu dengan
menggunakan sistem grafitasi dimana disain katub dan pipa saluran dibuat
miring agar distilat dapat mengalir. Rasio refluks dapat dtentukan dengan
menggunakan katub yaitu dengan mengatur laju aliran pada refluks dan
produk atas.

Gambar 14. Pipa penampung


36

Gambar 15. Selang refluks

B. Pengujian Alat Distilasi Etanol


Pengujian alat bertujuan untuk mengetahui kinerja alat distilasi etanol
yang telah dirancang. Setelah itu, data yang diperoleh dianalisis untuk
mengetahui tingkat keberhasilan kinerja alat tersebut. Pengujian alat dimulai
dengan pengujian pendahuluan yaitu dengan menguji distilator dengan sampel
etanol 30%. Hasil pengujian diperoleh bahwa alat distilasi etanol belum
mampu memisahkan campuran etanol berdasarkan komponen-komponennya.
Uap etanol tidak mampu naik ke puncak menara kolom tray. Hal ini
disebabkan uap etanol sudah mengalami kondensasi sebelum mencapai
puncak menara. Kehilangan panas pada kolom merupakan penyebab utama
terjadinya kondensasi uap etanol.
Faktor kehilangan panas disebabkan tidak adanya lapisan isolator yang
menghalangi terjadinya pindah panas dari dalam kolom ke lingkungan.
Semakin tinggi kolom maka suhu akan semakin menurun tetapi konsentrasi
uap semakin murni. Data yang diperoleh dari pengijian kemudian dianalisi
untuk melakukan pengujian tahap selanjutnya. Jika data sudah bagus atau alat
sudah berfungsi dengan baik maka tahap selanjutnya adalah pembuatan
laporan sedangkan jika data yang diperoleh tidak bagus atau alat tidak
berfungsi maka dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan
pengujian kembali.
Pada kasus pengujian ini faktor yang menyebabkan alat tidak berfungsi
dengan baik adalah adanya kehilangan panas ke lingkungan. Langkah yang

37

dilakukan yaitu dengan memperbaiki alat dengan memberikan isolator pada


seluruh dinding alat distilasi sehingga menghalangi terjadinya kehilangan
panas. Isolator yang digunakan adalah almaflex dengan tebal 1cm.
Penggunaan isolator mampu mencegah terjadinya kehilangan panas dari
dalam kolom ke lingkungan sehingga uap etanol dapat menguap naik sampai
pada puncak menara dan masuk ke kondensor untuk dikondensasi.
Pengujian alat distilasi etanol menggunakan tiga metode dan dua
sampel dengan konsentrasi yang berbeda. Tiga metode yang digunakan yaitu
sistem batch tanpa refluks (BTR), sistem batch dengan refluks (BR), dan
sistem kontinyu dengan refluks (KR). Konsentrasi yang digunakan dalam
setiap metode yaitu dengan konsentrasi etanol 10% dan 30%.

1. Distilasi sistem batch tanpa refluks (BTR)


Pengujian dengan sistem ini yaitu dengan memasukkan etanol ke
dalam kolom bawah sebanyak satu liter. Setelah itu dipanaskan dengan
membuka katup steam. Pemanasan dilakukan secara terus menerus
sehingga etanol akan menguap dan habis.
Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa proses distilasi
sistem batch telah selesai adalah :
a. Produk atas (etanol murni) tidak mengalir
b. Suhu di menara kolom tray menurun
c. Suhu di kolom bawah sangat tinggi (> 95C) mendekati titik didih air
Setelah distilasi selesai, bahan didalam kolom bawah dikeluarkan
sebagai produk bawah (bottom product) sedangkan distilat yang keluar
dari pipa penampung sebagai produk atas (top product). Pemisahan yang
sempurna akan menghasilkan produk bawah dan produk atas dengan
konsentrasi tinggi. Produk bawah dari proses distilasi etanol-air adalah air
yang mendekati 100% sedangkan produk atas adalah etanol murni dengan
konsentrasi tinggi yaitu 95.6% (v/v) sesuai dengan batas azeotropnya.
Metode batch biasanya digunakan untuk distilasi dengan kapasitas
yang kecil seperti pada skala laboratorium dimana instalasinya lebih
sederhana dibandingkan dengan distilasi sistem kontinyu. Metode ini juga

38

sering digunakan untuk pemurnian bahan campuran dengan perbedaan


titik didih yang cukup besar karena pemisahannya relatif lebih mudah.
Pengujian pertama yaitu dengan metode distilasi sistem batch
tanpa refluks dengan sampel etanol 10% (BTR.10). Berikut ini grafik
perubahan suhu titik-titik yang diamati selama proses distilasi.

Suhu steam (Ts)

Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb)

Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci)

Suhu air keluar kondensor (Tco)

120
Suhu (C)

100
80
60
40
20
0
0

15

30

45

60

75

90

105

120

135

Waktu (menit)

Gambar 16. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.10

Pada pengujian dengan metode BTR.10, steam dipanaskan hingga


mencapai suhu 110C. Setelah itu, katup steam dibuka untuk mengalirkan
uap steam ke pipa tembaga. Penurunan suhu terjadi setelah katup steam
dibuka yaitu menjadi 100C. Ketika katup steam dibuka maka uap panas
dari steam dialirkan melalui pipa spiral tembaga yang akan memanaskan
etanol dalam kolom bawah. Suhu Tb adalah suhu uap campuran etanol-air
didalam kolom bawah dimana terjadi kenaikan suhu ketika katup steam
mulai dibuka. Kenaikan suhu pada Tb menunjukkan kenaikan yang sangat
cepat pada 30 menit pertama hingga mencapai 90C.
Titik didih pada campuran etanol-air berbeda-beda tergantung pada
konsentrasi alkohol yang terkandung dalam larutan tersebut. Sampel
etanol dengan konsentrasi 10% memiliki titik didih 93C. Komposisi
distilat dan suhu distilasi akan berubah seiring dengan terdistilasinya
komponen yang lebih volatil. Suhu Tb akan semakin meningkat dengan
39

semakin kecilnya konsentrasi etanol dalam kolom bawah. Pada pengujian


ini, suhu Tb meningkat hingga mencapai 95C yaitu setelah 135 menit. Hal
ini menunjukkan bahwa konsentrasi etanol dalam kolom bawah sudah
sangat kecil sekitar 6% (v/v).
Suhu Tsc adalah suhu uap steam yang keluar setelah melewati pipa
spiral tembaga. Dari grafik dapat diketahui bahwa perubahan suhu Tsc
terjadi perubahan yang fluktuatif dimana terjadi kenaikan suhu dan
penurunan suhu. Perubahan suhu yang fluktuatif disebabkan uap air yang
keluar dari pipa berupa tetesan air terkondensasi. Setelah pemanasan
selama 105 menit, suhu pada Tsc stabil pada 87C dan uap yang keluar
sudah dalam bentuk uap panas.
Suhu Tm adalah suhu pada puncak menara kolom tray. Dari grafik
diketahui bahwa pada 45 menit pertama suhu Tm adalah 29C dan belum
terjadi kenaikan. Kenaikan suhu terjadi setelah 60 menit menjadi 65C.
Kenaikan suhu pada titik ini menunjukkan bahwa aliran uap etanol sudah
mencapai

puncak

menara.

Selanjutnya

aliran

uap

etanol

akan

terkondensasi oleh kondensor dan akan menghasilkan distilat yang


ditampung dalam pipa penampung. Pada sistem batch kenaikan suhu
tertinggi pada Tm adalah mencapai 68C pada menit ke-90. Setelah itu,
suhu mulai menurun mencapi suhu 47C. Penurunan suhu ini
menunjukkan bahwa aliran uap etanol sudah berhenti dan proses distilasi
harus dihentikan.
Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari
kondensor. Dari grafik dapat diketahui bahwa antara suhu Tci dan Tco tidak
menunjukkan perbedaan yang terlalu besar. Pada menit ke-60 dan 75, suhu
Tco lebih besar dari Tci. Perbedaannya adalah 0.5C dan 0.3C. Suhu Tco
lebih besar dari pada Tci dikarenakan terjadi perpindahan kalor dari uap
etanol ke air yang mengalir didalam kondensor. Ketika air mengalir
didalam kondensor, terjadi perpindahan panas dari etanol ke air sehingga
suhu air akan meningkat sedangkan suhu etanol menurun.
Produk atas dari proses distilasi adalah etanol murni dengan
konsentrasi tinggi. Hasil atas ditampung menggunakan gelas ukur agar

40

dapat diketahui jumlah volume yang dihasilkan setiap 15 menit.


Penambahan volume distilat pada metode sistem batch tanpa refluks
dengan sampel etanol 10% dapat dilihat seperti pada grafik dibawah ini.

volume (ml)

Distilat
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0

15

30

45

60

75

90

105

120

135

Waktu (menit)

Gambar 17. Penambahan volume distilat metode BTR.10

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa laju distilasi pada awal
pengujian sangat cepat yaitu 1.4 ml/menit kemudian terjadi penurunan
sampai akhirnya laju distilasi berhenti. Laju distilasi berhenti pada menit
ke-135. Pada menit ini proses distilasi juga dihentikan karena uap etanol
yang dipisahkan sudah habis dan tidak ada uap yang mengalir sampai
kolom kondensor. Volume distilat yang dihasilkan dari pemurnian ini
adalah 47 ml selama 135 menit.
Pada pengujian kedua dengan metode yang sama yaitu distilasi
sistem batch tanpa refluk tetapi dengan konsentrasi yang berbeda yaitu
etanol 30%. Berikut ini grafik perubahan suhu terhadap waktu pada titiktitik alat distilasi yang diamati.

41

Suhu steam (Ts)

Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb)

Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci)

Suhu keluar kondensor (Tco)

120
Suhu (C)

100
80
60

40
20
0
0

15

30

45

60

75

90

105 120 135 150 165

Waktu (menit)

Gambar 18. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.30.

Pada pengujian metode BTR.30 suhu Ts awal adalah 110C,


setelah katup dibuka terjadi penurunan suhu menjadi 100C dan stabil
pada suhu tersebut. Perubahan suhu Tsc sampai pada menit ke-90 terjadi
fluktuatif tetapi pada menit berikutnya terjadi kenaikan sampai pada suhu
87C yaitu pada menit ke-150. Suhu Tsc mulai stabil pada suhu tersebut
karena uap yang keluar hampir seluruhnya berbentuk uap panas.
Suhu Tb sebelum katup steam dibuka adalah 29.5C. Pada 15 menit
pertama suhu Tb naik menjadi 60C dan terus naik sampai pada suhu
maksimal adalah 94.5C yaitu pada menit ke-150. Kenaikan suhu Tb
menunjukkan bahwa konsentrasi etanol dalam sampel semakin menurun.
Semakin kecil konsentrasi alkohol pada campuran etanol-air maka titik
didih campuran tersebut semakin besar. Pada saat suhu T b mencapai 94C,
konsentrasi etanol sampel yaitu sekitar 7%.
Kenaikan suhu Tm pada metode BTR.30 relaitf sama dengan
BTR.10. Pada menit ke-60, suhu Tm adalah 67C dan terus naik sampai
suhu tertinggi adalah 70C. Setelah itu, suhu mulai menurun sampai 53C
dan proses distilasi dihentikan. Kenaikan suhu pada Tm dimulai ketika
aliran uap etanol mencapai menara kolom tray. Penurunan suhu Tm
menunjukkan bahwa uap etanol sudah tidak mengalir sampai menara
kolom tray. Pemurniaan etanol dengan metode

ini akan didapatkan


42

produk atas (etanol) dan produk bawah (air) yang masing-masing memiliki
konsentrasi tinggi. Konsentrasi alkohol pada produk bawah semakin lama
akan semakin menurun karena terdistilasinya komponen yang lebih volatil.
Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari
kondensor dimana Tco lebih besar dari pada Tci. Perbedaan ini terjadi
karena adanya pindah panas dari uap etanol ke air yang melewati pipa
kondensor sehingga terjadi proses kondensasi.
Penambahan volume distilat pada metode sistem batch tanpa
refluks dengan sampel etanol 30% dapat dilihat seperti pada grafik
dibawah ini.

Distilat
300

Volume (ml)

250
200
150
100
50
0
0

15

30

45

60

75

90

105 120 135 150 165

Waktu (menit)

Gambar 19. Penambahan volume distilat metode BTR.30

Penambahan volume distilat pada metode BTR.30 membentuk


grafik yang sama dengan metode BTR.10. Kurva membentuk garis
melengkung kemudian lurus yang artinya adanya penambahan volume dan
kemudian berhenti. Pada awal pengujian laju distilasi sangat cepat
mencapai 3.8 ml/menit yaitu pada menit ke-90. Setelah itu terus terjadi
penurunan laju distilasi hingga laju distilasi berhenti yaitu pada menit
ke-165. Volume distilat adalah 255 ml selama 165 menit.

43

2. Distilasi Sistem Batch Dengan Refluks (BR)


Pengujian dengan metode ini secara umum prinsipnya sama
dengan metode batch tanpa refluks. Perbedaanya hanyalah pada sistem
refluks yaitu mengembalikan sebagian hasil atas kembali ke kolom tray.
Pengujian dengan metode ini menggunakan sampel etanol 10% dan 30%.
Berikut ini grafik Perubahan suhu terhadap waktu pada alat distilator.
Suhu steam (Ts)

Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb)

Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci)

Suhu air keluar kondensor (Tco)

140
120
Suhu (C)

100
80
60
40
20
0
0

15

30

45

60

75

90 105 120 135 150 165 180

Waktu (menit)

Gambar 20. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.10

Suhu Ts adalah suhu steam dimana suhu awal sebelum katup


dibuka adalah 115C. Setelah katup dibuka suhu Ts menurun dan tetap
pada suhu 100C. Proses distilasi pada pengujian ini membutuhkan waktu
180 menit. Perubahan suhu Tsc mengalami fluktuatif. Pada menit ke-80,
suhu Tsc mencapai 80C kemudian terus menurun sampai suhu 70C.
Penurunan suhu pada Tsc setelah waktu tersebut dikarenakan penempatan
termometer kurang tepat sehingga suhu aliran uap steam yang keluar tidak
terukur dengan baik. Suhu awal Tb adalah 31C, setelah proses pemanasan
selama 30 menit suhu Tb naik menjadi 90C dan terus naik sampai pada
suhu 95C. Suhu Tm awal adalah 29C. Kenaikan suhu Tm sebesar 1C
dimulai pada menit ke-45 menjadi 30C. Kemudian pada menit ke 75,

44

suhu Tm menjadi 65C dan tetap pada suhu tersebut sampai proses distilasi
dihentikan.
Metode batch dengan refluks mempengaruhi suhu pada Tm. Sistem
refluks menyebabkan suhu di menara kolom tray menjadi stabil yaitu pada
suhu 65C. Etanol yang mengalir ke dalam kolom tray diperlukan untuk
berinterkasi dengan uap yang mengalir ke atas. Tanpa refluks tidak akan
ada rekifikasi yang berlangsung pada seksi rektifikasi dan konsentrasi
hasil atas tidak akan lebih besar dari konsentrasi uap yang mengalir naik
dari piring umpan. Campuran etanol-air adalah bahan azeotrop, sehingga
pemurnian dengan sistem ini hanya dapat memurnikan etanol sampai titik
azeotropnya.
Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari
kondensor. Didalam kondensor terjadi perpindahan panas dari uap etanol
ke air yang mengalir sehingga uap etanol terkondensasi. Suhu Tco lebih
besar dari pada suhu Tci. Ketika air mengalir keluar dari kondensor terjadi
perpindahan panas dari etanol ke air. Suhu air keluar lebih tinggi dari pada
suhu air masuk. Air dalam kondensor berfungsi untuk mendinginkan uap
etanol sehingga proses kondensasi dapat berlangsung sempurna.
Hasil distilasi dari penelitian ini adalah etanol murni. Grafik
penambahan volume distilat pada pengujian metode batch dengan refluks
pada sampel etanol 10% adalah sebagi berikut:
Distilat
30

Volume (ml)

25
20
15
10
5
0
0

15

30

45

60

75

90

105 120 135 150 165 180

Waktu (menit)

Gambar 21. Penambahan volume distilat metode BR.10

45

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa laju distilasi pada metode ini
mengalami penurunan hingga berhenti. Hal ini disebabkan sistem distilasi metode
batch bahan yang didistilasi dimasukkan dalam kolom dan dipanaskan terus
menerus sampai etanol hampir seluruhnya menguap. Volume distilat pada
pengujian ini adalah 24.5 ml dengan waktu operasi 180 menit. Distilat mulai
mengalir pada menit ke-90. Pada awal-awal pengujian, laju distilasi sangat cepat
kemudian laju distilasi turun sampai akhirnya berhenti pada menit ke-165.
Pengujian metode distilasi sistem batch dengan refluks pada sampel etanol
30% didapatkan grafik sebagai berikut:

Suhu steam (Ts)

Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb)

Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci)

Suhu air keluar kondensor (Tco)

120

Suhu (C)

100
80
60
40
20
0
0

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450
Waktu (menit)

Gambar 22. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.30

Steam dipanaskan sampai suhu 110C kemudian katup dibuka


untuk mengalirkan uap panas ke kolom bawah. Setelah katup dibuka suhu
Ts turun dan konstan pada suhu 100C. Proses distilasi dengan metode
BR.30 membutuhkan waktu 450 menit. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur suhu pada Tsc adalah termometer. Dari grafik dapat diketahui
bahwa perubahan suhu Tsc menunjukkan grafik yang fluktuatif tetapi
cenderung meningkat hingga mencapai suhu 83C. Suhu Tsc ketika
mencapai suhu 83C sudah berbentuk uap panas. Hal ini berarti bahwa

46

energi steam yang dialirkan melalui pipa spiral didalam kolom bawah
tidak dimanfaatkan untuk memanaskan etanol.
Kenaikan suhu Tb terjadi sangat cepat pada 45 menit pertama. Pada
menit berikutnya kenaikan mulai konstan dengan kenaikan rata-rata
0.63C. Pada menit ke-405, suhu Tb mencapai 94C dan tidak terjadi
kenaikan lagi sampai menit ke 450. Suhu awal Tm adalah 28C kenaikan
suhu dimulai pada menit ke-75 yaitu 29C dan pada menit ke 90 terjadi
kenaikan yang besar menjadi 64C. Pada menit ke 105 dan seterusnya
suhu Tm stabil yaitu pada suhu 65C. Pengujian dengan metode refluks
menyebabkan suhu Tm stabil.
Suhu Tci dan Tco memiliki kenaikan suhu yang hampir sama
dimana suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci. Pada menit ke-390 suhu
Tci lebih besar dari pada suhu Tco. Berdasarkan teori perpindahan panas,
suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci karena ketika air melewati
kondensor, air akan menyerap panas dari etanol sehingga terjadi
kondensasi. Tetapi pada pengujian ini didapatkan suhu T ci lebih besar dari
pada suhu Tco. Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi adalah : (1)
Kesalahan membaca alat ukur/termometer, (2) Termometer kontak dengan
suhu lingkungan sehingga tingkat keakurasian berkurang.
Grafik penambahan volume distilat pada pengujian kedua dengan
sampel etanol 30% seperti pada gambar dibawah ini.
Distilat
250

Volume (ml)

200
150
100
50
0
0

30

60

90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450
Waktu (menit)

Gambar 23. Penambahan volume distilat metode BR.30

47

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa distilat mulai mengalir


setelah menit ke-90. Laju distilasi pada awal pengujian cukup cepat
kemudian diakhir pengujian laju distilasi mulai menurun dan akhirnya
berhenti yaitu pada menit ke-405. Setelah laju distilasi berhenti maka
proses distilasi sistem batch juga dihentikan. Kurve penambahan volume
pada metode batch akan membentuk kurva melengkung dimana terjadi
kenaikan kemudian dilajutkan dengan penurunan dan akhirnya berhenti.
Ketika bentuk grafik mendatar artinya tidak ada penambahan
volume distilat meskipun proses dilanjutkan. Hal ini disebabkan
kandungan etanol dalam kolom bawah sangat kecil dan tidak cukup untuk
naik sampai pada distilator. Uap etanol yang naik ke atas menara kolom
tray mengalami kondensasi sebelum sampai puncak karena suhu kolom
semakin turun dengan semakin tingginya kolom tray.

3. Distilasi Sistem Kontinyu Dengan Refluks (KR)


Pengujian distilasi kontinyu dengan refluks menggunakan dua
sampel yang berbeda yaitu etanol 10% dan 30%. Pengujian pertama
dengan sampel etanol 10% dengan waktu proses 240 menit dan
menghasilkan etanol 213 ml. Berikut ini grafik perubahan suhu titik-titik
yang diamati selama proses distilasi.

Suhu steam (Ts)

Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb)

Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci)

Suhu air keluar kondensor (Tco)

Suhu (C)

140
120
100
80
60
40
20
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 24. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.10


48

Pemanasan steam menggunakan kompor gas bertujuan untuk


meningkatkan jumlah energi steam sebagai sumber pemanas. Steam
dipanaskan sampai suhu 123C kemudian katup dibuka untuk mengalirkan
uap panas ke pipa spiral yang akan memanaskan etanol didalam kolom
bawah. Ketika katup dibuka, suhu steam menurun hingga mencapai suhu
101.5C.
Penggunaan kompor gas sebagai sumber pemanas steam mampu
meningkatkan suhu steam diatas titik didih air meskipun katup dibuka. Hal
ini disebabkan energi panas kompor gas lebih besar dari pada
menggunakan hot plate. Kenaikan suhu Tsc terjadi 30 menit pertama
kemudian konstan pada suhu 88C pada menit berikutnya. Sistem
kontinyu dimulai pada menit ke-30 dimana suhu Tb mencapai 88C.
Pengujian ini menggunakan F = 15 ml/menit, B = 11 ml/menit dan R =
1.8. Dengan memasukkan umpan secara kontinyu menyebabkan suhu Tsc
menjadi konstan pada 88C. Kondisi ini disebabkan konsentrasi di dalam
kolom bawah cenderung tetap. Suhu Tb mengalami kenaikan yang cukup
tinggi selama 30 menit pertama, selanjutnya suhu konstan pada suhu 96C.
Adanya refluks menyebabkan suhu Ts cenderung stabil. Dari grafik
dapat diketahui bahwa suhu Tm konstan setelah mencapai suhu 67C. Suhu
awal Tm adalah 28C kemudian 15 menit berikutnya naik menjadi 67C
dan suhu tertinggi 69C. Setelah itu suhu turun menjadi 68C dan
cenderung konstan pada suhu 67C. Pada akhir pengujian suhu Tm turun
menjadi 66C. Penurunan suhu pada Tm terjadi ketika aliran umpan sudah
habis. Dengan habisnya etanol dalam tangki pemasukan berarti berakhir
pula proses distilasi kontinyu.
Perubahan suhu Tci dan Tco karena adanya pindah panas antara uap
etanol dan air yang berfungsi sebagai bahan pendingin. Dari grafik dapat
dilihat bahwa suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci dalam beberapa menit
pengujian. Ketika air masuk dan mengalir melali pipa kondensor, maka air
akan menyerap kalor dari uap etanol murni. Terjadinya pindah panas
menyebabkan suhu air yang keluar naik dan suhu uap etanol menurun
sehingga terbentuk kondensasi.

49

Berikut ini grafik penambahan volume distilat pada metode


distilasi kontinyu dengan sampel etanol 10%.
Distilat
250

Volume (ml)

200
150
100
50
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 25. Penambahan volume distilat pada metode KR.10

Penambahan volume distilat pada metode KR.10 menunjukkan


penambahan yang relatif tetap. Pada menit ke 15 sudah menghasilkan
distilat yaitu sebanyak 5 ml. Setelah itu, terjadi penambahan volume yang
sangat cepat

sampai menit ke-30 yaitu menjadi 56 ml. Pada menit

berikutnya laju distilasi relatif sama yaitu laju distilasi rata-rata 0.75
ml/menit. Pengujian ini membutuhkan waktu 240 menit dengan jumlah
distilat 213 ml.
Pada awal pengujian laju distilasi sangat cepat karena metode yang
digunakan masih menggunakan metode batch. Setelah sistem kontinyu
berjalan maka penambahan volume menjadi tetap. Pada akhir pengujian
terjadi penurunan volume distilat. Hal ini disebabkan jumlah etanol di
dalam tangki pemasukan telah habis dan berlaku sistem distilasi batch.
Pengujian metode ketiga dengan konsentrasi etanol 30%. Sebelum
metode kontinyu dijalankan, proses distilasi diawali dengan metode batch
dengan bahan umpan etanol 10% sebanyak 1 liter kemudian dilanjutkan
sisem kontinyu dengan sampel etanol 30%. Berikut ini grafik perubahan
suhu terhadap waktu pada metode KR.30 pada titik-titik distilator yang
diamati.
50

Suhu steam (Ts)

Suhu keluar steam (Tsc)

Suhu kolom bawah (Tb)

Suhu menara (Tm)

Suhu air masuk kondensor (Tci)

Suhu air keluar kondensor (Tco)

140
120
Suhu (C)

100
80
60
40
20
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 26. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.30

Suhu Ts awal adalah 125C dan setelah katup dibuka untuk


mengalirkan uap melui pipa spiral maka suhu menurun hingga mencapai
101.5C. Penurunan suhu pada Ts tidak terlalu berbeda. Rata-rata suhu Ts
setelah katup dibuka adalah 101.8C. Sumber pemanas steam adalah
kompor gas sehingga mampu meningkatkan suhu steam diatas 100C.
Suhu Tsc cukup stabil yaitu diatas 85C. Pada 15 menit pertama proses
pemanasan etanol berlangsung cepat karena sebelum katup steam dibuka
suhu Ts sudah mencapai 125C sehingga pada 15 menit pertama suhu T b
telah mencapai suhu 97C. Bahan umpan mulai dimasukkan pada menit ke
30. Perubahan suhu Tb terjadi penurunan menjadi 96.5C. Penurunan suhu
pada Tb dikarenakan adanya kontak dengan etanol yang masuk secara
kontinyu ke dalam kolom dengan besarnya F = 13 ml/menit, B = 10
ml/menit dan R = 1.8.
Pada menit ke-165 terjadi kerusakan pada bagian tangki
pemasukan sehingga proses distilasi kontinyu dihentikan sementara.
Selama terjadi kerusakan, proses distilasi tetap dijalankan dengan metode
batch. Perubahan suhu terjadi pada Tb dan Tm. Suhu Tb terjadi kenaikan

51

sedangkan Tm terjadi penurunan. Setelah dilakukan perbaikan dengan laju


umpan masuk (F) sebesar 15 ml/menit, suhu T m naik kembali menjadi
69C dan konstan pada suhu 70C. Setelah 240 menit suhu Tm menurun
kembali menjadi 69C. Hal ini karena bahan umpan dalam tangki
pemasukan sudah habis dan proses distilasi sistem kontinyu selesai.
Suhu Tci dan Tco terjadi kenaikan yang hampir sama dengan
pengujian-pengujian sebelumnya. Suhu Tco relatif lebih besar dari pada
Tci. Hal ini disebabkan selama air melewati kondensor terjadi perpindahan
panas dari uap etanol ke air yang mengalir melewati kondensor. Proses ini
disebut kondensasi.
Grafik perubahan volume distilat pada metode KR.30 yaitu metode
kontinyu dengan sampel etanol 30%.
Distilat
400

350
Volume (ml)

300
250
200
150
100
50
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 27. Perubahan volume distilat pada metode KR.30

Dari grafik diatas diketahui bahwa hasil distilat dimulai pada menit
ke-45. Kemudian secara bertahap volume distilat meningkat hingga
akhirnya terjadi penurunan pada menit ke-165. Setelah itu, mulai terjadi
kenaikan volume distilat kembali dengan dengan laju distilasi yang cukup
besar yaitu mencapai 3.2 ml/menit. Setelah itu, laju distilasi masih
menurun hingga proses distilasi selesai. Seharusnya dengan metode
kontinyu laju distilasi relatif tetap, tetapi karena ada kerusakan pada tangki
pemasukan sehingga mempengaruhi proses distilasi. Kerusakan yang
52

terjadi adalah berhentinya aliran umpan masuk karena katup pada pipa
tangki pemasukan tersumbat. Karena tidak ada umpan etanol yang masuk
maka produk atas juga tidak bertambah. Setelah diperbaiki dengan F = 15
ml/menit, volume distilat kembali bertambah. Jumlah distilat yang
dihasilkan dari pengujian ini adalah sebanyak 355 ml.

C. Perbandingan Perubahan Suhu Dan Volume Distilat Pada Tiga Metode


Pengujian
1. Pengujian dengan sampel etanol 10%
Pengujian yang pertama adalah dengan sampel etanol 10%
didapatkan data perubahan suhu terhadap waktu pada titik-titik alat
distilator. Perbandingan data suhu T s pada pengujian dengan tiga metode
yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:
Suhu steam (Ts) metode BTR 10

Suhu (C)

Suhu steam (Ts) metode BR.10


140
130
120
110
100
90
80
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 28. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 10%


Dari tiga metode yang digunakan metode BTR dan metode BR
memiliki data yang sama yaitu 100C. Setelah katup dibuka, suhu Ts pada
kedua metode memiliki suhu yang konstan pada titik didih air. Berbeda
dengan metode pengujian yang ketiga yaitu

KR. Metode KR

menggunakan sumber pemanas yaitu kompor gas dimana memiliki energi


yang lebih besar dibandingkan dengan sumber pemanas listrik. Setelah
katup dibuka suhu Ts turun menjadi 101.5C.

53

Perbandingan suhu Tsc pada pengujian dengan tiga metode yang


berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:
Suhu keluar steam (Tsc) metode BTR.10
Suhu keluar steam (Tsc) metode BR.10
Suhu keluar steam (Tsc) metode KR.10

Suhu (C)

100
80
60
40
20
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 29. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 10%


Pengujian dengan metode BTR didapatkan data suhu yang
fluktuatif tetapi diakhir pengujian suhu cenderung meningkat. Pada
pengujian dengan metode BR didapatkan suhu Tsc yang masih fluktuatif.
Sedangkan pada pengujian dengan metode ketiga yaitu metode KR
didapatkan suhu yang relatif stabil setelah suhu Tsc mencapai suhu 88C.
Perbandingan perubahan suhu Tb pada pengujian distilasi dengan
tiga metode didapatkan data sebagai berikut:
Suhu kolom bawah (Tb) metode BTR.10
Suhu kolom bawah (Tb) metode BR.10
Suhu kolom bawah (Tb) metode KR.10

Suhu (C)

120
100
80
60
40
20
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 30. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 10%

54

Metode BTR dan BR didapatkan data perubahan suhu Tb yang


relatif sama. Kedua metode tersebut menggunakan sumber energi yang
sama yaitu hot plate. Sedangkan pada metode KR didapatkan data suhu Tb
yang berbeda dari dua metode yang lain. Ketika katup steam dibuka, suhu
Tb naik dengan cepat. Suhu Ts sebelum dibuka mencapai 123C dan ketika
katup dibuka, terjadi transfer energi yang cukup besar dari uap steam ke
etanol dalam kolom bawah.
Perbandingan perubahan suhu Tm pada pengujian distilasi etanol
dengan tiga metode yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:
Suhu menara (Tm) metode BTR.10
Suhu menara (Tm) metode BR.10

Suhu (C)

Suhu menara (Tm) metode KR.10


80
70
60
50
40
30
20
0

15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 31. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 10%


Metode BTR dan BR memiliki grafik yang hampir sama di awalawal pengujian. Grafik menunjukkan kenaikan yang cepat pada menit ke45 sampai menit ke-60. Sedangkan pada akhir pengujian, terdapat
perbedaan suhu dimana pada metode tanpa refluks suhu Tm menurun dan
pada metode dengan refluks suhu Tm tetap. Pemberian refluks
mempengaruhi suhu pada puncak menara kolom tray. Metode dengan
refluks memiliki suhu yang stabil dan konstan karena adanya kontak
dengan etanol murni yang diumpan balikkan kembali kedalam kolom.
Metode ketiga yaitu metode KR perubahan suhu T m sangat cepat pada
awal pengujian. Kenaikan suhu yang cepat dipengaruhi oleh sumber

55

pemanas dan suhu awal dari steam. Kompor gas sebagai sumber pemanas
mempengaruhi kecepatan kenaikan suhu pada Tm.
Perbandingan volume distilasi pada tiga metode pengujian dengan
sampel etanol 10% seperti dibawah ini.
Distilat metode BTR.10

Distilat metode BR.10

Distilat metode KR.10


250
Volume (ml)

200
150
100

50
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Waktu (menit)

Gambar 32. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 10%

Grafik penambahan volume distilat dengan metode BTR dan BR


memiliki bentuk grafik yang sama. Volume distilat menunjukkan adanya
kenaikan volume hingga akhirnya tidak ada pertambahan volume distilat
(proses distilasi berhenti). Metode KR memiliki bentuk grafik yang
berbeda dengan dua metode lainnya. Bentuk grafik membentuk garis linier
yang artinya bahwa terjadi pertambahan volume distilat secara kontinyu
dengan laju yang hampir seragam.

2. Pengujian dengan sampel etanol 30%


Pengujian kedua yaitu dengan sampel etanol 30%. Perbandingan
perubahan suhu terhadap waktu pada pengujian ini meliputi suhu T s, Tsc,
Tb, Tm dan penambahan volume distilasi. Perbandingan perubahan suhu T s
pada pengujian dengan sampel etanol 10% didapatkan grafik sebagai
berikut:

56

Suhu steam (Ts) metode BTR.30

Suhu steam (Ts) metode BR.30

Suhu steam (Ts) metode KR.30

140
130
Suhu (C)

120
110
100
90
80
0

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450
Waktu (menit)

Gambar 33. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 30%


Perubahan suhu dari ketiga metode didapatkan bentuk grafik yang
sama yaitu terjadi penurunan suhu ketika katup steam dibuka. Penurunan
ini disebabkan terjadi penurunan tekanan didalam tabung steam boiler.
Metode

KR dengan sumber pemanas dari kompor gas dapat

menghasilkan jumlah panas yang lebih besar sehingga suhu Ts pada


metode KR.30 mapu mencapai suhu konstan pada suhu 101.5C
sedangkan Ts pada metode BTR.30 dan BR.30 hanya mampu stabil pada
suhu 100C.
Perbandingan perubahan suhu Tsc pada pengujian distilasi dengan
tiga metode berbeda didapatkan grafik seperti dibawah ini.
Suhu keluar steam (Tsc) metode BTR.30

Suhu keluar steam (Tsc) metode BR.30

Suhu keluar steam (Tsc) metode KR.30

100
Suhu (C)

80
60
40
20
0
0

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450
Waktu (menit)

Gambar 34. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 30%


57

Pengukuran suhu pada Tsc bertujuan untuk mengetahui besarnya


energi yang digunakan untuk proses pemanasan etanol di dalam kolom
bawah. Suhu Tsc pada pengujian dengan metode BTR dan BR mengalami
kenaikan secara perlahan-lahan. Berbeda dengan pengujian distilasi
metode KR yang mengalami kenaikan suhu Tsc sangat cepat hingga
mencapai suhu 88C.
Perbandingan suhu Tb

pada pengujian dengan metode yang

berbeda menghasilkan grafik sebagai berikut:

Suhu kolom bawah (Tb) metode BTR.30

Suhu kolom bawah (Tb) metode BR.30

Suhu kolom bawah (Tb) metode KR.30

120

Suhu (C)

100
80
60
40
20
0

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450
Waktu (menit)

Gambar 35. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 30%


Steam sebagai sumber panas yang berfungsi mensupli energi panas
ke dalam etanol yang didistilasi. Ketika katup dibuka terjadi transfer
energi dari steam ke etanol bahan sampel. Transfer energi ini terjadi secara
konduksi melalui pipa spiral dari tembaga yang kemudian memanaskan
etanol sehingga etanol menguap dan terkondensasi. Suhu awal dari steam
akan mempengaruhi kecepatan proses pemanasan. Semakin tinggi suhu Ts
awal maka proses pemanasan pada etanol juga semakin cepat. Pada
metode yang pertama dan kedua yaitu dengan sistem BTR dan BR
didapatkan bentuk grafik perubahan suhu Tb naik perlahan-lahan.
Grafik perbandingan Tb pada tiga metode yang digunakan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa distilasi sistem KR memiliki proses

58

pemanasan yang lebih cepat dibandingkan dengan metode BTR dan BR.
Hal ini disebabkan suhu Tb awal pada metode KR.30 lebih besar yaitu
57C.
Perbandingan suhu Tm yaitu suhu pada menara kolom tray dengan
metode yang berbeda didapatkan grafik seperti dibawah ini.

Suhu menara (Tm) metode BTR.30

Suhu menara (Tm) metode BR.30

suhu menara (Tm) metode KR.30

80
Suhu (C)

70
60
50
40
30
20
0

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450
Waktu (menit)

Gambar 36. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 30%


Dari grafik diatas, metode BTR memiliki bentuk yang berbeda
dengan grafik yang lainnya. Bentuk grafik metode ini terjadi penurunan
pada akhir proses. Penurunan ini disebabkan uap etanol dalam kolom
bawah sudah tidak mengalir naik keatas kolom. Etanol yang terkandung
dalam bahan sample semakin kecil. Penurunan ini juga menunjukkan
bahwa proses distilasi dengan sistem batch sudah selesai. Sedangkan
grafik kedua yaitu dengan metode BR didapakan grafik lurus yaitu setelah
suhu mencapai 65C. Dengan membarikan umpan balik etanol kedalam
menara kolom menyebakan terjadinya kontak antara uap etanol dengan
etanol yang hampir murni sehingga etanol hasil atas akan lebih murni.
Grafik ketiga yaitu suhu Tm dengan metode KR didapatkan bentuk grafik
yang hampir sama dengan metode BR. Perbedaannya yaitu pada metode
KR kenaikan suhu Tm lebih cepat dibandingka dengan metode BR. Selain
itu, suhu Tm pada metode KR tidak konstan seperti pada metode BR.

59

Perbandingan pertambahan volume distilasi pada pengujian dengan


metode yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:

Distilat metode BTR.30

Distilat metode BR.30

Distilat metode KR.30

400
350

Suhu (C)

300
250
200
150
100
50
0
0

30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450
Waktu (menit)

Gambar 37. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 30%

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pertambahan volume


distilat menunjukkan kenaikan dan kemudian penurunan sampai akhirnya
proses distilasi selesai. Pada metode KR seharusnya penambahan volume
distilat tetap, tetapi pada grafik diatas menunjukkan penurunan dan
kemudian terjadi kenaikan kembali. Hal ini disebabkan adanya kerusakan
ketika proses pengujian berlangsung yaitu laju aliran umpan masuk
berhenti. Hal ini menyebabkan tidak adanya umpan masuk ke dalam
kolom. Proses distilasi kontinyu dihentikan sementara sampai proses
perbaikan selesai. Ketika distilasi kontinyu dihentikan maka sistem
distilasi yang digunakan adalah distilasi BR.
Pertambahan volume distilat pada metode batch menunjukkan
kenaikan pada awal pengujian kemudian mulai menurun dan berhenti.
Proses distilasi dihentikan ketika sudah tidak ada penambahan volume
distilat karena etanol dalam kolom bawah telah habis menguap.

60

D. Konsentrasi Hasil Pengujian


Berikut ini data konsentrasi alkohol produk atas (etanol) pada pengujian
distilasi dengan tiga metode yang berbeda.

Kemurnian (% v/v)

BTR
100
98
96
94
92
90
88
86
84

BR

KR
97.6

94.84
92.5
88.77

92.5

88.58

10%

30%

Konsentrasi Etanol Sampel (% v/v)

Gambar 38. Konsentrasi distilat (top product) pada distilasi etanol

Dari grafik diatas diketahui bahwa setiap metode distilasi yang digunakan
menghasilkan distilat dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi distilat
mulai dari 88.58% sampai konsentrasi tertinggi 97.6% yaitu diatas batas
azeotrop. Distilasi biasa hanya mampu memurnikan campuran etanol-air
sampai batas azeotropnya. Distilat dengan konsentrasi melebihi batas azeotrop
kemungkinan terjadi kesalahan dalam pengukuran konsentrasinya. Kesalahan
ini dapat disebabkan oleh batas error pada piknometer. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat dapat menggunakan metode kromotografi gas.
Metode BTR.10 didapatkan distilat dengan konsentrasi 88.77% sedangkan
metode BR.10 didapatkan distilat dengan konsentrasi 88.58% artinya
konsentrasi distilat dengan metode batch dengan refluks dihasilkan etanol
dengan konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan metode batch tanpa
refluks meskipun perbedaannya tidak terlalu nyata. Secara teori konsentrasi
distilat pada distilasi dengan refluks memiliki tingkat konsentrasi lebih tinggi
dibandingkan dengan sistem distilasi tanpa refluks karena adanya pemurnian
pada seksi enriching.

61

Selang refluks yang digunakan memiliki ukuran diameter 0.8 cm dan


panjang 20 cm. Agar sistem refluks dapat beroperasi maka volume yang
dihasilkan harus mencukupi volume selang refluks yang berbentuk
melengkung. Volume selang adalah 40.192 ml dan agar sistem refluks terjadi
maka volume distilat harus melebihi volume selang. Sebelum pengujian,
selang refluks harus sudah terisi etanol agar proses refluks langsung berjalan
ketika dihasilkan distilat.
Prinsip neraca massa adalah F = D + B, jika konsentrasi bahan umpan
10% (v/v) dan produk bawah adalah 6.47% maka etanol sebagai produk atas
adalah 3.53% dari volume total artinya hanya 35.3 ml etanol murni. Pada
pengujian volume distilat yang dihasilkan adalah 24.5 ml dan sebagian masuk
ke selang refluks. Penggunaan refluks ternyata belum berpengaruh nyata
terhadap

peningkatan

konsentrasi

distilat.

Karena

etanol

yang

diumpanbalikkan ke kolom sangat sedikit, maka pengayaan etanol tidak


terlalu besar.
Berbeda dengan pengujian metode KR.10, hasil distilat yang diperoleh
memiliki konsentrasi lebih tinggi dari dua metode sebelumnya yaitu mencapai
94.84%. Adanya sistem refluks akan meningkatkan konsentrasi etanol hasil
distilasi. Rasio refluks yang digunakan adalah 1.8. Rasio refluks berbanding
terbalik dengan banyaknya tray artinya semakin banyak tray maka rasio
refluks semakin kecil dan sebaliknya jika jumlah tray yang digunakan sedikit
maka untuk meningkatkan konsentrasi distilat digunakan rasio refluks yang
besar.
Distilasi dengan sampel etanol 30% dihasilkan distilat dengan tingkat
konsentrasi yang bervariasi. Konsentrasi distilat pada metode BTR.30 dan
KR.30 adalah 92.5% sedangkan metode BR.30 adalah 97.65%. Metode BR.30
adalah metode batch dengan refluks dimana hasil distilatnya memiliki tingkat
konsentrasi paling tinggi dibandingkan dengan metode yang lain. Konsentrasi
distilat melebihi batas azeotropnya yaitu 95.6% (v/v).
Selain produk atas, produk bawah juga diukur konsentrasi alkohol dengan
menggunakan piknometer. Produk bawah adalah air dengan kandungan etanol
yang sangat kecil dan berupa air yang hampir murni. Tujuannya pengukuran

62

kadar alkohol pada produk atas dan produk bawah adalah untuk mengetahui
tingkat efisiensi pada alat distilasi yang telah dirancang.
Berikut ini data konsentrasi produk bawah pada metode batch tanpa
refluks dan dengan refluks.

Kemurnian (% v/v)

BTR
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

BR

KR
8.09

6.47

6.47

4.61
2

10%

30%

Konsentrasi Etanol Sampel (% v/v)

Gambar 39. Konsentrasi produk bawah (bottom product) pada distilasi etanol

Kadar alkohol produk bawah pada metode BTR dengan sampel etanol
10% dan 30% adalah 4.61% dan 6.47%, sedangkan metode BR didapatkan
produk bawah dengan konsentrasi 6.47% dan 8.09%. Pengukuran konsentrasi
produk bawah distilasi metode KR yaitu dengan menggunakan alkoholmeter
sehingga diperoleh data konsentrasi distilat yang kurang akurat. Konsentrasi
pada metode KR.10 dan KR.30 masing-masing adalah 2%. Meskipun
demikian, data tersebut mampu mewakili data konsentrasi produk bawah.
Hasil konsentrasi pada pengujian dengan metode KR menghasilkan
produk bawah dengan konsentrasi paling kecil. Hal ini disebabkan panas yang
tersedia paling besar sehingga mampu memisahkan etanol dan air dalam
etanol sampel hampir seluruhnya. Dua pengujian yang lain yaitu metode BTR
dan BR masih memiliki produk bawah dengan konsentrasi cukup besar.
Kebutuhan panas untuk memurnikan etanol-air sehingga diperoleh produk
bawah yang hampir murni tergantung pada titik didih produk bawah yaitu air.
Suhu kolom bawah seharusnya mendekati titik didih air yaitu 100C agar

63

kandungan etanol seluruhnya menguap dan hanya air yang terkandung dalam
kolom bawah. Pada pengujian sistem batch suhu Tb hanya mampu mencapai
suhu 95C sedangkan sistem kontinyu lebih tinggi yaitu mencapai 97C
sehingga sistem kontiyu memiliki produk bawah dengan konsentrasi alkohol
paling rendah.
Diagram titik didih etanol-air adalah diagram yang menunjukkan suhu titik
didih campuran etanol-air pada tingkat konsentrasi yang berbeda. Diagram
titik didih etanol-air seperti ditunjukkan pada gambar 3. Data-data hasil
pengujian diplotkan pada diagram ini kemudian dibandingkan titik didih
etanol dengan konsentrasi produk atas dan produk bawah hasil pengujian.
Hasil data pengujian yaitu data suhu pada kolom bawah dan suhu pada
puncak menara kolom tray diplotkan ke diagram titik didih etanol-air seperti
pada lampiran 3, 6, dan 9. Metode batch memiliki komposisi dan suhu
distilasi yang selalu berubah seiring dengan terdistilasinya komponen yang
lebih volatil (mudah menguap). Berdasarkan diagram kesetimbangan titik
didih etanol-air, etanol 10% memiliki titik didih 93C sedangkan titik didih
etanol 30% adalah 85.8C. Suhu kolom bawah pada metode BTR dan BR
terjadi kenaikan dengan semakin kecilnya kadar etanol yang didistilasi.
Suhu Tb tertinggi pada setiap metode akan menggambarkan tingkat
konsentrasi etanol pada produk bawah. Sebagai contoh pada metode BTR.10
suhu Tb tertinggi adalah 96C dengan konsentrasi produk bawah 4.61%.
Pengujian dengan metode batch baik tanpa refluks maupun dengan refluks
didapatkan produk bawah dengan konsentrasi etanol masih cukup besar tetapi
sedikit berbeda yaitu pada metode kontinyu didapatkan produk bawah dengan
konsentrasi etanol sangat kecil yaitu 2%. Pada lampiran 13 tentang analisis
rancangan distilator, suhu pada kolom bawah sesuai perhitungan berdasarkan
asumsi diperoleh suhu 100.13C.
Suhu pada puncak menara kolom tray tidak dapat diplotkan ke dalam
diagram tersebut karena suhu hasil pengujian berada diluar suhu batas
azeotrop. Secara keseluruhan, suhu Tm berkisar antara 65C - 71C yaitu pada
saat uap etanol melewati puncak menara menuju kondensor. Berdasarkan
diagram titik didih etanol-air, suhu pada titik azeotrop adalah 78C sehingga

64

suhu pada menara ketika konsentrasi etanol berada pada titik azeotropnya
adalah 78C. Pada pengujian ini, suhu menara tidak dapat mencapai suhu
tersebut karena adanya kehilangan panas disepanjang kolom tray.
Kehilangan panas dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti isolator
dan panjang kolom. Isolator berfungsi untuk mencegah terjadinya pindah
panas dari dalam kolom ke lingkungan. Semakin tebal isolator maka heat loss
semakin kecil karena pindah panas dapat dicegah lebih optimal. Faktor kedua
adalah panjang kolom. Semakin panjang suatu kolom distilasi maka suhu akan
semakin rendah tetapi konsentrasi akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan
adanya kontak uap etanol dengan air yang terkondensasi. Oleh karena arus zat
cair berada pada titik gelembungnya, sedangkan arus uap berada pada titik
embunnya, maka kalor yang diperlukan untuk menguapkan komponen etanol
harus didapatkan dari kalor yang dibebaskan pada waktu kondensasi
komponen air. Pada kolom tray, setiap piringan dalam kaskade berfungsi
sebagai peranti pertukaran dimana komponen etanol berpindah ke arus uap
dan komponen air ke arus zat cair. Karena konsentrasi etanol didalam zat cair
maupun dalam uap meningkat dengan bertambahnya tinggi kolom, suhu akan
berkurang dengan semakin tingginya kolom.

E. Kebutuhan Energi Untuk Proses Distilasi


Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan data penggunaan air sebagai
bahan pemanas pada steam dan energi yang terpakai selama proses distilasi
sebagai berikut:

Tabel 5. Penggunaan energi selama proses distilasi


No

Metode

Keterangan
Batch tanpa refluks
10%

1
2
3

Volume air awal


(ml)
Volume air akhir
(ml)
Volume air yang
terpakai (ml)

30%

Batch dengan refluks


10%

30%

Kontinyu dengan
refluks
10%
30%

3000

3000

3000

3000

4000

3000

2151

2008

2037

840

750

849

992

963

2160

3250

3000

65

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Massa air yang


terpakai (kg)
Ts (C)
hg (kJ/m3)
Tsc (C)
hf (kJ/m3)
hfg (kJ/m3)
Energi yang
terpakai (kJ)
Volume etanol
sampel (ml)
Volume distilat
(ml)
Konsentrasi distilat
(%)
Volume etanol
murni (ml)
Energi per volume
etanol murni
(kJ/ml)

0.849
101
2677.64
64.67
270.68
2406.96

0.992
100.83
2677.38
57.5
240.68
2436.7

0.963
101.15
2677.87
67.33
281.81
2396.06

2.16
100.32
2676.59
65.8
275.41
2401.18

3.25
3
103.06 103.18
2680.81
2681
86.72
86.5
363.13 362.21
2317.68 2318.79

2043.509 2417.206 2307.406 5186.549

7532.46 6956.37

1000

1000

1000

1000

3000

2500

47

154.5

24.5

229

213

355

88.77

92.5

88.58

97.6

94.84

92.5

41.72

142.92

21.7021

223.5

202.01

328.38

48.98

16.91

106.33

23.21

37.29

21.18

Grafik energi yang terpakai per volume setara etanol murni yang
dihasilkan selama proses distilasi.
BTR
Energi per volume etanol murni (kJ/ml)

120

BR

KR

106.33

100
80
60

48.98
37.29

40

23.21
21.18

16.91

20
0
10%

30%
Konsentrasi Etanol Sampel

Gambar 40. Energi yang terpakai untuk distilasi

66

Dari grafik diatas dapat diketahu bahwa penggunaan energi terbesar


yaitu pada pengujian distilasi dengan metode BR.10 yaitu sebesar 106.33
kJ/ml sedangkan energi terkecil yaitu sistem BTR.30 yaitu sebesar 16.91
kJ/ml. Secara umum, penggunaan energi dalam distilasi per ml volume etanol
murni pada sampel etanol 10% lebih besar dibandingkan dengan sampel
etanol 30%. Sampel etanol 30% membutuhkan energi lebih kecil karena
volume distilat yang dihasilkan lebih banyak sehingga jumlah energi tiap ml
etanol distilat yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan sampel etanol 10%.
Dari dua pengujian dengan sampel berbeda, metode BTR lebih efisien
dalam penggunaan energi dibandingkan dengan metode BR. Hal ini
disebabkan dengan pemberian aliran refluks proses distilasi berlangsung lebih
lama. Metode KR yaitu distilasi kontinyu membutuhkan energi yang relatif
lebih efisien dibandingkan dengan metode BR. Metode kontinyu akan lebih
efisien untuk kapasitas yang lebih besar karena setiap prosesnya tidak
dilakukan secara berulang-ulang. Tetapi pada pengujian dengan sampel etanol
30% metode KR membutuhkan energi lebih besar dibandingkan dengan
metode BTR. Hal ini disebabkan adanya penggunaan refluks untuk pengayaan
uap sebagai produk atas.

67

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Alat distilasi yang dirancang terdiri dari enam bagian utama, yaitu steam
boiler, kolom bawah, kolom tray, tangki pemasukan, kondensor, dan pipa
penampung distilat yang dilengkapi dengan pembagi distilat.
2. Pengujian

dengan

metode

refluks

menghasilkan

distilat

dengan

konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan distilasi tanpa refluks yaitu


pada metode KR.10 sebesar 94.84% dan metode BR.30 sebesar 97.6%.
3. Pemurnian etanol dengan metode pertama yaitu BTR.10 dan BTR.30
membutuhkan energi sebesar 2043.509 kJ dan 2417.206 kJ untuk
memurnikan satu liter etanol. Metode kedua yaitu BR.10 dan BR.30
membutuhkan energi sebesar 2307.406 kJ dan 5186.549 kJ. Sedangkan
metode ketiga yaitu KR.10 dan KR.30 membutuhkan energi sebesar
7532.46 kJ dan 6956.37 kJ.
4. Metode BR membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan
metode BTR. Metode BR membutuhkan waktu 180 menit dan 450 menit
dengan konsentrasi produk atas 88.58% dan 97.6%, sedangkan metode
BTR membutuhkan waktu 135 menit dan 165 menit dengan konsentrasi
produk atas 88.77% dan 92.5%.
5. Energi yang terpakai per ml volume etanol setara etanol murni pada
metode BTR.10, BR.10, dan KR.10 masing-masing adalah 48.96 kJ/ml,
106.33 kJ/ml, dan 32.29 kJ/ml, sedangkan pengujian dengan metode
BTR.30, BR.30, dan KR.30 masing-masing adalah 16.91 kJ/ml, 23.21
kJ/ml, dan 21.18 kJ/ml.

B. Saran
Penggunaan isolator pada alat distilasi etanol ini perlu ditambah
ketebalannya dengan cara menambah lapisan kedua atau menggunakan
isolator yang memiliki ketebalan lebih besar dari sebelumnya, sehingga proses
kehilangan panas dapat dicegah.

68

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Terdapat pada www.ristek.go.id. Diakses pada 15


2008.

Desember

Cengel, Yunus A and Michael A. Boles. 2002. Thermodynamics An Engineering


Approach. 4th ed. McGraw-Hill, New York
Cengel, Yunus A. 2003. Heat Transfer : A Practical Approach. 2rd ed. McGrawHill, New York
Cook, T.M dan D.J. Cullen. 1987. Industri Kimia Operasi Aspek-Aspek
Keamanan dan Kesehata.
Terjemahan. PT. Gramedia, Jakarta.
Coulsin, J.M and J.F. Richardson. Chemical Engineering. Pergamon Press, New
York
Doherty, M.F. dan M.F Malone. 2001. Conceptual Desain of Distilation System.
McGraw-Hill, New York.
Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Ir. Zein Nasution,
Penerjemah. Sastra Hudaya.
Terjemahan dari : Unit operation in Food Processing.
Furniss, B.S et al. 1984. Vogels Textbook of Practical Organic Chemistry. ELBS,
Longman.
Geonkoplis, C.J. 1983. Transport Process and Unit Uperation, second ed. Allynd
Bacon, Inc., Boston.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri, Jilid I. Terjemahan: S. Keteren. UI Press,
Jakarta.
Himmelblau, D.M. 1987. Basic Principles and Calculations in Chemical
Engineering. Prentice Hall, New York.
Hidayat, Wahyu. 2008. Terdapat pada http://majarimagazine.com. Diakses pada
27 Maret 2008.
Higgins, I.J., D.J. Best, dan J.Jones. 1985. Biotechnology Principle and
Applications. Blacwell Scienrific Publications, Oxford.
Kamil, sulaiman dan Pawito. 1983. Termodinamika dan Pindah Panas.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

69

Kent, J.A. 1992. Riefels Handbook of Industrial Chemistry. Ninth Edition. Van
nostrand Reinhold, New York.
Kirk, B.E dan D.F Othmer. 1985. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 1
dan 2. The Interscience Encyclopedia Inc., New York.
Nurdyastuti, Indyah. 2008 Terdapat pada www.geocities.com/markal_bppt.
diakses pada 27 Maret 2008.
Paturau, J.M. 1982. By Product of Cane Sugar Industry. Elsevier Scientific
Publishing Co., Amsterdam.
Prave, P., U. Faust, W. Sittig, dan D.A Sukatsch. 1987. Fundamental of
Biotechnology. VCH Publisher, Wienheim, Germany.
Prihandana, Rama dkk. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan.
Gromedia, Jakarta.
Purwanto, A. 1995. Di dalam Yoder et al. 1980. Kajian Awal Pemisahan
Campuran Aseton-Butanol-Etanol Hasil Fermentasi dengan Distilasi
sederhana dan dengan Pendekatan Model Isotherm Flash. Skripsi. Fateta,
IPB, Bogor
Purwono, Suryo dkk. 2005. Pengantar Operasi Stage Seimbang. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Russell, J.B. 1992. General Chemistry. Mc Graw Hill, Inc., New York.
Saraswati. 1985. Mencari bentuk teknologi untuk produksi etanol sebagai energi
cair dari biomassa. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian Agritech, 5 (1
dan 2) : 21-29.
Slabaugh, W.H. dan T.D. Parson. 1976. General Chemistry. John Wiley and Sons,
Inc., New York.
SNI. 1994. Standar Nasional Indonesia SNI 06-3565-994 Alkohol Teknis. Dewan
Standarisasi Nasional.
Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia,
Jakarta.
Vogel, A.L. 1958. Elementary Practical Organic Chemistry. Interscience Publ.,
Inc., New York.

70

71

Lampiran 1. Data pengujian metode BTR.10

Data Steam
Volume air awal

: 3000 ml

Volume air akhir

: 2151 ml

Volume air kondensasi

: 685 ml

Data Etanol
Volume awal

: 1000 ml

Konsentrasi awal

: 10%

Volume distilat

: 47 ml

Konsentrasi distilat

: 88.77%

Volume bottom

: 920 ml

Konsentrasi bottom

: 4.61%

Waktu
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135

Ts (C) Tsc(C) Tb(C) Tm(C) Tci(C) Tco(C)


110
29.5
28
27.5
27.5
100
55
76
28
28
28
100
43
90
29
28
28
100
45
91
29
28
28
100
53
92.5
65
28
28.5
100
46
94.5
67
28.2
28.5
100
79
95.5
68
29
29
100
87
96
65
29
29
100
87
95.5
56
29
29
100
87
95
47
29
29

D (ml)
3
24.5
41
46
47
47

72

Lampiran 2. Data pengujian metode BTR.30

Data Steam
Volume air awal

: 3000 ml

Volume air akhir

: 2008 ml

Volume air kondensasi

: 870 ml

Data Etanol
Volume awal

: 1000 ml

Konsentrasi awal

: 30%

Volume distilat

: 154.5 ml

Konsentrasi distilat

: 92.5%

Volume bottom

: 730 ml

Konsentrasi bottom

: 6.47%

Waktu
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165

Ts (C) Tsc(C) Tb(C) Tm(C) Tci(C) Tco(C)


110
29.5
28
28
28
100
37
60
28
29
29
100
43
80
29
29.5
29.5
100
49
81.5
29.5
29.5
29.5
100
47
83
67
29.5
30
100
45.5
85
68
29.5
30
100
45
87.5
69
29.5
30.5
100
52
89.5
70
30
30.5
100
58
91
69.5
30
30.5
100
82
94
71
30.5
31
100
87
94.5
66
30.5
30.5
100
87
94
53
30
30

D (ml)
0
0
0
0
29
72
129
174
206
241.5
254.5
254.5

73

Lampiran 3. Plot data pengujian BTR.10 dan BTR.30 ke diagram titik didih
etanol-air

BTR.10

BTR.30

74

Lampiran 4. Data pengujian metode BR.10

Data Steam
Volume air awal

: 3000 ml

Volume air akhir

: 2037 ml

Volume air kondensasi

: 900 ml

Data Etanol
Volume awal

: 1000 ml

Konsentrasi awal

: 10%

Volume distilat

: 24.5 ml

Konsentrasi distilat

: 88.58%

Volume bottom

: 940 ml

Konsentrasi bottom

: 6.47%

Waktu
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180

Ts (C)
115
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

Tsc(C) Tb(C) Tm(C) Tci(C) Tco(C)


31
29
28
28
58
75.5
29
28
28
62
90
29
28.5
28.5
66
91.5
30
28.8
28.8
64
92
63
29
29
68
93.5
65
29.1
29.5
66
94
65
29.8
30
63
94.5
65
30
30.2
65
95
65
30.5
30.8
70
95
65
30.8
31
80
95
65
31
31
76
95
65
31.2
31.2
70
95
65
31.5
31.5

D (ml)
7
13
18
22
24
24.5
24.5

R
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8

75

Lampiran 5. Data pengujian metode BR.30

Data Steam
Volume air awal

: 3000 ml

Volume air akhir

: 840 ml

Volume air kondensasi

: 1935 ml

Data Etanol
Volume awal

: 1000 ml

Konsentrasi awal

: 30%

Volume distilat

: 229 ml

Konsentrasi distilat

: 97.6%

Volume bottom

: 750 ml

Konsentrasi bottom

: 8.09%

Waktu
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
195
210
225
240
255
270
285
300
315

Ts (C)
110
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

Tsc(C)
43
41
43
42
64
64
62
61.5
64
66
66
66
68
69
65
68
68
69
67
66
68

Tb(C)
28
61
69.5
79
80
82
82.5
82.5
83
83.5
84
84.5
85
85.5
86
86.5
87.2
87.8
88.5
89.5
90
90.5

Tm(C) Tci(C) Tco(C)


28
28
28
28
28
28
28
28
28
28
28
28
28
28
28
29
28.5
28.5
64
29
29
65
29.5
29.8
65
30
30.2
65
30.5
30.5
65
30
31
65
31.5
31.5
65
32
32
65
32.2
32.5
65
32
32.2
65
32.5
32.5
65
32.8
32.8
65
32.5
32.5
65
32.8
33
65
33
33
65
33.2
33.2
65
33.5
33.5

D (ml)
14.5
29
43
56
71
85
93
110
125
136
146
156
167
177
186

R
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8

76

Lampiran 5. (lanjutan)

330
345
360
375
390
405
420
435
450

100
100
100
100
100
100
100
100
100

70
69
69
68
78
82
83
82.5
82

91.2
92
92.5
93
93.5
94
94
94
94

65
65
65
65
65
65
65
65
65

34
34
34
33.5
34
34
34
34
34

33.5
34
34
33.5
33.8
33.5
33.5
33
33

194.5
205
211
219
225
229
229
229
229

1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8

77

Lampiran 6. Plot data pengujian BR.10 dan BR.30 ke diagram titik didih
etanol-air

BR.10

BR.30

78

Lampiran 7. Data pengujian metode KR.10

Data Steam
Volume air awal

: 4000 ml

Volume air akhir

: 750 ml

Volume air kondensasi

: 1840 ml

Data Etanol

Time
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
195
210
225
240

Volume awal

: 3000 ml

Konsentrasi awal

: 10%

Volume distilat

: 213 ml

Konsentrasi distilat

: 94.84%

Volume bottom

: 2710 ml

Konsentrasi bottom

: 2%

Ts (C) Tsc(C) Tb(C) Tm(C) Tci(C) Tco(C) D (ml)


123 30
28
27.5
27.5 101.5
70 92.5
67
28
29
5
101.5
88
96
69
29
29.2
56
101.5
88
96
68
29.4
29.6
67
101.5
88
96
67
29.8
30
81
101.5
88
96
67
30.2
30.5
95
101
88
96
67
30.5
30.8
108
101
88
96
67
30.8
31
120
101
88
96
67
31.2
31.2
128
102
88
96
67
31.6
31.8
142
102
87
96
66.5
31.8
32
153
102
88
96
67
32
32.2
166
103
88
97
67
32.2
32.5
178
102
88
96
67
32.8
32.8
187
102.5
88
96
67
33
33
197
102.5
87.5
96
67
31.2
31.2
206
102.5
87 96.5
66
31.5
31.5
213

F
B
R (ml/15menit) (ml/15menit) Keterangan
1.8 1.8 1.8 Star continue
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
225
165
1.8
0
165 End of feed

79

Lampiran 8. Data pengujian metode KR.30

Data Steam
Volume air awal

: 3000 ml

Volume air akhir

: 0 ml

Volume air kondensasi

: 1800 ml

Data Etanol
Volume awal

: 1000 ml dan 1500 ml

Konsentrasi awal

: 10% dan 30%

Volume distilat

: 355 ml

Konsentrasi distilat

: 92.5%

Volume bottom

: - ml

Konsentrasi bottom

: 2%

Time

Ts (C)

0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
195
210
225
240

125
102.5
102.5
101.5
101.5
101.5
101.5
101.5
101.5
102
101.5
101.5
102
102
102
102
102

Tsc(C) Tb(C) Tm(C) Tci(C) Tco(C)


85
86
85
87
86
86
86
88
88
88
88
86
86
86
86
87

57
97
97.5
96.5
96.5
96.5
96.5
96.5
96.5
97
96.5
97
96
96.5
96.5
96.5
97

33
31
34
70
70
70
70
70
69
69
67
67
69
70
70
70
69

30.5
30.5
30.8
31
31.5
32
32.5
32.8
33.2
33.2
30.5
30.5
30.8
31.8
32.2
32.8
33.2

30.5
30.5
30.8
31.5
31.8
32.4
32.8
33
33.2
33.2
30.5
30.5
31.2
32
32.8
33
33.2

D
(ml)

15
48
76
110
145
165
182
195
200
207
255
300
340
355

1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8
1.8

(ml/15menit)

(ml/15menit)

195

150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150

195
195
195
195
195
195
195
195
195
225
225
225
0

Keterangan

start continue

water exchange
reparation

80

end of feed

Lampiran 9. Plot data pengujian KR.10 dan KR.30 ke diagram titik didih
etanol-air

KR.1
0

KR.30

81

Lampiran 10. Tabel densitas etanol pada suhu dan konsentrasi yang berbeda

%
0
1
2
3
4

10C
15C
20C
25C
30C
35C
40C
0.99973 0.99913 0.99823 0.99708 0.99568 0.99406 0.99225
785
725
636
520
379
217
34
602
542
453
336
194
31 0.98846
426
365
275
157
14 0.98849
663
258
195
103 0.98984 0.98839
672
485

5
6
7
8
9

98
0.98946
801
660
524

32
0.98877
729
584
442

0.98938
780
627
478
331

817
656
500
346
193

670
507
347
189
31

501
335
172
9
0.97846

311
142
0.97975
808
641

10
11
12
13
14

393
267
145
26
0.97911

304
171
41
0.97914
790

187
47
0.9791
775
643

43
0.97897
753
611
472

0.97875
723
573
424
278

685
527
371
216
63

475
312
150
0.96989
829

15
16
17
18
19

800
692
583
473
363

669
552
433
313
191

514
387
259
129
0.96997

334
199
62
0.96923
782

133
0.9699
844
697
547

0.96911
760
607
452
294

670
512
352
189
23

20
21
22
23
24

252
139
24
0.96907
787

68
0.96944
818
689
558

864
729
592
453
312

639
495
348
199
48

395
242
87
0.95929
769

134
0.95973
809
643
476

0.95856
687
516
343
168

25
26
27
28
29

665
539
406
268
125

424
287
144
0.95996
844

168
20
0.95867
710
548

0.95895
738
576
410
240

607
442
272
98
0.94922

306
133
0.94955
774
590

0.94991
810
625
438
248

30
31

0.95977
823

686
524

382
212

67
0.9489

741
557

403
214

55
0.9386

82

Lampiran 10. (lanjutan)

32
33
34

665
502
334

357
186
11

38
0.9486
679

709
525
337

370
180
0.93986

21
0.93825
626

662
461
257

35
36
37
38
39

162
0.94986
805
620
431

0.94832
650
464
273
79

494
306
114
0.93919
720

146
0.93952
756
556
353

790
591
390
186
0.92979

425
221
16
0.92808
597

51
0.92843
634
422
208

40
41
42
43
44

238
42
0.93842
639
433

0.93882
682
478
271
62

518
314
107
0.92897
685

148
0.9294
729
516
301

770
558
344
128
0.9191

385
170
0.91952
733
513

0.91992
774
554
332
108

45
46
47
48
49

226
17
0.92806
593
379

0.92852
640
426
211
0.91995

472
257
41
0.91823
604

0.85
0.91868
649
429
208

692
472
250
28
0.90805

291
69
0.90845
621
396

0.90884
660
434
207
0.89979

50
51
52
53
54

0.92126
0.91943
723
502
279

0.91776
555
333
110
0.90885

0.91384
160
0.90936
711
485

0.90985
760
534
307
79

0.9058
353
125
0.89896
667

0.90168
0.8994
710
479
248

0.89738

55
56
57
58
59

55
0.90831
607
381
154

659
433
207
0.8998
752

258
31
0.89803
574
344

0.8985
621
392
162
0.88931

437
206
0.88975
744
512

16
0.88784
552
319
85

0.87888
653

60
61
62
63
64

0.89927
698
468
237
6

523
293
62
0.8883
597

113
0.88882
650
417
183

699
446
233
0.87998
763

278
44
0.87809
574
337

0.87851
615
379
142
0.86905

417
180
0.86943
795
466

0.88

83

Lampiran 10. (lanjutan)

65
66
67
68
69

0.88774
541
308
74
0.87839

364
130
0.87895
660
424

0.87948
713
477
241
4

527
291
54
0.86817
579

100
0.86863
625
387
148

667
429
190
0.8595
710

227
0.85987
747
407
266

70
71
72
73
74

602
365
127
0.86888
648

187
0.86949
710
470
229

0.86766
527
287
47
0.85806

340
100
0.85859
618
376

0.85908
667
426
184
0.84941

470
228
0.84986
743
500

25
0.84783
540
297
53

75
76
77
78
79

408
168
0.85927
685
442

0.85988
747
505
262
18

564
322
79
0.84835
590

134
0.84891
647
403
158

698
455
211
0.83966
720

257
13
0.83768
523
277

0.83809
564
319
74
0.82827

80
81
82
83
84

197
0.8495
702
453
203

0.84772
525
277
28
0.83777

344
96
0.83848
599
348

0.83911
664
415
164
0.82913

473
224
0.82974
724
473

29
0.8278
530
279
27

578
329
79
0.81826
576

85
86
87
88
89

0.83951
697
441
181
0.82919

525
271
14
0.82754
492

95
0.8284
583
323
62

660
405
148
0.81888
626

220
0.81965
708
448
186

0.81774
519
262
3
0.80742

322
67
0.80811
552
294

90
91
92
93
94

654
386
114
0.81839
561

227
0.81959
688
413
134

0.81797
529
257
0.80983
705

362
94
0.80823
549
272

0.80922
655
384
111
0.79835

478
211
0.79941
669
393

28
0.79781
491
220
0.78947

84

Lampiran 10. (lanjutan)

95
96
97
98
99

278
0.80991
698
399
94

0.80852
566
274
0.79974
670

424
138
0.79846
547
243

0.79991
706
415
117
0.78814

555
271
0.78981
684
382

114
0.78831
542
247
0.77946

620
388
100
0.77806
507

100

0.79784

360

0.78934

506

75

641

203

Sumber : Perrys Chemical Engineers Handbook

85

Lampiran 11. Contoh perhitungan konsentrasi etanol

Massa pikno kosong (mpic,0)

: 15.73 gram

Massa pikno + aquades (mpic,aq)

: 25.7 gram

Massa aquades (maq)

: mpic,aq - mpic,0
: 25.7 15.73
: 9.97 gram

Suhu lingkungan pada saat pengujian adalah 25C


Massa jenis () pada suhu tersebut adalah 0.99682 g/cm 3

Volume pikno =


aq

9.97
0.99682

= 10.0018 3

Massa pikno + sampel (mpic,spl)

: 23.8 gram

Massa sampel (mspl)

: mpic,spl mpic,0
: 23.8 15.73
: 8.07 gram

Menghitung massa jenis sampel



karena Vaq = Vspl maka

0.99682

9.97
8.07

maka = 0.80685 g/cm3

Dari tabel densitas etanol pada lampiran 7 dapat diketahui konsentrasi sampel
= 0.80685 g/cm3 pada suhu 25C berkisar antara 92-93%
92
9293

0.808230.80685

92

0.808230.80549

0.00138
0.00274

x = 92.5036 %

Jadi konsentrasi sampel adalah 92.5036 %

86

Lampiran 12. Perhitungan pipa tembaga

Perancangan alat distilasi etanol dengan asumsi :


Etanol yang didistilasi : 8 liter/hari
Jumlah kerja
: 8 jam/hari
Laju penguapan

Etanol yang didistilasi


Jumlah kerja

8 liter /hari
8 jam /hari

= 1 liter/jam

: 783 kg/m3
: 78.2C

Diketahui : Densitas ()
Titik didih
Jawab :
Laju massa :

783 0.001
3600

= 2.715 104 /

=
= 2.175104 2257
= 0.49
=
=

dimana

1
1 1

ln
(2 /1 )
2 1

1
2 2

Diketahui h1 = 150 W/(m2.K) dan h2 = 2181.295 W/(m2.K)

2
ln
(2 /1 )
1
1
+
+
1 1
1
2 2

490 =

2(100 30)
ln
(0.00325/0.00315)
1
1
+ 0.00325 2181.295
150 0.00315 +
386

= 2.515
Nilai toleransi 1.2
L = 2.515 x 1.2
L = 3.3.018 3 m
Jadi panjang koil tembaga yang dibutuhkan adalah 3 m.

87

Lampiran 13. Analisis rancangan distilator


Alat distilasi etanol ini dirancang untuk memisahkan larutan etanol-air.
Dalam perancangan diasumsikan bahwa larutan mendekati ideal. Pemisahan
larutan etanol air untuk mendapatkan produk atas yaitu etanol dengan konsentrasi
95.5% (W/W) dan air dengan konsentrasi 4.5% (W/W). Umpan yang digunakan
adalah etanol 10% (V/V) dengan laju umpan 1 liter/jam.

Penentuan Sifat Fisis Komponen


Tekanan Uap
Tekanan uap tiap komponen diperlukan untuk perhitungan yang
melibatkan persamaan kesetimbangan. Tekanan uap tiap komponen dapat didekati
dengan persamaan Antoine, sebagai berikut:
log P = A dengan :

B
TC

. ( 1 )

= tekanan uap, mmHg

= suhu, oC

A,B,C = konstanta Antoine


Konstanta Antoine masing-masing komponen adalah sebagai berikut :

Komponen

C2H5OH

18.9119 3803.9800

-41.6800

H2O

18.3036 3816.4400

-46.1300

Nilai tekanan uap dari persamaan (1) selanjutnya dapat digunakan untuk
menentukan nilai konstanta kesetimbangan (K) melalui persamaan yang
menyatakan hubungan kesetimbangan uap-cair sebagai berikut:

y i P Pio x i

yi
dengan :

Pio
xi
P

. ( 2 )

yi = fraksi mol uap komponen i


xi = fraksi mol cair komponen i

88

1. Penentuan Kondisi Umpan Masuk


Komposisi umpan masuk menara distilasi :
Komponen

mol/jam

xi (fraksi mol)

g/jam

C2H5OH(LK)

1.7022

0.0329

78.3000

H2O(HK)
Jumlah

50.0000
51.7022

0.9671
1.0000

900.0000
978.3000

Tekanan uap dihitung dengan persamaan (1) dan kesetimbangan uap cair
dihitung dengan persamaan (2).Umpan berada dalam kondisi cair jenuh, maka
yi = 1.
dengan cara trial T maka didapat hasil sebagai berikut :
P umpan = 1 atm
= 760mmHg
Trial T
Komponen

= 99.04 oC
F, mol/jam

C2H5OH(LK)
H2O(HK)
Jumlah

Pio, mmHg

xf

0.0329 1,631.4905
0.9671 730.3296

1.7022
50.0000
51.7022

Ki

yi=Ki xi

2.1467

0.0707

0.9610

0.9293
1.0000

1.0000

2. Spesifikasi Produk
Produk yang diinginkan yaitu hasil atas berupa etanol 95.5 % (w/w) dan air
4.5 % (w/w) dengan spesifikasi berdasarkan neraca massa sebagai berikut:
Produk atas

Produk bawah

Komponen
g/jam

mol/jam

Xdi

g/jam

mol/jam

Xbi

C2H5OH(LK)

76.7340

1.6681

0.8925

1.5660

0.0340

0.0007

H2O(HK)
Jumlah

3.6157

0.2009

0.1075

896.3843

49.7991

0.9993

1.0000

897.9503

49.8332

1.0000

80.3497

1.8690

3. Perhitungan Suhu Puncak Menara


Pada puncak menara, digunakan condenser total yang mengembunkan seluruh
uap yang dihasilkan. Uap yang terembunkan seluruhnya kemudian diambil
89

sebagian sebagai produk atas (top product) dan sisanya dikembalikan ke menara
(reflux)
Kondisi operasi atas menara terjadi pada keadaan dew point, sehingga
xi = 1, sedangkan kondisi distilat keluaran berada pada bubble point-nya, dimana
yi = 1. Komposisi top menara distilasi :
Komponen

mol/jam

xi (fraksi mol)

g/jam

C2H5OH(LK)

1.6681

0.8925

76.7340

H2O(HK)
Jumlah

0.2009
1.8690

0.1075
1.0000

3.6157
80.3497

Hasil perhitungan trial suhu dew point campuran komponen bagian atas menara :
P top

= 1 atm
= 760 mmHg

Trial T

= 81.77 oC

Komponen

D, mol/jam

C2H5OH
H2O
Jumlah

yi

Pio,
mmHg

Ki

xi =yi/Ki

1.6681

0.8925

864.4581

1.1374

0.7847

0.2009
1.8690

0.1075
1.0000

379.2726

0.4990

0.2154
1.0000

4. Perhitungan Suhu Dasar Menara


Boiler yang digunakan adalah steam boiler dengan sumber panas dari kompor
gas. Diasumsikan bahwa cairan hasil bawah keluar pada bubble point, sedangkan
uap yang setimbang dengan cairan tersebut masuk kembali ke menara distilasi
sebagai refluks.Kondisi operasi bagian bawah menara distilasi dicari dengan cara
menghitung suhu bubble point cairan yang keluar sebagai hasil bawah.

xi

yi
1 Komposisi bottom menara distilasi :
Ki

Komponen

mol/jam

xi (fraksi mol)

g/jam

C2H5OH(LK)

0.0340

0.0007

1.5660

H2O(HK)
Jumlah

49.7991

0.9993

896.3843

49.8332

1.0000

897.9503

90

Hasil perhitungan trial suhu bubble point campuran komponen bagian bawah :
P bottom = 1 atm
= 760 mmHg
Trial T

= 100.13 oC
B,
mol/jam

Komponen
C2H5OH(LK)

0.0340

H2O(HK)
Jumlah

49.7991
49.8332

Pio, mmHg

xi

0.0007 1,694.4546
0.9993
1.0000

759.4008

Ki

yi =xi.Ki

2.2295

0.0015

0.9992

0.9985
1.0001

5. Penentuan Komponen Kunci (Key Component)


Light Key Component yaitu komponen yang tidak dapat diabaikan jumlahnya
yang berada di produk bawah, Sedangkan Heavy Key Component adalah
komponen yang tidak dapat diabaikan jumlahnya yang berada di produk atas.
Diinginkan

: 98 % dari etanol menjadi hasil atas

Dipilih

: Etanol sebagai Light Key


Air sebagai Heavy Key

Pengambilan LK dan HK perlu dicek dengan menggunakan persamaan Shiras


et. al (Treybal,1981) :
X j, D .D

Z j, F .F

( j 1).X LK, D .D
( LK 1).Z LK, F .F

( LK j ).X HK, D .D
( LK 1).Z HK, F .F

. ( 7 )

dengan :

j
Kj

Kj
K HK
Pjo
Pt

avg top . bottom ;

91

batasan :
X j,D .D

X j,D .D

Jika

Jika 0,99

Komponen light key dan heavy key berada di antara :

Z j,F .F

0.01 dan

X j,D .D
Z j,F .F

Z j,F .F

1.01 maka komponen tidak terdistribusi

0.01 maka komponen terdistribusi

-0,01 (xJ,D.D/zJ,F.F) 1,01

X j,D fraksi mol komponen j di distilat

dengan :

Z j,F fraksi mol komponen j di umpan

= relative volatility

= jumlah distilat, kmol/j

= jumlah umpan, kmol/j

Komponen

C2H5OH(LK)

0.9453

0.0000

0.9453

H2O(HK)

0.0000

0.0040

0.0040

Sehingga dapat disimpulkan bahwa,


Komponen
C2H5OH(LK)

Keterangan
Terdistribusi
Terdistribusi

H2O(HK)

Maka pemilihan light key dan heavy key component sudah benar.

6. Perhitungan Refluks Minimum


Refluk minimum dihitung dengan persamaan Underwood (Coulson, 1989) :

i .X i ,D
i

R m 1

. ( 8 )

92

pada persamaan tersebut terdapat konstanta yang merupakan akar persamaan :

i .X i,F
1 q
i

dimana :

. ( 9 )

Rm

= refluk minimum

Xj,D

= fraksi mol komponen i didistilat saat refluk minimum

= konstanta Underwood

= panas untuk menguapkan 1 mol umpan (panas laten dari


umpan, tergantung kondisi umpan)

Ingat : Jika umpan masuk cair jenuh, maka q = 1


Jika umpan masuk uap jenuh, maka q = 0
Jika umpan masuk campuran cair dan uap, maka 0 < q < 1
Nilai harus terletak antar light key dan heavy key dan dicari dengan cara
trial and error, diperoleh :

i .X i,F
0 , karena umpan masuk dalam kondisi cair jenuh, maka q = 1.
i

Trial

Komponen
C2H5OH(LK)
H2O(HK)
Jumlah

2.1467

i .xi , f
i

xi,f

0.0329

2.2339

0.8433

0.9671
1.0000

1.0000

-0.8434
0.0000

Penentuan nilai Rm+1:


Xid

C2H5OH(LK)

0.8925

2.2793

15.3470

H2O(HK)
Jumlah

0.1075

1.0000

-0.0937

Komponen

1.0000

i*Xid /( i-)

15.2533

93

Maka

: Rmin + 1

= 15.2533

Rmin = 14.2533
Jika

R = 1.5 Rmin, maka:


R = 21.37995

7. Perhitungan Jumlah Plate Minimum


Jumlah plate minimum dapat diperkirakan dari persamaan yang diajukan oleh
Fenske (1932), yaitu :

X D

X B LK
ln
XD

Nm

ln LK
HK

X B
HK

. ( 10 )

Didapat :
Nm

= 11.7012

Untuk dapat menghitung Nteoritis, maka digunakan rumus:

Nt

Nm 1 exp K
exp K

.....( 11 )

Dimana:

1 54 .4 1
K
0 .5
11 117 .2

R Rm
R 1

(12 )

( 13 )

Didapat; Nt= 12.281 plate.

94

8. Penentuan Plate Umpan


Ditentukan dengan persamaan Kirkbride :

Nrec X hk X lk B


Nstr X lk F X hk D

dengan :

2
B

0 , 206

Nrec

= jumlah plate diatas feed plate

Nstr

= jumlah plate dibawah feed plate

= Laju alir molar bottom, kmol/jam

= Laju alir molar distilat, kmol/jam

. ( 14 )

Diperoleh :

Nrec
= 0.2496
Nstr
Ntot

= Nstr + Nrec

Nrec
Nstr

= 2.4533
= 9.8288

Maka umpan masuk pada plate ke-3.

95

Lampiran 14. Perhitungan rancangan kondensor

Asumsi
Suhu air masuk kondensor

: 27C

Suhu air keluar kondensor

: 30C

Suhu uap masuk kondensor

: 81C

Suhu distilat yang dihasilkan

: 30C

Laju distilasi

: 80.3497 gram/jam = 2.2319 x 10-5 kg/s

Perhitungan rancangan
Perhitungan kalor
Kalor yang harus dilepaskan adalah kalor penguapan yang besarnya sama dengan
kalor pengembunan atau berdasarkan asas black
Qair = Qetanol
Qetanol = (m x Cp x T) + (m x L)
Dimana :
Q

: kalor yang dihasilkan, J

: massa etanol yang diuapkan, kg/s

Cp

: kalor jenis etanol ,J/Kg K (2460 J/kg K)

: perbedaan suhu, K

: kalor laten penguapan etanol J/kg ()

Sehingga
Q

= (2.2319 x 10-5 kg/s x 2460 J/kg K x (81 30) K) + (2.2319 x 10-5


kg/s x 838300 J/kg)

= 21.51 J/s

Penentuan Laju air pendingin


Qair = Qetanol
Maka :
Q

= m x Cp x T

= 21.51 J/s

Cp

= 4180 J/kg K

96

=3K

Maka :
=

21.51
4180 3

= 0.001715 kg/s
= 1.715 /
= 1.715 3 /

Jadi laju alir air pendingin yang dibutuhkan adalah 1.715 cm 3/s

Perubahan suhu pada kondensor :


Kondensor ini dirancang dengan aliran berlawanan

KONDENSOR

Uap 81C
Air keluar 30C

Distilat 30C
Air masuk 27C

Perbedaan suhu logaritmik :


Perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) adalah
sebagai berikut :

T1
T2
T2
S
u
h
u

T1

Panjang penukar panas

97

(1 2")-(T2'-T1")
=
ln
(1 2")/(T2'-T1")

(81 30)-(30-27)
ln
(81 30)/(30-27)

= 36.624
Perpindahan panas antara dua zat alir yang terpisah sekat penghantar dapat
dinyatakan dengan persamaan :
=

Dimana : Q

= jumlah panas yang dipindahkan (W)


= luas permukaan pindah panas (m2)

T = beda suhu kedua zat alir tersebut


= koefisien pindah panas menyeluruh (w/m2 K)

Dimana : Q

= jumlah panas yang dipindahkan (W)

= luas permukaan pindah panas (m2)

TLMTD

= beda suhu kedua zat alir tersebut

= koefisien pindah panas menyeluruh (w/m2 K)

Nilai U yang digunakan adalah 50 w/m2 K.


Maka
=

21.51
50 36.627

= 0.011745 m2

Panjang pipa
=

0.011745 2
= 0.187
4 0.005

Jadi panjang pipa adalah 18.7 cm, jika faktor koreksi adalah 1.6 maka panjang
pipa yang dibutuhkan adalah 18.7 x 1.6 = 30 cm.
98

Lampiran 15. Komponen distilator etanol

99

Lampiran 16. Gambar Tampak Samping

100

Lampiran 17. Gambar Kolom Bawah

101

Anda mungkin juga menyukai