Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan pembangunan Nasional Indonesia yang berpedoman pada Garis
Besar Haluan Negara yang bertujuan mewujudkan suatu kehidupan bermasyarakat yang
makmur, adil dan merata yang berdasarkan pancasila, dimana pada hakikatnya yaitu
pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam kaitan ini, pembangunan itu tidak hanya memperbaiki kemajuan
lahiriah saja tetapi juga memperbaiki kemajuan batiniah. Adapun yang memperbaiki
kemajuan lahiriah seperti sandang pangan, perumahan dan sebagainya, sedangkan hal
yang memperbaiki kemajuan batiniah seperti adanya rasa kesehatan, kepuasan,
kependidikan dan rasa keadilan.
Maka dari itu, untuk menunjang masalah kesehatan bagi masyarakat,
pemerintah mengeluarkan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia No:
938/Menkes/x/1992, yang berisikan tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
Sehubungan dengan pentingnya kesehatan bagi setiap makhluk hidup, baik
manusia, hewan maupun tumbuhan, maka yang sangat berperan dalam meningkatkan
kesehatan bagi masyarakat yaitu masyarakat itu sendiri dan instansi-instansi kesehatan
yang ada. Untuk menunjang dalam meningkatkan kuialitas kesehatan, maka rumah sakit
(tenaga kesehatan) dituntut untuk melaksakan upaya kesehatan yang bermutu terutama
dalam proses pemberian Asuhan Keperawatan yang profesional terhadap pasien dengan
berbagai penyakit yang bertujuan untuk kesehatan terhadap pasien.
Dengan demikian, kita dapat melihat dan merasakan bahwa akan pentingnya
kesehatan itu dan sehat itu merupakan suatu keadaan yang paling baik dan paling
mendukung dalam aktivitas apapun.
Untuk mewujudkan suatu pelayanan serta tindakan dalam pemberian asuhan
keperawatan yang profesional, mutu pendidikan dan pengetahuan perlu juga
ditingkatkan agar tujuan yang diinginkan dapat terlaksanakan sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Dari uraian di atas maka penulis mencoba mengangkat masalah tentang
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Obstruksi saluran Napas.
Obstruksi saluran napas bagian atas dapat terjadi oleh beberapa sebab.
Obstruksi jalan napas akut biasanya disebabkan oleh partikel makanan, muntahan,

bekuan darah, atau partikel lain yang masuk dan mengobstruksi laring atau trakea.
Obstruksi saluran napas juga dapat terjadi akibat dari adanya sekresi kental atau
pembesaran jaringan pada dinding jalan napas, seperti: epiglotitis, edema laring,
karsinoma laring, atau peritonsilar abses.
Pasien yang karena beberapa sebab mengalami penurunan kesadaran , sangat
beresiko mengalami obstruksi jalan napas. Hal tersebut disebabkan karena hilangnya
reflek proteksi tubuh (batuk dan menelan) dan hilangnya tonus otot faringeal yang
menyebabkan lidah jatuh kebelakang sehingga menghambat jalan napas.
Benda asing yang teraspirasi dan tersangkut di laring dapat menyebabkan
sumbatan total atau persial pada saluran pernapasan. Jenis hambatan ini tergantung dari
ukuran, bentuk dan posisi benda asing pada rimaglotis. Kadang-kadang sentuhan benda
asing pada pita suara menyebabkan spasme laring, sehingga benda asing tersebut
terjepit diantara pita suara.
Berdasarkan latar belakang diatas kelompok tertarik untuk membahas tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan obstruksi jalan napas.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Obstruksi
Saluran Napas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar teoritis penyakit Obstruksi Saluran Napas.
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
Obstruksi Saluran Napas, yang meliputi pengkajian, diagnosa keprawatan,
dan intervensi.
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Obstruksi Saluran
Napas, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
C. Manfaat
1. Makalah ini di harapkan dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan
bagi pembaca pada umumnya dan Mahasiswa STIKES TMS Bengkulu.
2. Makalah ini di harapkan dapat menjadi panduan oleh mahasiswa dalam proses
belajar.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Definisi
Obstruksi saluran napas atas adalah gangguan yang menimbulkan
penyumbatan pada saluran pernapasan bagian atas. (Irman Sumantri, Salemba
Medika)
Obstruksi saluran napas atas adalah kegagalan sistem pernapasan dalam
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akibat sumbatan saluran napas bagian
atas (dari hidung sampai percabangan trakea).
Obstruksi saluran napas atas adalah adanya sumbatan pada struktur saluran
napas atas, sehingga ruang untuk mengalirnya udara inspirasi mengecil yang
menyebabkan penderita mengalami gangguan pernapasan.
Obstruksi jalan napas atas adalah gangguan yang menimbulkan
penyumbatan pada saluran pernapasan bagian atas.
2. Etiologi

a. Obstruksi Nasal
1) Tumor hidung
Idiopatik (belum diketahui)
2) Karsinoma Nasofaring
Virus Epstein Barr
Faktor rass
Letak geografis
Jenis kelamin : laki-laki > wanita
Faktor lingkungan (iritasi bahan kimia, kebiasaan memasak dengan
bahan/bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu).
Faktor genetik
3) Polip hidung
Akibat reaksi hipersensitif / reaksi alergi pada mukosa hidung
b. Obstruksi Laring
Radang akut dan kronis
Benda asing
Trauma akibat kecelakaan, perkelahian, bunuh diri, senjata tajam dan

tindakan medik dengan gerakan tangan yang kasar.


Tumor ganas atau jinak
Kelumpuhan Nervus laringeus rekuren bilateral
Abses Peritonsil (Quinsy)
Disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus

viridans dan treptsococcus pyogenes.


Kuman aerob dan anaerob(Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran,

1999)
3. Klasifikasi dan stadium penyakit
Klasifikasi Obstruksi Saluran Napas atas,Terdiri dari:
a. Obstruksi Nasal
Perjalanan udara melalui nostril sering kali tersumbat oleh deviasi
septum nasi, hipertrofi tulang turbinat, atau tekanan polip, yaitu
pembengkakan seperti buah jeruk yang timbul dari membran mukosa sinus,
terutama etmoid. Obstruksi ini juga dapat mengarah pada kondisi infeksi
kronis hidung dan mengakibatkan episode nasofaringitis yang sering.
Seringkali, infeksi meluas sampai sinus-sinus hidung (rongga yang dilapisi
lendir yang dipenuhi oleh udara yang normalnya mengalir ke dalam hidung).
Bila terjadi sinusitis dan drainase dari rongga ini terhambat oleh deformitas

atau pembengkakan di dalam hidun, maka nyeri akan dialami pada region
sinus yang sakit. (Brunner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah,
2001:554)
Obstruksi nasal merupakan tersumbatnya perjalanan udara melalui
nostril oleh deviasi septum nasi, hipertrofi tulang torbinat / tekanan polip
yang dapat mengakibatkan episode nasofaringitis infeksi. (Arif Mansjoer,
dkk. Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
Obstruksi pada nasal meliputi:
1) Tumor hidung
Yaitu pertumbuhan sel yang abnormal sebagai akibat radang pada
hidung. (Ramis Ahmad, 2000)
Ada 2 jenis tumor, yaitu:
Tumor jinak, biasanya terjadi di kavum nasi dan sinus paranasal.
Tumor ganas, sering ditemukan di papiloma.
2) Karsinoma Nasofaring
Merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan
predileksi difosa rosenmuller dan atap nasofaring dan merupakan tumor
di daerah leher. (Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
3) Polip Hidung
Merupakan masa lunak, berwarna puth, keabu-abuan yang terdapat di
dalam ringga hidung, paling sering berasal dari sinus etmoid, multipel
dan bilateral. (Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
b. Obstruksi Laring
Adalah adanya penyumbatan pada ruang sempit pita suara yang
berupa pembengkakan membran mukosa laring, dapat menutup jalan dengan
rapat mengarah pada astiksia. (Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta
Kedokteran, 1999)
Penyakit obstruksi laring, yaitu :

Sumbatan Total Laring


Sumbatan total laring dapat terjadi karena benda asing yang teraspirasi
tersangkut

dilaring

dan

menutup

Somantri,2008:138)
5

seluruh

rimaglotis.

(Irman

Abses peritonsil (Quinsy)


Yaitu kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsial. (Arif
Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, 1999)

stadium penyakit
1. Sumbatan Partial Laring
Benda asing yang terdapat dilaring akan menyebabkan keluhan
sumbatan saluran pernapasan berupa batuk tiba-tiba, suara sesak dan sesak
napas. Jika sumbatan ini berlangsung terus maka akan timbul gejala
tambahan yaitu stridor. Pada pemeriksaan fisik didapat gejala sumbatan
laring yang dibagi dalam empat stadium. (Jackson)

Stadium I

kadang-kadang belum ada stridor.


Stadium II : Cekungan di suprastenal dan epigastrium, stridor mulai

terdengar.
Stadium III : Cekungan terdapat di suprasternal, epigastrium, interkostal

dan
supraklavikula. Stridor jelas terdengar dan pasien tampak gelisah.
Stadium IV : Cekungan bertambah dalam, sianosis, pasien yang mula-

: Cekungan sedikit pada inspirasi didaerah suprastenal,

mula gelisah, mulai tampak bertambah lemah dan akhirnya diam dengan
kesadaran menurun. (Irman Somantri,2008:140)
4. Patofisiologi
a. Obstruksi Nasal
1) Tumor hidung
Tumor hidung dapat diketahui bersama-sama dengan polip nasi dan
cenderung kambuh. Mempunyai kecenderungan untuk timbul bersama
tumor hidung sel skuamosa maligna, lebih sering timbul di dinding
lateral hidung dan dapat pula menyebabkan obstruksi saluran pernapasan
hidung, perdarahan intermiten atau keduanya. (Ramis Ahmad, 2000)
2) Karsinoma Nasofaring
Agen penyebab masuk ke saluran napas atas dan mengiritasi epitoliuma
yang terdapat pada dinding mukosa nasofaring sampai berulserasi dan
terinfeksi, menyebabkan pertumbuhan jaringan baru yang dapat bersifat
ganas yang dapat menyebabkan obstruksi saluran pernapasan bagian
atas. Menyebabkan pertukaran O2 di dalam tubuh terhambat, sehingga

pemenuhan kebutuhan O2 tidak adekuat. Selain itu, karsinoma


nasofaring bisa bermetastase ke jaringan / organ tubuh lain.
3) Polip Hidung
Akibat reaksi alergi pada mukosa hidung, menyebabkan mukosa hidung
membengkak dan terisi banyak cairan interseluler, sehingga sel menjadi
radang kemudian terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya berat dan
akan menekan jaringan saraf, pembuluh darah dan kelenjar pada hidung.
Sehingga terbentuklah masa yang mengandung jaringan saraf pembuluh
darah yang rusak, yang dapat menimbulkan sumbatan hidung yang
menetap dan rinorea serta terjadinya hiposmig / anemia, sehingga
mengakibatkan klien terlihat bersin-bersin dan terjadinya iritasi di
hidung.
b. Obstruksi Laring
Laring merupakan kotak kaku dan mengandung ruangan sempit
antara pita suara (glotis), dimana udara harus melewati ruang ini. Adanya
pembengkakan membran mukosa larings dapat menutupi jalan ini yang
menjadi penyebab kematian.
Abses Peritonial (Quinsy)
Proses infeksi yang disebabkan oleh kuman penyebab tonsilitis di
dalam ruang peritonsil akan mengalami supurasi (proses terbentuknya nanah
karena bakteri piogen, lalu menembus kapsul tonsil dan menjalar serta
menginfeksi di sekitar gigi, ke spatium parafaringium dan pembuluh darah
yang dapat menyebabkan sepsis).
5. Manifestasi Klinik
a. Obstruksi Nasal
1) Tumor Hidung
Secara makroskopi mirip dengan polip hidung, hanya lebih keras, padat
dan tidak mengkilat. Ada dua jenis, yaitu aksolitik dan andolitik
(papiloma inversi) yang terakhir bersifat sangat invasif, dapat merusak
tulang dan jaringan lunak sekitarnya diduga dapat berubah menjadi
ganas.
2) Karsinoma Nasofaring
Gejalanya dibagi dalam 4 kelompok, yaitu:
7

Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan, pilek / sumbatan

hidung.
Gejala telinga, berupa tinitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri di

telinga.
Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak seperti diplopia, parestesia
di daerah pipi, neurolgia trigeminal, parasis / paralisis arkus faring,

kelumpuhan otot bahu dan sering tersedak.


Gejala / metastatis di leher, berupa benjolan di leher.
3) Polip Hidung
Sumbatan hidung yang menetap dan rinorea.
Dapat terjadi hiposmig / anosmia
Bersin
Iritasi di hidung
Pembengakakan mukosa dari mukosa hidung di luar sinus.
Masa berupa berwarna putih seperti agar-agar.
Bila ditusuk tidak memberikan rasa sakit dan tidak berdarah.
b. Obstruksi Laring
Hipersalivasi
Suara sengau
Kadang-kadang sulit membuka mulut
Pembengkakan
Nyeri tekan pada kelenjar submandibular
Palatum mole pembengkakan
Teraba fruktuasi
Tonsil bengkak
Abses Peritonsil (Quinsy)

Demam tinggi
Leukositosis
Nyeri tenggorokan
Otalgia
Nyeri menelan
Muntah
Mulut berbau
Hiperemis

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Obstruksi Nasal
1) Tumor hidung dan karsinoma
Naso endoskopi : untuk menemukan tumor dini
8

CT Scan : perluasan tumor dan destruksi tulang


MRI : membedakan jaringan tumor dari jaringan normal
Pemeriksaan Radiologik Konvensional : tampak masa jaringan lunak

di daerah nasofaring.
Tomografi komputer : terlihat adanya simetri dari resesus lateratif,

tonus tubarius dan dinding posterior nasofaring.


Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll : untuk memastikan
adanya tumor, mendeteksi kekambuhan / untuk mendeteksi secara

dini tumor.
2) Polip Hidung
Rinoskopi anterior terlihat adanya polip
Endoskopi terlihat polip yang masih sangat kecil dan belum

keluar kom. dapat terlihat.


Rontgen polos (CT Scan) mendeteksi adanya simetrif
Biopsi penampakan makroskopis menyerupai keganasan / bila

pada foto rontgen ada gambaran erosi tulang.


3) Abses Peritonsil
Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh jaringan, karena trismuspalatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba
fluktuasi, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Tonsil
bengkak, hiperemis, mungkin banyak / detritus dan terdorong ke arah
tengah, depan dan bawah.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Obstrusi Nasal
Pengobatan

obstruksi

hidung

membutuhkan

pengangkatan

obstruksi, diikuti dengan tindakan untuk mengatasi apakah terdapat


infeksi kronis. Pada banyak pasien alergi yang mendasari memerlukan
pengobatan. Pada waktunya diperlukan tindakan operasi untuk
mengalirkan sinus nasal. Prosedur spesifik dilakukan tergantung pada
jenis obstruksi hidung yang ditemukan. Biasanya, operasi dilakukan
dibawah anestesi lokal.
Jika deviasi septum menjadi penyebab obstruksi, maka dokter
bedah akan membuat insisi kedalam membrane mukosa dan setelah

mengangkat membrane mukosa tersebut dari tulang, mengangkat tulang


dan kartilago yang menyimpang dengan forsep tulang. Mukosa
kemudian dibiarkan untuk jatuh ke tempatnya dan ditahan dengan
sumbat yang kuat. Umumnya sumbat dibasahi dalam petrolatum cair
sehingga sumbat tersebut dapat dengan mudah dilepaskan dalam 24
sampai 36 jam. Operasi ini disebut reseksi submukosa atau septoplasti.
(Brunner & Sudarth,2001:555)
1. Tumor hidung
Pembedahan luas, bila ada yang tertinggi dapat residif.
Radiasi dapat mengecilkan tumor, tapi tidak dianjurkan karena
bisa dapat menjadikan ganas.
2. Karsinoma Nasofaring
Radio terapi
Dilakukan diseksi leher
Pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi vaksin dan anti virus.
Kemoterapi dengan kombinasi sis-platinum.
3. Polip hidung
Tindakan konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral,

misal Prednison 50 mg/hari


Secara lokal disuntikan ke dalam polip, misal Triamsinolon

asetonis / prednisolon 0,5 mg tiap 5-7 hari.


Secara topikal sebagai semprot hidung, misal Beklometason

dipropionah
Dilakukan ekstraksi polip dengan senar.
Operasi etmoidektomi intranasal dan ekstranasal.

Polip hidung diangkat dengan menjepitnya pada dasarnya dengan


kawat senar. Turbinat yang mengalami hipertrofi dapat diobati dengan
memberikan astringen untuk mengerutkan hipertrofi ini mendekati sisi
hidung. (Brunner & Sudarth,2001:555)
2) Obstruksi Laring
Sumbatan Total Laring
Prinsip Penatalaksanaan adanya benda asing disaluran napas adalah
dengan segera mengeluarkan benda asing tersebut. Bila sumbatan total
berlangsung lebih dari lima menit pada orang dewasa atau delapan menit
pada anak, maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan jantung
10

berhenti. Oleh karena itu, diperlukan ketepatan dalam menegakkan


diagnosis dan kecepatan dalam melakukan tindakan pertolongan. Bila
peristiwa ini terjadi dimana tidak terdapat peralatan laringoskopi
langsung, maka dapat dilakukan :
a. Perasat Heimlich (Heimlich Maneuver)
Merupakan suatu cara mengeluarkan benda asing yang
menyumbat laring secara total atau benda asing ukuran besar yang
terletak di hipofaring. Prinsipnya memberi tekanan pada paru.
Dilakukan tekanan keatas dan kedalam rongga perut sehingga
diafragma terdorong keatas sehingga udara mendorong sumbatan
laring keluar dalam 3-4 kali hentakan. Dapat dilakukan pada orang
dewasa dan pada anak-anak. ( Abdul Rachman, 2000)
Perasat Heimlich adalah suatu cara mengeluarkan benda asing
yang menyumbat laring secara total atau benda asing berukuran besar
yang terletak dihipofaring. Prinsip mekanisme perasat Heimlich
adalah dengan memberikan tekanan pada paru-paru.
Pada Perasat Heimlich lakukanlah tekanan kedalam dan
keatas rongga perut sehingga menyebabkan diafragma terdorong
keatas. Tenaga dorongan ini akan mendesak udara dalam paru keluar.
Perasat Heimlich ini dapat dilakukan pada orang dewasa dan juga
pada anak.
Tata cara Pelaksanaannya adalah: penolong berdiri dibelakang
penderita sambil memeluk badannya. Tangan kanan dikepalkan
dengan bantuan tangan kiri,kedua tangan diletakkan pada perut
bagian atas, kemudian dilakukan penekanan rongga perut kearah
dalam dan keatas dengan hentakan beberapa kali. Diharapkan dengan
hentakan 4-5 kali benda asing akan terlempar keluar.
Pada pasien yang tidak sadar atau terbaring, perasat Heimlich
dapat juga dilakukan denga cara : penolong berlutut dengan kaki
pada kedua sisi penderita. Sebelumnya posisi muka penderita dan
leher harus lurus. Kepalan tangan kanan diletakkan dibawah tangan
kiri didaerah epigastrium. Dengan hentakan tangan kiri kebawah dan

11

keatas beberapa kali udara dalam paru-paru akan mendorong benda


asing keluar.
b. Krikotirotomi
Krikotirotomi adalah tindakan life saving untuk mengatasi
sumbatan jalan napas dilaring. Hal tersebut dilakukan dengan cara
membuka membrane krikotiroid secara cepat. Penderita dibaringkan
telentang dengan leher ekstensi. Kartilago tiroid diraba, dibuat
sayatan kulit tepat dibawahnya. Jaringan dibawah sayatan dipisahkan
tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat
tusukan pisau dengan arah kebawah untuk menghindari tersayatnya
pita suara. Masukkan corong atau pipa plastik sebagai ganti kanul.
c.

Laringoskopi
Laringoskopi merupakan cara terbaik untuk mengeluarkan
benda yang tersangkut dilaring. Oleh karena itu benda asing tersebut
langsung dapat dikeluarkan dengan bantuan cunam. Untuk tindakan
ini penderita dirujuk kerumah sakit. (Irman Somantri,2008:138)

3) Abses peritonsial (Quinsy)


Pada stadium infiltrasi, tindakan yang dilakukan :

Berikan antibiotik dosis tinggi (penisilin 600.000 1.200.000 unit,

ampisilin, dll)
Berikan analgesik, antipirotik (parasetamol 3x250 . 500 mg)
Anjurkan berkumur dengan antiseptik / air hangat dan kompres dengan air
hangat bila telah terbentuk abses, perlu dilakukan insisi abses sebagai
berikut :
1. Insisi pada pertemuan garis horizontal melalui vulva dengan garis
vertikal melalui arkus faringeus. Luka insisi dilebarkan dengan klem,
nanah dihisap dengan baik supaya tidak masuk ke faring, sebelum insisi
dapat diberikan anestesia dengan spray silokain 1 % / anastesi blok pada
ganglion stenoplatinum.
2. Setelah selesai, lakukan berkumur dengan larutan bargarisma khan atau

larutan betadin / larutan peroksid 3% atau larutan PK 0,001 %


a. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan secara umum adalah :
1. Posisikan klien dengan posisi semi fowler.
12

2.
3.
4.
5.
6.

Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.


Berikan makanan dalam bentuk lunak.
Ciptakan lingkungan yang konduktif.
Berikan dukungan pada pasien.
Lakukan perawatan luka dengan kumur antiseptik.

b. Terapi Radiasi
Hasil yang sangat memuaskan dapat dicapai dengan terapi radiasi
pada pasien yang hanya mengalami satu pita suara yang sakit dan normalnya
dapat digerakkan (yaitu; bergerak saat fonasi). Selain itu, pasien ini masih
memiliki suara yang hampir normal. Beberapa mungkinmengalami kondritis.
(inflamasi cartilage) atau stenosis; sejumlah kecil dari mereka yang
mengalami stenosis nantinya membutuhkan laringektomi. Terapi radiasi juga
dapat digunakan secara praoperatif untuk engurangi ukuran tumor.
Algoritme

penatalaksanaan

sumbatan/obstruksi

komplet

dan

obsrtuksi sebagian dari saluran napas


8. Komplikasi
a. Obstruksi Nasal
1) Tumor hidung
Tidak dapat bermetastasis, tetapi sangat destruktif disekitarnya dapat
menyebar memenuhi nasofaring dan terlihat dari orofaring.
2) Karsinoma Nasofaring
Metastasis jauh ke tulang, hati dan paru dengan gejala khas, nyeri pada
tulang, batuk-batuk dan gangguan fungsi hati.
3) Polip Hidung
Terjadinya pertautan endotel yang terbuka, menandakan kebocoran
pembuluh darah.
b. Obstruksi Larings
Abses Peritonsial (Quinsy)

Abses parafaringeal
Abses retrofaringeal dan edema larings
Dehidrasi perdarahan
Aspirasi paru
Mediastinitis

13

Trambus sinus kavernosus

Meningitis dan abses otak. (Arif Mansjoer, dkk, 1999)


Berdasarkan pada data pengkajian, potensial komplikasi yang mungkin
terjadi termasuk:
a. Distres pernapasan (hipoksia, obstruksi jalan napas, edema trakea)
b. Hemoragi
c. Infeksi. (Brunner & Suddarth,2001:559)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa :
Obstruksi saluran napas bagian atas dapat terjadi oleh beberapa sebab.
Obstruksi jalan napas atas adalah gangguan yang menimbulkan penyumbatan pada
saluran pernapasan bagian atas. Beberapa gangguan yang merupakan obstruksi pada
jalan napas atas, diantaranya adalah :
1. Obstruksi Nasal
a. Tumor hidung
b. Karsinoma Nasofaring
c. Polip Hidung
2. Obstruksi Laring
a. Sumbatan Total Laring
b. Abses Peritonsial (Quinsy)

14

Dan Dalam Penatalaksanaannya sangat dibutuhkan keahlian. Misalnya


dengan metode Perasat Heimlich adalah suatu cara mengeluarkan benda asing yang
menyumbat laring secara total atau benda asing berukuran besar yang terletak
dihipofaring. Prinsip mekanisme perasat Heimlich adalah dengan memberikan
tekanan pada paru-paru.
B. Saran
1. Diharapkan mahasiswa paham tentang Obstruksi Saluran napas agar tidak salah
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
2. Diharapkan sebagai mahasiswa mengerti cara mengatasi dari Obstruksi Saluran
napas.

DAFTAR PUSTAKA
Somantri,Irman.2008.Askep Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta :
Salembah Medika.
Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . Jakarta.:EGC
Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. : Jakarta:FKUI
Brunner & Suddarth.1997.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
Hinchliff,Sue.1999.Kamus Keperawatan Edisi 17.Jakarta : EGC
cupu.web.id/category/kuliah/anatomi-dan-patofisiologi/
http//www.klikdoter.com/2006/
Dorlan W.A. Nawman. 2002. Kamus Kedokteran Darkin. Edisi 29. EGC : jakarta.
Junadi Purnawan, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. FKUI : Jakarta.
Ramli Ahmad, dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.
Herawati, sri, dkk. 2003. Buku ajar Ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk
mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. EGC : Jakarta

15

Iskandar, Nurbaiti. 2006. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk perawat, edisi
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai