Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
1. Pengertian
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar/
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi
dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social
support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat
menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006). Sebagai suatu upaya
untuk membantu masyarakat mengenai dan mengatasi masalahnya sendiri,
dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan caracara hidup sehat
dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya
(Dinkes Lampung, 2003).
PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna
terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan
sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih
rendahnya tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat
Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya
yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan (Azwar, 2005). Menurut pusat
promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan
melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak PHBS yang tidak baik
dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber,
desentri, typus, dan DBD. Penyebab yang mempengaruhi PHBS adalah
faktor perilaku dan non perilku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya, oleh
sebab itu penanggulangan masalah kesehatan masyarakat juga dapat

ditunjukkan pada kedua faktor utama tersebut (Notoadmojo, 2005).


Banyak hal yang menjadi penyebab PHBS menurun yaitu selain faktor
teknis juga faktor-faktor geografi, ekonomi dan sosial (Depkes RI, 2003)
2. Tujuan PHBS
Tujuan PHBS adalah: meningkatkan rumah tangga sehat diseluruh
masyarakat

Indonesia,

meningkatkan

pengetahuan,

kesadaran

dan

kemauan masyarakat agar hidup sehat, meningkatkan peran aktif


masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan
derajat hidup yang optimal (Dinkes, 2006).
3. Manfaat PHBS
a. Bagi rumah tangga: semua anggota keluarga menjadi sehat dan tidak
mudah sakit, anak tumbuh sehat dan cerdas dan pengeluaran biaya
rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga,
pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
b. Bagi masyarakat: masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang
sehat, masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalahmasalah kesehatan dan masyarakat mampu mengembangkan Upaya
Kesehatan Bersumber Universitas Sumatera Utara Masyarakat (UBKM)
seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulan desa
dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
4. Sasaran PHBS
Tatanan Rumah Tangga, sasaran PHBS di rumah tangga adalah
seluruh anggota keluarga secara keseluruhan dan terbagi dalam:
a. Sasaran primer adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan
dirubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu
dalam keluarga yang bermasalah).
b. Sasaran sekunder adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu
dalam keluarga yang bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang
tua, tokoh keluarga, kader tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas
kesehatan, dan lintas sektor terkait, PKK3.
c. Sasaran tersier adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur
pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan,
dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS misalnya, kepala

desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, guru, tokoh masyarakat dan lainlain
5. Indikator PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya memberdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup
bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
dimasyarakat. Indikator PHBS di Rumah Tangga (Dinkes, 2006):
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Adalah persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan

(bidan,

dokter,

dan

tenaga

para

medis

lainnya).

Meningkatnya proporsi ibu bersalin dengan bantuan tenaga kesehatan


yang terlatih, adalah langkah awal terpenting untuk mengurangi
kematian ibu dan kematian neonatal dini. Persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih dan steril
sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya.
b. Memberi ASI Eksklusif
Adalah bayi pada usia 0 6 bulan hanya diberi ASI sejak lahir sampai
usia 6 bulan, tidak diberi makanan tambahan dan minuman lain kecuali
pemberian air putih untuk minum obat saat bayi sakit. Asi banyak
mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Zat gizi dalam ASI
sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta
kecerdasan. ASI mengandung zat kekebalan sehingga mampu
melindungi bayi dari alergi.
c. Menimbang bayi dan balita setiap bulan
Adalah menimbang bayi dan balita mulai dari umur 0 sampai 59 bulan
setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) berturutturut dalam 3 bulan terakhir. Penimbangan balita dimaksudkan untuk
memantau pertumbuhan balita setiap bulan dan mengetahui apakah
balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi buruk. Setelah balita
ditimbang di buku KIA atau KMS maka akan terlihat berat badannya
naik atau tidak turun. Naik apabila garis pertumbuhannya naik
mengikuti salah satu pita warna di atasnya. Tidak naik bila garis

pertumbuhannya mendatar dan garis pertumbuhannya naik tetapi warna


yang lebih muda
d. Mencuci tangan dengan air dan sabun
Adalah tindakan membersihkan tangan dengan air bersih yang mengalir
dan memakai sabun untuk membersihkan kotoran/ membunuh kuman
serta mencegah penularan penyakit. Misalnya: mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan dan minuman, mencuci tangan sesudah buang air
besar dengan sabun, karena sabun dapat membersihkan kotoran dan
membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan kuman akan masih
tertinggal. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan :
Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang , binatang dan

berkebun)
Setelah buang air besar
Setelah membersihkan kotoran bayi
Sebelum memegang makanan
Sebelum makan dan menyuapi makanan
Sebelum menyusui bayi
Sebelum menyuapi anak
Setelah bersin, batuk dan membuang ingus

Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:

Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun khusus

anti bakteri
Gosok tangan setidaknya selama 15 20 detik (telapak tangan
punggung tangan sela-sela jari kunci jempol kuku

pergelangan tangan)
Basuh tangan sampai bersih dengan air mengalir
Keringkan dengan handuk bersih dan alat pengering
Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan
kran air

e. Menggunakan air bersih


Air adalah sangat peting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih
cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan.
Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air, untuk
anank anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan
manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak,
mandi, mencuci ( bermacam macam cucian ). Air yang kita
pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur,
membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian,
membersihkan bahan makanan haruslah bersih agar tidak terkena
penyakit atau terhindar dari penyakit. Air bersih secara fisik dapat
dibedakan melalui indra kita, antara lain (dapat dilihat, dirasa, dicium
dan diraba). Meski terlihat bersih, air belum tentu bebas kuman
penyakit. Kuman penyakit dalam air mati pada suhu 100 derajat C (saat
mendidih). Syarat syarat air minum yang sehat agar air inum itu tidak
menyebabkan penyakit, maka air itu hendaknya memenuhi persyaratan
kesehatan sebagai berikut:

Syarat fisik Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah
bening ( tidak berwarna ), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di
luarnya, cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak

sukar.
Syarat bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus
bebas dari segala bakteri. Terutama bakteri pathogen. Cara ini untuk
mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri pathogen,
adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Dan bila dari
pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli maka

air tersebut sudahmemenuhi kesehatan


Syarat kimia Air minum yang sehat harus mengandung zat zat

tertentu dalam jumlah yang tertentu pula.


f. Menggunakan jamban sehat
Adalah rumah tangga atau keluarga yang menggunakan jamban/ WC
dengan tangki septic atau lubang penampung kotoran sebagai
pembuangan akhir. Misalnya buang air besar di jamban dan membuang
tinja bayi secara benar. Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk
menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau. Jamban mencegah
pecemaran sumber air yang ada disekitarnya. Jamban yang sehat juga
memiliki syarat seperti tidak mencemari sumber air, tidak berbau,
mudah dibersihkan dan penerangan dan ventilasi yang cukup.
g. Rumah bebas jentik
Adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dirumah satu kali
seminggu agar tidak terdapat jentik nyamuk pada tempat-tempat
penampungan air, vas bunga, pot bunga/ alas pot bunga, wadah
penampungan air dispenser, wadah pembuangan air kulkas dan barangbarang bekas/ tempat-tempat yang bisa menampung air. Pemberantasan
sarang nyamuk dengan cara 3M (menguras. Menutup dan mengubur
plus menghindari gigitan nyamuk)
h. Makan buah dan sayur setiap hari
Pilihan buah dan sayur yang bebas peptisida dan zat berbahaya lainnya.
Biasanya ciri-ciri sayur dan buah yang baik ada sedikit lubang bekas
dimakan ulat dan tetap segar. Adalah anggota keluarga umur 10 tahun

keatas yang mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran


atau sebaliknya setiap hari.
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun keatas melakukan
aktivitas fisik 30 menit setiap hari misalnya jalan, lari, senam dan
sebagainya. Aktifitas fisik dilakukan secara teratur paling sedikit 30
menit dalam sehari ,sehingga dapat menyehatkan jantung, paru-paru
alat tubuh lainnya. Lakukan aktifitas fisik sebelum makan atau 2 jam
sesudah makan.
j. Tidak merokok di dalam rumah
Adalah anggota rumah tangga tidak merokok di dalam rumah. Tidak
boleh merokok di dalam rumah dimaksudkan agar tidak menjadikan
anggota keluarga lainnya sebagai perokok pasif yang berbahaya bagi
kesehatan. Karena dalam satu batang rokok yang dihisap akan
dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan
carbonmonoksida (CO)
B. ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)
1. Pengertian
Istilah ISPA merupakan singkatan dari

Infeksi

Saluran

Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah


dibahas dalam lokakarya nasional ISPA di Cipanas. Istilah ISPA
meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, infeksi akut
dengan pengertian sebagai berikut: (Dirjen PPM & PLP, Depkes, 2005).
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembangbiak sehingga
menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan yaitu organ mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus - sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis
mencakup

saluran pernafasan

bagian

atas, saluran

pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru)


dan organ adneksanya saluran pernafasan

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai


dengan 14 hari. Batas 14
menunjukkan

hari

diambil

untuk

proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat berlangsung lebih dari 14 hari.


ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (salura bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga, dan pleura (Depkes RI, 2006).
2. Klasifikasi ISPA
Program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan ISPA
sebagaiberikut (Widoyono, 2005):
a. Bukan pneumonia:
Mencakup pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukan gejala
peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukan adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kearah dalam. Contohnya :common
cold, faringitis, tonsillitis, dan otitis.
b. Pneumonia
Didasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernafas, diagnose ini
berdasarkan umur. Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia 2
bulan sampai<1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1
tahun sampai< 5 tahun adalah 40 kali per menit.
c. Pneumonia berat
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kerusakan bernapas di sertai
sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam (chest
indrawing), pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak
berusia < 2 bulan, diagnosa pneumonia berat ditandai dengan adanya
napas cepat yaitu frekuensi pernapasan yaitu 60 kali per menit atau
lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah
kearah dalam (severe chest indrawing).
3. Penyebab ISPA
ISPA merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang secara

anatomi dibedakan atas saluran nafas atas mulai dari hidung sampai
dengan taring dan saluran nafas bawah mulai dari laring

sampai

dengan alveoli beserta adnexanya, akibat invasi infecting agents


yang mengakibatkan reaksi inflamasi saluran nafas yang terlibat. Hingga
saat ini telah dikenal lebih dari 300 jenis bakteri dan virus merupakan
penyebab tersering infeksi saluran nafas.
Bakteri penyebab
Staphylococcus,

ISPA berasal dari

Pneumococcus,

genus Streptococcus,

Hemovilus,

Bordetella,

dan

Corynebacterium. Virus penyebab ISPA adalah golongan Miksovirus,


Adenovirus, Koronavirus, Pikomavirus, Mikooplasma, herpesvirus, dan
lain-lain. Penentuan klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas dua
kelompok, yaitu kelompok umur 2 bulan - 5 tahun dan kelompok umur
kurang dari 2 bulan. Untuk kelompok umur 2 bulan - 5 tahun klasifikasi
dibagi atas pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia. Untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan klasifikasi dibagi atas pneumonia
berat, dan bukan pneumonia. Dalam pendekatan manajemen terpadu
balita sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok umur kurang dari 2 bulan
adalah infeksi bakteri yang serius dan infeksi bakteri lokal (Widoyono, 2005).
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan
terjadinya ISPA (Depkes RI,2007) yaitu:
a. Faktor individu
Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi

secara

normal

melalui

proses

digesti,

absorpsi,

transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang


tidak

digunakan

untuk

mempertahankan

kehidupan,

pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta


menghasilkan energi.
Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini
dikarenakan berbagai faktor antara lain umur,jenis kelamin dan
macam pekerjaan. Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang
dimakan setiap hari harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh

karena

konsumsi

makanan

sangat

berpengaruh

terhadap

status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh
memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat
digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak
dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap
infeksi secara optimal. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam tubuh, kecenderungan kenaikan prevalensi

dan insidensi pada anak dengan status gizi kurang (Dinkes, 2007).
Umur
ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada
semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena
daya tahan tubuh balita lebih rentan dari orang dewasa sehingga
mudah menderita ISPA. Umur diduga terkait dengan sistem
kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan
terhadap berbagai penyakit infeksi (Dinkes, 2009).

Jenis Kelamin
Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai
kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk
usia 10 tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan
terhadap masalah gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula.
Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai keuntungan biologis
dan pada lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang
diperkirakan sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki
dalam hal tingkat kematian. Survei kesehatan rumah tangga
tahun 2003-2004 mencatat bahwa anak balita yang mempunyai gejalagejala pneumonia dalam dua bulan survei pendahuluan sebesar
7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak balita laki-laki.
Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai gejalagejala pneuminia sebesar 7,4% (SDKI, 2003).

b. Faktor perilaku
Kelengkapan Imunisasi
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen

Kesehatan)

tentang Program Pengembangan Imunisasi (FPI), maka anak


diharuskan mendapat perlindungan terhadap 7 jenis penyakit
utama, yaitu penyakit TBC (BCG), difteria, tetanus, batuk rejan,

polimielitis, campak dan hepatitis (Dinkes, 2009).


Pemberian ASI Esklusif
ASI adalah komponen yang paling utama bagi ibu dalam
memberikan pemeliharaan yang baik terhadap bayinya, untuk
memenuhi pertumbuhan dan perkembangan psikososialnya. Zat
yang terkandung dalam ASI sangat baik untuk pembentukan anti
body menurunkan kemungkinan bayi dan balita terkena penyakit
infeksi, batuk, pilek dan penyakit alergi. (Kartasasmita,2003)

Pemberian Vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya

tahan

tubuh

dan

kelangsungan

kesehatannya. (Kartasasmita,2003)
c. Faktor lingkungan tempat tinggal
Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan di sekitar
yang sangat berpengaruh terhadap terwujudnya status kesehatan
meliputi bersih, tersedianya ventilasi yang baik dalam rumah
(Noor,2008)

4. Cara Penularan (patofisiologi) ISPA


Bakteri penyebab ISPA dapat ditularkan dari ludah penderita ISPA
yang mengering. Debu yang mengandung bakteri penyebab ISPA dapat
dibawa oleh udara sebagai distribusi untuk masuk ke dalam tubuh
manusia. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia bakteri ISPA akan mudah
berkembang dalam tubuh yang daya tahannya lemah. Dalam hal inibalita
dengan status gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang menyebabkan penyakit infeksi lebih mudah masuk dan berkembang.

Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan
serangannya lebih lama. (Erlien,2008)
C. DIARE
1. Pengertian
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi
lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali
dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan
sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan
air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24
jam.
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air
dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24
jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama
dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi
dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines
2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium

perfringens,

Stafilokokus

aureus,

Campylobacter

aeromonas
b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum,
Strongyloides stercoralis
d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Simadibrata, 2006).
3. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui


makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung
tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces,
flies, food, fluid, finger).
Faktor risiko terjadinya diare adalah:
a. Faktor perilaku
Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi

kontak terhadap kuman


Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena

penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu


Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah

membersihkan BAB anak


Penyimpanan makanan yang tidak higienis

b. Faktor lingkungan
Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan

Mandi Cuci Kakus (MCK)


Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk Disamping faktor
risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang dapat
meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang
gizi/malnutrisi

terutama

anak

gizi

buruk,

penyakit

imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI,


2011)
4. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare:
a. Berdasarkan lamanya diare:
Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut. (Suraatmaja, 2007).
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
Diare sekresi (secretory diarrhea)
Diare osmotic (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007)

5. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga
meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler
dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
6. Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI
(2006) adalah sebagai berikut:
a. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab diare (Depkes RI, 2006).
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan
pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar.
Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui.
Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko

tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi


buruk (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa
tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian

makanan

pendamping

ASI

dapat

menyebabkan

meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang


menyebabkan kematian (Depkes RI, 2006).
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian
makanan pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan
tetapi masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam
makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan
makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1 tahun,
memberikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali

sehari dan meneruskan pemberian ASI bila mungkin.


Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan
biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan,
daging, kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau
ke dalam makanannya. Mencuci tangan sebelum menyiapkan
makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok

yang bersih.
Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa
makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar

sebelum diberikan kepada anak (Depkes RI, 2006)


c. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan
kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja
misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam
panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benarbenar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil

dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih


(Depkes RI, 2006).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air
tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan
di rumah (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,
membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari
sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit

aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.


Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan

gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.


Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan. (Depkes

RI, 2006)
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai
jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di
jamban (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga.
Bersihkan jamban secara teratur.
Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air
besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak

dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air,
hindari buang air besar tanpa alas kaki. (Depkes RI, 2006)
f. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak
berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula
menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi
harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang harus
diperhatikan:
Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun
atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih
dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas
wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti
kertas koran atau daun besar dan buang ke dalam kakus.
Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya
(Depkes RI, 2006)
g. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak
imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin
setelah usia 9 bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat
berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4
mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan
tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah
penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri,
pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam
pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan
diare pada balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku
kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit

atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,


serta lingkungan.
D. DEMAM BERDARAH DENGUE
1.

Pengertian
Demam dengue adalah demam virus akut yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus, disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah
demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi
perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi
darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran
plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS) (Depkes RI
Ditjen P3M, 1981).

2.

Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4
serotipe virus yang berbeda antigen.

Virus ini adalah kelompok

Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.


Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan
seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe
yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat
mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Dengue adalah
penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor
penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Masa
inkubasi nyamuk ini terjadi selama 4-6 hari (Depkes 1, 2004).
3.

Gejala

Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai


sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam
dengue tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak-anak kecil
biasanya berupa demam disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anakanak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan
atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama
2 - 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi
dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit
sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings
dan konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu
hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang
demam mencapai 40-41 derajat C dan terjadi kejang demam pada bayi.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam
jiwa penderitanya, ditandai oleh :
a.

Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba

b.

Manifestasi perdarahan

c.

Hepatomegali/pembesaran hati

d.

Kadang-kadang terjadi syok


Manifestasi perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet

positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (petekie). Petekie ini bisa


terlihat di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi. Juga bisa terjadi
perdarahan hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan
perdarahan dalam urin.
4.

Kriteria Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria WHO 1997 yang
memenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:

Uji tourniquet positif ( > 20 petekie dalam 2,54 cm2).

Petekie, ekimosis, atau purpura.

Perdarahan mukosa, saluran cerna, atau tempat lain.

Hemetemesis atau melena.


c.

Trombositopenia ( 100.000/mm3).

d. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda plasma leakage:

Hematokrit meningkat 20 %
dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin, dan
populasi yang sama.

Hematokrit turun hingga 20 %


dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan.

Terdapat

efusi

pleura,

efusi

perikard, asites, dan hipoproteinemia.


5.

Tingkat Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan:


a.

Derajat I :
Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

b.

Derajat II :
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

c.

Derajat III :
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita
gelisah.

d.

Derajat IV :
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. Fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir
masa demam. Setelah demam selama 2-7 hari, penurunan suhu

biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah.


Penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin, dan
mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi.
6.

Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti /
Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam
tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti
berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah
adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar
tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit
DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim
penghujan.

Virus

ini

kemungkinan

muncul

akibat

pengaruh

musim/alam serta perilaku manusia.


Vektor penular penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus, namun Aedes aegypti lebih berperan. Hal ini
karena nyamuk Aedes albopictus hidup dan berkembang biak di kebun
atau semak-semak, sehingga

jarang

kontak dengan

manusia

dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti (Hadinegoro et al.,


2002).
Nyamuk dewasa secara umum ditandai dengan garis-garis
putih keperakan dan hitam berselang-seling. Arahnya longitudinal di
daerah cutum (pertemuan kedua sayap) dan transversal pada daerah
abdomen. Sayapnya juga berbintik-bintik bewarna gelap dan terang.
Tempat

perkembang-biakan

nyamuk

(breeding

place)

berupa

genangan air yang tidak berhubungan dengan tanah, misalnya :


a.

Tempat Penampungan Air (TPA) yang digunakan oleh

penduduk sehari-hari, seperti bak mandi, wc, tempayan, drum,


b.

Tempat Penampungan Air yang bukan dipakai untuk

keperluan penduduk sehari-hari. (non TPA), misalnya genangan air

pada kaleng bekas, botol, ban, vas bunga, dan tempat minum
burung,
c.

Tempat Penampungan Air Alamiah, misalnya lubang

pohon, lubang batu, pangkal pelepah pohon pisang, potongan


bambu (Hadinegoro et al., 2002)
Kebiasaan menggigit (feeding habit) adalah pada siang hari
antara jam 09.00 - 10.00 dan jam 16.00-17.00. Nyamuk Aedes aegypti
lebih banyak menggigit di dalam rumah. Hanya nyamuk betina yang
menggigit dan menghisap darah manusia. Sedangkan nyamuk yang
jantan tidak bisa menggigit/menghisap darah, melainkan hidup dari
sari bunga dan tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes agypti betina
berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata - rata 1,5 bulan,
tergantung dari suhu kelembaban udara di sekelilingnya. Kemampuan
terbangnya

berkisar

antara

40-100

meter

dari

tempat

perkembangbiakannya.
Telur nyamuk Aedes ini diletakan sedikit di atas permukaan air
yang jernih, pada tempat penampungan air yang terbuka lebar dan
terletak di tempat yang teduh, terhindar dari sinar matahari. bentuk
telurnya oval, tidak menggerombol melainkan terpencar. Apabila
terkena air, telur akan menetas menjadi jentik setelah 5-10 hari. Dua
hari kemudian akan berubah menjadi pupa, akhirnya akan menjadi
nyamuk dewasa. Dalam keadaan optimum diperlukan waktu 10-14
hari untuk perkembangan telur menjadi nyamuk dewasa
7.

Pencegahan
Untuk memantapkaan upaya penanggulangan penyakit DBD
tahun yang akan datang, pengelola DBD di Puskesmas, Kota, dan
Provinsi perlu menganalisis data kasus DBD tahun sebelumnya.
Berdasarkan data kasus DBD 3 atau 5 tahun terakhir akan dapat
diperoleh informasi kapan kasus DBD di suatu wilayah akan mulai
meningkat dan kapan puncak kasus terjadi sehingga upaya

penanggulangan sebelum musim penularan dapat dilakukan sebaikbaiknya (Hadinegoro et al., 2002).

a.

Penanggulangan fokus
Semua kasus DBD ditindak lanjuti dengan penyelidikan

epidemiologis, yaitu kunjungan ke rumah kasus DBD dan rumah


sekitarnya dalam radius 100 meter, serta di sekolah jika kasus
DBD adalah anak sekolah. Kegiatan penyelidikan epidemiologis
dilakukan oleh Puskesmas, dan kegiatannya meliputi: pencarian
kasus/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk
yang menjurus kepada KLB DBD, penyelidikan epidemiologis ini
dimaksudkan pula untuk mengetahui adanya kemungkinan
penularan lebih lanjut sehingga perlu dilakukan penyemprotan
insektisida (Hadinegoro et al., 2002).
Penyemprotan

insektisida

dilakukan

jika

ditemukan

penderita atau tersangka penderita DBD lain atau sekurangkurangnya 3 penderita panas tanpa sebab jelas dan ada jentik
nyamuk di lokasi tersebut. Penyemprotan dilakukan 2 siklus
dengan interval 1 minggu. Penyemprotan insektisida ini harus
diikuti dengan penyuluhan dan gerakan PSN DBD oleh
masyarakat (Hadinegoro et al., 2002).
b.

Pemberantasan vektor intensif


Fogging fokus
Dalam keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana
terbatas maka kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil
penyelidikan

epidemiologis

telah

memenuhi

kriteria

(Hadinegoro et al., 2002).

Abatisasi
Dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di
sekolah dan tempat umum. Semua tempat penampungan air di

rumah dan bangunan yang ditemukan jentik nyamuk ditaburi


dengan bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan peres
(10 gram) abate untuk 100 liter air (Hadinegoro et al., 2002).

Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD


(gerakan 3M)
Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dilakukan
dengan kerja sama lintas sektor yang dikoordinasikan oleh
kepala wilayah/daerah setempat melalui wadah Pokjanal/Pokja
DBD. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, pada saat
sebelum perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan
berdasarkan data kasus bulanan DBD dalam 35 tahun terakhir
(Hadinegoro et al., 2002).

Penyuluhan kepada masyarakat


Penyuluhan tentang penyakit DBD dan pencegahannya
melalui media massa, sekolah, tempat ibadah, kader PKK dan
kelompok masyarakat yang lainnya. Kegiatan ini dilakukan
setiap saat pada beberapa kesempatan (Hadinegoro et al.,
2002).
Sekarang, yang sedang giat digalakkan adalah gerakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (Tim Pembina UKS Pusat, 1993).


Secara rinci Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dapat
dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :
Fisik
Cara ini dilakukan dengan gerakan 3M (seperti telah tersebut di
atas), yaitu dengan menguras bak mandi, WC, menutup tempat
penampungan air seperti tempayan, drum, dll, serta mengubur
atau menyingkirkan barang bekas seperti kaleng bekas, ban
bekas, dan sebagainya. Pengurasan TPA perlu dilakukan secara
teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali sebab daur hidup
nyamuk Aedes aegypti adalah 7 - 10 hari.

Biologi
Dengan cara memelihara ikan pemakan jentik nyamuk (ikan
kepala timah, ikan gupi, ikan nila merah, dll).
Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan
racun pembasmi jentik (larvasida) yang dikenal dengan
abatisasi . Larvasida yang biasa digunakan adalah temphos.
Formulasi temphos yung digunakan adalah berbentuk butiran
pasir (sand granules). Dosis yang digunakan I ppm atau 10
gram (kurang lebih 1 sendok makan) untuk setiap 100 liter air.
Abatisasi dengan temphos ini mempunyai efek residu 3 bulan.
Racun pembasmi jentik ini aman meskipun digunakan ditempat
penampungan air (TPA) yang aimya jernih untuk mencuci atau
air minum sehari-hari. Selain itu dapat digunakan pula racun
pembasmi jentik yang lain seperti : Bacillus thuringiensis var
israeiensis (Bti) atau Altosid golongan insect growth regulator.
c.

Pemantauan jentik berkala (PJB)


Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 bulan di

rumah dan tempat-tempat umum. Untuk pemantauan jentik


berkala di rumah dilakukan pemeriksaan sebanyak 100 rumah
sampel untuk setiap desa/kelurahan. Hasil PJB ini diinformasikan
pihak kesehatan kepada kepala wilayah/daerah setempat sebagai
evaluasi dan dasar penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD.
Diharapkan angka bebas jentik (ABJ) setiap kelurahan / desa
dapat mencapai > 95% akan dapat menekan penyebaran penyakit
DBD. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan jentik pada semua
rumah sakit dan puskesmas. Sedangkan untuk sekolah dan tempat
umum lainnya dilakukan secara sampling bila tidak dapat
diperiksa seluruhnya (Hadinegoro et al., 2002).

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD


adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut
dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain
itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik
berkala, dll (Thomas Suroso dkk, 2003).
E. KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik,
mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia
dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi
dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Pengertian lain
kesehatan reproduksi dalam Konferensi International Kependudukan dan
Pembangunan, yaitu kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik,
mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan
fungsi, peran & sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja adalah
suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi
yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata
berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara
mental serta sosial kultural (Fauzi., 2008).
2. Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang
yang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja
(adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara
dalam terminologi lain PBB menyebutkan anak muda (youth) untuk

mereka yang berusia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam


sebuah terminologi kaum muda (young people) yang mencakup 10-24
tahun. Sementara itu dalam program BKKBN disebutkan bahwa
remaja adalah mereka yang berusia antara 10-24 tahun. Menurut
Hurlock (1993), masa remaja adalah masa yang penuh dengan
kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang
paling berat. Menurut Bisri (1995), remaja adalah

mereka yang telah

meningalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan


dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.
b. Perubahan yang terjadi pada masa remaja
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak
memasuki usia remaja antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu
dimensi biologis, dimensi kognitif dan dimensi sosial.

Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang
ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun
mimpi basah pada remaja putra, secara biologis dia mengalami
perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan
mendapat

menstruasi,

sebagai

pertanda

bahwa

sistem

reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik


seperti payudara mulai berkembang, panggul mulai membesar,
timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah kemaluan. Anak
lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya
kumis, jakun, alat kelamin menjadi lebih besar, otot-otot membesar,
timbul jerawat dan perubahan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka
akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa
mereka pada dunia remaja.

Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean


Piaget (2007) (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan
periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi
formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa
sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau
hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka
berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti ilmuwan. Para remaja

tidak lagi menerima informasi apa

adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta


mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka
juga mampu mengintegrasikan pengalaman lalu dan sekarang
untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana

untuk masa depan.


Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai
bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri
mereka. Para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam
menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan
lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang,
keadaan sosial, dan sebagainya. Remaja tidak lagi menerima hasil
pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada
mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan
keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak
alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak
melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan

hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.


3. Anatomi dan Fungsi Organ Reproduksi

a. Wanita
Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ reproduksi bagian luar

dan organ reproduksi bagian dalam. Organ reproduksi bagian luar:


Vulva, yaitu daerah organ kelamin luar pada wanita yang meliputi
labia majora, labia minora, mons pubis, bulbus vestibuli,
vestibulum vaginae, glandula vestibularis major dan minor, serta

orificium vaginae.
Labia majora, yaitu berupa dua buah lipatan bulat jaringan lemak
yang ditutupi kulit dan memanjang ke bawah dan ke belakang

dari mons pubis.


Mons pubis, yaitu bantalan berisi lemak yang terletak di
permukaan anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit mons
pubis akan ditutupi oleh rambut ikal yang membentuk pola

tertentu.
Payudara / kelenjar mamae yaitu organ yang berguna untuk

menyusui.
Organ reproduksi bagian dalam:
Labia minora, yaitu merupakan labia sebelah dalam dari labia
majora, dan berakhir dengan klitoris, ini identik dengan penis
sewaktu masa perkembangan janin yang kemudian mengalami
atrofi. Di bagian tengah klitoris terdapat lubang uretra untuk

keluarnya air kemih saja.


Hymen, yaitu merupakan

selaput

tipis

yang

bervariasi

elastisitasnya berlubang teratur di tengah, sebagai pemisah dunia


luar dengan organ dalam. Hymen akan sobek dan hilang setelah

wanita berhubungan seksual (coitus) atau setelah melahirkan.


Vagina, yaitu berupa tabung bulat memanjang terdiri dari otototot melingkar yang di kanankirinya terdapat kelenjar (Bartolini)
menghasilkan cairan sebagai pelumas waktu melakukan aktifitas

seksual.
Uterus (rahim), yaitu organ yang berbentuk seperti buah peer,
bagian

bawahnya

mengecil

dan

berakhir

sebagai

leher

rahim/cerviks uteri. Uterus terdiri dari lapisan otot tebal sebagai

tempat pembuahan, berkembangnya janin. Pada dinding sebelah

dalam uterus selalu mengelupas setelah menstruasi.


Tuba uterina (fallopi), yaitu saluran di sebelah kiri dan kanan

uterus, sebagai tempat melintasnya sel telur/ovum.


Ovarium, yaitu merupakan organ penghasil sel telur dan
menghasilkan hormon esterogen dan progesteron. Organ ini
berjumlah 2 buah.
Fungsi organ:
Organ-organ reproduksi

tersebut

mulai

berfungsi

saat

menstruasi pertama kali pada usia 10-14 tahun dan sangat bervariasi.
Pada saat itu, kelenjar hipofisa mulai berpengaruh kemudian ovarium
mulai bekerja menghasilkan hormon esterogen dan progesteron.
Hormon ini akan mempengaruhi uterus pada dinding sebelah dalam
dan terjadilah menstruasi. Setiap bulan pada masa subur, terjadi
ovulasi dengan dihasilkannya sel telur / ovum untuk dilepaskan
menuju uterus lewat tuba uterina. Produksi hormon ini hanya
berlangsung hingga masa

menopause, kemudian tidak berproduksi

lagi. Kelenjar payudara juga dipengaruhi oleh hormon ini sehingga


payudara akan membesar.
b. Pria
Alat kelamin pria juga dibedakan menjadi alat kelamin pria

bagian luar dan alat kelamin pria bagian dalam.


Organ reproduksi bagian luar:
Penis, yaitu organ reproduksi berbentuk bulat panjang yang
berubah ukurannya pada saat aktifitas seksual. Bagian dalam
penis berisi pembuluh darah, otot dan serabut saraf. Pada bagian
tengahnya terdapat saluran air kemih dan juga sebagai cairan

sperma yang di sebut uretra.


Skrotum, yaitu organ yang tampak dari luar berbentuk bulat,
terdapat 2 buah kiri dan kanan, berupa kulit yang mengkerut dan
ditumbuhi rambut pubis.
Organ reproduksi bagian dalam:

Testis, yaitu merupakan isi skrotum, berjumlah 2 buah, terdiri dari


saluran

kecil-kecil

membentuk

anyaman,

sebagai

tempat

pembentukan sel spermatozoa.


Vas deferens, yaitu merupakan saluran yang membawa sel

spermatozoa, berjumlah 2 buah.


Kelenjar prostat, yaitu merupakan sebuah kelenjar yang
menghasilkan cairan kental yang memberi makan sel-sel

spermatozoa serta memproduksi enzim-enzim.


Kelenjar vesikula seminalis, yaitu kelenjar yang menghasilkan
cairan untuk kehidupan sel spermatozoa, secara bersama-sama
cairan tersebut menyatu dengan spermatozoa menjadi produk
yang disebut semen, yang dikeluarkan setiap kali pria ejakulasi.
Fungsi organ:
Organ-organ tersebut mulai berfungsi sebagai sistem
reproduksi dimulai saat pubertas sekitar usia 11 -14 tahun. Aktifitas

yang diatur oleh organ-organ tersebut antara lain:


Keluarnya semen atau cairan mani yang pertama kali. Hal ini

berlangsung selama kehidupannya.


Organ testis yang menghasilkan sel spermatozoa akan bekerja
setelah mendapat pengaruh hormon testosteron yang dihasilkan

oleh sel-sel interstisial Leydig dalam testis.


4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
kebersihan alat-alat genital, akses terhadap pendidikan kesehatan,
hubungan seksual pranikah, penyakit menular seksual (PMS), pengaruh
media massa, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang
terjangkau, dan hubungan yang harmonis antara remaja dengan
keluarganya.
a. Kebersihan organ-organ genital
Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana
remaja tersebut dalam merawat dan menjaga kebersihan alat-alat
genitalnya. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman
akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Remaja

perempuan lebih mudah terkena infeksi genital bila tidak menjaga


kebersihan alat-alat genitalnya karena organ vagina yang letaknya dekat
dengan anus.
b. Akses terhadap pendidikan kesehatan
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang
kesehatan reproduksi sehingga remaja mengetahui hal-hal yang
seharusnya dilakukan dan hal-hal yang seharusnya dihindari. Remaja
mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar tentang
kesehatan reproduksi dan informasi tersebut harus berasal dari sumber
yang terpercaya. Agar remaja mendapatkan informasi yang tepat,
kesehatan reproduksi remaja hendaknya diajarkan di sekolah dan di
dalam lingkungan keluarga. Hal-hal yang diajarkan di dalam kurikulum
pendidikan kesehatan reproduksi remaja mencakup tentang tumbuh
kembang remaja, organorgan reproduksi, perilaku berisiko, Penyakit
Menular Seksual (PMS), dan abstinesia sebagai upaya pencegahan
kehamilan, Dengan mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja
secara benar, kita dapat menghindari dilakukannya hal-hal negatif oleh
remaja. Pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja tersebut
berguna untuk kesehatan remaja tersebut, khususnya untuk mencegah
dilakukannya perilaku seks pranikah, penularan penyakit menular
seksual, aborsi, kanker mulut rahim, kehamilan diluar nikah, gradasi
moral bangsa, dan masa depan yang suram dari remaja tersebut.
c. Hubungan seksual pranikah
Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan
mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang
berusia lebih dari 20 tahun. Remaja putri yang berusia kurang dari 18
tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko kematian dibandingkan dengan
wanita yang berusia 18-25 tahun akibat persalinan yang lama dan
macet,

perdarahan,

dan

faktor

lain.

Kegawatdaruratan

yang

berhubungan dengan kehamilan juga sering terjadi pada remaja yang

sedang hamil misalnya, hipertensi dan anemia yang berdampak buruk


pada kesehatan tubuhnya secara umum.
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja seringkali
berakhir dengan aborsi. Banyak survey yang telah dilakukan di negara
berkembang menunjukkan bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita
berusia di bawah 20 tahun adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau
salah waktu (mistimed). Aborsi yang disengaja seringkali berisiko lebih
besar pada remaja putri dibandingkan pada mereka yang lebih tua.
Banyak studi yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa kematian
dan kesakitan sering terjadi akibat komplikasi aborsi yang tidak aman.
Komplikasi dari aborsi yang tidak aman itu antara lain seperti yang
dijelaskan dalam buku Facts of Life yaitu:

Kematian mendadak karena pendarahan hebat


Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan

menyebabkan cacat pada anak berikutnya


Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen

pada wanita)
Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
Kanker hati (Liver Cancer)
Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan
menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat

pada saat kehamilan berikutnya


Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic

Pregnancy)
Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Selain itu aborsi juga dapat menyebabkan gangguan mental
pada remaja yaitu adanya rasa bersalah, merasa kehilangan harga diri,
gangguan kepribadian seperti berteriak-teriak histeris, mimpi buruk
berkali-kali, bahkan dapat menyebabkan perilaku pencobaan bunuh diri.

Anda mungkin juga menyukai