Anda di halaman 1dari 11

2.2.

1 Definisi
Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus
paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua
sinus

paranasalis

disebut

pansunusitis.

Disekitar

rongga

hidung

terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus


etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus
sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis selalu melibatkan
mukosa pada hidung dan jarang terjadi tanpa disertai dengan rhinitis
maka sering juga disebut rhinosinusitis) .[1,7] Berdasarkan definisi, gejala
acute rhinosinusitis terjadi kurang dari 3 minngu, gejala subacute
rhinosinusitis terjadi paling tidak 21-60 hari dan gejala chronic
rhinosinusitis

terjadi

lebih

dari

60

hari.

Rhinosinusitis

dapat

diklasifikasikan berdasarkan tempat anatomi (maxillary, ethmoidal,


frontal, sphenoidal), organisme patogen (viral, bacterial, fungi), adanya
komplikasi (orbital, intracranial) dan dihubungkan dengan beberapa
faktor (nasal polyposis, immunosupression, anatomic variants).
2.2.2 Epidemiologi
Rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di
Amerika dan jumlah yang mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta
orang.
kurang

[5,8]

Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS),

lebih

dilaporkan

14

penderita

dewasa

mengalami

rhinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya dan seperlimanya


sebagian besar didiagnosis dengan pemberian antibiotik. Pada tahun
1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39 miliyar untuk
pengobatan
merupakan

rhinosinusitis.[5,9]
kasus

yang

bisa

Sekitar

40

sembuh

acute

dengan

rhinosinusitis

sendirinya

tanpa

diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua


jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua
kelompok umur.
Chronic rhinosinusitis

mempengaruhi sekitar 32 juta orang per

tahunnya dan 11,6 juta orang mengunjungi dokter untuk meminta

pengobatan. Penyakit ini bersifat persisten sehingga merupakan


penyebab penting angka kesakitan dan kematian. Adapun penyakit ini
dapat mengenai semua ras, semua jenis kelamin dan semua umur.
2.2.3 Etiologi
Sinusitis dapat disebabkan oleh beberapa patogen seperti bakteri
(Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Streptococcus
group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram (-),
Pseudomonas,

fusobakteria),

virus

(Rhinovirus,

influenza

virus,

parainfluenza virus), dan jamur.


Patogen yang paling sering dapat diisolasi dari kultur maxillary sinus
pada

pasien

sinusitis

akut

yang

disebabkan

bakteri

seperti

Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, dan Moraxella


catarrhalis.

Streptococcus

pyogenes,

Staphylococcus

aureus

dan

bakteri anaerob. Selain itu beberapa jenis jamur juga berperan dalam
patogenesis penyakit ini seperti Mucorales dan Aspergillus atau
Candida sp. Berikut beberapa penjelasan patogen yang berperan
dalam penyakit sinusitis akut :
Streptococcus pneumonia merupakan bakteri gram positif, catalasenegative, facultatively anaerobic cocci dimana 20 - 43 % dari
sinusitis akut yang disebabkan bakteri pada kasus orang dewasa.

[10]

Haemophillus influenza merupakan bakteri gram negatif, facultatively


anaerobic bacilli. H influenza type B merupakan penyebab pasti
meningitis sampai pemakaian luas vaksin.

Staphylococcus
peningkatan

aureus

dalam

disebabkan bakteri.

sekarang

patogen

ini

dilaporkan

penyebab

sinusitis

mengalami
akut

yang

[11]

Pada sinusitis kronik ada beberapa bakteri yang telah dapat dilaporkan
yang berperan sebagai penyebab. Namun peran bakteri dalam
patogenesis sinusitis kronik belum diketahui sepenuhnya. Adapaun
beberapa

contohnya

seperti

Staphylococcus

aureus,

Coagulase-

negative staphylococci , H influenza, M catarrhalis, dan S Pneumoniae.


Disamping itu, ada beberapa jenis jamur yang dapat dihubungkan
dengan penyakit ini seperti Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans,

Candida sp, Sporothrix schenckii dan Altemaria sp. Adapun etiologi


yang mungkin dari pasien diatas adalah adanya infeksi dari bakteri. Hal
ini karena pasien mengeluhkan adanya pilek yang kemungkinan
disebabkan oleh bakteri.
2.2.4 Patogenesis
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan
kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis
disebabkan

oleh

infeksi

virus.

Virus

tersebut

sebagian

besar

menginfeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza A


dan B, parainfluenza, respiratory syncytial virus, adenovirus dan
enterovirus.

Sekitar

memberikan

bukti

90

pasien

gambaran

yang

radiologis

mengalami
yang

ISPA

melibatkan

akan
sinus

paranasal.[4,12] Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada


dinding

hidung

dan

sinus

sehingga

menyebabkan

terjadinya

penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada


mekanisme drainase dalam sinus.

Selain itu inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian,


dan nasal instrumentation juga menyebabkan menurunya patensi
sinus ostia. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase
yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada
lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan
sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan
media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia
yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya
akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel
bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri,
environmental ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua
permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener
syndrome). Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal

meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari


virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan
hipoksia

di

dalam

sinus

dan

akan

memberikan

media

yang

menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan


jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas
leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia
yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan
terdapatnya beberapa bakteri patogen. Menurut teori,patogenesis
pasien di atas disebabkan oleh deviasi septum. Deviasi septum
tersebut didapatkan dari pemeriksaan fisik.
2.2.5 Manifestasi kilinis
Manifestasi klinis yang khas dari kelainan pada sinus adalah sakit
kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari.
Manifertasi klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi menjadi
dua yaitu gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat).
Gejala subyektif : demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lender
hidung yang kental dan terkadang bau, sakit kepala yang menjalar
dan lebih berat pada pagi hari.
Gejala obyektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah
bawah orbita (mata) dan lama kelamaan akan bertambah lebar
sampai ke pipi.
Sinusitis akut dan kronis memilki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan
dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu
yang timbul berdasarkan sinus yang terkena :
Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah mata,
sakit gigi dan sakit kepala
Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi
Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara
mata serta sakit kepala di dahi.
Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat
dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan
ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan
sakit leher.

Pada pasien di atas kemungkinan sinus yang terinfeksi adalah sinus


maksilla berdasarkan dari keluhan pasien. Pada pipi bagian sinistra
pasien juga terdapat udema yang menunjukan penumpukan cairan
pada sinus maksillaris pasien.
2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Dalam menegakkan diagnosis penyakit sinusitis baik akut maupun
kronik harus melakukan beberapa langkah seperti anamnesis (riwayat
pasien), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Penegakkan diagnosis tersebut harus dilakukan dengan cermat sebab
ini

akan

sangat

mempengaruhi

dokter

terutama

dalam

penatalaksanaan pasien. Berikut langkah-langkah dalam mendiagnosis


sinusitis baik akut maupun kronis.
a) Sinusitis Akut
Anamnesis
Riwayat rhinitis allergi, vasomotor rhinitis, nasal polyps,
rhinitis medicamentosa atau immunodeficiency harus dicari
dalam mengevaluasi sinusitis. Sinusitis lebih sering terjadi
pada

orang

yang

mengalami

kelainan

kongenital

pada

imunitas humoral dan pergerakan sillia, cystic fibrosis dan


penderita AIDS. Sinusitis yang disebabkan oleh bakteri sering
salah diagnosis. Faktanya hanya 4050 % dari kasus yang
berhasil didiagnosis dengan tepat oleh dokter.

[13]

Meskipun kriteria diagnosis sinusitis akut telah ditetapkan, tak


ada satu tanda atau gejala yang kuat dalam mendiagnosis
sinusitis yang disebabkan bakteri. Akan tetapi, sinusitis akut
yang disebabkan bakteri harus dicurigai pada pasien yang
memperlihatkan gejala ISPA yang disebabkan virus yang tidak
sembuh selama 10 hari atau memburuk setelah 57 hari.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, hal-hal yang mungkin kita temui pada
pasien seperti purulent nasal secretion, purulent posterior
pharyngeal

secretion,

mucosal

erythema,

periorbital

erythema, tenderness overlying sinuses, air-fluid levels on


transillium of the sinuses dan facial erythema.[6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dan C-reactive
protein meningkat pada pasien sinusitis tapi hasil ini
tidak spesifik. Hasil pemeriksaan darah lengkap juga
diperlukan sebagai acuan pembanding. Pemeriksaan
sitologi nasal berguna untuk menjelaskan beberapa hal
seperti allergic rhinitis, eosinophilia, nasal polyposis dan
aspirin sensitivity. Kita juga dapat melakukan kultur
pada produk sekresi nasal akan tepai sangat terbatas
karena sering terkontaminasi dengan normal flora.
Pemeriksaan Imaging
Pemerikasaan
mendapatkan

ini

dilakukan

gambaran

sinus

terutama
yang

untuk
dicurigai

mengalami infeksi. Ada beberapa pilihan imaging yang


dapat dilakukan yaitu plain radiography (kurang sensitif
terutama pada sinus ethmoidal), CT scan (hasilnya lebih
baik dari pada rontgen tapi agak mahal), MRI (berguna
hanya pada infeksi jamur atau curiga tumor) dan USG
(penggunaannya terbatas).

[6]

b) Sinusitis kronik
Anamnesis
Sinusitis kronik lebih sulit didiagnosis dibandingkan dengan
sinusitis akut. Dalam menggali riwayat pasien harus cermat,
jika tidak maka sering salah diagnosis. Gejala seperti demam
dan nyeri pada wajah biasanya tidak ditemukan pada pasien
sinusitis kronik.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaaan fisik pasien sinusitis kronik ditemukan
beberapa hal seperti pain or tenderness on palpation over
frontal or maxillary sinuses, oropharyngeal erythema dan

purulent

secretions,

manifestation

dental

(conjunctival

caries

congestion

dan

ophthalmic

dan

lacrimation,

proptosis).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur hapusan nasal tidak memiliki nilai
diagnostik.

Kadang-kadang

pada

hapusan

nasal

ditemukan juga eosinopil yang mengindikasikan adanya


penyebab alergi. Pemeriksaan darah lengkap rutin dan
ESR secara umum kurang membantu, akan tetapi
biasanya ditemukan adanya kenaikan pada pasien
dengan demam. Pada kasus yang berat, kultur darah
dan kultur darah fungal sangat diperlukan. Tes alergi
diperlukan untuk mencari penyebab penyakit yang
mendasari.
Pemeriksaan Imaging
Imaging

yang

tersedia

untuk

membantu

dalam

menegakkan diagnosis sinusitis kronis seperti plain


radiography, CT scan, dan MRI. Prinsip penggunaannya
sama pada sinusitis akut.

[3,7]

Dilihat dari hasil anamnesis pasien seperti yang sudah tertulis diatas,
dan menurut teori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita sinusitis tipe kronik. Hal ini karena menurut keluhan pasien,
gejala ini sudah muncul sejak 1 tahun yang lalu.
Adapun beberapa diagnosis banding dari masing-masing tipe sinusitis
yaitu :
a) Sinusitis Akut : asthma, bronchitis, influenza, dan rhinitis alergi
b) Sinusitis Kronik : FUO, gastroesophageal reflux diseases, rhinitis
alergi, rhinocerebral mucormycosis dan acute sinusitis.
2.2.7 Penatalaksanaan dan Follow Up
a) Sinusitis Akut

[3]

Tujuan

dari

terapi

sinusitis

akut

adalah

memperbaiki

fungsi

mukosilia dan mengontrol infeksi. Terapi sinusitis karena infeksi


virus

tidak

memerlukan

antimikrobial.

Terapi

standard

nonantimikrobial diantaranya topical steroid, topical dan atau oral


decongestan, mucolytics dan intranasal saline spray.
Berdasarkan pedoman Sinus and Allergy Health Partnership tahun
2000, terapi sinusitis akut yang disebabkan bakteri dikatakorikan
menjadi 3 kelompok :
Dewasa

dengan

sinusitis

ringan

yang

tidak

meminum

antibiotik : Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (1.5-3.5 g/d),


cefpodoxime

proxetil,

atau

cefuroxime

direkomendasikan

sebagai terapi awal


Dewasa dengan sinusitis ringan yang telah mendapat antibiotik
sebelumnya 4 6 minngu dan dewasa dengan sinusitis
sedang

Amoxicillin/clavulanate,

amoxicillin

(3-3.5

g),

cefpodoxime proxetil, atau cefixime


Dewasa dengan sinusitis sedang yang telah mendapat antibiotik
sebelumnya

minggu

Amoxicillin/clavulanate,

levofloxacin, moxifloxacin, atau doxycycline.

[7]

b) Sinusitis Kronik
Terapi yang dapat dilakukan pertama kali seperti mengontrol faktorfaktor resiko karena sinusitis kronik memiliki banyak faktor resiko
dan beberapa penyebab yang berpotensial. Selain itu, terapi
selanjutnya yaitu mengontrol gejala yang muncul serta pemilihan
antimikrobial (biasanya oral) yang di pakai.
Tujuan utama dari terapi dengan menggunakan obat yaitu untuk
mengurangi infeksi, mengurangi kesakitan dan mencegah terjadinya
komplikasi.

Adapun

berikut

beberapa

contoh

antibiotik

yang

digunakan seperti :
Vancomycin (Lyphocin, Vancocin, Vancoled) => Adult : 1 g or 15
mg/kg IV q12h, Pediatric : 30-40 mg/kg/d IV in 2 doses

Moxifloxacin (Avelox) => Adult : 400 mg PO/IV qd, Pediatric :


<18 years: Not recommended , >18 years: Administer as in
adults
Amoxicillin (Amoxil, Trimox, Biomox) => Adult : 500 mg to 1 g
PO q8h, Pediatric : 0-45 mg/kg/d PO q8h divided.

[6,9]

Pasien yang telah mendapatkan terapi dan mulai menunjukkan adanya


kemajuan

hendaknya

tetap

dilakukan

follow

up

agar

proses

penyembuhan dapat berjalan dengan baik. Adapaun yang perlu


diperhatikan diantaranya minum air secukupnya, hindari merokok,
imbangi nutrisi dan lain-lain. Penatalaksanaan pasien pada kasus
diatas adalah dengan pemberian ambroksol dengan dosis 3 kali sehari
masing-masing 1 tablet. Selain itu, diberikan juga obat dari golongan
psodoefedrin dengan dosis 3 kali sehari masing-masing 1 tablet.
Namun pasien pada kasus diatas, belum dilakukan suatu follow up
mengingat pasien ini baru pertama kali datang ke poliklinik THT Rumah
Sakit Sanglah. Tetapi pasien diatas telah disarankan untuk mengikuti
follow up dengan datang kembali ke poliklinik THT RS Sanglah setiap 1
bulan.
2.8 Prognosis dan Komplikasi
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan
sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga
penderita

bisa

mengalami

relaps

setelah

pengobatan

namun

jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini


bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya
akan dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess,
atau komplikasi extra sinus lainnya.

[1,2]

Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan


pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik. Untuk
komplikasinya

bisa

berupa

orbital

cellulitis,

cavernous

sinus

thrombosis, intracranial extension (brain abscess, meningitis) dan


mucocele formation.

[1,2,3]

Anda mungkin juga menyukai