Disusun Oleh :
Yesi Nur Widyastuti
121.0221.015
Pembimbing :
dr. Ferdiana Yunita
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah diperiksa dan disetujui laporan evaluasi program berjudul
Menyetujui,
Pembimbing
Penguji II
Ditetapkan di
: Jakarta
Tanggal ujian
: 12 Desember 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah evaluasi program
yang berjudul : Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Puskesmas Kecamatan Cimanggis Periode Januari-Desember 2011.
Salah satu kegiatan kepaniteraan mahasiswa di bagian Ilmu Kedokteran
Komunitas adalah menilai suatu program di Puskesmas dengan menggunakan
pendekatan sistem. Dengan demikian mahasiswa dapat memahami konsep tentang
Depok,
Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ............ ii
DAFTAR ISI .......... iii
DAFTAR TABEL ...................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ....... 1
BAB I. PENDAHULUAN ......... 1
3
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 4.1
Tabel 4.2
ABSTRAK
YESI NUR WIDYASTUTI. 2012. Evaluasi Program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas
6
ABSTRACT
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
umum kesehatan masyarakat di Indonesia, sejak tahun 1986 jumlah kasusnya
cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat
kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin
lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus Dengue dan nyamuk
penularnya di berbagai wilayah Indonesia (Depkes RI, 2005). Penyakit ini
termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka
sesuai Undang-Undang No.4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, setiap penderita termasuk
tersangka DBD harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu
24 jam oleh unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai
pengobatan, dokter praktik swasta, dan lain-lain) (Depkes RI, 2005).
Demam berdarah dengue (DBD) ditandai dengan demam mendadak,
perdarahan di kulit maupun di bagian tubuh lainnya, dapat menimbulkan syok
atau renjatan, dan kematian. Penyakit ini telah menimbulkan berbagai keresahan
warga karena kasus DBD meningkat setiap tahunnya. DBD disebabkan oleh virus
dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang hidup di tempat-tempat yang
terdapat genangan air yang tidak beralaskan tanah, serta tempat sampah rumah
tangga termasuk ban bekas, kaleng bekas, bekas wadah air mineral dan tatakan
vas bunga. Selain merugikan bagi kesehatan, DBD dapat mengakibatkan kerugian
secara finansial dikarenakan besarnya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan
untuk kesembuhan dari penyakit tersebut (Depkes RI, 2007).
World Health Organization (WHO) mengestimasi 50 juta orang terinfeksi
penyakit demam berdarah setiap tahunnya. DBD mempunyai kecenderungan
kasusnya yang mudah meningkat dan meluas. Selain itu penyebaran DBD sulit
dikendalikan dan belum ada obatnya. Distribusi geografi secara potensial telah
menyebabkan perluasan tempat perkembangan vektor. Hal tersebut dipengaruhi
oleh ledakan pertumbuhan penduduk yang cepat dan pengaruh iklim. Saat ini
1
diperkirakan terdapat 100 negara yang berstatus endemi DBD dan 40% populasi
dunia berisiko karena tinggal di wilayah tropis (2,5 milyar orang) (WHO, 2009).
Di Indonesis penyakit ini selalu meningkat pada setiap awal musim hujan
dan menimbulkan kejadian luar biasa di beberapa wilayah. Penyakit tersebut juga
menimbulkan wabah lima tahunan di Indonesia, dimana wabah lima tahunan
terakhir terjadi tahun 2003/2004. Pada tahun 2007 di Indonesia dilaporkan
137.469 kasus demam berdarah. Case Fatality Rate (CFR) penyakit ini di Negara
berkembang berkisar antara 1-2,5%. Dengan demikian setiap 100 kasus demam
berdarah akan didapatkan 1-3 orang meninggal dunia karena penyakit tersebut
(Depkes RI, 2007).
Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, namun konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di
Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturutturut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta (1972). Pada tahun 1994 DBD telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Saat ini DBD sudah bersifat endemis
di banyak kota besar (Hadinegoro, 2004).
Berdasarkan data serangan DBD dalam beberapa tahun terakhir di Jawa
Barat, jumlah penduduk yang terjangkit DBD masih cukup tinggi. Tahun 2009
serangan DBD di Jawa Barat mencapai 23.209 kasus, diamana 231 orang
meninggal dunia. Tahun 2010 kasus Jawa Barat mencapai 23.951 dengan pasien
meninggal 166 kasus, dapat dilihat bahwa kasus DBD terus meningkat setiap
tahunnya (Dinkes Jabar, 2011).
Berdasarkan status endemisitas DBD, dari 63 kelurahan di Kota Depok,
setiap tahun jumlah kelurahan yang berstatus endemis semakin bertambah. Pada
tahun 2008 teridentifikasi 50 kelurahan endemis, lalu meningkat menjadi 51
kelurahan di tahun 2009. Tahun 2010 sudah tidak ada wilayah yang bebas dari
kejadian DBD (Dinkes Depok, 2011).
Untuk mengatasi masalah DBD di Indonesia, sejak tahun 2004 Departemen
Kesehatan telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi
Kesehatan
Kabupaten/Kota
untuk
melaksanakan
program
dan Dinas
nasional
pemberantasan jentik berkala, larvasidasi dan survei vektor. Selain itu juga
dilakukan kerjasama lintas program melalui Pokjanal DBD dan bulan bakti
gerakan 3M, pengobatan/tata laksana kasus termasuk pelatihan dokter serta
pengadaan sarana untuk buffer stock KLB DBD (Depkes, 2005).
Studi kualitatif yang dilakukan Tri Krianto di Depok (2007) memberikan
hasil bahwa a) pengetahuan masyarakat tentang penyebab DBD dan mekanisme
penularan virus dengue masih rendah, b) belum semua anggota masyarakat
menganggap bahwa DBD adalah penyakit yang serius, c) PSN 3M bukan tindakan
utama masyarakat dalam mencegah DBD, d) upaya pendidikan pencegahan dan
penanggulangan DBD belum optimal, e) kepedulian masyarakat terhadap
lingkungannya masih rendah.
Berdasarkan hal tersebut, saya mengambil Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah untuk dilakukan evaluasi agar
program ini dapat berjalan lebih baik lagi di tahun yang akan datang.
1.2. Masalah
Apakah Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular di
Puskesmas Kecamatan Cimanggis Periode Januari-Desember 2011 masih belum
dapat diketahui?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Menular di Puskesmas Kecamatan Cimanggis Periode Januari-Desember
2011
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya
masalah
yang
ada
dalam
pelaksanaan
Program
Demam
Berdarah
2011.
4. Diketahuinya alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan Program
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan
Cimanggis pada periode Januari-Desember 2011.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Puskesmas
1. Mendapat masukan mengenai masalah yang terdapat pada pelaksanaan
program
Puskesmas,khususnya
program
pencegahan
dan
masukan
mengenai
alternatif
penyelesaian
masalah
Bagi Universitas
Merealisasikan tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. DBD
adalah penyakit yang dapat menyerang orang dewasa dan anak-anak yang ditandai
dengan demam yang mendadak serta timbulnya gejala klinis yang tidak khas.
Terdapat kecenderungan diathesis hemoragic dan risiko terjadinya syok yang
dapat berakibatkan kematian (Depkes, 2005).
2.1.2 Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue. Virus Dengue Virus dengue
termasuk dalam group B Artropod borne viruse (arboviruses) yaitu virus yang
ditularkan melalui serangga. Terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan
DEN 4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
kekebalan terhadap serotipe yang bersangkutan, namun tidak dapat memberikan
proteksi silang terhadap serotipe yang lain. DBD terjadi bila beberapa virus
ditularkan secara serentak. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam menemukan
vaksin terhadap virus dengue. Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia, tetapi yang banyak berkembang di masyarakat
adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga, dimana virus dengue 3 mempunyai
derajat virulensi yang tinggi (Suhendro, 2006).
2.1.3 Epidemiologi
di
seluruh
propinsi
Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dalam air yang jernih dan tenang di
lingkungan perumahan, pabrik maupun industri. Tempat bertelur dapat ditemukan
di dalam rumah (bak mandi, tempat penyimpanan air, bak cuci kaki, tempat
minum burung, vas bunga dan lain-lain) maupun di luar rumah (ban bekas,
botol/gelas minuman dan lain-lain yang dapat menampung air di musim hujan).
Habitat jentik yang alami sering ditemukan di lubang pohon, bekas potongan
bambu, ketiak daun dan tempurung kelapa. Keadaan ini menyebabkan populasi
nyamuk meningkat pada musim hujan (Ditjen P2M & PL Depkes RI, 2004).
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan lembab tepat diatas batas air.
Setelah perkembangan embrio sempurna dalam 24 jam, telur menetas saat
tergenang air. Namun tidak semua telur menetas pada saat yang bersamaan. Telur
mampu bertahan dalam keadaan kering dalam waktu yang lama (lebih dari satu
tahun) dan akan menetas saat tergenang air. Kemampuan telur ini membantu
kemampuan spesies selama kondisi iklim yang tidak menguntungkan (Ditjen P2M
& PL Depkes RI, 2004).
Jarak terbang
pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), jadi
untuk menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolik,
misalnya 100/90 mmHg berarti tekanan nadi 10 mmHg atau hipotensi
(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), kulit dingin
dan lembab. Syok harus bisa segera ditangani, apabila tidak, akan
terjadi asidosis metabolik, perdarahan saluran cerna hebat atau
perdarahan lain, yang berprognosis buruk.
e. Trombositopeni
Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000/mm3 atau < 1-2
trombosit / lapangan pandang dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan
pada 10 lpb, pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada
peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah
htrombosit < 100.000/mm3 biasanya ditemukan antara hari sakit ke-3
sampai hari sakit ke-7. Pemeriksaan trombosit perlu di ulang sampai
terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.
Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila
normal maka diulang pada hari sakit ke-3 tetapi bila perlu diulang
setiap hari sampai suhu turun.
f. Hemokonsentrasi / kadar hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit (Ht) atau hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pememeriksaan Ht secara
berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan
Ht. Hemokonsentrasi dengan peningkatan Ht 20% atau lebih (misalnya
dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan perembesan plasma. Nilai Ht dipengaruhi oleh penggantian
cairan atau perdarahan (WHO, 2009).
2.1.6. Kriteria Diagnosis DBD
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis
menurut WHO terdiri dari kriteria klinis dan laboratories. Kriteria klinis antara
lain :
9
kriteria
klinis
pertama
ditambah
trombositopenia
dan
dikurangi,
sebab
masih
belum
adanya
vaksin
yang
dapat
10
pedoman
pemberantasan
DBD
dari
direktorat
jenderal
Tujuan Umum
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap masysarakat agar terhindar dari peyakit DBD melalui terciptanya
masysarakat yang hidup dari perilaku dan lingkungan yang sehat dan terbebas
dari penyakit DBD serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu dan merata.
2.
Tujuan Khusus
a. Menurunkan angka insiden kasus DBD menjadi 20/100.000 penduduk di
daerah endemis dan 5/100.000 penduduk secara nasional sampai tahun
2010.
b. Tercapainya angka bebas jentik (ABJ) > 95%
c. Menurunkan angka kematian DBD < 1%
d. Daerah KLB < 5%
2.2.2. Kegiatan
Kegiatan program pemberantasan penyakit DBD meliputi:
1. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah satu elemen yang sangat penting dalam
sistem penanggulangan DBD yang telah dilaksanakan. Kegiatan ini bertujuan
untuk mencatat, menilai dan melaporkan hasil kegiatan penanggulangan DBD
yang telah dicapai. Pencatatan dan pelaporan dibakukan berdasarkan klasifikasi
dan tipe penderita. Semua unit pelaksana harus melakukan sistem dan
pencatatan yang baku. Pencatatan dan pelaporan dilakukan berjenjang dalam
kurun waktu secara harian, bulanan, triwulan, semester dan tahunan.
2. Penyelidikan epidemiologi (PE)
Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita panas
atau yang 1 minggu yang lalu menderita panas dan pemeriksaan jentik di
rumah kasus DBD dan rumah sekitarnya dalam radius 100 m atau lebih kurang
11
20 rumah, serta di sekolah jika kasus DBD adalah anak sekolah. Hasil
penyelidikan epidemiologi ada 2 yaitu PE (+) atau PE (-) digunakan untuk
menentukan penanggulangan kasus.
Penyelidikan epidemiologi positif yaitu ditemukan 3 atau lebih kasus
demam tanpa sebab yang jelas dan atau ditemukan 1 kasus yang meninggal
karena sakit DBD dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah di
sekitarnya, sedangkan PE negatif adalah kecuali tersebut pada PE positif.
Tujuan penyelidikan epidemiologi adalah untuk mengetahui ada/tidaknya kasus
DBD tambahan dan luasnya penyebaran serta mengetahui kemungkinan
terjadinya penyebarluasan penyebaran penyakit DBD lebih lanjut di lokasi
tersebut.
Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas Puskesmas yang telah
dilatih meliputi pencarian kasus tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik
Aedes Aegypti. Kegiatan ini segera dilaksanakan setelah menerima laporan
kasus dalam waktu maksimal 3x24 jam. Hasilnya kemudian dicatat pada form
PE untuk digunakan sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus.
Langkah-langkah pelaksanaan PE adalah sebagai berikut:
1) Setelah menerima laporan adanya kasus/tersangka DBD, petugas
Puskesmas/ koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan harian
penderita penyakit DBD dan menyiapkan peralatan survei (tensimeter,
senter dan formulir PE) serta menyiapkan surat tugas;
2) Petugas Puskesmas melapor kepada lurah dan ketua RT/RW setempat
bahwa di wilayahnya terdapat penderita/tersangka penderita DBD dan
akan dilaksanakan PE. Lurah/kader akan memerintahkan ketua RW agar
pelaksanaan PE dapat didampingi oleh ketua RT, kader atau tenaga
masyarakat lainnya. Keluarga penderita/tersangka penderita DBD serta
keluarga lainnya juga membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan PE;
3) Petugas Puskesmas melakukan wawancara dengan keluarga untuk
mengetahui ada/tidaknya penderita panas saat itu dan dalam kurun waktu
1 minggu sebelumnya. Bila terdapat penderita panas tanpa sebab yang
jelas, saat itu akan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya tanda
perdarahan di kulit dan uji tourniquet. Selanjutnya petugas melakukan
12
Telur menjadi larva yang kemudian mencari makan dengan memangsa bakteri
yang ada di air tersebut. Karena itu tidak heran bila nyamuk penyebab demam
berdarah ini berkembang biak pada genangan air, terutama yang kotor.
Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk Aedes
aegypti yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air yang kotor.
Pemberantasan sarang nyamuk merupakan serangkaian kegiatan untuk
meningkatkan peran serta dan swadaya masyarakat dalam rangka memberantas
nyamuk Aedes aegypty. Tujuan kegiatan PSN adalah memberantas nyamuk
Aedes aegypti dengan menghilangkan tempat-tempat perindukan/sarang
nyamuk sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi.
Pelaksana PSN-DBD adalah individu, keluarga atau masyarakat. Kegiatan
dilakukan secara berkesinambungan dan bisa secara massal/serentak.
Pertama adalah membunuh nyamuk, baik dengan pestisida maupun
dengan ovitrap, yakni dengan bak perangkap yang ditutup kasa. Penggunaan
pestisida, selain memerlukan biaya dan berbahaya pada manusia, juga akan
memicu munculnya nyamuk yang resistan, sehingga cara ini bukanlah cara
yang efektif untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek, cara ini masih bisa
digunakan. Cara kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak
terinfeksi oleh virus dengue. Jika nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus
dengue, otomatis manusia tidak akan pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara
ini digunakan oleh beberapa peneliti untuk mengatasi masalah malaria. Namun,
pengembangan cara ini masih memerlukan puluhan tahun untuk bisa
diaplikasikan. Cara yang ketiga adalah pemberantasan sarang nyamuk yang
efektif dan efisien melalui kegiatan 3-M, yaitu menguras, menutup/menabur
abate di tempat penampungan air, dan mengubur/menyingkirkan barang-barang
bekas
yang
memungkinkan
dijadikan
tempat
perindukan
dan
perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Cara inilah yang efektif yang
bisa kita lakukan dengan kondisi kita saat ini.
Sasaran PSN-DBD adalah semua tempat yang dapat menjadi sarang
nyamuk, alami ataupun buatan, baik di dalam maupun di luar rumah, serta
tempat-tempat umum (termasuk bangunan kosong dan lahan tidur).
15
bakti
PSN-DBD
secara
serentak
dan
berkala
untuk
16
program
Usaha
Kesehatan
Sekolah
(UKS).
Kegiatan
formulir
PJB-1.
Kemudian
minta
tandatangan
kepala
17
Dilakukan
dengan
pelatihan
tatalaksana
kasus,
petugas
Mempunyai elemen/komponen;
Mempunyai batas;
Mempunyai lingkungan;
Masukan;
Proses;
Keluaran;
Tujuan.
18
19
Proses
Proses
Masuka
Masukan
n
Keluara
Keluaran
n
Dampa
Dampak
k
Umpan Balik
Gambar 2.1. Skema Pendekatan Sistem
2.3.4. Pendekatan SistemSumber: Pengantar Administrasi
Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang telah ditetapkan bersama. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu
dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara
keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk
mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini
diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip
pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system
approach).
Pada saat ini batasan tentang pendekatan sistem banyak macamnya,
beberapa yang terpenting adalah:
1) Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan
rasional
dalam
merancang
suatu
rangkaian
komponen
yang
Kedua,
untuk
menguraikan
sesuatu,
sebagai
hasil
dari
22
BAB III
BAHAN DAN METODE EVALUASI
3.1. Tolok Ukur Penilaian
Evaluasi dilakukan pada Program Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Puskesmas Kecamatan Cimanggis bulan Januari-Desember 2011.
Sebagai langkah awal, akan ditetapkan indikator untuk mengukur keluaran
sebagai keberhasilan dari suatu program, kemudian membandingkan hasil
pencapaian tiap-tiap indikator keluaran dengan tolok ukur masing-masing. Hal ini
berguna untuk mengidentifikasi masalah yang ada pada pelaksanaan program.
Sumber rujukan tolok ukur penilaian yang digunakan adalah:
1. Standar Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Volume 2
Edisi 1 tahun 2002.
2. Kebijaksanaan Program P2-DBD Departemen Kesehatan RI tahun 2004.
3. Buku Pedoman kerja Puskesmas Jilid II Tahun 1999.
4. Stratifikasi Puskesmas tahun 2003.
Tabel 3.1 Tolok Ukur Keluaran
No
1.
Variabel
Angka kesakitan
2.
Angka kematian
3.
Angka
penemuan kasus
DBD
Angka
kemampuan
kader
mendeteksi dini
Angka penderita
4.
5.
Tolok Ukur
50 per
1000
penduduk
Jml Penderita DBD yang meninggal x100%
<1%
Jml Seluruh penderita DBD
Jml Kasus yang ditemukan x100%
80%
Jml Penduduk
Jml kader yang terlatih
x 100%
Jml seluruh kader yang ada
70%
80%
23
6.
7.
DBD tertangani
Angka Bebas
Jentik
Angka House
Indeks
>95%
30%
Data Primer
Diperoleh melalui wawancara dengan koordinator program pelaksana P2D
di Puskesmas Kecamatan Cimanggis.
2.
Data Sekunder
Diperoleh dari dokumentasi puskesmas berupa laporan bulanan P2D di
standar atau target unsur sistem dari suatu program sebagai syarat agar
program dapat terlaksana dengan baik.
2. Membandingkan keluaran pada pencapaian program dengan tolok ukur
untuk mencari adanya kesenjangan. Tujuan pembandingan keluaran pada
program dengan tolok ukur adalah agar suatu masalah dapat diidentifikasi
apabila terdapat kesenjangan antara keluaran pada program dengan
keluaran pada tolok ukur;
3. Menetapkan prioritas masalah.
Penentuan prioritas masalah harus dilakukan jika terdapat lebih dari satu
masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan sumber daya,
serta kemungkinan adanya masalah-masalah tersebut berkaitan satu
dengan yang lainnya. Masalah yang dianggap paling besar, mudah
diintervensi, dan paling penting, akan menjadi prioritas. Penentuan
prioritas masalah dilakukan menggunakan teknik kriteria matriks yang
terdiri dari 3 komponen:
1) Pentingnya masalah (I), yang terdiri dari:
a. Besarnya masalah (P)
b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (S)
c. Kenaikan besarnya masalah (RI)
d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (DU)
e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (SB)
f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (PB)
g. Suasana politik (PC)
2) Kelayakan teknologi (T)
Makin layaknya teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk
mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
3) Sumber daya yang tersedia (R)
Terdiri dari man, money, material, makin tersedia sumber daya
yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan
masalah tersebut.
Selanjutnya beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5
(sangat penting) pada tiap kotak dalam matriks sesuai dengan jenis
masalah masing-masing. Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah
yang memiliki nilai I x T x R tertinggi.
4. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan.
25
Variabel
Tenaga
Dana
Sarana
Metode
Tolok Ukur
Dokter : 1 orang
Perawat : 1 orang
Kader : 1 orang
Analis : 1 orang
Adanya dana yang diperlukan untuk mendukung program yang berasal dari :
a. APBN menyediakan seluruh Buffer Stock
b. APBD Menyediakan anggaran dan pelatihan, supervisi dan monitoring,
jaminan mutu laboratorium,kegiatan pemecahan masalah serta
pengembangan SDM, Swadana puskesmas Menyediakan anggaran
operasional,reagen,
pemeliharaan,
Pelaksanaan
pencegahan
dan
penanggulangan DBD
c. Swadaya masyarakat
Tersedianya sarana:
1. Bubuk Abate
2. Formulir pemeriksaan jentik berkala
3. Formulir penyelidikan epidemiologi
4. Tersedianya bahan penyuluhan (Leaflet, buku, dll)
5. Daftar Kepala keluarga per RT dan RW
6. Tersedianya alat semprot minimal 4 buah
7. Tersedianya insektisida sesuai kebutuhan
8. Tersedianya alat komunikasi minimal 1 buah faksimili dan telepon/PKC
Medis
1.
Pendataan, anamnesa, pemeriksaan fisik
2.
Ditekankan pada upaya penemuan kasus DBD
Non medis
26
4
5
Variabel
Perencanaan
Tolok Ukur
Terdapat rencana kerja yang tertulis dan jadwal sesuai dengan
program kerja puskesmas.
Pengorganisasian 1. Terkait dalam penanggulangan demam berdarah.
2. Adanya tugas dan wewenang.
3. Adanya struktur organisasi dan staffing pelaksana program.
4. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.
a. Dokter umum sebagai pemeriksa di puskesmas
b. Perawat sebagai perawat dan wasor program Demam
Berdarah di puskesmas
c. Kader sebagai panutan dan penggerak masyarakat dalam
pelaksanaan penanggulangan DBD
5. Analis sebagai pemeriksa laboratorium Demam Berdarah
Pelaksanaan
1. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dilaksanakan dengan
memeriksa seluruh rumah pada tiap-tiap RW.
2. Penyelidikan Epidemiologi segera dilaksanakan setelah menerima
laporan kasus dalam waktu maksimal 3 x 24 jam.
3. Fogging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m selang
waktu 1 minggu.
4. Fogging masal dilakukan 2 siklus di seluruh wilayah suspek KLB
dengan selang waktu 1 bulan.
5. Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter, paramedis atau kader
terlatih mengenai penyakit demam berdarah dengue.
6. Para pemimpin pemerintah, tokoh masyarakat baik formal maupun
informal mengkomunikasikan dan memotivasi masyarakat
umum untuk melaksanakan penanggulangan demam berdarah
dengue dalam pertemuan yang dilaksanakan secara rutin.
7. Gerakan PSN di seluruh RW.
8. Pertemuan lintas sektoral tingkat kelurahan minimal per 3 bulan.
Pencatatan dan
Adanya catatan, penilaian dan pelaporan hasil kegiatan
pelaporan
penanggulangan demam berdarah dengue yang telah dicapai
Pengawasan
Adanya pengawasan eksternal maupun internal
Variabel
Lingkungan
Fisik
Nonfisik
Umpan balik
Tolok Ukur
1. Lokasi pemeriksaan mudah terjangkau
2. Fasilitas kesehatan tersedia
Pendidikan penduduk minimal SMA
Masukan hasil pencatatan dan pelaporan untuk perbaikan program
selanjutnya
BAB IV
29
PENYAJIAN DATA
4.1 DATA UMUM
4.1.1 Data Umum Puskesmas Cimanggis
4.1.1.1 Kondisi Geografi
Puskesmas DTP Cimanggis terletak di wilayah Kelurahan Curug
Kecamatan Cimanggis. Luas wilayah kerja Puskesmas DTP Cimanggis 350 km 2
dengan tingkat kepadatan penduduk 119/km2. Wilayah kerja meliputi 2 Kelurahan,
yaitu Kelurahan Cisalak Pasar dan Kelurahan Curug. Jarak dari tiap kelurahan ke
fasilitas kesehatan (Puskesmas DTP Cimanggis) cukup mudah dijangkau dengan
berbagai alat transportasi.
30
Kelurahan
Jarak terjauh
ke Puskesmas
Rata-rata waktu
tempuh
1.
Cisalak Pasar
2,5
20 Menit
Kondisi
Ketergantunga
n
Biasa
2.
Curug
2,0
15 Menit
Biasa
Sumber
Data :
Profil
Kelurahan
Jumlah RW
Jumlah
Posyandu
Cisalak Pasar
19
Jumlah
Kader
75
Luas
Wilayah
(km2)
165
31
2.
Curug
11
16
70
185
Total
20
35
145
350
perempuan.
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di
Puskesmas DTP Cimanggis Tahun 2011
No
Golongan
Tahun 2011
Umur
L
P
Total
1
04
2.275
2.002
4.277
2
5 - 14
3.946
3.823
7.769
3
15 44
12.944 12.625 25.569
4
45 64
3.936
3.646
7.582
5
>65
546
611
1.157
Jumlah
21741 19771 46,354
Sumber :Kantor Kecamatan Cimanggis
produktif (15 64 tahun) pada tahun 2011 adalah sebesar 33151 jiwa
atau 71,51 % dari total penduduk di wilayah Puskesmas DTP
Cimanggis. Artinya jumlah penduduk usia produktif lebih dari setengah
jumlah penduduk di wilayah Puskesmas DTP Cimanggis. Sedangkan
jumlah penduduk usia lanjut (> 65 tahun) tahun 2011 sebesar 1157 jiwa
atau 2,49 %. Berbeda dengan kelompok umur 0 14 tahun dan 15 64
32
Kelurahan
Cisalak Pasar
Curug
Jumlah
Laki-laki
12,590
11,058
23,648
Perempuan
12,027
10,680
22,707
Total
24,617
21,738
46,355
1.
Kelurahan
Cisalak
Pasar
2.
Curug
Jumlah
Tingkat Pendidikan
Tidak/
belum
pernah
sekolah
1.218
Belum
Tamat
SD
SD/
MI
SMP/
MTs
SMA/
SMK/
MA
Diplo
ma
Univer
sitas
Jumlah
124
1.993
3.872
4.890
2.111
1.231
15.439
423
1.641
143
267
2822
4.815
1.641
5.513
1.434
6.324
669
2.870
446
1.677
7.578
23.017
tingkat
pendidikan
SMA/SMK/MA
sebesar
27,47%.
b) Laboratorium
7.) Upaya Kesehatan Pengembangan
a) Puskesmas dan Rawat Inap
b) Upaya kesehatan USILA
c) Upaya kesehatan Mata/ Pencegahan Kebutaan
d) Upaya
Kesehatan
Telinga/
Pencegahan
Gangguan
Pendengaran
e) Penangguhan dan Penanggulanan Penyakit Gigi
f) Perawatan Kesehata Masyarakat
g) Bina kesehatan Tradisional
h) Bina Kesehatan Kerja
4. Jaringan Pelayanan Puskesmas yaitu :
1.) Unit Puskesmas Pembantu
2.) Unit Bidan di Desa / Komunitas
4.1.1.4 Sumber Daya Kesehatan
Sumber Daya Manusia (Ketenagaan)
Tabel 4.6 Keadaan Tenaga di Puskesmas DTP Cimanggis berdasarkan
Tingkat Pendidikan Tahun 2011
No
1
2
3
4
5
6
Jenjang Pendidikan
Medis
a. Dokter Umum
b. Dokter Gigi
Keperawatan
D3 Keperawatan
D3 Kebidanan
D3 Kesehatan Gigi
SPK Perawat Kesehatan
D1 Kebidanan
SPRG
Kefarmasian
a. Apoteker
b. SMF/SAA
Kesehatan Masyarakat
a. S1 Kesehatan Masyarakat
b. D3 Sanitarian
c. D1 Gizi
d. D1 Sanitarian
Analis Lab
Tenaga Non Kesehatan
a. Sarjana Non Kesehatan
b. SLTA
c. SLTP
d. SD sederajat
Jumlah
Keterangan
6
2
1 Kepala Puskesmas
1
1
0
7
5
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
36
Jumlah Seluruhnya
Tenaga Kesehatan
Tenaga Non Kesehatan
30
27
3
Bangunan
Utama
Jenis Barang
1.
2.
3.
Keadaan saat
ini
Rusak berat
Baik
Keterangan
Diusulkan
penghapusan.
-
Baik
Jenis Barang
Keterangan
Rusak berat
Baik
Diusulkan
penghapusan
-
Baik
38
Tanah
Puskesmas DTP Cimanggis dibangaun diatas tanah Bekas Tanah Negara
yang terletak di Jalan Raya Bogor KM 33 Kelurahan Curug Kecamatan
Cimanggis Kota Depok seluas 1.919 M2 dengan Status Tanah Hak Pakai
Sertifikat No. 00006 Tanggal 14 Februari 2002
Adapun jumlah sarana penunjang kesehatan di lingkungan Puskesmas DTP
Cimanggis baik yang didirikan oleh pemerintah daerah maupun yang dimiliki oleh
pihak swasta dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.9 Sarana Kesehatan di Wilayah Puskesmas DTP Cimanggis Tahun
2011
No
SARANA
JUMLAH
1.
Puskesmas
2.
RSU Swasta
3.
BP Swasta
14
4.
RB Swasta
5.
Dokter Gigi
12
6.
32
7.
25
8.
Apotik
11
9.
Laboratorium
10.
Klinik 24 jam
11.
Optik
12.
Pengobat Tradisional
12
39
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
26
41
d.
Puskesmas lainnya.
Jumlah pertemuan lintas sektoral
Dapat dilakukan 3 kali setahun karena sulit mempertemukan aparat yang
terkait.
Pemeriksaan Jentik Berkala
Dilakukan oleh 2 orang jumatik untuk 4 RW. Idealnya 1 RW memiliki 1
orang Jumantik. Untuk memeriksa rumah dengan 1 tempat penampungan air,
seorang jumantik memerlukan waktu 2-3 menit. Pemeriksaan jentik ini
umumnya dilakukan oleh jumantik tiap hari sabtu-minggu (hari libur).
Dikecamatan Cimanggis ini mempunyai 2 kelurahan, kelurahan Cisalak
Pasar 9 RW dengan 4.785 unit rumah, dan kelurahan Curug 11 RW dengan
3580 unit rumah, dan apabila tiap rumah hanya mempunyai satu tempat
penampungan air, maka diperlukan 240 jam untuk memeriksa keseluruhan
rumah di Cisalak Pasar dan sekitar 179 jam di Kelurahan Curug.
Namun dalam pelaksanaannya, seorang jumantik hanya satu-dua kali
seminggu datang untuk memeriksa jentik, dengan waktu kerja 10-20 jam
perminggu, sehingga tidak dapat mencapai target. Selain itu banyak warga
yang berpergian dihari libur, sehingga rumah dikunci karena tak ada orang,
akibatnya jumantik tidak bisa bekerja.
42
BAB V
HASIL EVALUASI
5.1. Penetapan Masalah
Masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara pencapaian
keluaran dengan tolok ukurnya. Tabel berikut menunjukkan masalah yang di
temukan dalam keluaran dalam program pencegahan dan pemberantasan
penyakit DBD di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, tahun 2011.
Tabel 5.1 Masalah Keluaran Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
DBD di Puskesmas Kecamatan Cimanggis, tahun 2011
43
Variabel
Tolok Ukur
Pencapaian
Masalah
Keluaran
Angka kesakitan
Jml penderita DBD x100.000
Jumlah penduduk
50 per 100.0000
penduduk
26
x 100000 =
56,90
46354
(+)
<1%
0 x100% = 0%
26
(-)
80%
26 x 100% = 100%
26
(-)
(-)
Angka kematian
Jml penderita DBD yg meninggalx 100%
Jml seluruh penderita DBD
70%
80%
26 x100% = 100%
26
(-)
95%
7.105 x 100% =
92,60%
7.673
(+)
30%
44
P
4
S
3
RI
3
DU
5
SB
3
PB
4
PC
5
T
5
R
5
Nilai
675
700
Keterangan :
P
= Prevalence
= Severity
45
PB
= Public concern
PC
=Political climate
RI
= Rate of increase
= Technical feasiability
DU
= Resources availability
SB
= Social benefit
46
yang diberi nilai 3. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih ingin angka kesakitan yang
cepat terselesaikan dibandingkan dengan angka rumah bebas jentik.
Pada SB (Social Benefit) yaitu keuntungan sosial jika maslah teratasi, pada
angka kesakitan diberkan nilai 3, sedangkan pada angka angka rumah bebas jentik
diberikan nilai 5. Pada angka rumah bebas jentik diberi nilai lebih besar karena
diharapkan dengan meningkatnya angka rumah bebas jentik maka penularan penyakit
Demam Berdarah semakin menurun dan angka kesakitan juga akan menurun
sehingga tidak akan terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah DBD kembali sehingga
tidak membuat pengeluaran bertambah untuk pengobatan penyakit.
Pada PB (Public Concern) atau rasa prihatin masyarakat, nilai diberikan lebih
besar pada angka kesakitan yaitu 4, sedangkan angka rumah bebas jentik diberikan
nilai 3. Hal ini karena tingginya harapan masyarakat jika angka kesakitan diturunkan
terlebih dahulu, kemungkinan hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai pencegahan penyakit dengan bebas jentik di rumah.
PC (Political Climate) atau suasana politik yang terbangun saat ini
memungkinkan bahwa diberikan nilai yang sama pada angka kesakitan maupun
angka rumah bebas jentik. Pemerintah sering kali mengiklankan mengenai
penggunaan bubuk abate untuk membunuh jentik dan pentingnya pelaksanaan 3M.
Pemerintah juga terbukti peduli dengan angka kesakitan penduduk yang tinggi, yaitu
dengan adanya pengobatan DBD gratis, di Jakarta sendiri terdapat kartu sehat untuk
pengobatan gratis di rumah sakit pemerintah.
Pada T (Technical Feasibility) atau kelayakan teknologi yang tersedia saat ini
diberikan nilai yang sama yaitu 5. Pada angka kesakitan dan angka rumah bebas
jentik telah tersedia sarana dan prasarana yang memadai untuk pelayanan pengobatan
kesakitan penyakit DBD dan untuk pelayanan bebasnya jentik nyamuk di rumah
warga.
Variabel sumber daya yang tersedia atau Resources Availibility (R) diberikan
nilai yang sama untuk keduanya. Angka kesakitan dan Angka rumah bebas jentik,
karena tersedianya tenaga dan dana kesehatan di puskesmas dan adanya kader yang
tersedia untuk mengatasi masalah tersebut.
Keluaran:
Angka rumah bebas jentik lebih rendah dari standar 95% yaitu 92,60%
Pengorganisasian
Dana
Medis dan Nonmedis
Nonmedis
Sarana
PJB
Penyuluhan
Tenaga
Fogging
Medis
MASUKAN
Metode
PSN
Pertemuan
pelaksanaan
Pencatatan, pelaporan
Perencanaan tertulis
Nonfisk
Penilaian
Fisik
Perencanaan
Masukan hasil laporan
PROSES
LINGKUNGAN
UMPAN BALIK
Variabel
Tolak Ukur
Pencapaian
Mas
alah
Masukan
a.
Tenaga
Dokter : 1 orang
Perawat : 1 orang
Kader : 1 orang
Analis : 1 orang
b. Sarana
a) Medis
1.
2.
b) Non
medis
c.
Tempat
pelayanan
pengobatan
Tersedia
sarana
medis
(stetoskop, senter, timbangan,
termometer)
2.
Bubuk Abate
3.
Formulir
pemeriksaan
jentik
berkala
4.
Formulir penyelidikan
epidemiologi
5.
Tersedianya bahan penyuluhan
(Leaflet, buku, dll)
6.
Daftar Kepala keluarga per RT
dan RW
7.
Tersedianya alat semprot minimal
4 buah
8.
Tersedianya insektisida sesuai
kebutuhan
9.
Tersedianya
alat
komunikasi
minimal 1 buah faksimili dan
telepon/PKC
M
Pendataan,
anamnesa, pemeriksaan fisik
2.
Ditekanka
n pada upaya penemuan kasus
DBD
Non Medis Pelaksanaan strategi penyuluhan
dan penjaringan suspek secara
pasif
etode
Medis
1.
Dokter : 6 orang
Perawat : 9 orang
Kader : 145 orang
Analis : 1 orang
Tersedia
(-)
Tersedia
(-)
Tersedia
Tersedia
(-)
(-)
Tersedia
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
Tersedia
(-)
Tersedia
(-)
Tersedia
Terlaksana
(-)
Terlaksana
(-)
Terlaksana
(-)
d.
D
ana
2.
Proses
Perencanaan
telah
(-)
Terdapat
perencanaan
program yang jelas
(-)
Terkait
dalam
Kepala Puskesmas
penanggulangan
demam
berdarah.
2. Adanya tugas dan wewenang
dari unsur-unsur yang Adanya
struktur
organisasi
dan
staffing pelaksana program.
KesMas
3. Adanya pembagian tugas dan
tanggung jawab yang jelas.
a. Dokter umum sebagai
Kes Ling
P2P
pemeriksa di puskesmas
b. Perawat sebagai perawat
dan
wasor
program
Dokter umum sebagai
Demam
Berdarah
di
pemeriksa
di
puskesmas
c. Kader sebagai panutan dan puskesmas
penggerak
masyarakat a. Perawat sebagai perawat dan
wasor program Demam
dalam
pelaksanaan
Berdarah di puskesmas
(-)
Pengorganisas 1.
ian
Dana
operasional
terpenuhi.
d.
penanggulangan DBD
b.
Analis sebagai pemeriksa
laboratorium
Demam
Berdarah
c.
1.
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
tidak dilaksanakan di seluruh
rumah pada tiap-tiap RW.
2.
Penyelidikan Epidemiologi segera
dilaksanakan
setelah
menerima laporan kasus
dalam waktu maksimal 1x 24
jam.
3.
Fogging fokus dilakukan setelah
menerima laporan kasus.
4.
Fogging masal dilakukan 2 siklus
di seluruh wilayah suspek
KLB dengan selang waktu 1
bulan.
5.
Penyuluhan dapat diberikan oleh
dokter, paramedis atau kader
terlatih mengenai penyakit
demam berdarah dengue.
6.
Para pemimpin pemerintah, tokoh
masyarakat
baik
formal
maupun
informal
mengkomunikasikan
dan
memotivasi
masyarakat
umum untuk melaksanakan
penanggulangan
demam
berdarah
dengue
dalam
pertemuan yang dilaksanakan
secara rutin.
7.
Gerakan PSN tidak dilakukan di
seluruh RW.
8.
Pertemuan lintas sektoral tingkat
kelurahan dilakukan per 3
bulan.
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
Penilaian
Lingkungan
Lingkungan
fisik
Lingkungan
non fisik
4.
Umpan Balik
5.
Dampak
(+)
(-)
oleh
(-)
Lokasi pelayanan
mudah terjangkau
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
Sumber : Wawancara Kepala Kesehatan Lingkungan dan Laporan Tahunan Puskesmas DTP
Cimanggis Tahun 2011
2. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) tidak dilaksanakan di seluruh rumah pada tiaptiap RW.
2.
3.
4.
5.
Kurang tersedianya
bahan penyuluhan
(Leaflet, buku, dll).
Tidak semua
melakukan gerakan
PSN di seluruh RW.
Laporan tertulis
dilakukan secara
periodik bulanan, dan
tahunan, namun tidak
dilakukan laporan
triwulan dan
semesteran.
Penduduk yang tidak
mencapai pendidikan
SMA 53,16%
Pemeriksaan Jentik
Berkala (PJB) tidak
dilaksanakan di
seluruh rumah pada
tiap-tiap RW
C
3
T
3
R
3
Nilai
27
80
30
48
100
bebas jentik masih rendah. Pada poin 1,3 dan 4 diberi nilai 3 karena pada hal tersebut
dirasa kekurangan bukan dari sumber daya namun tingkat pengetahuan.
Berdasarkan tabel teknik kriteria matriks di atas maka urutan prioritas
penyebab masalah adalah tidak dilaksanakannya PJB di semua rumah.
5.5 Pemecahan Masalah
Prioritas masalah yang ditemukan pada Program P2P DBD di Puskesmas
Kecamatan Cimanggis periode Januari-Desember tahun 2011 adalah angka rumah
bebas jentik yang masih rendah dibandingkan dengan tolok ukur yaitu
Berdasarkan kerangka konsep, kriteria matriks dan
92,6%.
Efektifitas
M
I
V
Efisiensi
C
Jumlah
(M x I x
V) / C
25
16
Berikut ini adalah rincian rencana penyelesaian masalah yang telah disebutkan
diatas :
1. Penyegaran dan pemberian motivasi kepada petugas Puskesmas dan kader yang
ikut seta dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit DBD.
1) Tujuan
a. Menyiapkan kader berkualitas untuk mengikuti pelaksanaan program
pemberantasan dan pencegahan penyakit demam berdarah.
b. Penyegaran kembali mengenai program pemberantasan dan pencegahan
penyakit
demam
berdarah
secara
berkesinambungan
termasuk
9) Anggaran dana
Jasa tenaga pengajar
Jasa ketua program
Foto kopi materi
Kosumsi
Alat tulis
Notebook & proyektor
Biaya tak terduga
Total dana
1 x Rp100.000
1 x Rp 50.000
20 x Rp 5.000
20 x Rp 15.000
= Rp 100.000
= Rp
50.000
= Rp 100.000
= Rp 300.000
= Rp 20.000
= Milik puskesmas
= Rp 100.000 +
= Rp 670.000
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil laporan evaluasi program diatas dapat diambil beberapa kesimpulan
yaitu :
1. Masih tinginya angka kesakitan DBD di Kecamatan Cimanggis yaitu 57 per
100.000 penduduk pada periode Januari Desember 2011.
2. Angka Rumah Bebas Jentik lebih rendah dari standar 95% yaitu 92,60%.
3. Yang menjadi prioritas masalah pada Program pencegahan dan Pemberantasan
Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kecamatan Cimanggis adalah Angka
Rumah Bebas Jentik lebih rendah dari standar 95% yaitu 92,60%.
4. Yang menjadi prioritas penyebab masalah yang ada dalam pelaksanaan Program
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Cimanggis
pada periode Januari-Desember 2011 adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
tidak dilaksanakan di seluruh rumah pada tiap-tiap RW
5. Prioritas penyelesaian masalah pada Program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Cimanggis pada periode
Januari-Desember 2011 adalah penyegaran dan pemberian motivasi kepada
petugas Puskesmas dan kader yang ikut seta dalam pelaksanaan program
pemberantasan penyakit DBD.
Saran
Agar program program pemecahan masalah dapat berjalan dengan baik,maka
diharapkan :
1. Meningkatkan penyuluhan tentang DBD dan pentingnya partisipasi dari
seluruh masyarakat dalam melaksanakan progran PSN dan PJB kepada
masyarakat oleh puskesmas dan kader.
2. Program yang diajukan dilaksanakan tepat waktu dan sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi ke-3. 1996.: Binarupa Aksara,:
17-34. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI
Dinas Kesehatan Kota Depok. 2011. Profil Kesehatan Kota Depok. Dinkes
Depok.Depok.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Barat. Dinkes Jabar.Bandung.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. 2007.Profil Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta,
Ditjen P2M & PL Depkes RI. 2004. Buletin Harian. Perilaku dan Siklus Hidup
Nyamuk Aedes Aegypti Dalam Melakukan Kegiatan Pemantauan Jentik
Berkala.Depkes RI.Jakarta.
Hadinegoro SRH, et al. (editor).2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT.2006.Demam Berdarah Dengue.
Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi 4.Penerbitan IPD FKUI,.p.1774-9. Jakarta.
Widia Eka Wati. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demem
Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun
2009. Skripsi. 2009. Universitas Diponegoro; Semarang.
World Health Organization.2009.Treatment,Prevention and Control.Geneva.
www.litbang.depkes.go.id.2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah
Dengue.
LAMPIRAN
PROPOSAL KEGIATAN
PENYEGARAN DAN PEMBERIAN MOTIVASI KADER PADA
PROGRAM PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT
DBD PUSKESMAS CIMANGGIS TAHUN 2012
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
umum kesehatan masyarakat di Indonesia, sejak tahun 1986 jumlah kasusnya
cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Penyakit ini termasuk
salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, setiap penderita
termasuk tersangka DBD harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
poliklinik, balai pengobatan, dokter praktik swasta, dan lain-lain).
World Health Organization (WHO) mengestimasi 50 juta orang terinfeksi
penyakit demam berdarah setiap tahunnya. DBD mempunyai kecenderungan
kasusnya yang mudah meningkat dan meluas. Selain itu penyebaran DBD sulit
dikendalikan dan belum ada obatnya. Distribusi geografi secara potensial telah
menyebabkan perluasan tempat perkembangan vektor. Hal tersebut dipengaruhi
oleh ledakan pertumbuhan penduduk yang cepat dan pengaruh iklim. Saat ini
diperkirakan terdapat 100 negara yang berstatus endemi DBD dan 40% populasi
dunia berisiko karena tinggal di wilayah tropis (2,5 milyar orang).
Di Indonesis penyakit ini selalu meningkat pada setiap awal musim hujan dan
menimbulkan kejadian luar biasa di beberapa wilayah. Penyakit tersebut juga
menimbulkan wabah lima tahunan di Indonesia, dimana wabah lima tahunan
terakhir terjadi tahun 2003/2004. Pada tahun 2007 di Indonesia dilaporkan
137.469 kasus demam berdarah. Case Fatality Rate (CFR) penyakit ini di Negara
berkembang berkisar antara 1-2,5%. Dengan demikian setiap 100 kasus demam
berdarah akan didapatkan 1-3 orang meninggal dunia karena penyakit tersebut.
Di Kota Depok pada tahun 2005, jumlah kasus DBD yang dilaporkan dari
rumah sakit (RS) di Depok mencapai 1487 kasus. Untuk tahun 2007 jumlah kasus
demam berdarah menunjukan peningkatan yang tajam sebesar 47,6% dari 1838
kasus sepanjang tahun 2006, menjadi 2956 kasus. Dengan kecenderungan
perkembangan kasus di Depok pada tahun 2005-2008, dapat dilihat bahwa kasus
DBD terus meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan status endemisitas DBD, dari 63 kelurahan di Kota Depok,
setiap tahun jumlah kelurahan yang berstatus endemis semakin bertambah. Pada
tahun 2004 teridentifikasi 41 kelurahan endemis, lalu meningkat menjadi 49
kelurahan di tahun 2005. Meskipun tahun 2006 jumlah kelurahan endemis turun
menjadi 42 wilayah, namun tahun 2007 jumlah kelurahan yang berstatus endemis
meningkat menjadi 56 kelurahan. Bahkan tahun 2008 sudah tidak ada wilayah
yang bebas dari kejadian DBD.
Untuk mengatasi masalah DBD di Indonesia, sejak tahun 2004 Departemen
Kedehatan telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi
Kesehatan
Kabupaten/Kota
untuk
mrlaksanakan
program
dan Dinas
nasional
program
pemberantasan
penyakit
DBD
dalam
rangka
d. Leaflet
I. Pelaksana dan organisasi
Pelaksanaan program ini melibatkan:
Pembimbing
: Dokter umum di balai pengobatan
Kordinator program : Ibu Eti Mulyaningsih
Pelaksana kegiatan :
1. Dokter puskesmas sebagai pemberi materi
2. Kordinator program menilai kinerja kader dan tes yang diberikan
kepada kader
3. Kordinator program menentukan peraih penghargaan kader yang
mencapai target
J. Materi
Penyampaian materi dilakukan dalam bentuk presentasi singkat mengenai
DBD. Daftar materi dapat dilihat dibawah ini.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
poster dan leaflet yang dibagikan kepada para peserta. Dapat pula
menggunakan alat bantu yang lebih menarik dengan proyektor. Ditambah alat
peraga seperti bubuk abate, alat-alat pemeriksaan jentik, dan formulir
pencatatan.
Setelah selesai pemberian materi, dipersiapkan waktu untuk berdiskusi
dengan pemberi materi. Diharapkan para kader turut berperan aktif dalam
diskusi sehingga diketahui tingkat pemahaman kader. Selain diskusi juga
dilakukan simulasi mengenai cara memeriksa jentik, pencatatan, dan
pelaporan serta simulasi PSN. Data yang telah didapat kemudian dilaporkan
ke puskesmas untuk evaluasi program selanjutnya.
K. Anggaran dana
Jasa tenaga pengajar
Jasa ketua program
Foto kopi materi
1 x Rp 100.000
1x Rp 50.000
20 x Rp 5.000
= Rp 100.000
= Rp 50.000
= Rp 100.000
Kosumsi
Alat tulis
Notebook & proyektor
Biaya tak terduga
Total dana
20 x Rp 15.000
= Rp 300.000
= Rp 20.000
= Milik puskesmas
= Rp 100.000
+
= Rp 670.000