Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Bronkiolitis adalah Infeksi virus akut saluran pernapasan bawah yang
menyebabkan obstruksi inflamasi bronkiolus, terjadi terutama pada anak-anak
dibawah umur 2 tahun. Bronkiliotis sering mengenai anak usia di bawah 2 tahun
dengan insiden tertinggi pada bayi umur 6 bulan. Pada daerah yang penduduknya
padat, insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin
muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya.
Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin terjadi oleh karena kadar antibodi
maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak
dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas,
kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih
besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Penyakit ini menimbulkan
morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak1,2.
Di negara dengan 4 musim, epidemiologi bronkiolitis menunjukkan puncak
yang tajam setiap tahun pada musim dingin antara bulan januari dan maret sampai
awal musim semi dan dinegara tropis banyak ditemukan pada musim hujan.
Faktor yang memicu bronkiolitis RSV meningkat setiap musim dingin belum
diketahui. Persentase rendah kasus bronkiolitis ditemukan pada musim panas. Di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU dr.Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan
2003, bronkiolitis banyak ditemukan pada bulan januari sampai bulan Mei.
Insiden infeksi Respiratory Sensitial Virus (RSV) sama pada laki-laki dan wanita,
namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-laki. Faktor resiko
terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi
rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, rendahnya antibodi
maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu (ASI).
Sekitar 70% kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus
dirawat di rumah sakit, sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi
Penyebab terbanyak adalah respiratory syncytial virus (RSV) yang telah
terbukti

berdasarkan

serologis.

Penyebab

lainnya

adalah

human

metapneumovirus (HMPV), parainfluenza virus, adenovirus, rhinovirus,


influenza virus, dan M. pneumoniae.1,3
2.2 Faktor Risiko
Faktor yang diduga sebagai predisposisi bronkiolitis akut antara lain
memiliki riwayat atopi, anak yang tidak mendapatkan ASI, paparan asap
rokok, anak yang tidak mendapat vaksin BCG.1
2.3 Patofisiologi
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respon
inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi
mukus, timbunan debris selular atau sel-sel mati yang terkelupas, kemudian
diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena
tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran
respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan
aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memilki penampang saluran
respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi
dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama
ekspirasi, maka akan menyebabkan air trapping dan hiperinflasi. Atelektasis
dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak
diabsorbsi3.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya akan
menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan.
Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada

beberapa pasien. Semakin tinggi laju repirasi, maka semakin rendah tekanan
oksigen arteri. Kerja pernapasan (work of breathing) akan meningkat selama
end-expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun.
Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60 kali permenit.
Pemulihan sel epitel baru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti
setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag3.
2.4 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari bronkiolitis antara lain satu sampai empat hari
sebelumnya didapat pilek encer, hidung tersumbat, demam sub-febril (kecuali
infeksi sekunder oleh bakteri). Puncak gejala pada hari ke-5 sakit yaitu batuk,
sesak napas, takipne, mengi, minum menurun, apne, sianosis. Pada pasien
didapatkan tanda berupa napas cuping hidung, penggunaan otot bantu napas,
sesak napas, takipne, apne, hiperinflasi dada, retraksi, expiratory effort, ronki
pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi, ekspirasi memanjang, mengi, hepar
atau limpa dapat teraba.1
Berdasarkan beratnya penyakit, bronkiolitis dapat dibagi menjadi derajat
berat, ringan, sedang dan sangat berat yang akan diuraikan pada tabel berikut.1
Tabel 2.1 Derajat Berat Penyakit Bronkiolitis1
RR

Ringan
Normal

Sedang
Meningkat

Berat
Meningkat.

Sangat Berat
Apneu
Retraksi

Retraksi

Tanpa

Retraksi

>70x/menit
Terdapat

dada

retraksi

sedang

retraksi

atau tidak ada

Tidak ada

Dehidrasi

Dehidrasi berat

nyata

atau
retraksi
Tanda

minimal
Tidak ada

dehidras
i
Tanda

Pemanjangan Merintih

lain

fase ekspirasi Saturasi

Tetap

sianosis

O2 dengan pemberian

dengan

<94%

(untuk O2,

penurunan

area

pertukaran

permukaan

udara

laut),

setinggi Tidak

5000

mempertahankan
atau PaO2 > 50 mmHg

<90%
area

mampu

(untuk dengan
setinggi FiO2>80%,
kaki

di Tidak

mampu

atas permukaan mempertahankan


laut,

PaCO2<55mmHg

2.5 Diagnosis
Diagnosis

dapat

ditegakkan

melalui

anamnesis,

pemeriksaan

fisis,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.1,3


2.5.1 Anamnesis
Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus seperti
pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul
batuk yang disertai dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan
wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah
batuk, rewel dan penurunan nafsu makan.1,3
2.5.2 Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah
adanya takipneu, takikardi, dan peningkatan suhu subfebris. Selain itu
dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis.3
Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut
akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing.
Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi
obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi
interkostal. Sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat, dapat
terjadi apneu terutama pada bayi usia <6 minggu.3
2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit
biasanya normal demikian pula dengan elektrolit. Analisis gas darah

diperlukan

untuk

anak

dengan

sakit

berat,

khususnya

yang

membutuhkan ventilator mekanik.3


Pada foto rontgen thoraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan
infiltrat (patchy infiltrat), tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat
ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi.
Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat
konvalesen akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang
menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter
antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid
antigen detection tests (direct immunofloresence assay dan enzymelinked immunosorbent assays, ELISA) atau polymerase chain reaction
(PCR) dan pengukuran titer antibodi pada fase akut dan konvalesens.3
2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang dapat dipikirkan antara lain asma, bronkitis,
gagal jantung kongestif, dan edema paru, yang memiliki gambaran klinis
menyerupai bronkiolitis. Selain itu pneumonia dengan berbagai sebab
(aspirasi, virus, bakteri, mikoplasma) juga dapat memberikan gambaran klinis
dan pemeriksaan penunjang yang menyerupai bronkiolitis.1,3
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum bronkiolitis bersifat suportif yang meliputi
pemberian oksigen, hidrasi serta pemberian cairan dan nutrisi. Pendekatan
konservatif dengan minimal handling pada bayi < 3 bulan juga dianggap
memiliki peran penting dalam penatalaksanaan bronkiolitis.
Suplementasi oksigen merupakan intervensi utama yang diberikan pada
pasien bronkiolitis untuk mempertahankan saturasi oksigen dalam tubuh
sehingga menjamin ketersediaannya dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan mencegah terjadinya hipoksia. Kondisi hipoksemia sering terjadi
pada pasien dengan bronkiolitis karena adanya ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi serta difusi yang kurang optimal. Pemberian suplementasi oksigen
ditujukan pada pasien dengan saturasi oksigen <90% dengan target saturasi
90%. Oksigen dapat diberikan via kanul nasal, masker wajah maupun head

box. Penilaian lengkap pada bayi diperlukan untuk menentukan kebutuhan dan
durasi pemberian oksigen. Pemberian suplementasi oksigen dapat dihentikan
bila saturasi oksigen pasien 90% sepanjang waktu dan secara klinis terdapat
perbaikan dalam hal upaya pernafasan. Pemantauan saturasi oksigen secara
kontinu tidak disarankan pada pasien dengan bronkiolitis kecuali bila terdapat
beberapa kondisi medis lain seperti permasalahan kardiopulmonari maupun
resiko tinggi mengalami apneu.4,5,6
Hidrasi penting dipertahankan pada pasien bronkiolitis. Kondisi distres
nafas sering terjadi karena adanya peningkatan upaya pernafasan yang
memicu timbulnya asupan yang inadekuat dan menyebabkan adanya hidrasi
kurang. Selain itu takipneu dan demam juga meningkatkan kehilangan cairan
tubuh yang memperburuk dehidrasi yang telah terjadi. Kondisi dehidrasi dapat
dikoreksi

menggunakan

cairan

isotonis

karena

pengeluaran

hormon

antidiuretik sering terjadi sebagai kondisi sekunder pada bronkiolitis dan


pemberian cairan hipotonik dapat memicu terjadinya hiponatremia iatrogenik.
Feeding secara oral dapat dilakukan pada kasus ringan, bila diperlukan dapat
diberikan dalam volume yang sedikit namun frekuensi yang sering. Selain itu
pada bayi disarankan untuk tetap menyusui. Pada bayi dengan nutrisi kurang
dan memiliki kondisi imunokompromised dapat diberikan asupan makanan
via pipa nasogastrik hingga kondisinya membaik. Beberapa penelitian telah
menunjukkan

adanya

peningkatan

asupan

protein

pada

bayi

dapat

meningkatkan anabolisme pada pasien dengan kondisi kritis.4,5


Penggunaan bronkodilator pada pasien bronkiolitis masih kontroversial.
Wahl dan Cheraick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran pernafasan
adalah adanya inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan
mukosa serta kolapsnya saluran pernafasan kecil pada bayi dengan bronkiolitis
sehingga pendekatan logis terapi adalah kombinasi -adrenergik dengan
agonis -adrenergik. Penggunaan kortikosteroid juga awalnya dianggap
memberikan penurunan skor gejala klinis dan lama perawatan di rumah sakit.
Namun berdasarkan penelitian dengan menggunakan ukuran sampel yang
lebih besar menunjukkan bahwa kortikosteroid dan penggunaan bronkodilator
tidak lagi bermakna pada penatalaksanaan bronkiolitis.4,5

Pemberian epinefrin juga tidak disarankan pada bayi dan anak-anak


dengan bronkiolitis. Epinefrin sebagai agen adrenergik telah lama digunakan
untuk menangani keluhan saluran pernafasan atas dan bawah dan biasanya
diberikan

dalam

bentuk

nebulisasi.

Penelitian

Cochrane

melalui

metaanalisisnya menemukan bahwa tidak ada bukti kuat kegunaan epinefrin


pada pasien bronkiolitis yang dirawat inap. Namun penggunaannya pada
pasien rawat jalan dikatakan masih kontroversial. Penggunaan nebulisasi
saline hipertonik dan antibiotik pada pasien bronkiolitis juga tidak lagi
disarankan.6
2.8 Prognosis
Sebagian besar anak-anak dengan bronkiolitis akan sembuh sendiri
namun 40% dapat mengalami wheezing berulang dalam 5 tahun pertama
kehidupan dan hanya 10% yang mengalami wheezing di atas usia 5 tahun.
Perkembangan teori baru berdasarkan perkembangan sistem imun, genetik
dan etiologi infeksi menunjukkan bahwa wheezing yang terjadi pasca
bronkiolitis akan menjadi predisposisi terhadap infeksi RSV. Peran virus
respirator pada mengi dijelaskan dengan kesamaan respons inflamasi yang
ditunjukkan pada serangan asma dan infeksi virus. Infeksi RSV dihubungkan
dengan respon sel T yang terutama ditandai dengan produksi sitokin oleh sel
Th2 dan ditandai dengan penggunaan sel T dan eosinofil serta pelepasan
mediator yang larut seperti histamin, kinin dan leukotrien lain. Pada anak
dengan bronkiolitis mengi akan terjadi lebih sering dan lebih berat
berhubungan dengan peningkatan kadar antibodi IgE terhadap RSV dan virus
parainfluenza.

Beberapa

studi

kohort

juga

menghubungkan

infeksi

bronkiolitis akut berat pada bayi dapat berkembang menjadi asma di


kemudian hari. Sebuah studi kohort prospektif menunjukkan bahwa 23% bayi
dengan riwayat bronkiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun
dibandingkan dengan 1% pada kelompok kontrol (OR = 28.95% CI = 41235).4,5
BAB III
LAPORAN KASUS

1
1

Kondisi Saat di Rumah Sakit


Identitas Pasien
Nama
Tempat, Tanggal Lahir
Umur
Jenis Kelamin
Suku/Bangsa
Agama
Pendidikan
Alamat
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan

: IGAM
: Denpasar, 13 Mei 2015
: 9 bulan
: Laki-laki
: Bali/Indonesia
: Hindu
: Belum sekolah
: Jl. Raya Pemogan gg Keling no.9
: 5 Februari 2016
: 11 Februari 2016

Heteroanamnesis (Ibu Pasien)


Keluhan Utama: Sesak napas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orangtuanya pada tanggal
5 Februari 2016 dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari SMRS (3
Februari 2016). Sesak yang dirasakan pasien dikatakan memberat sejak 1
hari SMRS. disertai napas cepat, tanpa cekungan pada dinding dada. Sesak
dirasakan sepanjang hari dan dirasakan makin lama makin memberat
disertai suara ngik-ngik pada pasien. Sesak tidak membaik dengan
perubahan posisi. Kebiruan pada bibir, ujung jari tangan dan kaki
disangkal, anggukan kepala saat bernapas tidak ada.
Pasien juga dikeluhkan demam sejak 4 hari SMRS. Dikatakan awalnya
demam tidak terlalu tinggi yaitu 38.40C, dan dirasakan sepanjang hari.
Saat diperiksa, demam sudah menurun yaitu 36.60C.
Pasien juga dikeluhkan batuk sejak 4 hari SMRS, yang muncul bersamaan
dengan demam. Batuk yang dirasakan keras dan disertai dahak putih
kental namun sulit dikeluarkan.
Makan dan minum pasien menurun semenjak sakit. Keluhan pilek, kejang
tidak ada. BAB dan BAK dikatakan baik, tanpa lendir dan darah.
Saat pemeriksaan keluhan pasien dikatakan berkurang, namun keluhan
sesak masih ada tanpa disertai suara ngik-ngik. Keluhan demam sudah
tidak dirasakan dan keluhan batuk masih dirasakan.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien dikatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan tertentu disangkal.

Sebelumnya pasien datang ke RSUP tanggal 4 Februari 2016 dengan


keluhan yang sama, tetapi pasien dipulangkan karena kondisi masih baik.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Pada keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama
dengan yang dialami pasien. Pada keluarga ditemukan adanya penyakit
asma yaitu pada nenek dan ibunya.
Riwayat Pengobatan
Riwayat datang ke RSUP Sanglah pada tanggal 4 Februari 2016 dengan
diagnosis bronkiolitis derajat ringan, pasien diberi obat pulang Amoxicillin
syr 2 cth I, methylprednisolone 3x1.5 mg, Salbutamol 1 mg setiap 8jam,
Ambroxol syr 1.5mg setiap 8jam (oral).
Riwayat Pribadi / Sosial / Lingkungan
Pasien merupakan anak pertama dan tinggal bersama orangtua serta
keluarga besarnya di rumah dengan ventilasi yang cukup baik. Dikatakan
ayah dan kakek pasien merupakan perokok aktif dan sering merokok
didalam rumah.
Riwayat imunisasi
BCG

: 1 kali

Hepatitis B

: 4 kali

Polio

: 4 kali

DPT

: 3 kali

Campak

: belum

Riwayat Persalinan
Pasien lahir normal di Rumah Sakit, ditolong oleh dokter dengan berat
badan lahir 3200 gram. Dikatakan panjang badan saat lahir 52 cm, lingkar
kepala dikatakan lupa. Saat dilahirkan dikatakan pasien segera menangis
dan penyakit kongenital tidak ada.

Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga sekarang ditambah susu
formula sejak lahir hingga saat ini dengan frekuensi on demand. Bubur
susu diberikan sejak usia 6 bulan hingga sekarang dengan frekuensi 3-4
kali sehari. Nasi tim sejak usia 7 bulan dengan frekuensi 3-4 kali sehari.
Makanan dewasa belum diberikan.
Riwayat Tumbuh Kembang

Menegakkan kepala

: 3 bulan

Membalik badan

: 4 bulan

Duduk

: 6 bulan

Merangkak

: 7 bulan

Berdiri

: 9 bulan (dengan berpegangan)

Berjalan

: belum bisa

Bicara

: belum bisa

Kesan

: Normal

Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
Laju napas
Suhu aksila
So2

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis, pediatric coma scale
: 135 x/menit, isi cukup, reguler
: 40 x/menit
: 36.6oC
: 96% pada 02 2 lpm nasal canule

Status Generalis
Kepala

: Normocephali, Lingkar kepala 44 cm

Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edema


palpebra -/-, refleks pupil +/+ isokor

THT

Telinga

: Sekret -/-

Hidung

: Napas cuping hidung (-), sekret -/-

10

Tenggorok : Faring hiperemi -/-, tonsil T1/T1


Lidah

: Sianosis (-)

Bibir

: Sianosis (-), mukosa bibir basah (+)

Leher

: Pembesaran kelenjar (-)

Thoraks

: Simetris (+)

Jantung

: Inspeksi

: iktus kordis tak tampak, prekordial


bulging (-)

Palpasi

: iktus kordis tidak teraba

Auskultasi : S1 S2 normal regular, murmur (-)


Paru

: Inspeksi
Palpasi

: bentuk normal, simetris, retraksi (-)


: gerakan dada simetris

Auskultasi : ves +/+, rales -/-, wheezing +/+


Abdomen

: Inspeksi

: distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Perkusi

: timpani, ascites (-)

Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (-), turgor


kembali cepat, hepar dan lien tidak
teraba

Ekstremitas

: Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik

Kulit

: sianosis (-), ikterus (-), cutis marmorata (-)

Status Antropometri WHO

TB

: 72 cm

BB

: 8,5 kg

BB/U

: 0 SD

TB/U

: z-score -2 s/d 0 SD

BB/PB

: z-score -1 s/d 0 SD

BBI

: 9 kg

Waterlow

: 94%

Status Gizi

: Gizi Baik

Pemeriksaan Penunjang saat MRS

11

1) Pemeriksaan Foto Thorax AP (Tanggal 5 Februari 2016)


Hasil:
-

Cor
: Besar dan bentuk kesan normal
Pulmo : Tak tampak infiltrat/nodul. Corakan bronkovaskuler normal
Sinus pleura kanan kiri tajam
Diafragma kanan kiri normal
Soft tissue dan tulang-tulang tidak tampak kelaianan
2) Pemeriksaan Darah Lengkap
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap (Tanggal 5 Februari 2016)
Parameter

Satuan

Nilai Normal

WBC
10 L
6.00-14,00
3
LYM
10 L
1,80-9,00
NEU
103L
1,1-6,6
3
RBC
10 L
3,50-5,50
HGB
g/dL
12,0-16,0
HCT
%
36,0-49,0
MCV
fL
78,0-102,0
MCH
Pg
25,0-35,0
MCHC
g/dL
31,0-36,0
RDW
%
11,6-18,7
3
PLT
10 L
140-440
MPV
fL
6,80-10,0
5
Diagnosis Klinis
Bronkiolitis sedang + Gizi Baik
6

Hasil

Remark

9,56
4,13
3,4
4,48
11,1
36,3
81
24,7
30,5
11,6
317
8,6

Normal
Normal
Normal
Normal
Rendah
Normal
Normal
Rendah
Rendah
Normal
Normal
Normal

Penatalaksanaan
1) Rawat inap
2) O2 nasal canul 2 liter per menit sesuai klinis
3) Kebutuhan cairan 900 ml/hari, mampu minum 400cc/hari
IVFD D5 1/4NS 20 tpm mikro
4) Kebutuhan kalori 990 kkal/hari
5) Kebutuhan protein 18 g/hari
Diet bubur nasi tim 3x1 porsi
6) Ampisilin 100 mg/kg/kali ~ 225 mg @ 6 jam IV
7) Dexamethason 1,5 mg @8jam IV
8) Nebulisasi salbutamol 0,1 mg/kg/kali ~ 0,9 ml + NaCL 0,9 % s/d 4 ml
@ 6 jam

12

9) Ambroxol sirup 1,5 ml @ 8 jam oral


Monitoring:
1) Tanda tanda vital
2) Keluhan tanda distres napas
7

Prognosis
Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam

13

BAB IV
KUNJUNGAN RUMAH
1
1

Kondisi Saat Kunjungan Rumah


Identitas Pasien
Nama

: IGAM

Tempat, Tanggal Lahir

: Denpasar, 13 Mei 2015

Umur

: 9 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku/Bangsa

: Bali/Indonesia

Agama

: Hindu

Pendidikan

: Belum sekolah

Alamat

: Jl. Raya Pemogan gg Keling no.9

Tanggal Pemeriksaan

: 4 Maret 2016

Susunan keluarga pasien disajikan dalam tabel 4.1


Tabel 4.1 Susunan Keluarga Pasien
Nama
KAS
NKS
IGAM
2

Usia
23 tahun
22 tahun
9 bulan

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki

Pekerjaan
Wiraswasta
Ibu rumah tangga
-

Status
Ayah
Ibu
Pasien

Heteroanamnesis (Ibu)
Riwayat Penyakit Saat Ini
Saat pemeriksaan dilakukan, pada pasien masih didapatkan adanya
keluhan batuk namun membaik. Pasien sudah tidak dikeluhkan sesak nafas
sejak pulang dari rawat inap RS. Anak dikatakan aktif bergerak. Pasien
mengkonsumsi ASI dan susu formula seperti biasa. Buang air besar
dikatakan normal, warna kuning, dengan konsistensi lembek dan frekuensi
sekali dalam satu hari. Buang air kecil dikatakan normal, warna jernih
kekuningan, frekuensi empat hingga lima kali per hari.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien dikatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama. Riwayat
penyakit lain disangkal oleh orang tua pasien.

14

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat penyakit seperti penyakit jantung dan tuberkulosis dalam keluarga
disangkal. Nenek dan ibu pasien memiliki riwayat penyakit asma.
Riwayat Pribadi / Sosial / Lingkungan
Pasien merupakan anak pertama dan tinggal bersama ayah dan ibu dan
keluarga besarnya di rumah dengan wilayah yang cukup padat
penduduknya. Pada rumah pasien terdapat 2 kamar, dan terdapat beberapa
kamar lain di pekarangan rumah pasien, dengan 1 buah dapur dan 1 kamar
mandi yang berada diluar kamar. Kamar pasien terdiri dari 1 tempat tidur,
lemari dan meja dengan pencahayaan dan ventilasi cukup. Untuk sumber
air menggunakan PDAM. Tidak terdapat unggas yang mati di sekitar
rumah pasien. Ayah dan kakek pasien merupakan perokok aktif dan
dikatakan sering merokok didalam rumah sebelum pasien sakit.
Riwayat Pengobatan
Pada tanggal 4 Februari 2016, pasien sempat dibawa RSUP Sanglah
dengan keluhan sesak disertai ngik-ngik, batuk, dan demam. Pasien
dikatakan kondisi baik dengan diagnosis bronkiolitis derajat ringan dan
diberi obat pulang berupa amoxicillin, metilprednisolon, salbutamol, dan
ambroxol. Tanggal 5 Februari 2016 kondisi pasien dikatakan memburuk
dan pasien dibawa berobat kembali ke RSUP Sanglah.
Riwayat Imunisasi
BCG

: 1 kali

Hepatitis B

: 4 kali

Polio

: 4 kali

DPT

: 3 kali

Campak

: 1 kali

Riwayat Persalinan

15

Pasien lahir normal di Rumah Sakit, ditolong oleh dokter dengan berat
badan lahir 3200 gram. Dikatakan panjang badan saat lahir 52 cm, lingkar
kepala dikatakan lupa. Saat dilahirkan dikatakan pasien segera menangis
dan penyakit kongenital tidak ada.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga sekarang ditambah susu
formula sejak lahir hingga saat ini dengan frekuensi on demand. Bubur
susu diberikan sejak usia 6 bulan hingga sekarang dengan frekuensi 3-4
kali sehari. Nasi tim sejak usia 7 bulan dengan frekuensi 3-4 kali sehari.
Makanan dewasa belum diberikan.
Riwayat Tumbuh Kembang
Perkembangan pasien dikategorikan normal. Tidak ada keterlambatan pada
perkembangan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dengan Denver II
1

Aspek personal-sosial
Dapat melambaikan tangan
Dapat bertepuk tangan
Dapat berusaha meraih makanan dan makan sendiri
Aspek motorik halus-adaptif
Dapat mengambil 2 kubus
Dapat memegang dengan ibu jari dan jari lain
Aspek bahasa
Dapat mengoceh
Dapat mengombinasikan 2 suku kata yang sama
Aspek motorik kasar
Dapat bangun dan duduk sendiri

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat tertentu.
Riwayat Sosial Ekonomi

16

Keluarga pasien termasuk dalam kategori keluarga menengah. Ayah pasien


bekerja sebagai wiraswasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan
yang diperoleh cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3

Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
Laju napas
Suhu aksila

: Baik
: Compos mentis
: 120 x/menit, isi cukup, regular
: 36 x/menit, reguler
: 36,5oC

Status Generalis
Kepala

: Normocephali, Lingkar kepala 44 cm

Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edema


palpebra -/-, refleks pupil +/+ isokor

THT

Telinga

: Sekret -/-

Hidung

: Napas cuping hidung (-), sekret -/-

Tenggorok : Faring hiperemi -/-, tonsil T1/T1


Lidah

: Sianosis (-)

Bibir

: Sianosis (-), mukosa bibir basah (+)

Leher

: Pembesaran kelenjar (-)

Thoraks

: Simetris (+)

Jantung

: Inspeksi

: iktus kordis tak tampak, prekordial


bulging (-)

Palpasi

: iktus kordis tidak teraba

Auskultasi : S1 S2 normal regular, murmur (-)


Paru

: Inspeksi
Palpasi

: bentuk normal, simetris, retraksi (-)


: gerakan dada simetris

Auskultasi : ves +/+, rales -/-, wheezing -/Abdomen

: Inspeksi

: distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Perkusi

: timpani, ascites (-)

17

Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (-), turgor


kembali cepat, hepar dan lien tidak
teraba

Ekstremitas

: Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik

Kulit

: sianosis (-), ikterus (-), cutis marmorata (-)

Genitalia eksterna

: tidak di evaluasi

Status Antropometri
TB

: 72.5 cm

BB

: 9 kg

BBI

: 9 kg

Waterlow

: 100 %

1
2

Status gizi baik menurut kriteria Waterlow


WHO antropometri
BB/U
: Z Score 0 2 SD
TB/U
: Z Score 0 2 SD
BB/PB
: Z Score 0 2 SD

Keadaan Lingkungan Rumah


Pasien tinggal di sebuah rumah yang ditempatinya bersama keluarga
besarnya dengan susunan seperti pada gambar yang terlampir di bagian
Lampiran.

2
1

Analisis Kasus
Kebutuhan Dasar Anak
Kebutuhan fisik biomedis (ASUH)
1 Kebutuhan pangan/gizi
Penderita mendapatkan kebutuhan gizi yang cukup di dalam
keluarganya. Makanan yang diberikan merupakan makanan yang
sesuai yaitu ASI ditambah susu formula dan bubur nasi tim. Sebelum
dan setelah MRS, konsumsi makanan penderita sehari-hari di rumah
biasanya hampir sama.
Analisa kebutuhan penderita 990 kkal/hari, sedangkan jumlah asupan
perharinya kira-kira 900 kkal/hari. Dalam hal ini kebutuhan tersebut
sudah cukup dan harus dipertahankan, bahkan dapat ditambah untuk
menjaga kebutuhan gizi pasien.

18

Sandang
Pemenuhan kebutuhan sandang dari penderita dan keluarganya dirasa
cukup. Orang tua pasien membeli pakaian sesuai dengan kebutuhan.
Dari pengamatan, kebersihan dari pakaian dari penderita dan juga
keluarganya cukup dijaga oleh ibunya.

Papan
Pasien tinggal di Jl. Raya Pemogan gg Keling no.9 dengan luas
bangunan kira-kira sekitar 1 are. Rumah pasien terletak di daerah yang
cukup padat. Ventilasi kamar juga dirasa cukup untuk saat ini. Sumber

air menggunakan PDAM.


Perawatan kesehatan
Keluarga pasien adalah keluarga yang mempercayakan kesehatannya
kepada paramedis. Orangtua pasien mengatakan apabila ada keluhan
sakit dari salah satu anggota keluarganya maka akan dibawa langsung
ke praktek dokter ataupun rumah sakit. Perawatan kesehatan bagi

pasien merupakan suatu prioritas dalam keluarga.


Waktu bersama keluarga
Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga sehingga memiliki waktu
sangat banyak bersama anaknya. Ayah pasien yang bekerja sebagai
wiraswasta lebih sedikit menghabiskan waktu bersama pasien, yaitu
sepulang kerja dan biasanya berkumpul di sore dan malam hari.
Sehari-hari pasien dirawat dan diasuh oleh ibu pasien.

Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)


Orang tua pasien sangat menyayangi pasien. Terlihat dengan usaha dan
kedekatan pasien dengan orang tuanya saat dirawat di rumah sakit dan saat
kunjungan. Ibu lebih berperan dalam hal perawatan dan pengawasan
pasien sehari-harinya. Ibu selalu berada di rumah untuk memerhatikan dan
merawat anaknya.
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Orang tua dan keluarga pasien nampak memberikan stimulasi yang cukup
kepada anaknya untuk menunjang tumbuh kembang anak. Ibu dan ayah
nampak berkali-kali berusaha mengajak interaksi dengan anaknya dan

19

mengajak untuk mengenalkan dengan dunia sekitar. Pasien tampak tenang


dan gampang dekat dengan orang baru.
2

Analisis Bio-Psiko-Sosial
Biologis
Saat ini pada pasien ditemukan masih terdapat keluhan batuk namun sudah
lebih membaik. Berdasarkan WHO antropometri, umur berbanding panjang
badan, umur berbanding berat, penderita termasuk dalam kriteria normal.
Psikologis
Ibu dan keluarga pasien memberikan perhatian yang cukup terhadap pasien
terutama masalah kesehatannya. Ibu dan keluarga pasien secara sabar dan
rutin selalu menjaga interaksi dengan pasien, yaitu dengan mengajaknya
bermain, berbicara, dan tidur bersama.
Sosial
Hubungan sosial pasien dengan orang tuanya baik serta juga sering
berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Lingkungan tempat tinggal
Pasien tinggal di Jl. Raya Pemogan Denpasar dengan luas bangunan kirakira sekitar 1 are. Rumah pasien terletak di daerah pemukiman yang cukup
padat. Ventilasi rumah dirasa cukup untuk saat ini. Sumber air
menggunakan PDAM.

Problem List
Sesak dan batuk kemungkinan akibat kondisi lingkungan pasien yang
tidak sehat. Ayah pasien merupakan perokok aktif.

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi


Asuh

20

Memberi penjelasan kepada keluarga pasien tentang cara menjaga


kebersihan yang terkait lingkungan tempat tinggal pasien serta
kebersihan diri.

Memberikan penjelasan kepada orang tua pasien untuk tetap


memberikan nutrisi yang cukup dan seimbang sesuai angka kebutuhan
gizi.

Menyarankan kepada keluarga pasien untuk kontrol ke poliklinik bila


terjadinya sesak napas berulang.

Memberikan penjelasan kepada ayah pasien untuk berhenti merokok,


atau jika belum berhenti merokok, harus merokok di luar rumah dan
membersihkan diri serta mengganti pakaiannya sebelum kontak fisik
dengan anaknya.
Asah

Memberikan mainan yang sesuai dengan umurnya, sehingga dapat


menstimulasi perkembangan bahasa, personal sosial, motorik kasar,
dan motorik halus penderita.

Menyarankan untuk mengenalkan anak ke lingkungan luar secara


bertahap, sehingga anak juga bisa belajar beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya dan tidak hanya dengan keluarganya saja.

Asih

Memberikan penjelasan tentang pentingnya hubungan erat antara


pasien dengan orang tua pada tahun-tahun pertama kehidupan.

21

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1

Simpulan
Adapun simpulan dari laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Pasien dalam kondisi baik setelah keluar dari rumah sakit, tidak terdapat
keluhan sesak napas lagi dari pasien, dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal.
2. Status gizi penderita berdasarkan kriteria Waterlow didapatkan dalam
rentang status gizi baik.
3. Status pertumbuhan pasien dalam batas normal yang dilihat melalui hasil
analisis kurva pertumbuhan WHO.
4. Status perkembangan pasien normal berdasarkan Denver II.

Saran
Adapun saran dari laporan ini adalah sebagai berikut:
1

Asuh
Memenuhi kebutuhan anak baik dari segi pangan, sandang dan papan.
Melengkapi kebutuhan vaksinasi anak.

Asih
Meningkatkan kekompakan dalam memberikan kasih sayang kepada anak
dan meningkatkan kepekaan terhadap segala permasalahan anak.

Asah
Menemani anak dalam bermain, memberikan mainan edukasi dan alat
belajar yang mendukung perkembangan anak sesuai dengan umurnya.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah. (2000).
Pedoman Pelayanan Medis :Kesehatan Anak Cetakan II. Denpasar.
2. Pudjiadi, A.H., Hegar, B., Handryastuti, S., Idris, N.S., Gandapura, E.P.,
Harmoniati, E.D. 2009. Buku PedomanPelayananMedisIkatanDokterAnak
Indonesia.Jakarta: Pediatri IDAI.
3. Zain, MS. Bronkiolitis. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: BP IDAI,
2008; h. 334-5.
4. Mustafa, Ghulam. Bronchiolitis : The Recent Evidence. Departemen of
Paediatric Nishtar Medical College Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad
2014; 26 (4).
5. Knut Oymar, Havard dan Ingvid. Review : Acute bronchiolitis in infants.
Scandinavian Journal og Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine
2014, 22-26 (1).
6. American Academy of Pediatrics. Clinical Practice Guideline : The
Diagnosis, Management and Prevention of Bronchiolitis. 2014-:134 (5).

23

LAMPIRAN
1 Silsilah Keluarga Pasien

2. Denah Rumah Pasien

Dapu
r

Kama
r
Pasie

Kama
r
pama

Kama
r
Mandi

Ruang
tamu
Halaman
Kamar
kakek dan
nenek

Halaman rumah

3. Foto Kunjungan Rumah


Foto Kamar Tidur Pasien

24

Foto Kamar

Mandi,

Dapur dan

Halaman

Rumah

Pasien

Foto
Pasien
Bersama
Dokter
Muda

25

F
P

P
P

F
F
F

P
P

P
P
P

P
P

26

Anda mungkin juga menyukai