Anda di halaman 1dari 25

SMF/Lab Ilmu Bedah

Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Carcinoma Paru

Disusun Oleh
Nadila Lupita Puteri

0910015046

Dinar Wulan H.

0910015051

Chika Ahsanu Amala

0910015052

Finda Rahmanisa

0910015053

M.Rozaqy Ishaq

0910015056
Pembimbing

dr. Boyke Soebhali, Sp.U

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF Ilmu Bedah
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan
dalam kandung empedu atau dalam duktus koledokus atau pada kedua-duanya. Sebagian
besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis). Jika batu empedu ini pindah ke dalam saluran empedu ekstra hepatik
disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder. Kebanyakan batu
duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di
dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu harus
memenuhi kriteria yaitu ada massa asimtomatik setelah kolisistektomi, morfologik cocok
dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa
duktus sistikus yang panjang.
Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa
serta lanjut usia. Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala atau bertanda. Angka kejadian
penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga tidak berbeda jauh
dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat
dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. Kolelitiasis sendiri sering terdiagnosis pada
usia antara 40 - 50 tahun. Pada usia di atas 60 tahun, insidens batu saluran empedu ini
meningkat. Batu empedu dapat lolos masuk ke dalam lumen saluran cerna. Apabila batu
empedu tersebut cukup besar dapat menyumbat bagian tersempit jalan cerna, yaitu ileum
terminal dan menimbulkan ileus obstruksi sehingga dapat berakibat fatal.
Meskipun batu empedu jenis kolesterol di Indonesia lebih umum, angka kejadian batu
pigmen lebih tinggi dibanding angka yang terdapat di negara Barat, dan sesuai dengan angka
di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif E.Coli ikut berperanan
penting dalam timbulnya batu pigmen. Di wilayah ini insidens batuprimer saluran empedu
adalah 40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di dunia barat sekitar 5%.
1.2 Tujuan
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit Carcinoma paru

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan pada


kasus.
3. Melatih mahasiswa dalam

melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat dari

anamnesa hingga penatalaksanaan dan follow up

BAB II
LAPORAN KASUS

A. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 5 November 2014 di ruang perawatan bedah
Cempaka 2 RSUD AW Sjahranie, Samarinda.
-

Identitas Pasien:
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Status
Pekerjaan
Pendidikan Terakhir
Alamat
Masuk Rumah Sakit
Tanggal pemeriksaan

: Ny.A
: Perempuan
: 51 tahun
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: SMA
: Separi Mahakam RT 10
: 28 Oktober 2014
: 5 November 2014

Keluhan Utama
Batuk berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak berwarna putih kental, kadang
bercampur sedikit bercak darah merah segar sejak 1 tahun terakhir. Batuk timbul
setiap saat tidak tergantung oleh waktu maupun aktivitas. Batuk dirasakan semakin
sering dan bertambah parah dalam 1 bulan terakhir. Batuk disertai dengan sesak (+) yang
hilang timbul dan mulai sering kambuh belakangan ini. Pasien juga merasakan nyeri
dada sesekali saat batuk yang menyerang tidak kunjung berhenti. Keluhan lain yaitu
berupa munculnya keringat malam, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan.
Pasien mengaku bahwa berat badannya berkurang dari 54 kg hingga kini menjadi 43 kg.
Tidak ada demam. Pasien juga mengeluhkan adanya muntah 2x sebanyak gelas aqua
berupa air sejak 2 hari yang lalu. BAK dan BAB dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


4

Pasien sempat berobat di RS tenggarong 5 bulan yang lalu, sempat difoto rontgen
dan mendapat obat cefixime 3 x 1 dan ambroxol sirup 2 x 1 sendok makan. Lalu
pasien dirujuk ke poli RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Saat di poli,, dilakukan
pemeriksaan foto rontgen, CT scan, FNAB, dan pemeriksaan dahak. Pasien

didiagnosa dengan tumor paru dan TB paru.


Riwayat pemakaian OAT (+) 5 bulan
Riwayat Hipertensi (+)
Riwayat Diabetes Mellitus, asma, alergi disangkal
Riwayat penyakit jantung tidak diketahui pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa
Riwayat Diabetes Mellitus, asma, hipertensi, alergi disangkal
B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
1.
2.
3.

4.

5.

Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda vital
:
- Nadi
: 79 x/menit
- Frekuensi napas : 21 x/menit
- Tekanan Darah : 150/80 mmHg
- Temperatur
: 36,6oC
Status Gizi
BB
: 43 kg
TB
: 158 cm
IMT
: 17,22 kg/m2
Kepala-Leher :
Normocephal, Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-), bibir sianosis (-), faring

hiperemis (-), tonsil hiperemis (-), pembesaran KGB (-).


6.
Thoraks
:
- Paru
:
a. Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi (-), retraksi dinding dada (-)
b. Palpasi: Vocal fremitus simetris, fremitus raba simetris
c. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
d. Auskultasi : Vesikuler (+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
- Jantung :
a. Inspeksi
b. Palpasi

: Ictus Cordis tampak (-)


: Ictus Cordis teraba (+) di ICS V Midclavicula Line Sinistra
c. Perkusi
: Batas kanan jantung di Parasternal Line Dextra, batas
kiri di ICS V Midclavicula Line Sinistra
5

d. Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)


7.

Abdomen
a. Inspeksi

c. Perkusi
d. Auskultasi
8.

Ekstremitas

: Datar, sikatriks (-), hematom (-), distensi (-)


b. Palpasi
: Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba
: Timpani, ascites (-), nyeri ketok hepar (-), nyeri ketok CVA (-/-),
: Bising usus normal
: Akral hangat, edema (-)

C. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium
Laboratorium (14-10-2014)
Pemeriksaan
Hb
Hct
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
GDS
CEA
Ureum
Creatinin
Na
Cl
K
AB HIV
HbsAg

Nilai
10,5 gr/dl
31,9 %
8.200
3,98 juta
350.000
85 mg/dl
5,52 mg/ml
20,9 mg/dl
1,2 mg/dl
136 mmol/L
105 mmol/L
3,9 mmol/L
NR
NR

Nilai Normal
11 - 16
37 - 54
5.000 10.000
3,5 5,5 juta
100.000 300.000
60 - 150
< 10
10 - 40
0,5 1,5
135 - 155
95 - 105
3,6 5,5
Negatif
Negatif

Laboratorium (28-10-2014)
Pemeriksaan
Hb
Hct
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
GDS
LED
Ureum
Creatinin
Na
Cl
K
AB HIV
HbsAg

Nilai
9,2 gr/dl
30 %
7.200
3,05 juta
272.000
98 mg/dl
121
43,4 mg/dl
1,2 mg/dl
136 mmol/L
105 mmol/L
3,9 mmol/L
NR
NR

Nilai Normal

5.000 10.000

60 - 150

135 - 155
95 - 105
3,6 5,5
Negatif
Negatif
6

Hasil USG : Gastritis (+), multiple cholelitiasis berupa > 10 butir batu empedu.
D. Diagnosis Kerja
Kolelitiasis
E. Penatalaksanaan
Kolesistektomi
F. Prognosis
Dubia ad bonam

Follow Up
Tanggal
1-11-2014

Follow Up
Tindakan
S: nyeri ulu hati (+), mual (+)
P:
O: CM, TD: 130/80 mmHg, N; 89 Pro kolesistektomi
x/menit, RR: 21 x/menit,
T:36,60C, BU (+) kesan normal.
A: kolelitiasis

2-11-2014

S: keluhan (-)
P:
O: cm, TD: 140/70 mmHg, N; 88 Pro kolesistektomi
x/menit, RR: 22 x/menit,
T:36,70C, BU (+) kesan normal.
A: Kolelitiasis
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. 3,4 Hati terletak di
7

kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta
tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah
anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava.15 Kuadran kanan atas
abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu. 1 Pembentukan dan
ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.2 Kandung empedu adalah sebuah kantung
terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan
ke dalam usus.16,17 Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,
tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.3
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran.3,18 Batu empedu di dalam saluran empedu bisa
mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat,
maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri
bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. 18
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga
menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat
disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu
sampai ke kantong empedu.3,4 Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini
menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga
cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut
misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun
demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding
penyebab terbentuknya batu.19

Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu


Anatomi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar
10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan
kiri.7 Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah
advokat tepat di bawah lobus kanan hati.2,3 Kandung empedu mempunyai fundus, korpus,
dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit
memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu.
8

Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
daerah duktus sistika.7
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang
kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang
keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera
bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus. 2,20
Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di
dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan
elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin
yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen
utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.2,7
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu
disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke
duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus
dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah
mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu
kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.20,21
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan
ke duodenum setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor,
yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung
empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir ke duodenum.3 Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon
duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan
kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal
terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi
dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air,

lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik
adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.7
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan
hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu
serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.
Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan
dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan
kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses
penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu
sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang
dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.22
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan
kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. 22 Seluruh
garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap
sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon,
bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok
ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. 22 Hanya sekitar 5% dari asam empedu
yang disekresikan dalam feses.7
Faktor risiko
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
degan usia yang lebih muda.1,38 Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun
mengidap batu empedu.39 Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi.
Hal ini disebabkan: Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan, Meningkatnya
sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.Empedu menjadi
semakin litogenik bila usia semakin bertambah.40
b. Jenis Kelamin

10

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu.41,42 Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria
menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun
umumnya selalu pada wanita.43
c. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.1,42
d. Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar
kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat
mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.44 Intake rendah klorida, kehilangan berat
badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.42
e. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.42
Gambaran Klinis
Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap
makanan yang berlemak. Pada yang simtomatik, keluhan utamanya adalah nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Batu empedu tidak menyebabkan keluhan,
selama batu tidak masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu
masuk ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita.
Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus
koledokus dan masuk ke duodenum.4 Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala
selama berpuluh tahun.
Gejalanya yang khas berupa nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap
maupun seperti kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) yang
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakanperlahan-lahan, tapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba. Lebih
11

kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah minum antasid.
Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas
dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti
menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat (tanda Murphy).
Jika ductus sistikus tersumbat oleh batu, timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar
ke punggung bagian tengah, skapula atau puncak bahu. Mual dan muntah sering kali
berkaitan dengan serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini
cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain seperti demam,
nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, ikterus yang hilang timbul, pruritus, perut
terasa kembung, dan lain-lain.16,23
Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu
Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya.3 Terbentuknya batu empedu
tidak selalu memunculkan gejala pada penderitanya. Gejala yang dirasakan pada penderita
batu empedu tergantung dari lokasi tempat batu empedu berada. Batu empedu dapat masuk
ke dalam usus halus ataupun ke usus besar lalu terbuang melalui saluran cerna sehingga tidak
memunculkan keluhan apapun pada penderitanya.25
Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung empedu, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu kandung empedu menyebabkan serangan
nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
pemeriksaan lanjut.26 Batu empedu yang berada dalam kandung empedu bisa bertambah besar
dan berisiko menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan komplikasi (kolesistisis,
hidrops, dan empiema). Kandung empedu dapat mengalami infeksi. Akibat infeksi, kandung
empedu dapat membusuk dan infeksi membentuk nanah. 26,27 Bilamana timbul gejala,
biasanya karena batu tersebut bermigrasi ke saluran empedu. 27 Batu empedu berukuran kecil
lebih berbahaya daripada yang besar. Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana
ke tempat lain.28
Nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi yang
hampir sama dengan nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada bagian kandung empedu.
Apabila batu empedu menyumbat di dalam saluran empedu utama, maka akan muncul
kembali sensasi nyeri yang bersifat hilang-timbul. Lokasi nyeri yang terjadi biasanya
12

berbeda-beda pada setiap penderita, tetapi posisi nyeri paling banyak yang dirasakan adalah
pada perut atas sebelah kanan dan dapat menjalar ke tulang punggung atau bahu. Penderita
seringkali merasakan mual dan muntah.25 Peradangan pada saluran empedu atau yang disebut
dengan kolangitis dapat terjadi karena saluran empedu tersumbat oleh batu empedu. 24 Jika
terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam.25
Diagnosis kolelitiasis
1.

Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih
dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3
2.

Pemeriksaan Fisik pada batu kandung empedu


Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak

anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas. Pada batu saluran empedu , tidak
terdapat tanda atau gejala apapun dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan
sklera ikterik. Patut diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala
ikterus tidak jelas. Apabila terdapat sumbatan saluran empedu yang bertambah berat, baru
akan timbul ikterus klinis. Apabila terjadi kolangitis, maka akan timbul gejala demam dan
menggigil, nyeri di daerah hati, dan ikterus.
a.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koledokus
oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat timbul leukositosis. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin
juga kadar amilase serum meningkat setiap kali serangan akut.

b.

Pemeriksaan Ultrasonografi
13

USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan
diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di tangan
Ahli Radiologi.30 USG mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empeduintrahepati dan
ekstrahepatik. Dengan USG dapat dilihatdinding kandung emepedu yang menebal karena
fibrosis atau udem akibat peradangan.
c.

CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam saluran
empedu.30 ketepatan pemeriksaan 70-90%
4.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.30

Tipe Batu Empedu


Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium
karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan
bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa
soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada
yang seperti buah murbei. Batu kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam
cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol
dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu.
Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang
sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses
pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.3
Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,
tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.3,29 Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin
kalsium dan akibat penyakit infeksi.2,3

14

Batu Empedu Campuran


Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung
kalsium sehingga bersifat radioopaque.3,29
Patogenesis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.1 Hati
berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam
hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke
dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan
tubuh.31,32 Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak
lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat.1
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol.2 Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan
pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan
empedu.4,19 Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara
yang belum dimengerti sepenuhnya.2
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di
saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium. 22
Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.15
Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang
dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin
(20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu empedu menimbulkan
masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini:

15

a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya
beberapa ton.
b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua
pertiganya menjalani pembedahan1
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam
pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi kamakoti Child
trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43
(0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5
mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala
asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007).
Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus
tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.35
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang
yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung
empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.15 Pada pemeriksaan autopsy di Chicago,
ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis.36 Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda
mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang
mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orangorang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.37
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak
mempunyai keluhan.13
Pencegahan Kolelitiasis
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat
yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan terhadap
individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan
makanan untuk mencegah infeksi, misalnya
S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh,
meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan mengikat
sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di
16

kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat
dari cairan empedu. 45,46
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita
kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kolelitiasis
agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis,
ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi.4
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non bedah
1. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu
kolesterol diameternya < 20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik,
dan duktus sistik paten.8
2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974 hingga
sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya
batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui
muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar
bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran
empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser.48
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang
suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat
pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.7
b. Penanggulangan bedah, yaitu:
1. Kolesistektomi terbuka
17

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.7
2. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai sembilan
puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.7 Indikasi pembedahan
batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu atau
semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau
kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering
menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.3,7 Kolesistektomi
laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu
simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil
(2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan
mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan
memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
(seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.42
Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis
Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier yang
mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi. 3,7 Apabila tindakan
kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy),
ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography), disolusi medis (penanggulangan
dengan non bedah) dapat diberikan sebagai alternatif.49
Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis
Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah selayaknya
batu itu diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan segera
18

dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil atau berkisar 2-3 mm, langkah
operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu dilakukan.7,50
Komplikasi
Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.24
Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang
oleh sebuah batu empedu.24
Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi
empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.3,7
Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan
jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.3,7

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesa
Teori
Fakta
- Perempuan > Laki-laki
- Perempuan
- Sering terdiagnosis pada usia antara 40 - Pasien usia 51 tahun
- 50 tahun. Kejadian pada usia >40
tahun. Pada usia di atas 60 tahun,
insidens

batu

saluran

empedu

meningkat.
- Dyspepsia, nyeri epigastrium, kuadran

- Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati yang


19

kanan atas atau prekordium.

terasa menusuk-nusuk hingga tembus

- Nyeri saluran empedu cenderung hebat,


baik menetap maupun seperti kolik
bilier (nyeri kolik yang berat pada
perut

atas

bagian

kanan)

yang

berlangsung lebih dari 15 menit, dan


kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian.
- Nyeri menghilang

setelah

minum

antasid.

ke belakang.
- Nyeri dirasakan
muncul

cukup

berat

tiba-tiba

dan

sehingga

mengganggu aktivitas pasien. Pasien


merasakan nyeri sekali pada ulu hati
yang bisa hilang hanya dengan anti
nyeri. Nyeri tersebut dirasakan hilang
timbul.
- Setiap kali

merasa

nyeri,

pasien

meminum obat anti nyeri dan obat


lambung.

- Nyeri menetap dan bertambah pada


waktu menarik napas dalam dan
sewaktu kandung empedu tersentuh

- Nyeri ini dirasakan semakin parah


apabila pasien menarik nafas panjang
dan saat pasien merasa lelah.

ujung jari tangan sehingga pasien


berhenti

menarik

napas

(tanda

serangan

ini

cenderung

makin

Mual (+), muntah (-)


Murphy).
- Nyeri ulu hati yang dirasakan oleh
- Mual dan muntah
pasien sering kambuh belakangan ini.
- Sekali serangan kolik biliaris dimulai,
meningkat
intensitasnya.
- Demam, nyeri

frekuensi

dan

- Demam (-), menggigil (-), BAB dan


BAK dalam batas normal.

seluruh

permukaan

perut, perut terasa melilit, ikterus


yang hilang timbul, pruritus, perut - Pasien memiliki BMI = 41,01
terasa kembung, dan lain-lain.16,23
- Orang dengan Body Mass Index (BMI)
tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Dengan
tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi,
dan juga mengurasi garam empedu
serta

mengurangi

kontraksi/

pengosongan kandung empedu.


20

4.2 Pemeriksaan Fisik

1. nyeri

Teori
tekan dengan

Fakta
punktum 1. nyeri tekan epigastrium (+), nyeri

maksimum di daerah letak anatomi

bertambah

kandung empedu. Tanda Murphy

menarik

positif

kandung empedu yang meradang

apabila

bertambah
menarik

nyeri

sewaktu
napas

tekan
penderita

panjang

karena

tersentuh

sewaktu
napas

penderita

panjang

ujung

jari

karena
tangan

pemeriksa (Murphy sign positif).

kandung empedu yang meradang


tersentuh

ujung

pemeriksa

dan

jari

tangan

pasien

berhenti

menarik napas.
2. Kadang teraba hati agak membesar
dan sklera ikterik.
3. Apabila terdapat sumbatan saluran

2. Hepatomegali (-)
3. Sklera ikterik (-/-)

empedu yang bertambah berat, baru


akan timbul ikterus klinis.
4. T = 36,6 C, menggigil (-), sklera
4. Apabila terjadi kolangitis, maka
ikterik (-/-)
akan timbul gejala demam dan
menggigil, nyeri di daerah hati, dan
ikterus.
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Teori
- Pemeriksaan Laboratorium

Fakta
- Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang


asimptomatik,

umumnya

tidak

Bilirubbin total : 0,5


Bilirubin direct : 0,1

menunjukkan kelainan laboratorik.

Bilirubin indirect :0,4

Kenaikan ringan bilirubin serum

Leukosit : 11.400

terjadi akibat penekanan duktus

Alkali fosfatase tidak diperiksa

koledokus

oleh

batu,

dan

21

penjalaran radang ke dinding yang


tertekan tersebut. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat timbul
leukositosis. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar
amilase serum meningkat setiap
kali serangan akut.
-

USG ini merupakan pemeriksaan

Hasil USG : Gastritis (+), multiple

standard, yang sangat baik untuk cholelitiasis berupa > 10 butir batu
menegakkan
diagnosa
Batu empedu.
Kantong Empedu. Kebenaran dari
USG ini dapat mencapai 95% di
tangan Ahli Radiologi.30
4.5 Penatalaksanaan

Teori
Penanganan nonbedah
1. Disolusi Medis
2. Endoscopic

Cholangio

Fakta
Pro kolisistektomi

Retrograde
Pancreatography

(ERCP)
3. Extracorporeal Shock Wave
Penanggulangan bedah
1. Kolesistektomi terbuka
2. Kolesistektomi laparoskopik

22

BAB V
KESIMPULAN

Pasien dengan inisial Ny. A, usia 51 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu
hati selama 15 hari terakhir. Nyeri terasa menusuk-nusuk hingga tembus ke
belakang. Nyeri dirasakan cukup berat dan muncul tiba-tiba sehingga mengganggu
aktivitas pasien. Nyeri tersebut dirasakan hilang timbul. Nyeri ini dirasakan semakin
parah apabila pasien menarik nafas panjang dan saat pasien merasa lelah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium, murphy sign (+). Hasil
pemeriksaan ultrasonografi didapatkan adanya gastritis dan batu lebih dari 10 butir di
kandung empedu. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pro kolisistektomi.

23

Daftar Pustaka

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Rosenack, J, Diagnosis and Therapy of Cronic Liver and Biliary Disease


Hadi. Sujono, Gastroenterology, Penerbit Alumni/ 2004/ Bandung
Sjamsuhidajat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004. Jakarta : EGC
Soeparman. 2010. Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FKUI. Jakarta.
Guyton and Hall. 2010. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Stephen J. McPhee, dkk.2013. Curent Medical Diagnosis and Treatman. California :

Lange.
7. Sherlock, S.2008.

Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Oxford. England

Blackwell.
8. http://www.academia.edu/4795675/
9. http://medicaljournal.com/2013/08/kholelitiasis-penyakit-batu-empedu.html

24

25

Anda mungkin juga menyukai