Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK (SH)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun
Stroke adalah gangguan pada pembuluh darah ke otak (terjadi subatan atau pecahnya
pembuluh darah) yang menyebabkan penurunan aliran darah ke otak dan menyebabkan
gangguan pada fungsi otak (Brass, 2007).
Stroke hemoragik merupakan stroke yang dapat terjadi apabila lesi vascular
intrasereberum mengalami ruptur sehingga mengalami perdarahan pada ruang subaraknoid atau
langsung dalam jaringan otak (Price dan Wilson, 2007).
2. Etiologi
Menurut Brass (2007) strok hemoragik disebabkan oleh perdarahan intraserebral (di
dalam jaringan otak) dan perdarahan subaraknoid (ruangan di sekitar otak).
1. Perdarahan intraserebral
Sekitar sepertiga pasien dengan perdarahan intraserebral mempunyai riwayat hipertensi,
diabetes, arterosklerosis. Sebab lain terjadinya perdarahan intraserebral adalah tumor otak,
trauma, arteriovenous malformation (AVM), penggunaan ampetamin dan kokain.

2. Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya disebabkan oleh terjadinya aneurisme dan malformasi
pembuluh darah otak. Aneurisme adalah pelebaran pembuluh darah di otak yang akan
mengakibatkan kelemahan pembuluh darah pada bagian yang melebar dan berisiko terjadi
ruptur. Sedangkan arteriovenous malformation (AVM) adalah percabangan arteri dan vena
tanpa adanya pembuluh darah kapiler.
Selain lesi vascular anatomik dapat disebabkan oleh hipertensi, gangguan perdarahan,
pemberian antikoagulan yang terlalu agresif, pemakaian amfetakin/ kokain intranasal

3. Faktor resiko pada stroke


Menurut Smeltzer risiko seseorang mengalami stroke meningkat jika orang itu memiliki
faktor risiko seperti:
1.

Hipertensi

2.

Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi


atrium, penyakit jantung kongestif

3.

Kolesterol tinggi

4.

Obesitas

5.

Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)

6.

Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

7.

Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar


estrogen tinggi)

8.

Penyalahgunaan obat (kokain)

9.

Konsumsi alkohol

4. Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologi, bergantung pada lokasi lesi, ukuran area
perfusinya yang tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral. Fungsi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya
Menurut WHO, stroke hemoragik dibagi atas Perdarahan Intrasereberal (PIS) dan
Perdarahan Subaraknoid (PSA). Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodormal yang tidak jelas
kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan sering kali siang hari, saat aktivitas atau emosi.
Sifat nyeri kepala hebat sekali, sering muntah pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemilpegi
dapat terjadi pada awal serangan. Kesadaran cepat sekali menurun dan cepat masuk koma. Pada
pasien PSA didapatkan gejala prodormal nyeri kepala hebat dan akut, kesadaran sering
terganggu, ada edema papil bila terjadi perdarahan pada arteri komunicans anterior atau arteri
karotis interna

Tabel 1. Manifestasi stroke


NO
DEFISIT NEUROLOGIK
1.
DEFISIT LAPANG
PENGLIHATAN
a. Homonimus hemianopsia
(kehilangan setengah lapang
penglihatan)

MANIFESTASI
a. Tidak menyadari orang/objek ditempat
kehilangan peglihatan
b. Mengabaikan salah satu sisi tubuh
c. Kesulitan menilai jarak

b. Kehilangan penglihatan
perifer

d. Kesulitan melihat pada malam hari


e. Tidak menyadari objekatau batas objek
f. Penglihatan ganda

c. Diplopia
DEFISIT MOTORIK
a.
Hemiparese
b.

Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang


sama

Hemiplegia

c.

Ataksia

d.

Disatria

e.

Disfagia

Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang


sama
Berjalan tidak mantap, tegak
Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
berdiri yang luas

Kesulitan dalam membentuk kata


Kesulitan dalam menelan

3.

DEFISIT SENSORI
Parestesia (terjadi pada sisi
berlawanan dari lesi)

Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh


Kesulitan dalam proprisepsi

DEFISIT VERBAL
a. Afasia ekspresif

Ketidakmampuan menggunakan simbol berbicara

b. Afasia reseptif

Tidak mampu menyusun kata-kata yang diucapkan

5.

c. Afasia global
DEFISIT KOGNITIF

Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif

Kehilangan memori jangka pendek dan panjang


Penurunan lapang perhatian
Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
Alasan abstrak buruk
Perubahan penilaian

6.

DEFISIT EMOSIONAL

Kehilangan kontrol diri


Labilitas emosional
Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stres
Menarik diri
Rasa takut, bermusuhan dan marah

Perasaan isolasi

Pathway

5.

Pemeriksaan Fisik
Hal terpenting untuk memnentukan diagnosis stroke adalah riwayat dan pemeriksaan

fisik pasien. Hal yang perlu ditanyakan adalah riwayat kejadian pasien yang bisa didapat dari
keluarga jika pasien tidak sadar atau tidak dapat berbicara.
Pemeriksaan fisik yang perlu dikaji adalah tingkat kesadaran, memori atau ingatan,
kontrol emosi, motorik, sensasi sentuhan, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan membaca,
menulis, dan berbicara. Kerusakan area otak bisa diketahui secara spesifik dengan melihat gejala
yang dialami pasien.
Pemeriksaan lain meliputi pengkajian tentang adanya hipertensi, penyakit jantung
koroner, atau gangguan sistem vaskular lain. Dengan melakukan pemeriksaan mengenai riwayat
kejadian, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain, petugas kesehatan dapat mengambil
kesimpulan sementara mengenai lokasi dan tipe stroke. Pemeriksaan penunjang lain untuk
memastikan diagnosa yang ditegakkan adalah tes laboratorium dan radiologi
Pemeriksaan fisik lengkap berfokus pada:
1. sistem pembuluh perifer dengan auskultasi pada A. Karotis dan tekanan darah
2. jantung perlu dilakukan auskultasi jantung dan EKG 12 lead.
3. retina diperiksa adanya cupping discus opticus, perdarahan retina, kelainan
diagetes.
4. extremitas, akan adanya sianosis dan embolus perifer
5. pemeriksaan neurologi.
6.

Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnose adalah:

1.

Tes laboratorium
Tes laboratorium dilakukan dengan mengambil sampel urine, darah, dan cairan
serebrospinal. Tujuan dari test laboratorium ini adalah mengetahui keadaan yang dapat
memperparah keadaan pasien seperti infeksi dan hipoglikemi. Tujuan lainnya adalah
mengetahui adanya diabetes, peningkatan kolesterol darah, perdarahan, dan abnormalitas
protein darah serta faktor risiko gangguan system cardiovascular.

2.

Radiologi
Computed Tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) adalah teknik untuk
menggambarkan keadaan otak. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya
tumor, abses, dan perdarahan. Pemeriksaan lain yang dilakukan antara lain adalah
angiografi, ultrasound dopler, dan positron emission tomography (PET).

7.

Penatalaksanaan
Protokol penatalaksanaan stroke hemoragik:

1. Singkirkan kemungkinak koagulopati


Pastikan masa protrombin dan tromboplastin adalah normal. Jika masa protrombin
memanjang berikan plasma beku segar 4-8 unit IV dalam 4 jam dan vit K 15 mg IV bolus
kemudian 3x 15 mg Sc sampai protrombin normal. Koreksi antikoalgulasi heparin dengan
protamin sulfat 10-50 mg lambat bolus.
2. kendalikan hipertensi
TD tinggi dapat menyebabkan edema perihematoma serta meningkatkan perdarahan. TD >
180mmHg harus diturunkan antara 150-180 mmHg dengan labetalol 20 mg IV dalam 2
menit, 40-80 mg IV dalam 10 menit sampai tekanan diinginkan kemudian di titrasi 2
mg/menit, atau kaptopril 12,5-25 mg 2-3x/hari.
3. pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila: perdarahan serebelum diameter > 3 cm atau
volume > 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo peritoneal.
4. pertimbangkan angigrafi untuk menyingkirkan kemungkinan aneurisma
5. berikan manitol 20% untuk pasien dengan tamda peningkatan TIK
6. pertimbangkan fenitoin 10-20 mg/kgBB IV atau per oral pada pasien dengan perdarhan dan
kesadaran menurun
7. pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme bila gejala
klinis, fungsi lumbal atau CT scan menunjukkan perdarahan subaraknoid akut (Mansjoer
dkk, 2006).
ada dua jenis penatalaksanaan terhadap pasien stroke yaitu penatalaksanaan fase akut
dan penatalaksanaan jangka panjang.
1.

Penatalaksanaan stroke akut


Penatalaksanaan umum stroke akut adalah mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit (sodium dan potasium), mencegah hipotensi, dan menghindari komplikasi
sekunder dari stroke dan paralisis.

2.

Penatalaksanaan jangka panjang


Setelah penanganan stroke akut terlewati, penatalaksanaan dilanjutkan dengan modifikasi
faktor risiko, pemberian obat, operasi, atau kombinasi. Modifikasi faktor risiko dilakukan
dengan mengontrol hipertensi dan diabetes, berhenti merokok, mengontrol berat badan, dan
menurunkan kolesterol. Sedangkan untuk pemberian obat, pasien diberikan antiplatelet
seperti aspirin untuk mencegah clothing. Pasien juga diberikan antikoagulan seperti warfarin
untuk mempengaruhi enzim yang berperan dalam clothing.

10. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi Hipoksia Serebral, penurunan aliran darah serebral, dan
luasnya area cidera ,komplikasi yang mungkin terjadi adalah timbulnya bronkopneumoni,
penumpukan lendir di faring, cystitis, dan hipertermi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1.

Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
-

kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.

mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)

Data obyektif:
-

Perubahan tingkat kesadaran

Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan


umum.

gangguan penglihatan

2. Sirkulasi
Data Subyektif:
-

Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung,


endokarditis bacterial), polisitemia.

Data obyektif:
-

Hipertensi arterial

Disritmia, perubahan EKG

Pulsasi: kemungkinan bervariasi

Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3. Integritas ego
Data Subyektif:
-

Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

Data obyektif:
-

Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan, kegembiraan

kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi
Data Subyektif:
-

Inkontinensia, anuria

distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus
paralitik)

5. Makan/minum
Data Subyektif:
-

Nafsu makan hilang

Nausea/vomitus menandakan adanya PTIK

Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia

Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif:
-

Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

Obesitas (faktor resiko)

6. Sensori neural
Data Subyektif:
-

Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama TIA)

nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati

Penglihatan berkurang

Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka
ipsilateral (sisi yang sama)

Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:
-

Status mental; koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku
(seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif

Ekstremitas:

kelemahan/paraliysis

(kontralateral pada semua

jenis stroke,

genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral)


-

Wajah: paralisis/parese (ipsilateral)

Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/kesulitan


berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/kombinasi dari
keduanya.

Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil

Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan motorik

Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral

7. Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif:
-

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data obyektif:
-

Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial

8. Respirasi
Data Subyektif:
-

Perokok (faktor resiko)

Tanda:
-

Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas

Timbulnya pernapasan yang sulit dan atau tak teratur

Suara nafas terdengar ronchi/aspirasi

9. Keamanan
Data obyektif:
-

Mottrik/sensorik: masalah dengan penglihatan

Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang


kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali

Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh

Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang


kesadaran diri

10. Interaksi social


Data obyektif:
-

Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

11. Pengajaran/pembelajaran
Subjektif Data:
-

Riwayat hipertensi keluarga, stroke

penggunaan kontrasepsi oral

Sumber: Doenges
2.

Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penurunan reflek batuk dan menelan d/d suara
nafas ronchi
2. Ggn perfusi jaringan cerebral b/d penekanan jaringan otak dan pembuluh darah d/d
penurunan kesadaran
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular d/d hemiplegia dan hemiparesis
4. Gangguan persepsi sensori penglihatan b/b penurunan fungsi cerebrum lobus oksipital
5. Gangguan persepsi sensori pendengaran b/b penurunan fungsi cerebrum lobus temporal
6. Kerusakan komunikasi ferbal b/b dengan penurunan fungsi cerebrum lobus frontal dan
parietal

3.

Intervensi

Dx
1. Bersihan jalan nafas
tidak efektif b/d
penurunan reflek
batuk dan menelan
d/d suara nafas
ronchi.

Tujuan
Setelah
diberikan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
bersihan jalan nafas
pasien paten, dengan
kriteria hasil :
-Nafasnya
tidak
dangkal dan cepat
- Rh ()
- Whezing ()
- RR dalam batas
normal (16-20x/ mnt)

Intervensi
Mandiri :
1. Catat perubahan upaya dan pola bernafas
2. Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan
adanya atau peningkatan fremitus
3. Catat karakteristik bunyi nafas
4. Catat karakteristik batuk (adanya sputum atau
tidak)
5. Pertahankan posisi tubuh, agar alat jalan nafas
dapat sesuai kebutuhan.
6. Bantu dengan batuk atau nafas dalam, ubah posisi
dan penghisapan sesuai indikasi

Rasional
Mandiri :
1. Otot interkosta /abdominal dan pelebaran nasal
menunjukkan upaya bernafas.
2. Ekspansi dada terbatas sehubungan dengan
adanya edema dan sekret pada lobus.
3. Bunyi nafas dipengaruhi adanya mukus. Mengi
merupakan bukti penyempitan jalan nafas
sehubungan adanya edema. Ronki dapat jelas
tanpa batuk menunjukkan adanya mukus pada
jalan nafas.
4. Karakteristik batuk dapat berubah tergantung
etiologinya.
5. Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten,
bila jalan nafas pasien dipengaruhi oleh gangguan
tingkat kesadaran.
6. Pengumpulan sekresi mengganggu ventilasi paru
apabila tidak diinkubasi peningkatan masukan
cairan oral dapat meningkatkan pengeluaran
Kolaborasi:
1. Kelembaban dapat menghilangkan sekret dan
meningkatkan transpor O2.

Kolaborasi:
1. Berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan
ruangan yang lembab.
2. Berikan terapi aerosol, terapi ultrasonik
3. Bantu dengan fisoterapy dada. Contoh : Perkusi 2. Pengobatkan untuk menyalurkan O2 ke alveoli
dada
dan memobilisasi sekret.
3. Meningkatkan eleminasi sekret paru ke bronkus
4. Berikan bronkodilator(Isoetarin) dan agen
agar lebih mudah dihisap(efisiensi otot
mukolitik(robitossin)
pernafasan)
4. Obat diberikan menghilangkan spasme bronkus,
5. Awasi efek samping dari obat, seperti takikardi,
menurunkan viskositas sekret, memperbaiki
hipertensi, tremor, dan insomnia.
ventilasi dan memudahkan pengeluaran sekret.

Setelah
diberikan
2.
Ggn perfusi tindakan keperawatan
jaringan cerebral b/d 3 x 24 jam Perfusi
oklusi
otak, jaringan
serebral Mandiri:
perdarahan
menjadi
adekuat, 1.
Tentukan factor penyebab gangguan
dengan kriteria hasil :
- Tanda vital pasien
stabil
- Kesadaran pasien
composmentis
(GCS 15)
2.
Monitor status neurology
3.

Catat perubahan dalam penglihatan,


seperti adanya kebutaan,kebutuhan lapang
pandang / kedalaman persepsi

4.

Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi,


seperti fungsi bicara jika klien sadar

5.

Posisi kepala ditinggikan sedikit dengan


posisi netral
(hanya tempat tidurnya saja yang
ditinggikan).

Kolaborasi:
1.Obat anti fibrolisis
2.Obat antihipertensi
3.Berikan oksigen sesuai indikasi

5. Memerlukan perubahan dosis.


Mandiri:
1.
Mempengaruhi penetapan intervensi
Kerusakan / kemunduran tanda / gejala
neurology atau kegagalan memperbaikinya setelah
fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan /
atau klien harus dipindahkan ke ruang ICU untuk
pemantauan
terhadap peningkatan TIK.
2.
Mengetahui kecenderungan tingkat
kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi, luas dan kemajuan / resolusi
kerusakan SSP.
3.
Gangguan penglihatan yang spesifik
mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian dan mempengaruhi
intervensi yang akan dilakukan.
4.
Perubahan dalam isi kognitif dan
bicara merupakan indicator dari lokasi /derajat
gangguan cerebral dan mungkin mengindikasikan
penurunan / peningkatan TIK.
5.
Menurunkan tekanan arteri dan
meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi / perfusi cerebral.
Kolaborasi:
1. Mencegah lisis bekuan karena pasien trobocit
dan HB tinggi
2. Menurunkan factor penyebab dan menurunkan
TIK

Setelah
diberikan
tindakan keperawatan
3.
Kerusakan
3 x 24 jam pasien
mobilitas fisik b/d mampu
kerusakan
Mempertahankan atau Mandiri :
neuromuscular
d/d meningkatkan
1. Kaji kemampuan secara fungsional kerusakan
hemiplegia
dan mobilitas pada tingkat
awal dengan cara teratur.
hemiparesis
paling tinggi yang
mungkin,
dengan 2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
kriteria hasil:
3. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
Berpartisipasi
pada semua ekstremitas saat masuk.
dalam aktivitas
4. Evaluasi penggunaan dari / kebutuhan alat Bantu
perawatan diri
untuk pengaturan posisi dan atau pembalut selama
Mempertahan
periode paralysis spastic
kan fungsi
5. Tinggikan tangan dan kepala.
ekstrimitas yang
sehat
6. Posisikan lutut pada posisi ekstensi.
Memperlihatk 7. Pertahankan kaki pada posisi netral dengan
an penggunaan alat
gulungan atau bantalan trokanter.
mobilisasi dan alat
8. Bantu mengembangkan keseimbangan duduk
bantu dengan
aman.
9. Observasi daerah yang terkena termasuk warna,
edema atau tanda lain dari gangguan sirkulasi
10. Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk
berpartisipasi
dalam
aktivitas/latihan
dan
mengubah posisi.

3. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan


vasodilatasi cerebral dan
tekanan meningkat/terbentuknya edema.
Mandiri :
1.
Mengidentifikasi
kekuatan/kelemahan
dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan.
2.
Menurunkan resika terjadinya
trauma/iskemia jaringan.
3.
Meminimalkan
atropi
otot,
meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur.
4.
Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat
dari otot fleksor lebih kuat dibandingkan dengan
otot ekstensor.
5.

Meningkatkan aliran balik vena dan


membantu mencegah terbentuknya edema.
6.
Mempertahankan posisi fungsional
7.
Mencegah rotasi eksternal pada
pinggul.
8.

Kolaborasi :
1. Berikan tempat tidur dengan matras bulat,
temapt tidur air , alat flotasi atau tempat tidur
khusus
2. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi

Membantu dalam melatih kembali


jalan saraf, meningkatkan respons proprioseptik
dan motorik.
9.
Jaringan
yang
mengalami
edemalebih mudah mengalami rauma dan
penyembuhannya lambat.

10. Meningkatkan harapan terhadap perkembangan


dan memberikan perasaan control/kemandirian
3. Bantulah denganstimulasi
TENS sesuai indikasi
4. Berikan obat relaksan otot

elektrik,

seperti
kolaborasi :
1.
Meningkatkan distribusi merat berat
badan yang menurunkan tekanan pada tulangtulang.
2.

Program
khusus
dapat
menemukankebutuhan yang berarti/ menjaga
kekurangan
tersebut
dalam keseimbangan,
koordinasi dan kekuatan.
3.
Dapat
membantu
memulihkan
kekuatan otot.
4.
Mungkin
diperlukan
untuk
menghilangkan spatisitas pada ekstremitas yang
terganggu.

DAFTAR PUSTAKA
http://2.bp.blogspot.com/KHhh1IOVuFA/VA3B1qSbsRI/AAAAAAAAAJY/ThMfPMJkY8g/s1600/Pathway
%2BStroke%2BHemoragik.png diunduh pada tanggal 25 Juni 2016 oukul 09:15 WIB
Mansjoer, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke tiga. Jilid 2. Jakarta: Media
Aeskulapius
Ngoerah, I. G. N. G. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University Press.
Price, S. A. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1.
Terjemahan oleh Brahm U. 2006. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Terjemahan
oleh Agung Waluyo. 2007. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E, dkk. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. Terjemahan oleh I Made Kariasa.
2009. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai