2. Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya disebabkan oleh terjadinya aneurisme dan malformasi
pembuluh darah otak. Aneurisme adalah pelebaran pembuluh darah di otak yang akan
mengakibatkan kelemahan pembuluh darah pada bagian yang melebar dan berisiko terjadi
ruptur. Sedangkan arteriovenous malformation (AVM) adalah percabangan arteri dan vena
tanpa adanya pembuluh darah kapiler.
Selain lesi vascular anatomik dapat disebabkan oleh hipertensi, gangguan perdarahan,
pemberian antikoagulan yang terlalu agresif, pemakaian amfetakin/ kokain intranasal
Hipertensi
2.
3.
Kolesterol tinggi
4.
Obesitas
5.
6.
7.
8.
9.
Konsumsi alkohol
4. Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologi, bergantung pada lokasi lesi, ukuran area
perfusinya yang tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral. Fungsi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya
Menurut WHO, stroke hemoragik dibagi atas Perdarahan Intrasereberal (PIS) dan
Perdarahan Subaraknoid (PSA). Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodormal yang tidak jelas
kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan sering kali siang hari, saat aktivitas atau emosi.
Sifat nyeri kepala hebat sekali, sering muntah pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemilpegi
dapat terjadi pada awal serangan. Kesadaran cepat sekali menurun dan cepat masuk koma. Pada
pasien PSA didapatkan gejala prodormal nyeri kepala hebat dan akut, kesadaran sering
terganggu, ada edema papil bila terjadi perdarahan pada arteri komunicans anterior atau arteri
karotis interna
MANIFESTASI
a. Tidak menyadari orang/objek ditempat
kehilangan peglihatan
b. Mengabaikan salah satu sisi tubuh
c. Kesulitan menilai jarak
b. Kehilangan penglihatan
perifer
c. Diplopia
DEFISIT MOTORIK
a.
Hemiparese
b.
Hemiplegia
c.
Ataksia
d.
Disatria
e.
Disfagia
3.
DEFISIT SENSORI
Parestesia (terjadi pada sisi
berlawanan dari lesi)
DEFISIT VERBAL
a. Afasia ekspresif
b. Afasia reseptif
5.
c. Afasia global
DEFISIT KOGNITIF
6.
DEFISIT EMOSIONAL
Perasaan isolasi
Pathway
5.
Pemeriksaan Fisik
Hal terpenting untuk memnentukan diagnosis stroke adalah riwayat dan pemeriksaan
fisik pasien. Hal yang perlu ditanyakan adalah riwayat kejadian pasien yang bisa didapat dari
keluarga jika pasien tidak sadar atau tidak dapat berbicara.
Pemeriksaan fisik yang perlu dikaji adalah tingkat kesadaran, memori atau ingatan,
kontrol emosi, motorik, sensasi sentuhan, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan membaca,
menulis, dan berbicara. Kerusakan area otak bisa diketahui secara spesifik dengan melihat gejala
yang dialami pasien.
Pemeriksaan lain meliputi pengkajian tentang adanya hipertensi, penyakit jantung
koroner, atau gangguan sistem vaskular lain. Dengan melakukan pemeriksaan mengenai riwayat
kejadian, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain, petugas kesehatan dapat mengambil
kesimpulan sementara mengenai lokasi dan tipe stroke. Pemeriksaan penunjang lain untuk
memastikan diagnosa yang ditegakkan adalah tes laboratorium dan radiologi
Pemeriksaan fisik lengkap berfokus pada:
1. sistem pembuluh perifer dengan auskultasi pada A. Karotis dan tekanan darah
2. jantung perlu dilakukan auskultasi jantung dan EKG 12 lead.
3. retina diperiksa adanya cupping discus opticus, perdarahan retina, kelainan
diagetes.
4. extremitas, akan adanya sianosis dan embolus perifer
5. pemeriksaan neurologi.
6.
Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnose adalah:
1.
Tes laboratorium
Tes laboratorium dilakukan dengan mengambil sampel urine, darah, dan cairan
serebrospinal. Tujuan dari test laboratorium ini adalah mengetahui keadaan yang dapat
memperparah keadaan pasien seperti infeksi dan hipoglikemi. Tujuan lainnya adalah
mengetahui adanya diabetes, peningkatan kolesterol darah, perdarahan, dan abnormalitas
protein darah serta faktor risiko gangguan system cardiovascular.
2.
Radiologi
Computed Tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) adalah teknik untuk
menggambarkan keadaan otak. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya
tumor, abses, dan perdarahan. Pemeriksaan lain yang dilakukan antara lain adalah
angiografi, ultrasound dopler, dan positron emission tomography (PET).
7.
Penatalaksanaan
Protokol penatalaksanaan stroke hemoragik:
2.
10. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi Hipoksia Serebral, penurunan aliran darah serebral, dan
luasnya area cidera ,komplikasi yang mungkin terjadi adalah timbulnya bronkopneumoni,
penumpukan lendir di faring, cystitis, dan hipertermi.
Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
-
Data obyektif:
-
gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
-
Data obyektif:
-
Hipertensi arterial
3. Integritas ego
Data Subyektif:
-
Data obyektif:
-
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan, kegembiraan
4. Eliminasi
Data Subyektif:
-
Inkontinensia, anuria
distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus
paralitik)
5. Makan/minum
Data Subyektif:
-
Data obyektif:
-
6. Sensori neural
Data Subyektif:
-
nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
Penglihatan berkurang
Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka
ipsilateral (sisi yang sama)
Data obyektif:
-
Status mental; koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku
(seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas:
kelemahan/paraliysis
jenis stroke,
Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif:
-
Data obyektif:
-
8. Respirasi
Data Subyektif:
-
Tanda:
-
9. Keamanan
Data obyektif:
-
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
11. Pengajaran/pembelajaran
Subjektif Data:
-
Sumber: Doenges
2.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penurunan reflek batuk dan menelan d/d suara
nafas ronchi
2. Ggn perfusi jaringan cerebral b/d penekanan jaringan otak dan pembuluh darah d/d
penurunan kesadaran
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular d/d hemiplegia dan hemiparesis
4. Gangguan persepsi sensori penglihatan b/b penurunan fungsi cerebrum lobus oksipital
5. Gangguan persepsi sensori pendengaran b/b penurunan fungsi cerebrum lobus temporal
6. Kerusakan komunikasi ferbal b/b dengan penurunan fungsi cerebrum lobus frontal dan
parietal
3.
Intervensi
Dx
1. Bersihan jalan nafas
tidak efektif b/d
penurunan reflek
batuk dan menelan
d/d suara nafas
ronchi.
Tujuan
Setelah
diberikan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
bersihan jalan nafas
pasien paten, dengan
kriteria hasil :
-Nafasnya
tidak
dangkal dan cepat
- Rh ()
- Whezing ()
- RR dalam batas
normal (16-20x/ mnt)
Intervensi
Mandiri :
1. Catat perubahan upaya dan pola bernafas
2. Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan
adanya atau peningkatan fremitus
3. Catat karakteristik bunyi nafas
4. Catat karakteristik batuk (adanya sputum atau
tidak)
5. Pertahankan posisi tubuh, agar alat jalan nafas
dapat sesuai kebutuhan.
6. Bantu dengan batuk atau nafas dalam, ubah posisi
dan penghisapan sesuai indikasi
Rasional
Mandiri :
1. Otot interkosta /abdominal dan pelebaran nasal
menunjukkan upaya bernafas.
2. Ekspansi dada terbatas sehubungan dengan
adanya edema dan sekret pada lobus.
3. Bunyi nafas dipengaruhi adanya mukus. Mengi
merupakan bukti penyempitan jalan nafas
sehubungan adanya edema. Ronki dapat jelas
tanpa batuk menunjukkan adanya mukus pada
jalan nafas.
4. Karakteristik batuk dapat berubah tergantung
etiologinya.
5. Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten,
bila jalan nafas pasien dipengaruhi oleh gangguan
tingkat kesadaran.
6. Pengumpulan sekresi mengganggu ventilasi paru
apabila tidak diinkubasi peningkatan masukan
cairan oral dapat meningkatkan pengeluaran
Kolaborasi:
1. Kelembaban dapat menghilangkan sekret dan
meningkatkan transpor O2.
Kolaborasi:
1. Berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan
ruangan yang lembab.
2. Berikan terapi aerosol, terapi ultrasonik
3. Bantu dengan fisoterapy dada. Contoh : Perkusi 2. Pengobatkan untuk menyalurkan O2 ke alveoli
dada
dan memobilisasi sekret.
3. Meningkatkan eleminasi sekret paru ke bronkus
4. Berikan bronkodilator(Isoetarin) dan agen
agar lebih mudah dihisap(efisiensi otot
mukolitik(robitossin)
pernafasan)
4. Obat diberikan menghilangkan spasme bronkus,
5. Awasi efek samping dari obat, seperti takikardi,
menurunkan viskositas sekret, memperbaiki
hipertensi, tremor, dan insomnia.
ventilasi dan memudahkan pengeluaran sekret.
Setelah
diberikan
2.
Ggn perfusi tindakan keperawatan
jaringan cerebral b/d 3 x 24 jam Perfusi
oklusi
otak, jaringan
serebral Mandiri:
perdarahan
menjadi
adekuat, 1.
Tentukan factor penyebab gangguan
dengan kriteria hasil :
- Tanda vital pasien
stabil
- Kesadaran pasien
composmentis
(GCS 15)
2.
Monitor status neurology
3.
4.
5.
Kolaborasi:
1.Obat anti fibrolisis
2.Obat antihipertensi
3.Berikan oksigen sesuai indikasi
Setelah
diberikan
tindakan keperawatan
3.
Kerusakan
3 x 24 jam pasien
mobilitas fisik b/d mampu
kerusakan
Mempertahankan atau Mandiri :
neuromuscular
d/d meningkatkan
1. Kaji kemampuan secara fungsional kerusakan
hemiplegia
dan mobilitas pada tingkat
awal dengan cara teratur.
hemiparesis
paling tinggi yang
mungkin,
dengan 2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam
kriteria hasil:
3. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
Berpartisipasi
pada semua ekstremitas saat masuk.
dalam aktivitas
4. Evaluasi penggunaan dari / kebutuhan alat Bantu
perawatan diri
untuk pengaturan posisi dan atau pembalut selama
Mempertahan
periode paralysis spastic
kan fungsi
5. Tinggikan tangan dan kepala.
ekstrimitas yang
sehat
6. Posisikan lutut pada posisi ekstensi.
Memperlihatk 7. Pertahankan kaki pada posisi netral dengan
an penggunaan alat
gulungan atau bantalan trokanter.
mobilisasi dan alat
8. Bantu mengembangkan keseimbangan duduk
bantu dengan
aman.
9. Observasi daerah yang terkena termasuk warna,
edema atau tanda lain dari gangguan sirkulasi
10. Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk
berpartisipasi
dalam
aktivitas/latihan
dan
mengubah posisi.
Kolaborasi :
1. Berikan tempat tidur dengan matras bulat,
temapt tidur air , alat flotasi atau tempat tidur
khusus
2. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
elektrik,
seperti
kolaborasi :
1.
Meningkatkan distribusi merat berat
badan yang menurunkan tekanan pada tulangtulang.
2.
Program
khusus
dapat
menemukankebutuhan yang berarti/ menjaga
kekurangan
tersebut
dalam keseimbangan,
koordinasi dan kekuatan.
3.
Dapat
membantu
memulihkan
kekuatan otot.
4.
Mungkin
diperlukan
untuk
menghilangkan spatisitas pada ekstremitas yang
terganggu.
DAFTAR PUSTAKA
http://2.bp.blogspot.com/KHhh1IOVuFA/VA3B1qSbsRI/AAAAAAAAAJY/ThMfPMJkY8g/s1600/Pathway
%2BStroke%2BHemoragik.png diunduh pada tanggal 25 Juni 2016 oukul 09:15 WIB
Mansjoer, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke tiga. Jilid 2. Jakarta: Media
Aeskulapius
Ngoerah, I. G. N. G. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University Press.
Price, S. A. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1.
Terjemahan oleh Brahm U. 2006. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Terjemahan
oleh Agung Waluyo. 2007. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E, dkk. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. Terjemahan oleh I Made Kariasa.
2009. Jakarta: EGC