TINJAUAN PUSTAKA
A. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
1. Pengertian
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar/
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi
dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social
support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat
menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006). Sebagai suatu upaya
untuk membantu masyarakat mengenai dan mengatasi masalahnya sendiri,
dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan caracara hidup sehat
dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya
(Dinkes Lampung, 2003).
PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna
terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan
sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih
rendahnya tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat
Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya
yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan (Azwar, 2005). Menurut pusat
promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan
melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak PHBS yang tidak baik
dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber,
desentri, typus, dan DBD. Penyebab yang mempengaruhi PHBS adalah
faktor perilaku dan non perilku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya, oleh
sebab itu penanggulangan masalah kesehatan masyarakat juga dapat
Indonesia,
meningkatkan
pengetahuan,
kesadaran
dan
desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, guru, tokoh masyarakat dan lainlain
5. Indikator PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya memberdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup
bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
dimasyarakat. Indikator PHBS di Rumah Tangga (Dinkes, 2006):
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Adalah persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan
(bidan,
dokter,
dan
tenaga
para
medis
lainnya).
berkebun)
Setelah buang air besar
Setelah membersihkan kotoran bayi
Sebelum memegang makanan
Sebelum makan dan menyuapi makanan
Sebelum menyusui bayi
Sebelum menyuapi anak
Setelah bersin, batuk dan membuang ingus
anti bakteri
Gosok tangan setidaknya selama 15 20 detik (telapak tangan
punggung tangan sela-sela jari kunci jempol kuku
pergelangan tangan)
Basuh tangan sampai bersih dengan air mengalir
Keringkan dengan handuk bersih dan alat pengering
Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan
kran air
Syarat fisik Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah
bening ( tidak berwarna ), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di
luarnya, cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak
sukar.
Syarat bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus
bebas dari segala bakteri. Terutama bakteri pathogen. Cara ini untuk
mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri pathogen,
adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Dan bila dari
pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli maka
Infeksi
Saluran
saluran pernafasan
bagian
atas, saluran
hari
diambil
untuk
anatomi dibedakan atas saluran nafas atas mulai dari hidung sampai
dengan taring dan saluran nafas bawah mulai dari laring
sampai
Pneumococcus,
genus Streptococcus,
Hemovilus,
Bordetella,
dan
secara
normal
melalui
proses
digesti,
absorpsi,
digunakan
untuk
mempertahankan
kehidupan,
karena
konsumsi
makanan
sangat
berpengaruh
terhadap
status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh
memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat
digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak
dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap
infeksi secara optimal. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam tubuh, kecenderungan kenaikan prevalensi
dan insidensi pada anak dengan status gizi kurang (Dinkes, 2007).
Umur
ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada
semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena
daya tahan tubuh balita lebih rentan dari orang dewasa sehingga
mudah menderita ISPA. Umur diduga terkait dengan sistem
kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan
terhadap berbagai penyakit infeksi (Dinkes, 2009).
Jenis Kelamin
Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai
kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk
usia 10 tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan
terhadap masalah gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula.
Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai keuntungan biologis
dan pada lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang
diperkirakan sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki
dalam hal tingkat kematian. Survei kesehatan rumah tangga
tahun 2003-2004 mencatat bahwa anak balita yang mempunyai gejalagejala pneumonia dalam dua bulan survei pendahuluan sebesar
7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak balita laki-laki.
Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai gejalagejala pneuminia sebesar 7,4% (SDKI, 2003).
b. Faktor perilaku
Kelengkapan Imunisasi
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen
Kesehatan)
Pemberian Vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya
tahan
tubuh
dan
kelangsungan
kesehatannya. (Kartasasmita,2003)
c. Faktor lingkungan tempat tinggal
Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan di sekitar
yang sangat berpengaruh terhadap terwujudnya status kesehatan
meliputi bersih, tersedianya ventilasi yang baik dalam rumah
(Noor,2008)
Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan
serangannya lebih lama. (Erlien,2008)
C. DIARE
1. Pengertian
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi
lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali
dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan
sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan
air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24
jam.
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air
dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24
jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama
dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi
dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines
2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium
perfringens,
Stafilokokus
aureus,
Campylobacter
aeromonas
b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum,
Strongyloides stercoralis
d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Simadibrata, 2006).
3. Cara Penularan dan Faktor Risiko
b. Faktor lingkungan
Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan
terutama
anak
gizi
buruk,
penyakit
5. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga
meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler
dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
6. Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI
(2006) adalah sebagai berikut:
a. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab diare (Depkes RI, 2006).
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan
pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar.
Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui.
Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko
makanan
pendamping
ASI
dapat
menyebabkan
yang bersih.
Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa
makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar
RI, 2006)
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai
jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di
jamban (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga.
Bersihkan jamban secara teratur.
Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air
besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak
dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air,
hindari buang air besar tanpa alas kaki. (Depkes RI, 2006)
f. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak
berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula
menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi
harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang harus
diperhatikan:
Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun
atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih
dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas
wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti
kertas koran atau daun besar dan buang ke dalam kakus.
Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya
(Depkes RI, 2006)
g. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak
imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin
setelah usia 9 bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat
berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4
mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan
tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah
penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri,
pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam
pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan
diare pada balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku
kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
Pengertian
Demam dengue adalah demam virus akut yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus, disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah
demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi
perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi
darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran
plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS) (Depkes RI
Ditjen P3M, 1981).
2.
Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4
serotipe virus yang berbeda antigen.
Gejala
b.
Manifestasi perdarahan
c.
Hepatomegali/pembesaran hati
d.
Kriteria Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria WHO 1997 yang
memenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:
Trombositopenia ( 100.000/mm3).
Hematokrit meningkat 20 %
dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin, dan
populasi yang sama.
Terdapat
efusi
pleura,
efusi
Derajat I :
Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b.
Derajat II :
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c.
Derajat III :
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita
gelisah.
d.
Derajat IV :
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. Fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir
masa demam. Setelah demam selama 2-7 hari, penurunan suhu
Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti /
Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam
tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti
berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah
adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar
tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit
DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim
penghujan.
Virus
ini
kemungkinan
muncul
akibat
pengaruh
jarang
kontak dengan
manusia
perkembang-biakan
nyamuk
(breeding
place)
berupa
pada kaleng bekas, botol, ban, vas bunga, dan tempat minum
burung,
c.
berkisar
antara
40-100
meter
dari
tempat
perkembangbiakannya.
Telur nyamuk Aedes ini diletakan sedikit di atas permukaan air
yang jernih, pada tempat penampungan air yang terbuka lebar dan
terletak di tempat yang teduh, terhindar dari sinar matahari. bentuk
telurnya oval, tidak menggerombol melainkan terpencar. Apabila
terkena air, telur akan menetas menjadi jentik setelah 5-10 hari. Dua
hari kemudian akan berubah menjadi pupa, akhirnya akan menjadi
nyamuk dewasa. Dalam keadaan optimum diperlukan waktu 10-14
hari untuk perkembangan telur menjadi nyamuk dewasa
7.
Pencegahan
Untuk memantapkaan upaya penanggulangan penyakit DBD
tahun yang akan datang, pengelola DBD di Puskesmas, Kota, dan
Provinsi perlu menganalisis data kasus DBD tahun sebelumnya.
Berdasarkan data kasus DBD 3 atau 5 tahun terakhir akan dapat
diperoleh informasi kapan kasus DBD di suatu wilayah akan mulai
meningkat dan kapan puncak kasus terjadi sehingga upaya
penanggulangan sebelum musim penularan dapat dilakukan sebaikbaiknya (Hadinegoro et al., 2002).
a.
Penanggulangan fokus
Semua kasus DBD ditindak lanjuti dengan penyelidikan
insektisida
dilakukan
jika
ditemukan
penderita atau tersangka penderita DBD lain atau sekurangkurangnya 3 penderita panas tanpa sebab jelas dan ada jentik
nyamuk di lokasi tersebut. Penyemprotan dilakukan 2 siklus
dengan interval 1 minggu. Penyemprotan insektisida ini harus
diikuti dengan penyuluhan dan gerakan PSN DBD oleh
masyarakat (Hadinegoro et al., 2002).
b.
epidemiologis
telah
memenuhi
kriteria
Abatisasi
Dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di
sekolah dan tempat umum. Semua tempat penampungan air di
Biologi
Dengan cara memelihara ikan pemakan jentik nyamuk (ikan
kepala timah, ikan gupi, ikan nila merah, dll).
Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan
racun pembasmi jentik (larvasida) yang dikenal dengan
abatisasi . Larvasida yang biasa digunakan adalah temphos.
Formulasi temphos yung digunakan adalah berbentuk butiran
pasir (sand granules). Dosis yang digunakan I ppm atau 10
gram (kurang lebih 1 sendok makan) untuk setiap 100 liter air.
Abatisasi dengan temphos ini mempunyai efek residu 3 bulan.
Racun pembasmi jentik ini aman meskipun digunakan ditempat
penampungan air (TPA) yang aimya jernih untuk mencuci atau
air minum sehari-hari. Selain itu dapat digunakan pula racun
pembasmi jentik yang lain seperti : Bacillus thuringiensis var
israeiensis (Bti) atau Altosid golongan insect growth regulator.
c.
Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang
ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun
mimpi basah pada remaja putra, secara biologis dia mengalami
perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan
mendapat
menstruasi,
sebagai
pertanda
bahwa
sistem
Dimensi Kognitif
a. Wanita
Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ reproduksi bagian luar
orificium vaginae.
Labia majora, yaitu berupa dua buah lipatan bulat jaringan lemak
yang ditutupi kulit dan memanjang ke bawah dan ke belakang
tertentu.
Payudara / kelenjar mamae yaitu organ yang berguna untuk
menyusui.
Organ reproduksi bagian dalam:
Labia minora, yaitu merupakan labia sebelah dalam dari labia
majora, dan berakhir dengan klitoris, ini identik dengan penis
sewaktu masa perkembangan janin yang kemudian mengalami
atrofi. Di bagian tengah klitoris terdapat lubang uretra untuk
selaput
tipis
yang
bervariasi
seksual.
Uterus (rahim), yaitu organ yang berbentuk seperti buah peer,
bagian
bawahnya
mengecil
dan
berakhir
sebagai
leher
tersebut
mulai
berfungsi
saat
menstruasi pertama kali pada usia 10-14 tahun dan sangat bervariasi.
Pada saat itu, kelenjar hipofisa mulai berpengaruh kemudian ovarium
mulai bekerja menghasilkan hormon esterogen dan progesteron.
Hormon ini akan mempengaruhi uterus pada dinding sebelah dalam
dan terjadilah menstruasi. Setiap bulan pada masa subur, terjadi
ovulasi dengan dihasilkannya sel telur / ovum untuk dilepaskan
menuju uterus lewat tuba uterina. Produksi hormon ini hanya
berlangsung hingga masa
kecil-kecil
membentuk
anyaman,
sebagai
tempat
perdarahan,
dan
faktor
lain.
Kegawatdaruratan
yang
pada wanita)
Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
Kanker hati (Liver Cancer)
Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat
Pregnancy)
Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Selain itu aborsi juga dapat menyebabkan gangguan mental
pada remaja yaitu adanya rasa bersalah, merasa kehilangan harga diri,
gangguan kepribadian seperti berteriak-teriak histeris, mimpi buruk
berkali-kali, bahkan dapat menyebabkan perilaku pencobaan bunuh diri.