Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sirkumsisi merupakan suatu tindakan pembedahan dengan cara
memotong seluruh atau sebagian prepusium penis atas indikasi dan dengan
tujuan tertentu, yang juga merupakan salah satu prosedur bedah umum di
seluruh dunia dan selama bertahun-tahun telah menjadi kontroversial dengan
mempertanyakan indikasi medis terutama pada bayi laki-laki yang baru lahir.
Oleh karena itu, diperlukan kepercayaan orang tua tentang manfaat medis
sirkumsisi terhadap anak-anak mereka, baik prosedur maupun berbagai
alternatif cara sirkumsisi dan memberikan informed consent (Bhattacharjee,
2008).
Angka kejadian sirkumsisi dalam setiap negara dapat bervariasi sesuai
dengan agama, etnis dan status sosial-ekonomi dengan tujuan alasan medis,
agama, sosial dan budaya. Diperkirakan 30% laki-laki di sirkumsisi di seluruh
dunia berusia 15 tahun atau lebih tua dengan prevalensi sebesar 69% Muslim
(terutama di Asia, Timur Tengah dan Afrika Utara), 0.8% Yahudi, dan 13%
laki-laki bukan Muslim dan Yahudi. Di Indonesia, biasanya laki-laki di
sirkumsisi berusia antara 5 tahun sampai 18 tahun dengan prevalensi 25%
(bukan Muslim) dan 75% sisanya agama mayoritas Muslim (World Health
Organization (WHO), 2007).

2
Mayoritas ulama Muslim berpendapat bahwa hukumnya wajib bagi
laki-laki untuk melakukan sirkumsisi yang juga merupakan syariat agama dan
sebagai indikasi dalam agama Islam (Jupriah, 2011). Sebagaimana dalam Al
Quran surat An Nahl 123.

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ikutilah agama


(termasuk khitan di dalamnya) Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah dia
termasuk orang-orang yang musyrik 46$Q1DKO
Kemajuan dalam teknologi dan ilmu pengetahuan membuat banyak
metode sirkumsisi juga ikut berkembang. Mulai dari metode konvensional
dengan pisau bedah (bisturi) dan metode non-konvensional dengan
pemanfaatan elemen panas yang digunakan untuk memotong prepusium atau
yang biasa disebut electrocautery. Metode cautery sendiri sedang marak atau
terkenal di masyarakat Indonesia dan lebih dikenal dengan sebuWDQ .KLWDQ
Laser $NDQ WHWDSL metode cautery sebenarnya merupakan alat yang sama
sekali tidak menggunakan laser, bahkan biasanya hasil modifikasi sendiri dan
alat yang digunakan juga bermacam-macam atau bukan keluaran dari sebuah
pabrik

alat-alat

kesehatan.

Electrocautery

menggunakan

proses

penggabungan antara pemanasan alat dengan listrik sebagai sumber panas dan
kelebihannya dapat menghemat waktu, perdarahan minimal dibandingkan
dengan sirkumsisi metode konvensional, dan cocok untuk anak dibawah usia
3 tahun karena pembuluh darahnya masih kecil (Abu, 2008).

3
Electrocautery membutuhkan dosis dengan frekuensi tinggi untuk
menghilangkan jaringan yang tidak diinginkan dan membuat sayatan bedah
pada wilayah tertentu dari tubuh. Tergantung pada tegangan yang digunakan,
electrocautery dapat memberikan berbagai efek pada tubuh pasien (Smith,
2008). Penggunaan electrocautery dengan berbagai dosis atau sengatan listrik
pada saat sirkumsisi dapat menyebabkan seperti luka bakar dan terjadi
kerusakan pada jaringan pascasirkumsisi. Luka bakar dapat menyebabkan
bengkak, melepuh, jaringan parut, syok, dan infeksi karena merusak lapisan
pelindung kulit (Heller & Zieve, 2010).
Hasil luka bakar pascasirkumsisi menggunakan electrocautery
membagi menjadi dua bagian yaitu bagian luar (kulit) dan bagian dalam
(mukosa) yang dipisahkan oleh zona mukokutan (mucocutaneus junction).
Lapisan kulit terbagi menjadi lapisan epidermis (lapisan terluar kulit), lapisan
dermis, dan subkutis (Kolarsick, et al., 2011). Tingkat kerusakan jaringan
kulit akibat hasil luka bakar menyebabkan cedera dan gangguan fungsi
imunologi, manifestasinya yaitu terjadi gangguan fungsi neutrofil, pertukaran
dari T-helper menjadi T-suppressor rasio sel, penurunan jumlah limfosit, dan
penurunan produksi IgG dan IL-2 (Cancio, 2001).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui
Pengaruh Perbedaan Dosis Electrocautery dan Scalpel terhadap Tingkat
Kerusakan Jaringan Kulit Pascasirkumsisi pada Laki-laki.

4
B. Perumusan Masalah
%HUGDVDUNDQODWDUEHODNDQJGLDWDVSHQHOLWLLQJLQPHQJHWDKXLApakah
ada pengaruh perbedaan dosis Electrocautery dan Scalpel terhadap tingkat
kerusakan jaringan kulit pascasirkumsisi pada laki-laki? .

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan
dosis electrocautery dan scalpel yang digunakan terhadap tingkat
kerusakan jaringan kulit pascasirkumsisi pada laki-laki.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
a. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan dosis electrocautery dan
scalpel terhadap tingkat kerusakan jaringan kulit pascasirkumsisi pada
laki-laki yang terdiri atas: luas nekrosis/luas luka bakar, kedalaman
luka, perdarahan, dan reaksi inflamasi (leukosit dan luas dilatasi
pembuluh darah).
b. Untuk mengetahui dosis terapeutik dari penggunaaan electrocautery
yang digunakan dalam metode sirkumsisi pada laki-laki.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak :

5
1.

Pengetahuan dan pengembangan ilmu kedokteran dan masyarakat: hasil


penelitian dapat memberikan informasi yang akurat dalam hal efek besar
dosis electrocautery terhadap kerusakan jaringan kulit pascasirkumsisi
pada laki-laki.

2. Peneliti lainnya: penelitian ini dapat menjadi trigger atau dorongan, acuan
dan menambah wawasan tentang pengaruh dosis electrocautery terhadap
tingkat kerusakan jaringan kulit pascasirkumsisi pada laki-laki yang
dihubungkan dengan variabel yang berbeda.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh dosis electrocautery terhadap tingkat
kerusakan jaringan kulit pascasirkumsisi pada laki-laki dari sepengetahuan
peneliti belum pernah dilakukan di Indonesia. Peneliti merujuk pada studi
sirkumsisi menurut Abu tahun 2008 yaitu

electrocautery membutuhkan

tenaga listrik (PLN) dengan sumber panas, kelebihannya dapat menghemat


waktu dan perdarahan minimal dibandingkan dengan sirkumsisi metode
konvensional. Akan tetapi, studi lain menunjukkan bahwa tidak ada kelebihan
yang bermakna dibanding metode konvensional (Pearlman, et al., 1991).
Adapun beberapa penelitian yang hampir serupa dan dapat digunakan
untuk mendukung penelitian ini adalah:
1.

Penelitian oleh A. How, C. Ong, A. Jacobsen, V. Joseph (2003) dengan


penelitian yang berjudul &DUERQ 'LR[LGH /DVHU &LUFXPFLVLRQV IRU
&KLOGUHQ Penelitian ini membandingkan keefektifan sirkumsisi metode

6
laser dengan metode konvensional dari segi biaya dan lamanya waktu
operasi. Penelitian ini menggunakan metode studi retrospektif dari 30
pasien yang menjalani sirkumsisi konvensional pada tahun 1985 dan 30
pasien yang menjalani sirkumsisi laser tahun 1995. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sirkumsisi metode laser lebih menghemat waktu
sekitar lima menit dibanding metode konvensional sehingga biaya operasi
pun akan semakin efektif. Perbedaannya dengan penelitian penulis yaitu
membandingkan kadar dosis dari alat sirkumsisi electrocautery dengan
metode konvensional (scalpel) terhadap tingkat kerusakan jaringan kulit
pascasirkumsisi pada laki-laki.
2.

Penelitian oleh Bayu Evrianto (2010) dari Universitas Muhammadiyah


<RJ\DNDUWD PHODNXNDQ SHQHOLWLDQ WHQWDQJ 3HUEHGDDQ 7LQJNDW
Kesembuhan Sirkumsisi dengan metode Cautery dan tanpa Cautery
Penelitian ini menggunakan metode observasi non-eksperimental dengan
rancangan penelitian Cohort Prospective untuk mengetahui tingkat
kesembuhan sirkumsisi dengan metode konvensional dan cautery. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tingkat kesembuhan
sirkumsisi metode cautery tidak lebih baik daripada metode konvensional
VHFDUD VWDWLVWLN WHUKDGDS ZDNWX VHPEXK \DQJ GLEXNWLNDQ GHQJDQ QLODL 
0,065 CI 95%. Perbedaan dengan penelitian penulis yaitu menilai tingkat
kerusakan jaringan kulit melalui pengamatan mikroskopis akibat luka
bakar alat sirkumsisi electrocautery pascasirkumsisi pada laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai