Anda di halaman 1dari 5

diancandela

Follow diandfa

'94. conceptualizing this life thru' my words.

Home

Search

Pemuda: Harapan dan Jawaban


Kita tidak selalu bisa membangun masa depan bagi generasi muda, tapi kita
bisa membangun generasi muda untuk masa depan.( Franklin D. Roosevelt)
Banyak orang mengatakan bahwa masa terindah adalah masa muda. Di masa
itulah kita dapat melakukan semua yang kita inginkan. Kita juga dapat meraih
semua yang kita impikan. Bekal kehidupan di hari tua didapat dari perjuangan
kita di masa muda.
Di masa muda kita ibarat menanam, sedangkan di hari tua kita akan menuai
benih yang kita tanam. Jadi, jika di masa muda kita bermalas-malasan, maka
di hari tua kita akan mengalami kesulitan hidup, begitu pula sebaliknya. Di
saat kita masih muda, pikiran, jiwa, dan raga kita masih dalam keadaan baik.
Modal untuk berkreasi dan berinovasi terbaik juga dimiliki saat manusia
berada di usia muda.
Hal ini ditegaskan pula oleh Soekarno, bahwa seribu orang tua hanya dapat
bermimpi, tapi satu orang pemuda dapat mengubah dunia. Seribu orang tua
dapat mencabut Semeru dari akarnya. Tapi, satu pemuda dapat
mengguncangkan dunia.Tidaklah berlebihan jika tokoh besar seperti
Soekarno menganggap pemuda sangat penting peranannya. Pemuda
diharapkan memiliki cita-cita besar, berdedikasi tinggi, dan menyumbangkan
gagasan cemerlang mereka untuk ikut serta membangun bangsa. Untuk
menciptakan generasi muda yang memiliki gagasan kreatif, inovatif, dan
cemerlang, cara termudah yang dapat dilakukan adalah dengan
menyelenggarakan pendidikan.
Tapi, bagaimanakah potret pendidikan pelajar Indonesia, dewasa ini? Tentu
Anda masih ingat dengan lm Laskar Pelangi, bukan? Film inspiratif yang
berawal dari novel laris karya Andrea Hirata yang mengisahkan tentang
perjuangan menuntut ilmu sepuluh anak kampung Belitong dalam
keterbatasan mereka. Sekolah yang sudah sangat tidak layak, akomodasi
yang begitu jauh, buku pelajaran yang sangat kurang, bahkan mereka
memakai seragam pun tidak. Penderitaan semacam ini tidak sepatutnya
terjadi di negara seperti Indonesia yang notabene kaya akan sumber daya dan
seharusnya mampu memberikan pendidikan yang layak bagi seluruh warga
negaranya. Berpuluh-puluh tahun kita merdeka, tapi pendidikan masih nista,
lalu ke mana sajakah kita selama ini? Bisa kita bayangkan, berapa banyak

anak-anak Laskar Pelangi lain di luar sana? Bayangkan, berapa banyak


anak Indonesia yang susah payah memperjuangkan mimpinya dalam
keterbatasan? Perjuangan yang mereka lakukan jelas lebih berat dari mereka
yang tergolong mampu. Jadi, benar yang dikatakan Andrea Hirata dalam
novelnya,Tanpa mimpi, orang seperti kita (Laskar Pelangi) pasti akan
mati.Bagi mereka yang hidup dalam keterbatasan, mimpi untuk mengenyam
pendidikan layak adalah satu-satunya lilin harapan yang akan menunjukkan
jalan menuju penghidupan yang lebih baik. Kita memang tidak boleh
membiarkan siapapun mencuri mimpi kita, terlebih mimpi untuk mengenyam
pendidikan.
Tapi, bagaimana jika yang mencuri mimpi kita adalah pemimpin di negeri kita
sendiri? Terbukti dengan hadirnya novel Orang Miskin Dilarang Sekolah,
sebuah potret kelamnya pendidikan di Indonesia. Novel yang menceritakan
tentang mimpi seorang anak bernama Faisal untuk bisa duduk di bangku
sekolahan. Begitu menyayat hati memang, mengingat sekolah seharusnya
menjadi hal yang terjangkau bagi semua kalangan, sekalipun mereka miskin.
Padahal, di dalam UUD 1945 Pasal 34 disebutkan Fakir miskin dipelihara
oleh negara. Pasal tersebut begitu bertentangan dengan realita yang ada.
Pemimpin yang berada di atas sana, seperti menutup mata dengan
banyaknya anak jalanan yang hidup terlantar. Jangankan untuk sekolah, untuk
makan sehari-hari saja mereka kesusahan. Masih banyak anak Indonesia yang
TERPAKSA tidak sekolah hanya karena masalah BIAYA. Bisa kita implikasikan,
bahwa mimpi besar yang mereka punya jelas akan bernasib sama dengan
pendidikan mereka, PUTUS! PUPUS!
Pendidikan merupakan pondasi suatu negara. Jika pondasi itu rapuh, negara
itu tidak akan berdiri kokoh. Jika kualitas pendidikan rendah, tenaga ahli yang
dihasilkan juga akan berkualitas rendah atau bahkan mandul sama sekali.
Sehingga, proses pembangunan nasional tidak akan berjalan dengan baik.
Kita akan semakin tertinggal oleh negara lainnya.
Bila kita lihat pada realita yang ada, pendidikan di Indonesia memang masih
jauh dari kata memuaskan. Kompleksnya masalah pendidikan membuat kita
sulit menciptakan pendidikan dengan mutu tinggi. Pendidikan sulit
berkembang. Bagaimana tidak, di saat negara lainnya sibuk membicarakan
teknologi dan penemuan baru mereka, kita sibuk membicarakan ulah para
pejabat korup yang terus merepotkan pembangunan negara. Negara kocarkacirmenghadapi kemunakan pemimpinnya. Belum lagi meningkatnya biaya
pendidikan dari tahun ke tahun, akses jalan di berbagai daerah terpencil yang
sulit terbuka, sistem pendidikan yang labil, komersialisasi di berbagai instansi
pendidikan, dan lain-lain.
Meskipun demikian, mengandalkan apalagi mengutuk kinerja pemerintah
memang tidak pernah cukup. Kesadaran atas siapa diri kitalah yang
seharusnya menggerakkan sendi-sendi pembangunan bangsa ini seutuhnya.

Lebih baik mempersiapkan generasi muda yang berkualitas tinggi dari pada
terus menuntut pemerintah agar terjadi revolusi.
Sekompleks apapun permasalahannya, tidak akan pernah selesai jika hanya
terus diperdebatkan apalagi diratapi. Kita sebagai masyarakat awam,
khususnya generasi muda harus bisa melakukan tindakan konkret. Harta
berharga yang Indonesia miliki adalah generasi mudanya. Merekalah yang
akan menjadi agen pembangunan bangsa.
Terlepas dari kewajiban pemerintah untuk mengadakan good governancedan
pendidikan yang layak, kita sebagai warga negara Indonesia tidak serta merta
lepas dari kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengapa? Tugas
moral yang sangat mulia ini seharusnya mulai disadari oleh seluruh generasi
muda Indonesia mengingat pendidikan di negara ini masih sangat minim.
Padahal, pendidikan merupakan modal terbesar suatu bangsa untuk
memajukan segala aspek kehidupan. Pendidikan di sini bukan hanya
pendidikan formal, tapi juga informal, dan nonformal. Pendidikan sangatlah
penting. Tanpa pendidikan kita seperti katak dalam tempurung yang hanya
dapat melihat dunia dengan pandangan yang sempit. Masih banyak pemuda
Indonesia yang menganggap sekolah hanya sebatas mimpi. Sekolah bagaikan
istana penuh kemewahan tanpa pernah bisa mereka masuki. Jika keadaan ini
terus kita biarkan, maka bisa dibayangkan bagaimana nasib mereka, nasib
bangsa kita, beberapa puluh tahun mendatang? Pemerintah, kita semua,
sekarang berkewajiban untuk berjuang mewujudkan mimpi-mimpi besar
pemuda Indonesia melalui pendidikan yang layak. Jangan sampai mereka siasia bermimpi di negeri sendiri.
Hal ini perlahan dilakukan oleh sebagian pemuda, mahasiswa Universitas
Indonesia, dengan membuka Rumba UI (Rumah Baca Universitas Indonesia).
Rumba UI adalah rumah baca bagi anak-anak tidak mampu. Mereka yang
ingin menimba ilmu dapat membuka wawasan dengan membaca buku di
sana. Banyak pula aktivis gerakan sosial yang mendirikan sekolah-sekolah
sederhana bagi anak-anak tidak mampu. Ada pula program Indonesia
Mengajar di mana para Sarjana S-1 dapat menyalurkan ilmunya kepada
anak-anak di daerah terpencil di Indonesia selama setahun. Bagaimana
dengan kita yang masih berstatus pelajar? Apa yang dapat kita lakukan?
Pelajar, diartikan sebagai mereka yang belajar atau menuntut ilmu.Tapi, jika
dewasa ini sebagian pelajar lebih dikenal dengan kenakalannya, maka arti
pelajar itu agaknya mulai kehilangan esensinya. Orang yang mengenyam
pendidikan, menuntut ilmu, setidaknya mampu mengetahui mana yang baik
dan buruk, mematuhi norma-norma yang berlaku, dan berkepribadian luhur.
Sangat berkebalikan dengan kenyataan yang ada.
Menanamkan kepedulian generasi muda dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa memang tidak mudah karena dari kalangan pelajar kita sendiri
ternyata masih banyak yang belum menghargai pendidikan. Membolos,
mencontek, mengeluh akan tugas, pergaulan bebas, bahkan tawuran

antarpelajar menjadi pemandangan yang mencoreng citra pelajar negeri ini.


Ketika mereka malas untuk menuntut ilmu, mereka dengan seenaknya
membolos. Malas menuntut ilmu juga membuat mereka cenderung untuk
menyontek pekerjaan temannya dan mengeluh akan tugas-tugas yang
diberikan guru. Lebih parahnya lagi, jika mereka sudah tidak menganggap
pendidikan itu penting, mereka akan mudah terjerumus ke dalam
pelanggaran-pelanggaran norma sosial yang berlaku, seperti pergaulan bebas
dan tawuran antarpelajar. Pendidikan seakan menjadi penjara bagi sebagian
anak muda. Padahal, tidak semua orang di luar sana dapat mengenyam
pendidikan. Terkesan tidak bersyukur jika kita tidak menghargai pendidikan
yang kita dapatkan dengan mudah.
Membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan dimulai dari menghargai
pendidikan itu sendiri. Pendidikan itu tentang perundingan, di mana kita
berdiskusi tentang hal-hal yang patut diteliti dan dipelajari di dalam kehidupan
ini. Di dalam pendidikan, pendidik juga merupakan peserta didik, begitu pula
sebaliknya. Kita sebagai generasi muda sebaiknya menghapus model
pendidikan Asal Bapak Senangdi mana peserta didik hanya datang, duduk,
diam, kemudian mencatat materi yang diberikan, mengangguk-angguk tanpa
pertanyaan, dan mengiyakan semua perkataan pendidik. Hilangkan
pendidikan yang terlampau pragmatis, di mana ilmu hanya tentang teori dan
praktik, bukan tentang apa manfaat ilmu ini bagi saya? Apa yang dapat saya
lakukan untuk masyarakat luas dengan ilmu ini? Teori hanya sebatas
banyaknya kata yang kita ingat untuk kepentingan pengujian sedangkan
pemanfaatan mampu diwariskan seumur hidup. Ibarat mengetahui bahwa
urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota, kita hanya tahu
sebatas itu, tanpa tahu penyebab, manfaat, dampak, dan pelaksanaannya.
Kita juga harus menciptakan iklim pendidikan yang favourabledi mana terjadi
proses transfer ilmu dari pendidik ke peserta didik dengan cara yang
menyenangkan, tidak kaku, atau bahkan menyeramkan. Materi yang dibahas
juga tidak melulu tentang 1 + 1 = 2, tapi juga tentang mengapa kuda betina
tidak menginjak anaknya? Mengapa manusia di Indonesia beranekaragam?
Mengapa Jepang dan kaum Yahudi bisa menjadi bangsa yang kuat? Esensi
pendidikan adalah bagaimana agar generasi muda mampu menjadi generasi
mandiri yang siap menghadapi tantangan di masa depan, berkepribadian
baik, dan bermental kuat.
Jadi, pelajaran hidup dan pendidikan karakter sebenarnya lebih penting dari
pelajaran teoritis. Setelah penghargaan atas pendidikan tercapai, diharapkan
kita dapat menularkan semangat menuntut ilmu kepada mereka yang berada
di dalam kekurangan, agar lilin harapan mereka tidak padam karena
keterbatasan hidup. Menularkan semangat menuntut ilmu dapat dilakukan
dengan berbagi ilmu, atau bahkan menyumbangkan sebagian harta kita untuk
kepentingan pendidikan mereka. Bangsa Indonesia menaruh harapan besar di
pundak generasi mudanya. Kita yang beruntung karena dapat mengenyam

pendidikan, diharapkan mampu melakukan tindakan nyata untuk


menyelamatkan pendidikan di negara kita. Buktikan bahwa pemuda adalah
harapan, sekaligus jawaban. Jayalah pemuda Indonesia!

2 YEARS AGO

Anda mungkin juga menyukai