DI TANGERANG DAN I M P L I K A S I N Y A
A N T A R A T A H U N 1 6 8 4 -1 942 DAN TAHUN 1966 -1998
Skripsi
diajukan untuk melengkapi
persyaratan mencapai
gelar kesarjanaan
.
NPM : 20051550012
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah diajukan pada hari Rabu tanggal 16 September 2009
PANITIA UJIAN
Ketua Sekretaris
Anggota I Anggota II
iii
LEMBAR PERNYATAAN
ini bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai
dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab VI pasal 25 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Jakarta,………………….2009
iv
MOTTO
terkecuali manusia. Bila manusia hanyalah bagian kecil dari benda -benda
dunia, maka tidak otentik lagi mengatakan manusia sebagai pusat dari sistem
Terima kasih
atas semua dukungannya
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas semua
Tahun 1684- 1942 dan Tahun 1966- 1998”, ditulis untuk memenuhi salah
PGRI.
terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan
bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama
kepada :
2. Bapak Drs. Heru Sriyono, MM, selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan dan
3. Ibu Dra. Hj. Sartini, MM, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
6. Rekan dan sahabat yang telah memberikan saran dan semangat kepada
vi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik
bentuk, isi, maupun teknik penyajiannya. Oleh sebab itu, kritik yang bersifat
membangun dari berbagai pihak, penulis terima dengan tangan terbuka serta
sangat diharapkan. Semoga kehadiran skripsi ini, dapat menjadi pedoman bagi
Jakarta, ……………..2009
Penulis
vii
DAFTAR ISI
MOTTO ...................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xi
ABSTRAK.................................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
B. Identifikasi Masalah....................................................................... 3
E. Sistematika Penulisan..................................................................... 6
A. Landasan Teori............................................................................... 9
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian............................................................................22
B. Sumber Sejarah................................................................................23
C. Metodologi ......................................................................................26
3. Kependudukan..........................................................................32
Banten.....................................................................................45
Dijalankan ...............................................................................52
(1966-1998)
ix
1. Membuka Keran bagi Modal Asing dan Nasional .....81
Akumulasi Modal.....................................................................89
(Modern) ................................................................................105
Rezim .....................................................................................113
B. Saran............................................................................................. 126
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR TABEL
Tabel 13: Ijin Lokasi dan Pembebasan tanah dengan Kesesuaian Rencana
Tata Ruang........................................................................................ 98
xi
Tabel 17: Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas menurut Jenjang
xii
DAFTAR SKEMA
Skema 2: Alur Mata Pencaharia n Generasi Cibogo setelah Era Industri......... 111
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
PERBURUHAN
xiv
ABSTRAK
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Jakarta. Seperangkat regulasi dan restu aparat negara di awal tahun 1970-an, telah
mengundang para pengembang dan investor membentuk kota itu sedemikian rupa
maupun jaman kolonial Hindia Belanda. Kala itu lebih dikenal dengan sebutan
Setelah dikuasai VOC tahun 1684, daerah Tangeran kemudian lebih banyak
menjadi tanah partikelir yang dikuasai orang-orang Tionghoa dan Belanda (Eropa)
yang memanfaatkan lahan partikelir Tangerang untuk lahan pertanian seperti padi,
utama kolonialisme setelah meletus revolusi industri abad ke -18. Era setelah
pasar yang luas (kapitalisasi). Bangsa penjelajah dunia (imperialis) mencari dan
menjadikan daerah baru (koloni) sebagai sumber eksploitasi bahan mentah dan
pasar bagi hasil-hasil industri. Di kemudian hari, juga sebagai tempat penanaman
Belanda pun tak lepas dari motif ekonomi tersebut. Setelah dijadikan daerah
partikelir tahun 1684, Belanda berusaha keras agar daerah tersebut ikut
(1942) dan disusul kemerdekaan Indonesia (1945). Pada masa orde baru (1966-
1998), penetrasi modal di wilayah Tangerang berlangsung secara masif. Hal ini
Proses pergeseran dari daerah agraris menjadi daerah industri hingga kini
menjadi salah satu objek menarik untuk diteliti. Berbagai peneliti telah mencoba
relasi antara pendatang dan warga asli, pergeseran pola kepemilikan tanah, hingga
Faktor inilah yang menjadi salah satu yang mendorong penulis untuk mencoba
melakukan kajian.
dan majikan, konflik warga pendatang dan warga asli, konflik tuan tanah dan
pekerjanya , dan lain-lain. Konon, di tahun 1924, terjadi konflik berbau rasis (anti
Cina) antara buruh petani pribumi dan tuan tanah yang beretnis Cina (Ekadjati,
2004: 129-137). Namun, peristiwa tersebut terjadi juga sekaligus akibat sistem
merembet dari kawasan Teluk Naga hingga Tanah Tinggi. Di masa setelah
kemerdekaan, konflik serupa juga masih sering terjadi, misalnya kerusuhan 13-15
Mei 1998 yang berbau rasis (anti Cina), juga konflik -konflik seperti penolakan
B. Identifikasi Masalah
1942).
4
Belanda.
tahun 1945-1966
1998)
1. Pembatasan Masalah
1998”.
2. Perumusan Masalah
Baru?
Orde Baru?
1. Tujuan Penelitian
Tangerang.
bidang sosial-ekonomi.
2. K egunaan Penelitian
a. Agar dapat diketahui secara lebih mendalam tentang kondisi dan potensi
masyarakat Tangerang.
E. Sistematika Penulisan
utama dan beberapa sub bab penjelas, yaitu: bab pertama Pandahuluan,
penelitian dan alasan penulis memilih judul. Secara garis besar, penelitian
yang penulis coba rangkum dalam lima pertanyaan besar seperti telah
diuraikan dalam sub bab perumusan masalah di atas. Perlu diungkapkan pula
bahwa penulis sengaja memilih judul ini mengingat bisa dikatakan bahwa
Bab kedua adalah mengenai landasan teori dan kerangka berpikir. Dalam
konsep penetrasi modal yang penulis pinjam dari sejumlah ahli sosiologi dan
penelitiannya.
kumpulkan.
pokok yang telah disinggung pada bab pendahuluan. Secara garis besar,
sosial dan pola penetrasi modal pada era kolonial (1684-1942) dan era orde
baru (1966-1998).
BAB II
A. Landasan Teori
1. Definisi Konsep
barang dan uang. Tetapi, tidak setiap jumlah uang dapat disebut
Namun, perlu digaris bawahi bahwa bukan soal investasi uang yang
berupa barang, jasa tenaga kerja, tenaga kerja, tanah, mesin, atau
uang.
b. Pengertian Tangerang
antara 1060 20' dengan 1060 43' Bujur Timur dan antara 6° 00' -6°
12
2004:25-28).
dan Jatiuwung.
c. Pengertian Masyarakat
1986:136).
d. Pengertian Sosial-Ekonomi
sangat erat.
37).
15
2. Kajian Pustaka
masih sangat awam dengan bahasa Belanda, hal ini menjadi salah satu faktor
kesulitan tersendiri.
beberapa sumber yaitu hasil kajian Tim Pusat Studi Sunda yang terdiri dari
kemerdekaan. Akibatnya, fokus salah satu bidang tidak bisa mendalam dan
16
kritis. Apa lagi bila dikaitkan dengan sejarah penetrasi modal yang menjadi
pijakan awal dalam mengurai secara khusus tentang sejarah penetrasi modal.
perhatian penulis pada bidang budaya yang dimiliki oleh Tangerang. Nilai-
Kelenteng Boe n San Bio, Boen Tek Bio, Rumah Kapitan Tionghoa, dan
lain-lain. Alhasil, buku Wahidin Halim akan sangat berguna terutama dalam
untuk menyusun data dan fakta terkait potensi budaya baik potensi yang
bersifat positif maupun negatif. Positif berarti aspek budaya tertentu dapat
memberikan peluang bagi tata nilai yang patut dipertahankan sedang yang
kehidupan layak bagi buruh pabrik di Cikupa. Dari hasil penelitian tersebut
Project (OHP) serta dengan model pertanyaan riwayat hidup menjadi buruh.
modal) pada era orde baru. Penulis memperoleh data-data perubahan sosial
Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) terkait data perubahan pola agraria di
Indonesia.
B. Kerangka Berpikir
1966 -1998” mengingat pokok masalah yang akan dibahas adalah masalah-
18
sistem akumulasi modal pada masa kolonial dan orde baru. Artinya, dalam skripsi
ini, penulis akan melakukan komparasi antara pola penetrasi modal dan dampak
yang ditimbulkannya pada masa kolonial dengan masa orde baru. Pilihan untuk
penetrasi modal pada kedua periode tersebut adalah periode terpanjang yang
sistematik. Kedua , pada masa pendudukan Jepang dan orde lama diberlakukan
pembatasan penanaman modal asing sehingga tidak terjadi pola penetrasi modal
sejarah meliputi empat tahap yaitu: pengumpulan sumber atau heuristik, verifikasi
mengumpulkan literatur yang relevan dengan judul yang telah ditentukan. Maka
terkum pul tersebut yang meliputi kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern
19
bahasa yang digunakan dalam sumber tersebut. Kritik ekstern digunakan untuk
relevan dengan penulisan skripsi ini. Kritik intern digunakan untuk menjamin
kredibilitas sumber dengan melakukan cross check data-data yang diberikan oleh
sumber sejarah.
makna yang saling berhubungan dari fakta -fakta sejarah yang masih terpisah-
pisah akibat sudut pandang yang berbeda dari masing-masing sejarawan sehingga
diperoleh fakta -fakta baru. Dari kumpulan fakta baru tersebut, akhirnya penulis
bidang ilmu sejarah, sosiologi, maupun anthropologi. Selain itu, didukung pula
dengan data -data yang telah penulis analisa dari kumpulan transkripsi hasil
Masyarakat (ELSAM).
Dan selanjutnya, penulis menyusun kesimpulan dari data dan fakta yang
berhasil ditemukan dalam bentuk karya ilmiah dengan suatu metodologi. Dalam
tokoh, atau peristiwa tertentu tapi lebih kepada analisis proses sejarah (historical
process). P eristiwa maupun tokoh dengan begitu hanya disinggung sejauh benar-
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
prosedur penelitian ilmiah. Urutan kerja atau prosedur yang digunakan biasa
disebut metode sejarah atau metode historis. Metode historis sebagai suatu proses
yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa, atau pun gagasan
yang timbul pada masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna
langkah, yaitu : (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber atau heuristik , (3)
verifikasi dan kritik sumber , (4) interpretasi, dan (5) penulisan atau historiografi.
memilih judul. Mengapa? Dalam pe nyusunan skripsi, apa yang akan diungkap dan
diteliti haruslah benar-benar fokus dan mempunyai ruang lingkup yang jelas dan
terbatas. Sebab, tanpa fokus yang jelas, skripsi tidak akan dapat mengungkap
secara tajam dan mendasar. Dalam tahap ini, penulis telah memilih judul
berdasarkan kedekatan emosional yaitu minat penulis yang cukup besar terhadap
Langkah kedua adalah heuristik. Pada tahap ini penulis berusaha mencari
Nasional, Badan Pusat Statistik (BPS), dan kunjungan ke daerah kawasan industri
Maret 2009 sampai dengan bulan Juni 2009. Sumber yang didapatkan meliputi 33
penelitian, sejumlah artikel lepas, serta berita kliping koran yang penulis himpun
dari internet. Dari 33 literatur yang terkumpul, di antaranya berupa hasil penelitian
Indonesia dan Universitas Gajah Mada. Sementara yang lainnya berupa hasil
penelitian sejarah, serta teori sosial dan ekonomi seperti literatur tentang teori
bahasa yang digunakan dalam sumber tersebut. Kritik ekstern digunakan untuk
relevan dengan penulisan skripsi ini. Kritik intern digunaka n untuk menjamin
kredibilitas sumber dengan melakukan cross check data-data yang diberikan oleh
sumber sejarah. Tujuan melakukan kritik sumber adalah memperoleh data yang
dalam skripsi ini. Selain itu, kritik sumber dimaksudkan untuk memperoleh
yang saling berhubungan dari data -data sejarah yang masih terpisah-pisah akibat
itu, fakta sejarah akan memiliki arti sejarah apabila sudah mendapat tafsiran yang
baru yang disajikan dalam bentuk skripsi. Terkait data-data yang digunakan,
penulis berusaha selalu mencantumkan keterangan sumber dari mana data itu
diperoleh.
skripsi ini adalah metode deskriptif analitis, dengan teka nan terhadap analisis
yang menceritakan tokoh, organisasi, atau peristiwa tertentu tapi lebih kepada
analisis proses sejarah (historical process). Peristiwa maupun tokoh dengan begitu
sejarah hanya menjadikan pengujian teori dan konsep yang digunakan disini,
B. Sumber Sejarah
24
karya sejarah atau rekontruksi peristiwa masa lampau yang objektif. Pada
dasarnya , sumber sejarah terdiri dari dua sumber yaitu sumber primer dan sumber
sekunder.
1. Sumber Primer
seseorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera
lain atau dengan alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakan
(Gottschalk, 1985: 35). Dalam penulisan skripsi ini, sumber primer yang
Masup Jakarta.
2. Sumber Sekunder
yang bukan merupakan saksi mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir
Mitra
Garba Budaya
Pascasarjana.
Jakarta: Pendulum.
Kompas.
C. Metodologi
Dalam ilmu sejarah, paling tidak terdapat tiga metodologi yaitu metodologi
pada teori bahwa perubahan terjadi karena pengaruh tokoh tertentu. Dalam
kacamata ini, sejarah dipandang hanya milik orang-orang besar sedangkan rakyat
pengaruh seorang tokoh tetapi karena struktur sosial sehingga disebut juga
melalui metodologi strukturalis dengan teka nan terhadap analisis perubahan dan
penetrasi modal atau aktivitas akumulasi modal yang dilakukan kolonial Belanda
tertentu. Pola-pola penetrasi modal tersebut tetap harus dilihat sebagai kesatuan
tahapan yang sistematis agar tujuan akumulasi modal dapat tercapai. Pola
penetrasi modal tersebut sengaja dan terencana dijalankan oleh rezim penguasa,
dalam hal ini pemerintah kolonial Belanda dan orde baru, baik dengan produk
dan lain-lain. Dan pada tahap tertentu, setiap pelaksanaan penetrasi modal
Dengan demikian, tekanan dan isi penulisan skripsi ini tidak terletak pada
peristiwa tertentu tapi lebih kepada analisis proses sejarah (historical process).
BAB IV
HASIL PENELITIAN
nama daerah Tengerang dulu dikenal dengan sebutan Tanggeran (dengan satu
maupun dua huruf g) yang berasal dari bahasa Sunda yaitu tengger dan perang
(Ekajati, 2004: 39). Kata tengger dalam bahasa Sunda memiliki arti “tanda”
yaitu berupa tugu yang didirikan sebagai tanda batas wilayah kekuasaan
Banten dan VOC, sekitar pertengahan abad 17. Daerah yang dimaksud berada
te patnya di ujung jalan Otto Iskandar Dinata sekarang. Tugu dibangun oleh
Pangeran Soegiri, salah satu putra Sultan Ageng Tirtayasa. Seperti dikutip
dengan tentara VOC. Hal ini dibuktikan dengan adanya keberadaan benteng
juga menjadi dasar bagi sebutan daerah sekitarnya (Tangerang) sebagai daerah
dari sebutan kehor matan kepada tiga maulana sebagai tiga pimpinan (tiga
perjanjian antara Sultan Haji dan VOC pada tanggal 17 April 1684. Daerah
tidak hanya terdiri dari bangsa asli Belanda (bule) tetapi juga merekrut warga
di sekitar beteng. Tentara kompeni yang berasal dari Makasar tidak mengenal
huruf mati, dan terbiasa menyebut Tangeran dengan Tangera ng. Kesalahan
Soeardi dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosieken seperti termuat dalam Po No.
2. Kondisi Geografis
Kabupaten Tangerang terletak di antara 106 0 20' dengan 1060 43' Bujur Timur
dan antara 6° 00'-6° 20' Lintang Selatan. Sedangkan Kota Tangerang terletak
pada. posisi 106° 36' - 106° 42' Bujur Timur dan 6° 6' – 6° 13' Lintang
dengan ketinggian antara 0-50 meter di atas permukaan air laut. Daerah
31
garis katulistiwa. Temperatur rata-rata sekitar 230-330 C. Rata -rata curah hujan
dalam satu tahun 2.043 mm. Sedangkan Luas daerah Tangerang (daerah
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang) adalah 128.281 hektar atau sekitar
selatan dan 50 km antara barat dengan timur. Daerah seluas tersebut berbatasan
dengan daerah Kabupaten Serang di sebelah barat, laut Jawa di sebelah utara,
Cisadane yang membagi Tangerang menjadi dua bagian yaitu bagian timur
sungai dan bagian barat sungai. Selain Sungai Cisadane, terdapat pula sungai-
sungai lain seperti Sungai Cirarab yang merupakan batas sebelah barat Kota
merupakan anak Sungai Cirarab, Kali Sabi dan Kali Cimode. Sungai-sungai
Cipondoh, Kali Angke, Kali Wetan, Kali Pasanggrahan, Kali Cantiga, Kali
Pondok Bahar. Terdapat pula saluran air yang meliputi Saluran Mokevart,
Saluran Irigasi Induk Tanah Tinggi, Saluran induk Cisadane Barat, Saluran
Dilihat dari letek topografi dan sumber air yang tersedia, maka memang
sangat ideal bagi Tangerang untuk menjadi area pertanian baik sawah maupun
ladang. Maka tidak heran bila saat masa kolonial Tangerang memang menjadi
32
Tabel 1.
Penggunaan Lahan di Kotamadya Tangerang Tahun 1990
Pola Jenis Penggunaan Lahan Asal
NO Penggunaan Luas (Ha) Tanah
Lahan Sawah Lainnya
Kosong
3. Kependudukan
Sunda. Mereka terdiri atas penduduk asli setempat, serta pendatang dari
Banten, Bogor, dan Priangan. Kemudian sejak 1526, datang penduduk baru
dari wilayah pesisir Kesultanan Demak dan Cirebon yang beretnis dan
wilayah Sunda Calapa. Etnis Jawa juga makin bertambah sekitar tahun 1526
Tanggeran.
juga kian bertambah sekitar tahun 1740. Orang Tionghoa kala itu diisukan
daerah sekitar Pandok Jagung, Pondok Kacang, dan sejumlah daerah lain di
masa kolonial tinggal di Batavia dan mulai berdatangan sekitar tahun 1680.
industri di sana, mengakibatkan banyak pendatang baik dari Jawa maupun luar
etnis Betawi dan Cina serta berbudaya Melayu Betawi. Daerah Tangerang
sebelah barat berpenduduk dan berbudaya Jawa (Halim, 2005: 6). Persebaran
penduduk tersebut di masa kini tidak lagi bisa mudah dibaca mengingat
lebih mendalam.
Tabel 2.
Penduduk Afdeling Tangerang Tahun 1930
Distrik Onderdistrik Pribumi Eropa Cina Arab Jumlah
Tangerang Tangerang 47.553 191 2.934 62 50.740
Jati 28.774 32 3.419 - 32.225
Serpong 46.450 17 5.394 43 51.904
Cengkareng 42.188 8 4.687 27 46.910
Curug 31.968 2 3.300 - 35.270
Jumlah 196.933 250 19.734 132 217.049
Balaraja Balaraja 39.081 7 2.396 - 41.484
Kresek 4.952 4 558 - 5.514
Tigaraksa 55.971 18 1.738 - 57.727
Jumlah 100.004 29 4.692 - 104.725
Mauk Mauk 91.457 13 10.813 29 102.312
Teliklnaga 38.985 - 5.184 16 44.185
Jumlah 130.442 13 15.997 45 146.497
TOTAL 427.379 292 40.423 177 468.271
(Volkstelling 1930, I, 1933 dalam Suryana et al., 1992: 21-22)
35
Tabel 3.
Tabel Perkembangan Penduduk
Per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Tahun 2000-2005
modal.
Pada era Orde Baru, Tangerang tumbuh pesat menjadi sebuah kota
antara lain: mempunyai jalur transportasi yang menunjang seperti jalan tol,
Tangerang sebagai tempat ist irahat tidur malam, sementara segala macam
itu bisa ikut nama besar ibukota negara, warganya bisa memanfaatkan fasilitas
ke kota Jakarta dan kota-kota penting di Banten dan Jawa Barat melalui ruas
jalan tol, hingga memberikan kemudahan untuk saling berinteraksi antar kota.
maka aksebilitas kota semakin terbuka dengan kota -kota di seluruh Indonesia
masuklah banyak penduduk baru yang berasal dari luar, baik dari kawasan lain
di Pulau Jawa maupun dari luar Jawa, ataupun orang asing. O leh sebab itu,
etnis dan budaya penduduk daerah ini kian beragam. Kondisi tersebut kian
budaya. .
Namun, karena Tangerang dihuni oleh ragam etnis, di balik itu terdapat
potensi konflik yang tidak sedikit akibat persilangan budaya. Kita hanya
berharap dalam kondisi keragaman etnis dan budaya itu, Tangerang menjadi
daerah yang penduduknya dapat hidup rukun, damai, sejahtera, dan tak
terutama bidang industri, perdagangan, dan jasa yang tentu mengubah pola
dan orientasi hidup masyarakat. Sebagai daerah penyangga ibu kota, wilayah
penyangga kota Jakarta dimana arus roda ekonomi Jakarta memiliki imbas
terjadi baik di masa kolonial dan Orde Baru sesungguhnya disebabkan faktor
penghasil beras, jagung, kedelai dan kopi, namun harus diakui bahwa baik
sebagai hal utama. Pemer intah Kolonial Belanda cenderung memilih daerah
dan sewa tanah. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Anggapraja (tth. :
38-39, 42 dalam Ekajati, 2004: 117) bahwa perkebunan kopi yang terdapat di
39
daerah Rumpin dan Lengkong, bukanlah produsen kopi yang baik, sehingga
Walaupun begitu, tetap patut diteliti pula tentang keberadaan pabrik gula di
Tangerang cukup besar? Juga dengan pabrik tenun Balaraja. Sayang, hingga
dipandang strategis bagi Kolonial. Hal ini dapat dibuktikan dalam kasus
Tangerang yang sempat dieksport ke Eropa dan dibiarkan gulung tikar pasca
krisis ekonomi tahun 1930. Ini menandakan bahwa potensi tersebut tidak
dipandang sebagai hal utama oleh Kolonial Belanda. Dan rupanya, kebijakan
tersebut juga berlanjut pada era rezim Orde Baru berkuasa. Produksi pertanian
sebagai daerah penopang ibu kota negara, Jakarta, terutama untuk daerah
saling menjaga, penuh kesederhanaan, dan saling merawat satu sama lainnya.
Tak ada yang menjadi lebih dari yang lain sehingga pada masa itu belum
tampil sosok raja seperti ketika Nusantara memasuki jaman feodal sekitar
abad keempat masehi. Setiap orang bertani dan berternak (berproduksi) yang
relatif sama jenisnya dan apa yang dihasilkannya menjadi konsumsi bersama.
sebagai sistem perdagangan yang kini dikenal dimana menuntut suatu ukuran
106-107).
berikut:
41
... Orang Jawa sebenarnya petani; tanah dimana dia lahir, yang banyak
menghasilkan dengan sedikit keluar keringat, membikin hatinya tertarik
untuk menjadi petani; dan terutama ia dengan seluruh jiwa raganya
berkeinginan untuk menanami sawahnya, dan dalam hal itu ia sangat
cekatan. Ia tumbuh di tengah sawah-sawahnya, gaga-gaga dan tiparnya,
sejak kecil ia mengikuti ayahnya ke ladang, dimana ia membantu ayahnya
membajak dan mencangkul, mengerjakan bendungan dan saluran air untuk
mengairi ladang-ladangnya. Usianya dihitungnya dengan beberapa kali
panen, lamanya waktu dinyatakanya dengan warna batang padi di ladang,
dia merasa senang di tengah-tengah temannya memotong padi; ia mencari
jodohnya di tengah gadis desa yang sambil menyanyi gembira malam hari
menumbuk padi untuk melepaskan kulitnya; memiliki sepasang kerbau
yang akan membajak sawahnya, itulah cita -citanya (Multatuli, 1985: 63)
Namun, secara umum s istem sosial seperti di ata s kemudian berubah saat
tidak akan ada bila tidak ada kekuatan. Kekuasaan tersebut dibentuk dengan
sistem penindasan dan perampokan atas tenaga kerja, harta-benda, serta jiwa
merampas seluruh harta penguasa dan daerah yang telah ditakhlukkan. Raja
Muncul kebutuhan adanya pertukangan, militer yang besar, penye dia pangan,
penarik pajak, dan lain-lain. Jenis kebutuhan semakin bertambah. Pada masa
sebelumnya tidak ada kini lahir seiring beragamnya keinginan para raja dan
yang ia kuasai. Akan tetapi, mengingat tradisi sebelumnya nyaris belum ada
terdapat kelas pedagang yang kuat. Kondisi ini terus berlangsung hingga
atau daerah kekuasaan tertentu lalu menjadi penguasa feodal baru. Demikian
yang makin lama, baik kekuasaan maupun daerahnya, makin bertambah kecil,
1998: 108-120).
abad ke-18 di Inggris. Era setelah revolusi industri secara lazim digolongkan
menjadikan daerah baru (koloni) sebagai sum ber eksploitasi bahan mentah dan
modal).
pemerintah Bela nda pun tak lepas dari motif ekonomi tersebut. Setelah
dijadikan daerah partikelir tahun 1684, Belanda berusaha keras agar daerah
modal dijalankan dalam beberapa tahap yang dapat disebut juga sebagai pola
berlangsung hingga tahun 1942. Berikut ini pola-pola penetrasi modal pada
era kolonial:
45
tersebut. Dimulai tahun 1619, VOC atau biasa juga disebut Kompeni,
Sultan Banten selalu menolak desakan ter sebut karena Banten menganut
pecahlah perang. Perang sempat mereda karena jasa Sultan Jambi dalam
perdamaian tanggal 10 Juli 1659. Salah satu isi perjanjian itu menyatakan
46
(Ekajati, 2004:92) .
November 1682.
dunia.
Belanda di wilayah.
sebagai patih.
berusia muda.
51
(demang), patinggi (lur ah atau kepala desa), dan lain- lain. Pejabat-
pihak VOC dalam hal ini Gubernur Jendral. Dalam sistem feodal,
oleh Multatuli:
Dijalankan
strategis bagi kepentingan monopoli VOC, sehingga J.P. Coen sendiri secara
Tak ada golongan masyara kat yang lebih baik bagi kepentingan kita
dan lebih luwes dalam pergaulan kita dari pada masyarakat Cina
(Daer is geen volck die ons beter dan Chinesen dienen en soo licht
als Chinesen to becomen sijn).
etnis tertentu, terutama etnis Jawa dan orang Banten. Akibat nya,
1953: 330- 335 dalam Ekajati, 2004: 96) . Dalam rangka itulah,
Batavia itu sebagai hadiah kepada orang- orang Cina, Arab, dan
Mereka harus membayar cuke sebesar 1/5 hasil panen. Mereka juga harus
membayar sewa untuk tanah yang digunakan rumah, peka rangan, dan
tegalan. Selain itu, mereka diharuskan kerja wajib yang disebut kompenian
Tabel 4.
Tanah Partikelir Tangerang
Tahun 1900 -1901
Luas
No Nama Persil Pemilik Penduduk
(bau)
1. Benteng Makasar Gouv. V. Ned. Indie 202 1.325
2. Pasar Tangerang dan Syarifa Mariam dan 422 1.296
Tangerang Barat Abdul Aziz Effendie, dkk
3. Babakan Utara PT Salim Balocel 120 120
4. Tangerang Timur A. Abdul Azis Effendie 563 1.546
dkk
5. Cikokol M. van Delden 625 1.612
6. Panungangan Louw Sek Hie 308 322
7. Priang Oey Hoey Tjay 1.735 2.735
8. Pakulonan Perkeb. Sch. Bergzicht 704 849
9. Pondok Jagung Ong Jum San 723 1.446
10. Lengkong Timur Lim Eng Gie, dkk 687 1.171
11. Babakan Selatan Lim Eng Gie dkk. 7 75
12. Lengkong Timur Ong Kim Tjong ? ?
13. Lengkong Barat The Tjoen Sik 2.266,25 4.073
14. Klapadua Tan Hok Kien 24 28
15. Cihuni Perkebunan Cihuni 2.818 4.035
16. Parungkuda Sow Siow Kong dkk 1.479 3.808
Louw Soey 343 4.424
17. Kedaung Timur Maskapai Pertanian 1.678 ?
Slapanjang Timur 259 3.711
18. Tanah Koja Perkebunan Batuceper ? 4.737
Sumber: Regeering Almanak van Nederlanlandsch Indie, 1900-1931
dikutip Ekajati, 2004: 128)
dimaksud adalah:
3). Pesisir Utara Pulau Jawa bagian timur dan wilayah ujung
termarginalkan.
Daendels.
terdahulu.
kapten (Kon Cun Kiat, Tan Kam Long, dan Lie Tiang Ko) dan 15
daerah Tangerang antara lain: Liem Cong Hien (Liem Tjong Hien)
orang Arab dipimpin oleh Syekh Said bin Salim Naum dan Kapiten
sebelah barat Batavia yang dijabat oleh J.F. Meijer (RA, 1850: 45-
Tangerang Utara yang meliputi 133 desa. Data statistik tahun 1867
geografi mil persegi atau lebih- kurang seperlima dari luas wilayah
komunikasi. Pada tahap awal, prasarana yang dibangun adalah jalan. Pada
Maka besar kemungkinan jalan raya kala itu memang sudah ada, hanya
saja masih sederhana, berupa jalan kecil atau jalan setapak. Jalan serupa
tentu terdapat pula yang menuju ke persil-persil tanah partikelir. Boleh jadi
pejabat.
meningkat setelah dibangun Jalan Raya Pos (Grote Postweg) atas prakarsa
1.000 km. Di daerah Jawa Barat, jalan raya itu dibangun sekitar
Zendingsvereeniging, XXXIV ste Jrg., 1894: 102 dan Joekes, 1927, cf dalam
Kerajaan Sunda hingga abad ke19. Melalui jalur sungai, hasil-hasil bumi
seperti: kopi dan produk pertanian lain diangkut dengan perahu melalui
Bogor. Jalan yang dibangun antara lain: jalan dari Tangerang ke daerah
Jakarta dan ke Parung, dan jalan raya dari Bogor melalui Semplak ke
Kuripan.
dalam jumlah cukup banyak adalah pedati. Pada tahun 1864, misalnya,
2004: 116).
Pada paruh pertama tahun 1870-an dibangun jalan kereta api antara
Institute of Amsterdam, Vo. II, 1938-1939 : 284, cf. Asia Raya, 21 Mei
itu, kaum pribumi sebagian menjadi petani di lahan sendiri dan mayoritas
Pribumi yang menggarap lahan tuan tanah harus membayar cuke sebesar
1/5 hasil panen. Mereka juga harus membayar sewa untuk tanah yang
digunakan rumah, peka rangan, dan tegalan. Selain itu, mereka diharuskan
kerja wajib yang disebut kompenian untuk memelihara jalan dan jembatan.
40 persen lainnya untuk tanah usaha. Tanah kongsi adalah tanah yang
pribumi atas dasar bagi hasil. Untuk pengolahan tanah kongsi, tuan
tanah menerima 2/5 hasil panen, yaitu 1/5 hasil panen ditambah cuke
1/5 dari hasil panen. Apabila tuan tanah yang menyedia kan bibit, tenaga
hewan pembajak (kerbau atau sapi), dan peralatan lain, tuan tanah
2004: 117).
65
harian seperti: membuka kedai atau toko kecil, beternak babi, tukang
produsen kopi yang baik, sehingga penjualan produksi tanaman itu kepada
2004: 117).
kerbau dan sapi. Tahun 1880 misalnya, kerbau dan sapi ya ng terserang
penyakit pes berjumlah lebih dari 6.000 ekor. Pada tahun 1891, luas sawah
Distrik Tangerang luas sawah 26.878 bau dan tegalan 15.675 bau , Distrik
Balaraja luas sawah 23.212 bau dan tegalan 29.818 bau , Distrik Mauk luas
sawah 23.153 bau dan tegalan 10.349 bau (Ekajati, 2004: 117-118)
lambat.
nama "Pintu Air Sepuluh". Sesuai namanya bendung ini memiliki 10 pintu
Batavia terutama pada orang-orang Eropa dan Tionghoa. Ada juga yang
dan Pasar Baru yang berada tidak jauh dari bendungan Cisadane. Aktivitas
baru antara lain buruh kuli angkut yang banyak digeluti tidak hanya oleh
sebagai mandor dan kuli di perkebunan tebu, dan kuli kereta api. Sebagian
orang Cina bekerja sebagai mandor pabrik gula yang terdapat di Kampung
Babakan. Upah bagi mereka diberikan dengan sistem harian seperti dikutip
Ekajati (2004: 119) dari Koloniaal Verslag, 1904, 1906 berikut ini:
anyaman bambu dan pandan. Konon, topi- topi tersebut dikenal sangat baik
Tabel 5 .
Ekspor Topi dari Tangerang
Nilai Tiap
Tahun Jumlah Nilai Total
Topi
1913 5.495.394 f 1.328.820 26 sen
1917 2.573.033 f 668.983 26 sen
1922 2.826.058 f 847.817 30 sen
1928 4.947.104 f 2.044.889 41 sen
1929 4.436.568 f 1.009.878 23 sen
1930 2.935.745 f 445.165 16 sen
1931 1.163.307 f 147.529 13 sen
Kejayaan topi Tangerang baru berakhir sekitar tahun 1930 dan hingga
dunia dan saingan mode topi dari pengrajin di Amerika Selatan. Selain itu
Dari lima pola penetrasi modal di era Kolonial Belanda , paling tidak dapat
kita tarik beberapa benang merang. Pertama, penetrasi modal yang dilakukan
33). Dari Batavia, VOC dan Kolonial Belanda melancarkan strategi- strategi
feodal dimana tetap memandang dan mau mengikuti para keturunan raja atau
bangsawan dianggap mempunyai kesaktian dan dipilih dewa atau Tuhan untuk
sudah tak ”bertaring” tersebut agar mau menjadi aparatur pemerintah Kolonial.
karena kurang cakap atau suatu tindak asusila, tetapi masyarakat dibuka matanya
baru”, sebagai kelompok yang mempunyai ras lebih tinggi dari pada bangsawan,
yaitu ras kulit putih. Setelah, masyarakat dibukakan matanya bahwa bangsawan
70
sebagai penguasa tanah partikelir atau tuan-tuan tanah. Kepada merekalah, warga
pajak yang bisa menambah pundi-pundi kas pemerintah kolonial, di sisi lain,
pembauran dan persatuan berbagai ras dan suku. Pemerintah kolonial kawatir bila
melawan. Dengan segregasi rasial antara pribumi, Tionghoa, dan Eropa maka
menguntungkan.
berada pada posisi yang paling rendah baik perlakuan yang diberikan maupun
71
implikasinya. Hal ini berlaku juga dalam kehidupan pribumi di Tangerang. Para
buruh tani penggarap lahan partikelir berada pada posisi yang selalu tertindas
pemberontakan.
Cina. Sebab, dari jaman kolonial hingga saat ini, terdapat daerah yang relatif
harmonis menjaga relasi antara etnis Tionghoa dan Pribumi. Daerah tersebut
49% Tionghoa dan 51% pribumi (Sunda Tangerang) dengan mata pencaharian
tidak pernah terlibat konflik sara, hidup kental dengan gotong royong. Misalnya
saat umat islam membersihkan mushola, warga lain ikut membantu, bahkan di
perkampungan ini terdapat ternak babi yang lokasinya berdekatan dengan tempat
penulis, gejolak anti cina akibat kebijakan segregasi rasial yang dijalankan
milik tuan tanah. Mereka wajib membayar cuke atau pajak dan berbagai kerja
wajib yang sangat memberatkan. Kerja wajib terdiri atas heerendiensten, yaitu
kerja wajib untuk tuan tanah; kerigan (desadiensten ) berupa perbaikan jalan,
atau beladiri dan ditakuti warga.. Jawara sengaja dipelihara para tuan tanah
dengan tugas khusus menjaga dan melindungi tanah partikulir beserta tuan tanah
sebagai pemiliknya. Tindakan para jawara seringkali menjadi alat tuan tanah
menekan dan, menakuti agar para penggarap mematuhi dan melaksanakan kewa-
jiban-kewajibannya dan tidak berbuat hal- hal yang bisa mengganggu keamanan,
merusak tanah, mengancam hidup tuan tanah beserta keluarganya, dan mangkir
petani penggarap dengan cara kekerasan fisik dan menyita harta benda yang
kehidupan petani penggarap yang mayoritas pribumi dengan para tuan tanah
yang mayoritas adalah orang Tionghoa. Para tuan tanah Cina makin kaya,
petani hidup dalam suasana kekurangan. Kondisi itu terutama terjadi di tanah
Pangkalan. Di daerah itu, 60 persen luas tanah dikuasai oleh orang-orang Cina,
padahal mereka adalah penduduk minoritas. Mereka memiliki hak lebih banyak
antara kelas majikan dan buruh. Konflik semakin diperparah oleh perilaku pejabat
kolonial yang tidak mempunyai empati dan keberpihakan pada kelas buruh.
Mereka justru lebih banyak melindungi kaum tuan tanah. Pola penindasan kelas
sosial tersebut tak mampu diredam oleh nilai-nilai tradisional masyarakat pribumi
73
seperti tradisi gotong-royong, tepa selira, dan lain -la in. Nilai-nilai masyarakat
agraris semakin luntur akibat waktu hidup kaum penggarap banyak tersita untuk
menjalankan sistem produksi tuan tanah dengan bekerja keras di lahan partikelir.
krisis identitas sebagai manusia sosial yang harmonis sehingga puncaknya timbul
sikap memberontak sebagai wujud dari rasa pedih yang tak tertahankan. Pada
pemerintah seperti dice ritakan oleh Ekajati (2004: 129-137) berikut ini.
peristiwa yang relatif kecil sebelumnya. Pada tahun 1913, terjadi perkela hian
dengan anak Lim Utan (Lim Oetan) pemilik sawah Kampung Kebonbaru.
Pertengkaran terjadi hari Jumat 23 Mei 1913 di sawah ketika panen, setelah terjadi
selisih paham dalam transaksi penjualan beras ketan. Anak Gudel dituduh belum
membayar ketan anak Lim Utan seharga satu sen. Anak Lim Utan pulang dan
mengadu kepada ayahnya. Lim Utan marah, kemudian mendatangi anak Gudel
dan memukulnya. Karena pemukulan itu, Sailan, kakak kandung anak Gudel ikut
membantu dan terjadilan perkelahian dengan senjata tajam. Dalam perkelahian itu
Lim Utan terluka dan harus dirawat. Namun, perkelahian itu masih berbuntut
panjang. Keesokan harinya terjadi lagi pembalasan dari pendukung Lim Utan.
Saat Gudel pulang dari sawah, ia dikeroyok empat orang Cina dan dibunuh
Cina bernama Li Ji Tun (Li Dji Toen) yang kebetulan berpapasan dengannya.
Rangkaian peristiwa ini sempat dilaporkan oleh Asisten Residen Tangerang G.P.J.
daerah Pangkalan. Tokoh itu bernama Kaiin Bapa Kayah. Ia dipandang dan
petani. Ia pernah menjadi mandor perkebunan sutera tahun 1910- 1912. Saat
jaannya dan menjadi opas di kantor Asisten Wedana Teluknaga. Empat bulan
wayang.
di Pangkalan seharusnya tidak perlu terjadi bila tanah tersebut direbut kembali.
Agar tanah tersebut dapat dikuasai kembali oleh penduduk pribumi, maka para
tuan tanah Tionghoa di Pangkalan harus diusir. Dan untuk mengusirnya dengan
cara mencari dukungan pejabat tinggi kolonial dan dengan mneghimpun kekuatan
warga pribumi.
75
pribumi agar belajar ilmu kesaktian dan kekebalan tubuh. Kaiin kemudian berguru
pada ”orang pintar” dan banyak ziarah ke tempat keramat. Agar lebih disegani, ia
seperti petani, guru agama (tarekat), dukun, dan lain-lain. Beberapa tokoh
pengikutnya antara lain: Merin dari Kampung Parangkored, Siban Bapa Sambut
dari Kampung Pondok Aren, Ibu Minah dari Kampung Kelor , Enang yang turut
buahnya, dirancang cukup matang. Sekitar awal bulan Januari 1924, Kaiin
memang banyak tamu dan pengikutnya menghadiri pesta khitanan. Dan saat
kutnya dan merancang strategi lebih lanjut. Hasilnya, saat pesta masih
akan mengusir orang- orang Cina , menghapus cuke dan kompenian. Namun,
tanah Tionghoa.
Gerakan Kaiin mampu membuat banyak tuan tanah ketakutan sebab selain
mengultimatum agar meninggalkan Pangkalan, para tuan tanah juga diancam akan
dibunuh bila tidak mematuhi perintahnya. Kaiin dan rombongan kemudian bergerak
ke arah Kampung Melayu, dan mengusir para tuan tanah. Mereka juga memporak-
Kekuatan polisi yang terhimpun secara cepat menggiring gerakan Kaiin ke daerah
Tanah Tinggi. Di Tanah Tinggi inilah, kontak fisik terjadi yang menghasilkan
Sedangkan, 19 orang lainnya tewas dan sejumlah petani luka parah. Namun sedikit
berbeda dengan penelitian Thahirudin (1971: 14) yang menyatakan bahwa Kaiin
penelitian, dapat diketahui secara pasti bahwa gerakan Kaiin relatif berlangsung
warga pribumi merebut tanah Pangkalan dari tangan tuan tanah Cina (Ekajati,
2004: 136-137).
adalah peristiwa Poh An Tui dan Kerusuhan massal berbau anti Cina tanggal 12-
15 Mei 1998 yang meletus di Jakarta dan sekitarnya, termasuk Tangerang yang
yaitu sekitar Juni 1946. Peristiwa meletus sedikitnya di lima desa yakni: Rajeg,
Gandu, Balaraja, Cikupa, dan Mauk. Tragedi itu disulut sebuah kabar santer ada
tentara Nica beretnis Tionghoa yang menurunkan bendera merah putih dan
rajat Indonesier poenja goesar, hingga timboellah itoe tragedi Tangerang,” tulis
Tanggal 3 Juni 1946, warga pribumi yang mendengar kabar tersebut naik
pitam dan bergabung dengan laskar rakyat menangkapi para lelaki keturunan
para lelaki Cina yang tertangkap menuju Penjara Mauk yang berukuran 15 x 15 m
tentara Belanda yang pasti diuntungkan akibat perang ”saudara” tersebut. Mereka
dibekali senjata api dan dibagi dua kelompok. Yang pertama datang ke Mauk dan
yang banyak dihuni etnis China. Tercatat, sekitar 2.000 warga keturunan
diungsikan ke Jakarta. Ada yang dinaikkan truk dan sebagian besar berjalan kaki.
melahirkan gerakan anti Cina seperti diungkap di atas, harus tetap dilihat secara
komprehensif. Anti Cina yang tumbuh pada era kolonial dan masih menjadi gejala
latent hingga era Orde Baru, bukanlah lahir dari masyarakat pribumi secara tiba-
tiba. Kebencian rasial tersebut lahir sebagai akibat strategi penetrasi modal
berbaur secara harmonis. Hal ini terbukti dengan beragamnya profesi yang
digeluti kaum Tionghoa sebagai pedagang, petani, peternak, sama seperti kaum
kaya yaitu orang Tionghoa sebagai tuan tanah dan kaum miskin yaitu pribumi
sebagai buruh tani. Meminjam istilah Karl Marx, ka um tuan tanah sebagai kelas
penghisap dan pribumi sebagai kelas terhisap yang tertindas. Kedua kelas tersebut
yang ditujukan kepada kaum Tionghoa pada tahun 1824, adalah pemberontakan
Sementara itu, perasaan kebencian rasial tersebut ternyata tetap bertahan dan
Tangerang yang belum mampu menelaah secara tepat atas penindasan yang
mereka alami. Alhasil, cerita maupun stereotif orang Cina sebagai kaum kikir,
pelit, penindas, kejam, eksklusif, tidak mau berbaur dengan kaum pribumi,
diharapkan perasaan anti Cina dapat didudukkan pada tempat yang benar. Di
samping itu, untuk menata keharmonisan antara etnis Tionghoa dengan pribumi
diperlukan kebijakan penguasa agar perasaan itu tidak menjadi bahaya latent yang
sewaktu-waktu meletus kembali. Dan sayang sebetulnya, di masa orde lama dan
Orde Baru, nampaknya pembauran kaum etnis Tionghoa justru dihalangi dengan
peraturan larangan menjadi pegawai negeri, TNI, Polisi, dan lain -lain. Tatkala,
bidang perdagangan digeluti dan dikuasai mereka sehingga sebagian besar mampu
menjadi kelompok orang kaya (konglomerat), justru kebencian anti Cina tumbuh
80
kembali. Seolah-olah, orang Cina yang kaya tersebut mewakili seluruh etnis Cina
di seluruh nusantara.
Penetrasi modal di Tangerang pada era Orde Baru tahun 1966-1998 dapat
wilayah Tangerang dari daerah agraris menjadi industri, kiranya tak bisa
dilepaskan dari kebijakan ekonomi pemerintah Orde Baru secara makro. Hal itu
sekaligus menjadi salah satu tanda perbedaan arah kebijakan ekonomi era
menyuarakan tentang filosofi ekonomi berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri.
perseorangan. Rentetan peristiwa politik yang diawali kasus G30S tahun 1965 dan
orde lama. Gagasan tentang ekonomi berdikari kemudian digantikan ekonomi ala
Orde Baru.
81
Pada tahun 1966, Orde Baru berdiri. Bila di era sebelumnya pihak swasta
“dibendung” oleh kekuasaan negara, di masa Orde Baru “bendungan” itu dibuka.
Indonesia (liberalisasi pasar) menuju negara industri yang dicitakan rezim. Seiring
kerjasama tersebut berjalan, Tangerang tak luput menjadi salah satu daerah
Umum MPRS yaitu Ketetapan MPRS No. XIII Tahun 1966. Situasi
perekonomian saat itu masih berupa warisan kebijakan orde lama dimana
Jakarta.
ekonomi yang ada menuju struktur ekonomi yang seimbang, dimana industri
Selama Orde Baru berkuasa sekitar 32 tahun, paling tidak pernah dilakukan
Tabel 6.
Target-Target Pelita I-V
PELITA TARGET
I • Industri diprioritaskan untuk merehabilitasi alat produksi
yang sudah tua atau tidak berfungsi
• Meneruskan pembangunan beberapa proyek tertunda
(retarded project) yang produksinya sangat dibutuhkan
masyarakat
• Membangun industri yang menunjang sektor pertanian atau
sarana pertanian
• Membangun industri yang dapat mengolah bahan dalam
negeri
• Membangun industri yang bersifat padat karya
Sumber: www.zulkieflimansyah.com
lapangan kerja baru. Namun modal seperti itu membutuhkan kepastian hukum
Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU No. 6 Tahun 1968 tentang
PMDN).
Seperti telah diuraikan di atas, pada tahap awal pemerintah Orde Baru
pertanian dianggap sebagai salah satu bidang yang harus mampu menopang
pertanian, dikenal istilah “revolusi hijau”. Era ini juga berlaku di daerah
menghasilkan 2-3 ton padi per hektar, kemudian mampu menghasilkan 6-7 ton
padi per hektar. Hal itu berkat penggunaan pupuk urea dan obat-obatan yang
disebut sebagai salah satu bentuk kebijakan teknologi yang ditentukan oleh
sektor perdagangan dan industri. Hal ini dapat diketahui berdasarkan data
1975 sampai 1985. Pada tahun 1975 tercatat sektor perdagangan sebagai
29,07%. Sedangkan sektor industri sebesar 15,17%. Namun, pada tahun 1985
pemerintah pusat. Sumber pemasukan daerah tersebut berasal dari pajak dan
retribusi. Retribusi antara lain: ijin lokasi, saat pembangunan, dan lain-lain.
daerah.
Tabel 7.
Perbandingan Penerimaan
dari Pusat, Dati I, dan Penerimaan Sumber PAD Tahun 1993 -1998
(dalam ribuan)
Tabel 8.
Struktur Ekonomi Jawa Barat Tahun 1973-1990
PELITA
Sektor I II III IV V
1973 1978 1983 1988 1990
para investor asing dan luar negeri. Pada tahun 1987, di Tangerang tercatat
US$ 547 juta dan 90 perusahaan dari dalam negeri (PMDM) dengan total
investasi 188 milyar rupiah. Sementara itu tahun 1990/1991 meningkat, PMA
menca pai 13.124 perusahaan dengan investasi US$ 694.735.000 dan dari
Hanya saja belum diketahui bagaimana naik turunnya di masa krisis ekonomi
Tabel 9.
PMA di Indonesia Tahun 1967 -1990
INVESTOR NILAI INVESTASI
Jepang 9.666.916.000
Hongkong 3.731.192.000
Korea Selatan 1.860.007.000
Taiwan 1.743.558.000
Singapura 1.012.103.000
Sumber: Bisnis Indonesia, 18 April 1991
Dari sekian ribu perusahaan tersebut, pada tahun 1990, ada sekitar 14
Amerika Serikat, Timur tengah, Eropa, dan negara Asean. Produksi yang
dieksport tersebut antara lain pakaian jadi, kain sutting, tempat beras, tepung
pada tahun 1976 diberlakukan Instruksi Presiden nomor 13 tahun 1976 tentang
mengelola Tangerang menjadi kota pun mulai berkembang. Pada tahun 1982
warga pendatang. Warga pendatang tersebut tidak hanya mereka yang bekerja
Tabel 10.
Daerah Pemukiman Kotamadya Tangerang
Tahun 1990
No Kecamatan Jumlah Pemukiman
1. Kecamatan Tangerang 20
2 Batuceper 8
3 Cipondoh 20
4 Jatiuwung 16
5 Ciledug 20
adalah daerah ideal untuk lokasi pusat industri sebab sangat berdekatan
mana Tangerang dijadikan sebagai kota “satelit” Ibu Kota Jakarta, dengan
transportasi yang kokoh diantaranya jalan bebas hambatan atau jalan tol. Jalan
tinggi bagi kawasan industri dan pemukiman di sekitar jalur ini sekaligus
memperlancar arus distribusi barang dan mobilitas manusia antara Jawa dan
Sumatera.
1980. Jalan bebas hambatan ini mempunyai dua jalur terpisah dengan masing-
masing jalur terdiri dari dua lajur, dengan menghabiskan biaya sebesar Rp.
37,1 Milyar yang sebagian besar dananya merupakan pinjaman lunak dari
lokal PT. Biec Internasional Inc, PT. Docrea dan PT. Bina Karya bekerja sama
Nopember 1984 yang dibangun dan dioperasikan oleh PT. Jasa Marga
(Persero). Tahap kedua dibangun Ciujung ByPass dan Serang ByPass yag
dibangun oleh PT. Marga Mandala Sakti yang merupakan usaha patungan
antara PT. Jasa Marga (Persero) dab beberapa perusahaan swasta dengan
masing-masing teridiri dari 2 lajur, yang menelan biaya investasi sebesar Rp.
452 Milyar.
Adanya jalan tol ini ternyata telah ikut memicu tumbuhnya kawasan-
Jakarta -Tangerang Barat yang semula hanya 4 lajur sudah tidak mampu lagi
mengantisipasi hal tersebut PT. Jasa Marga bekerjasama dengan PT. Adhika
Modal
pabrik. Dari informasi awal yang didapat berdasarkan cerita para buruh di
blok A dimulai sekitar tahun 1970. Kemudian disusul blok B, dab Blok C.
termasuk lahan basah (sawah). Sehingga pada tahun 2007, salah satu
kelurahan di Cikupa yaitu Telagasari, lahan pertanian kini sudah habis. Daerah
buruh.
warga. Seorang buruh bernama Abah Nang, bercerita bahwa pada saat blok C
aparat desa untuk memaksa para warga menjual lahannya kepada pemilik
pabrik. Sementara itu, saat berlangsung penjualan tersebut, muncul para calo
melepas lahannya dengan harga yang lebih rendah dari yang diharapkan.
Sedang sejumlah warga lokal lain, memilih ditukar dengan lahan lain yang
pabrik. Akan tetapi, ada juga warga yang kemudian tetap bersikukuh bertahan
lahan yang dimilikinya, maka ia menetapkan tidak mau di bawah harga yang
Hanya saja, sikap Abah Nang tersebut juga membawa konsekuensi yang
tak ringan. Lahan dan rumah yang ia miliki, seiring pembangunan pabrik
pengerukan yang dilakukan pabr ik, lahan Abah Nang berada di posisi yang
lebih tinggi layaknya pulau. Saat hujan, kemiringan tanah tersebut menjadi
Nang dipastikan sudah tidak subur sebab di saat kemarau pasti akan
kekurangan air. Oleh karena itu, Abah Nang memanfaatkan lahan tersebut
dengan pembangunan rumah kontrakan bagi para buruh. Dari kamar kost-
bujukan agar segera menjual lahan itu, masih terus mendarat di telinga Abah
Tabel 11.
Penguasaan Lahan Pada Kawasan industri Tahun 1996
Sudah Sudah
N Ijin
Nama Perusahaan dibebaskan Dibangun Ket
o Lokasi
Ha % Ha %
1 PT Cipta Cakra Murdaya 300 180 60 29 9,6
2 PT Benua Permai Lestari 150 128 85 40 26,6
3 PT Sinar Subur Serpong 100 50 50 30 30
4 PT Mitra Indo Textil 150 40 26,60 16 10,6
5 PT Elang Mas Perkasa 250 50 20 0 0
6 PT Surya Karya Luhur 250 150 60 8 3,2
7 PT BSD 200 150 75 85 42,5
8 PT Graha Permai Raharja 75 75 100 25 33,3
9 PT Purati Kencana Alam 70 70 100 25 35,7
10 PT Adibalaraja 300 265 88 0 0
11 PT Tangerang Bhumimas 250 250 100 15 6
12 PT Putra Daya Perkasa 76 76 100 0 0
13 PT Cidurian Srana Niaga Permai 150 86 57 50 33,3
14 PT Penta Binangun Sejahtera 90 6 6 0 0
Bappeda Kab. Dati II Tangerang 1996 dikutip Suryana, 1998: 108
Berdasarkan pemaparan pola penetrasi modal pada era Orde Baru di atas,
penetrasi modal di era Kolonial Belanda , penetrasi modal pada era Orde Baru juga
Perencanaan dimulai sejak Orde Baru berdiri menggantikan kekuasaan orde lama
dengan membuka keran masuknya investasi asing maupun nasional. Strategi ini
massif. Era ini menandai awal kehidupan Tangerang yang sangat kapitalistik.
pabrik, dan daerah pemukiman, diperkuat dan dipayungi dengan instrumen hukum
mengiringi dan mensuport kepentingan para pemodal atau investor agar aktivitas
Kedua, bila pada era kolonial muara dari penetrasi modal ditujukan untuk
keuntungan pemerintah Belanda, dalam hal ini Kerajaan Belanda, pada era Orde
prakteknya, tujuan tersebut tidak berjalan secara sinergis. Hal ini terbukti dengan
pembangunan.
93
daerah partikelir tersebut. Pada era Orde Baru, peran mereka digantikan oleh para
investor atau pemodal baik asing maupun pemodal nasional. Meminjam istilah
Karl Marrx, kaum pemodal inilah yang menjadi kelas kaya baru yang sukses
dengan menghisap kaum buruh. Para pemodal yang menguasai industri, juga
pribumi dan warga pendatang. Proses pemetaan warga pendatang dan pribumi
tersebut tak jarang berimplikasi pada pola relasi dan konflik kepentingan
Dua faktor penting terkait pembangunan kota Tange rang yang sering
menjadi sorotan adalah perancanaan tata ruang kota dan gerak investasi
dari para pemilik modal. Menurut UU Nomor 4 tahun 1982, ruang adalah
wadah yang terbatas, penataan menjadi sangat penting karena dalam ruang
dengan baik.
dan tata ruang kota bersifat timbal balik. Kegiatan investasi aka n
mempunyai implikasi pada tata ruang seperti: tata ruang untuk industri,
infrastruktur air bersih, sarana olah raga dan rekreasi, area limbah,
2000 pasal 2 ayat (3) angka 13a menyebutkan bahwa Penetapan Tata
Ini berarti bahwa hierarki penyusunan tata ruang berbalik arah, di mana tata
ruang nasional mutlak tergantung tata ruang provinsi dan tata ruang
kabupaten/kota.
karena mengacu pada ketentuan yang lebih tinggi, yakni Perpres Nomor
96
sebagai pelanggaran pihak pemda atas aturan yang sudah dibuatnya. Pihak
tinggal bagi para pekerjanya. Pada tahun 1990, ditemukan fakta bahwa di
tahun 1994 melalui lika-liku yang tidak mudah mengingat Pemda tidak
dilakukan pengambilalihan lahan dari para tuan tanah. Hal ini menandakan
97
dampak negatif lainnya akan lebih tidak terkendali dan melahirkan ragam
masalah sosial. Adalah wajar bila kemudian dewasa ini muncul fenomena
justru terlebih dulu membeli lahan dari masyarakat baru mengajukan ijin
Tabel 12.
Penggunaan Lahan di Kotamadya Tangerang Tahun 1990
Tabel 13.
Ijin Lokasi dan Pembebasan tanah
dengan Kesesuaian Rencana Tata Ruang
ruang Wilayah). Menurut Rizal (1993: 87), terdapat 73 ijin lokasi untuk
(8,42%) dan 11 ijin lokasi untuk jasa (2,37%) dari 463 ijin lokasi tidak
99
sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan pola dasar
tenaga kerja. Artinya, bila tenaga kerja dari penduduk Tangerang tidak
mencukupi, maka harus didatangkan tenaga kerja dari daerah lain. Dengan
jumlah tenaga kerja yang banyak, maka hukum permintaan dan penawaran
mereka. Di antara para buruh mengaku dari daerah Jawa Tengah seperti
Tebel 14.
Perkembangan Penduduk Per Kabupaten/Kota
Provinsi Banten Tahun 2000-2005
Kota
5 Tangerang 1.325.854 1.354.657 1.416.840 1.462.726 1.488.666 1.537.244
Dari sekitar 3,3 juta pada tahun 2005, mayoritas merupakan warga
Tabel 16.
Jumlah Penduduk 10 Tahun ke atas Yang Bekerja
menurut Jenis Pekerjaan Utama per Kabupateb/Kota
di Propinsi Banten Tahun 2004
Lis.,
Kab. / Tamban Indust Bangu Dagan Keuan Jasa-
Kota Tani g ri Gas, nan Trans. g gan jasa
Air
Kab.Serang 230.948 1.524 115.782 3.048 28.642 55.548 132.122 2.786 47.986
Kab.Lebak 257.530 5.153 24.862 660 10.063 37.601 57.379 1.320 27.861
Pandeglang 209.592 1.392 26.364 1.828 9.006 31.347 68.618 3.916 27.959
Kab.Tangerang 108.086 9.318 352.362 2.064 57.152 101.268 237.986 29.608 185.228
Kota Tangerang 908 454 244.252 2.724 16.344 36.774 126.666 27.694 89.892
Cilegon 8.840 254 34.427 1.397 9.138 12.103 28.006 2.352 15.836
JUMLAH 815.904 18.095 789.049 11.721 130.345 274.641 650.777 67.676 394.762
Tabel 17.
Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi
Yang Ditamatkan di banten Tahun 2005
Tabel 18.
Mata Pencaharian Tahun 1987 -1991
pola konsumsi, dan lain -lain. Salah satu contohnya adalah bagaimana
hubungan sosial antara para buruh dengan warga yang sudah lama tinggal
perbedaan kehidupan warga pendatang dan warga lokal (yang lebih lama
buruh, pihak perusahaan lebih sering menyerap tenaga kerja dari para
pendatang.
warga lokal dan warga penda tang yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh
mereka yang tidak terserap dalam pabrik kemudian menjadi tukang ojek,
perusahaan.
kawan buruh lain untuk mogok kerja. Ada pula cara lain yang ditempuh
“membayar” aparat militer (kepolisian dan TNI) untuk berada di bela kang
demonstrasi para buruh. Tak jarang disertai teror dan acaman kekerasan
dengan senjata tajam dan senapan. Maka, dapat diperkirakan, kondisi yang
chaos. Potensi konflik antara warga lokal dan para buruh bisa saja meletus
Desember 2006).
105
drastis terjadi seiring industrialisasi era Orde Baru. Salah satu unsur
era sebelum 70-an yang agraris menjadi kapitalis pada era selanjutnya..
salah satu barang niaga utama yang memiliki nilai ekonomis, berimplikasi
diperjualbelikan dengan nilai yang sangat tinggi. Seperti disebut oleh Arif
Budiman:
Tanah tidak hanya berfungsi secara ekonomis tapi juga sosial yaitu
sebagai alas hidup manusia sehingga posisinya vital, benda yang tak
(Noer Fauzi, 1996: 44). Tanah juga merupa kan seluruh bangunan
bertolak dari dialektika manusia dengan tanah. Bagi masyarakat desa yang
dengan pola saling berdekatan dengan saudara. Hal ini disebabkan oleh
yang mempunyai lahan cukup luas maka ketika anaknya tumbuh dewasa
berada di sekitar rumah. Maka ketika sang anak berkeluarga mereka cukup
pekerjaan yang mereka lakukan karena lokasi rumah berada dekat dengan
tahun 70-an, tanah yang dimiliki masyarakat Ciboga berasal dari warisan
hukum waris dalam Islam dimana anak tertua laki-laki memperoleh hak
lahan warisan itu, mereka dapat hidup berkecukupan. Pada masa itu
mencolok. Sementara itu, hasil pertanian dari lahan yang semakin sempit
2002: 70-75).
sebagai kuli pasir, dan pekerjaan lain yang bias rutin mendapat
penghasilan dari pada bertani yang hanya dua kali setahun, itu pun kalau
tidak gagal panen. Akibatnya, mereka mulai merasa bahwa tanah pertanian
tidak lagi menopang hidup dan ketika pendatang data ng menjadi mudah
digusur oleh pembangunan (dalam kasus desa Cibogo dari warga eks
tanah bisa lebih murah. Ketiga, harga tanah relative murah dan banyak
bilik bambu atau pa pan kayu. Pemugaran tersebut dilakukan dengan dana
108
terjadi pergeseran fungsi dan nilai tanah. Pada era 70-an fungsinya hanya
sebagai rumah, sawah dan tegalan, tetapi di era 80-an nilainya tidak hanya
meningkat.
murah karena lokasinya berada jauh dari jalan, tetapi setelah dikuasai
Tabel 19.
Kepemilikan Tanah Perusahaan dan Perseorangan
Di Desa Cibogo
Dibiarkan
PT Ustraindo 42 1988 Kebun/ ladang (rencana untk
perumahan)
PT Eko Damai
Mandiri 14 1992 Kebun/ ladang Perumahan
109
Bangunan
Kebun/ladang/ rumah dan
Perseorangan 148,6 1983-2000 sawah sebagian
dibiarkan
masyarakat Cibogo pun berubah menjadi ojek motor, kuli pasir, calo
Skema 1
Skema Motivasi Penjualan Tanah di Desa Cibogo
,.
produksi tanah sudah tidak dimiliki lagi. Bahkan, pertanian sudah tidak
(lapangan bola, olah raga lainnya). Menjadi lebih ironis lagi, sebagian
petani yang tersisa, justru menggarap lahan bukan milik mereka lagi.
Padahal dulu adalah milik keluarga mereka. Dan banyak pemuda menjadi
tukang ojek, calo tanah dimana dari pekerjaan itu nyaris sulit
anak mereka, dan hanya sebatas survival atau bertahan hidup saja.
digantikan jasa tenaga mereka untuk alat produksin ya (kuli pasir dan
buruh).
tua pada anak. Maka, hilang pula pola khas warga Cibogo. Akibatnya,
desanya sudah lepas dari kontrol mereka. Sementara itu muncul stereotif
yang dulu dimiliki mereka sedangkan mereka sendiri justru tidak bisa
Skema 2
Alur Mata Pencaharian Generasi Cibogo setelah Era Industri
Tidak diterima
Dagang, ojek
Ada modal motor, ampra
pasir
menganggur
dalam kebiasaan yang ditentukan oleh pabrik seperti kapan saat bekerja,
kapan saat pulang, kapan terima gaji, dan berapa besar gajinya, hingga
upah murah dengan sendirinya akan berdampak pada pola konsumsi serta
kerja lembur.
cenderung lebih bisa diatur dari pada kaum laku-laki. Kemudian bila
dilihat dari upah yang harus diberikan sesuai peraturan yang berlaku, maka
upah buruh perempuan relatif lebih kecil sehingga bisa mengurangi beban
113
pekerja tetap tidak perlu menerima tunjangan keluarga (suami dan anak).
kaitanya dengan tingkat upah yang diterima buruh laki-laki yang sudah
Rezim
di tataran lokal tetapi juga di tataran institusi negara baik di bidang hukum
maupun keamanan. Tak heran bahwa selama Orde Baru, banyak aksi
tuan tanah.
Tabel 20.
Kasus Pemogokan Serta Tenaga Kerja Yang Terlibat
Dan Jam Kerja Yang Hilang Tahun 1981-1999
TENAGA KERJA JAM KERJA
TAHUN KASUS
TERLIBAT HILANG
1981 200 54 875 495 144
1982 241 49 525 501 236
1983 96 23 318 295 749
1984 63 10 836 62 906
1985 78 21 148 55 001
1986 75 16 831 117 643
1987 35 8 281 35 664
beragam. Ragam problem tersebut juga terkait dengan pola kebijakan yang
bagi para buruhnya dan banyak pabrik yang melakukan PHK massal.
tanah kering, air, dan udara yang tipis yang menyelimuti planet bumi kita.
Ciri dari biosfir yang sangat signifikan adalah ukurannya yang relatif
116
diungkap secara pasti oleh ilmu pengetahuan, tetapi diyakini sudah jutaan
perubahan. Hal yang paling mencolok pada dewasa kini adalah perubahan
mengancam biosfir sebagai tempat kehidupan. Ini pula yang terjadi akibat
industrialisasi di Tangerang.
berbagai kebutuhan, apabila terjadi pada tempat yang terbatas maka akan
rumit. Meningat dinamika penduduk yang cukup tinggi dan pada giliranya
sumber daya alam. Ini memperlihatkan bahwa perubahan fisik alam dan
ekonomi dan perubahan lingkungan baik fisik maupun sosial. Hal ini
ton per tahun, SO2 sebanyak 16,89 ton per tahun, NO2 sebanyak
658.895,27 ton per tahun, THC sebanyak 76.451,55 ton per tahun, CO
sebanyak 4.730 ton per tahun dan lainnya sebanyak 377,44 ton per tahun.
Beban penc emaran air: BOD sebanyak 97.323,01 ton per tahun,
COD sebanyak 115.829,8 ton per tahun, SS sebanyak 1.741,53 ton per
tahun, TDS sebanyak 15.811,68 ton per tahun dan lainnya 191.941,66 ton
per tahun. Tahun 1994, Volume limbah dari industri di Kodya Tangerang
118
pemukiman di sekitar industri adalah agar dapat menekan biaya sosial para
Ppm sedangkan ambang toleransi sebagai air bakunya hanya 3 Ppm (Rizal,
1993: 75). Bila kondisi ini terus terjadi beberapa tahun mendatang, bukan
Tangerang dapat berhenti beroperasi karena bahan baku air tak layak lagi
menimbulkan penyakit kanker. Hal ini bukanlah suatu yang mengada -ada.
Indikasi yang paling kuat dwewasa ini adalah punahnya keragaman jenis
ikan yang dulu menjadi menjadi kekayaan Cisadane. Keragaman jenis ikan
sekarang telah digantikan dengan satu jenis ikan bernama ikan sapu-sapu
(www.kompas.com).
peringkat nilai "jelek", yakni 53,52. Sementara itu, Kota Tangerang hanya
terminal, sungai, jumlah taman kota, dan lain-lain. Hingga tahun 2008,
yang sehat, bukanlah suatu hal yang mengada -ada. Kekawatiran ini senada
dengan apa yang telah dipaparkan oleh Arnold Toynbee (2007: 764) dalam
Dalam skripsi ini, uraian mengenai implikasi penetrasi modal era Orde Baru,
aktivitas akumulasi modal di Tangerang. Untuk bisa mendapatkan data dan fakta
penelitian secara lebih mendalam dan lebih fokus. Salah satu contohnya mengenai
tingginya konflik di bidang perburuhan. Dalam persoalan ini, tidak cukup hanya
dilihat dari kacamata penetrasi modal, tetapi juga perlu dikaji dari kebijakan
hak-hak asasi kaum buruh terutama buruh perempuan, serikat buruh, kontribusi
demikian, setiap dampak dari penetrasi modal sesungguhnya dapat menjadi tema
skripsi ini masih bersifat umum, paling tidak dapat dirumuskan beberapa catatan
penting yang dapat penulis rumuskan antara lain: pertama, bahwa dibandingkan
pada era Kolonial Belanda, implikasi penetrasi modal era Orde Baru jauh lebih
kompleks dan makin meningkat. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya masalah
dengan kelas terhisap, tetapi juga menimbulkan permasalahan krusial yang baru
dan belum pernah terjadi pada era sebelumnya. Yang sangat mencolok adalah
faktor kerusakan lingkungan dan tata ruang kota yang tidak terencana. Persoalan
ini jelas tidak ada di era Kolonial. Justru di era Kolonial, alam Tangerang
persawahan digusur untuk industri, air Cisadane justru makin tercemar padahal
Kedua, bila pada era Orde Baru terjadi konflik antara pribumi melawan tuan
tanah yang didukung pihak Kolonial Belanda , pada era Orde Baru juga
122
menunjukkan pola yang sama yaitu antara kaum pribumi dengan pihak pemilik
modal yang didukung oleh pemerintah rezim Orde Baru. Bahkan ada kalanya,
pada era Orde Baru, pihak pribumi mengalami konflik horizontal dengan warga
pendatang. Dalam konflik horizontal ini, pihak pemilik modal (pabrik) seringkali
tenaga pengamanan dalam menghadapi tuntutan para buruh yang mayoritas warga
pendatang.
Ketiga, baik di era Kolonial maupun era Orde Baru, kelompok yang relatif
paling berat menanggung beban atau menjadi korban adalah warga pribumi. Di
era Kolonial mereka diperas oleh kaum tuan tanah, di era Orde Baru, mereka
harus merubah total budayanya. Kaum pribumi yang berbudaya agraris, secara
perlahan digusur dari alat produksinya (tanah) karena dibangun pabrik, sehingga
terus bergeser ke daerah lebih pinggir dan harus meninggalkan sistem mata
digantikan dengan kemampuan memasuki dunia pabrik. Jelaslah bahwa hal itu
menjadi dunia baru. Akibatnya mereka kalah bersaing dengan warga pendatang
yang lebih siap bekerja sebagai buruh. Di samping itu, bila sebelum industrialisasi
mereka hidup relatif sederhana dari hasil pertaniannya, kini harus menjual
perekrutan tenaga buruh. Pemilik modal justru lebih memilih menyerap tenaga
kerja dari pendatang. Akibatnya, warga pribumi hanya mampu mengisi ruang-
ruang baru yang berupa “remah-remah” penghidupan seperti menjadi tukang ojek,
calo tanah, calo tenaga kerja, keamanan luar, preman, tukang parkir, bahkan
123
menganggur. Dengan mata pencaharian itu, masa depan dan tingkat kesejahteraan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
penduduk.
5. Implikasi yang cukup mencolok dari penetrasi modal pada era Orde
Baru antara lain: tata ruang kota yang dikooptasi oleh kepentingan
modal sehingga terjadi tata lingkungan yang tidak sehat dan tertib,
kesimpulan kunci yaitu bahwa penetrasi modal pada masa kolonial dan
B. Saran
ketentuan hukum dan rencana tata ruang sehingga tidak menyala hi tata
guna lahan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Brousson, H.C.C Clockener. 2007. Batavia Awal Abad 20. Jakarta: Masup
Jakarta.
Marx, Karl. 2004. Kapital Buku I. Edisi Terjemahan Oey Hay Djoen.
Jakarta: Hasta Mitra.
__________ 2006. Kapital Buku II. Edisi Terjemahan Oey Hay Djoen.
Jakarta: Hasta Mitra.
Mubyarto, 1992. Ekonomi dan Struktur Politik, Orde Baru 1966 -1971,
Jakarta: LP3ES.
B. Jurnal Penelitian:
Transkripsi Diskusi Bulanan Akatiga dengan tema Analisis Kelas dan Ilmu
Sosial Indonesia dengan presentasi yang disampaikan oleh Hilmar Farid,
05 November 2007.
C. Transkripsi Wawancara:
“Kabupaten Tangerang”.bdk:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tangerang
131
Cuplikan
Transkripsi Wawancara Sejarah Perburuhan
Yang Diselenggarakan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
Lokasi wawancara: Telaga Kocak, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang
Tanggal wawancara: 22 Desember 2006
Nama Narasumber: Otoy (Nama Samaran)
Pewawancara: Pray de Ferri
Catatan:
Transkripsi ini sesungguhnya mencapai 52 halaman. Mengingat jumlah halaman
yang terlalu panjang, berikut ini penulis lampirkan cuplikan beberapa halaman
yang memuat informasi tentang bagaimana relasi antara pabrik, warga pribumi,
dan pendatang. Otoy adalah salah satu warga Tangerang yang menjadi salah
satu “pengaman luar” merangkap sebagai calo tenaga kerja yang bertanggung-
jawab secara tidak langsung kepada pihak pabrik. Cuplikan diambil dari rekaman
kaset 2 side A, halaman 24 hingga kaset 3 side A, halaman 37. J adalah
keterangan narasumber, T adalah pewawancara.
J: ... kalau istilahnya, kalau saya mau jadi calo beneran, menjadi penyalur tenaga
kerja. Karena kita pikir Mas, kalau orang masuk satu juta satu orang, sepuluh
orang sepuluh juta. Satu pabrik saja bisa kita masukin kan kita dulu itu.
Sekarang saja sudah ada dua juta setengah, dua juta pingin masuk kerja ya.
Saya kadang-kadang, “A duh, orang ini saya bilang, dua juta nyari dari mana,
sedangkan dia, saya pikir dia pingin kerja, apa mungkin dia itu dari rumahnya
itu ngejual apa, apa ngejual tanah, apa ngejual apa?” Karena orang yang berani
mahal itu, yang pingin kerja itu orang luar itu, kayak semacam dari Sumatera,
dari Solo, apa dari mana, kan gitu. Kadang-kadang saya nggak gitu, kalau saya
bantu kalau ada kerjaan, ada lowongan saya bantu, kalau nggak ada,
“T olonglah nyari ke orang lain saja ,” kan gitu. Sebenarnya orang-orang,
preman-preman itulah, setiap jatah ada lowongan itu yang dapat duit.
T: Ada premannya juga, ya?
J: Itu yang saya bilang grup tujuh itu.
T: Grup tujuh. Dia dari Talaga juga?
J: Dari Talaga .
T: Apa kerjaan mereka?
J: Ya, kerjaan dia itu, ya sebatas keamanan luarlah, ngakunya kan gitu.
Keamanan luar, dia setiap pabrik dapat jatah kan, ada yang satu juta, ada yang
500 ribu, dan ada yang 800 ribu. Ya, intinya sih katanya keamanan luar, kan
gitu. Dia masing pabrik -pabrik saja sampai sekarang juga sudah mempunyai
jatah, kan gitu.
T: Digaji sebulan?
J: Sebulan dapat jatah, ya digajilah, kan gitu.
T: Itu pasti itu?
J: Itu sudah pasti, sampai sekarang juga masih ada Stenly [nama pabrik] saja
sudah satu juta, KMK sudah satu juta.
T: Berapa?
J: Apanya?
T: Maksudnya, setiap pabrik itu pasti jatah, ya?
J: Pasti dapa t jatah, pasti ngasih jatah.
T: Di kawasan?
J: Di kawasan sini.
T: Ada berapa pabrik, sih?
J: Di sini: KMK, Starmas, Baiksan, Koyo, kurang lebih 10-lah.
T: Setiap pabrik jatah tujuh orang itu?
J: Paling gede sejuta.
T: Untuk tujuh orang?
J: Tujuh orang, enam, yang satunya kan sudah nggak aktif, Haji Lan itu, karena
dia sudah nggak mau. Cuman dia membantu, karena dia bos limbah [sisa -sisa
pabrik yang tak digunakan tapi laku dijual] , karena bos limbah, enam, enam
orang . Ya, tujuh oranglah, karena ada yang ngikut lagi itu, nambahin satu.
T: Bukan satu orang satu juta ya?
J: Nggak, nggak, satu juta itu dibagi tujuh. Bervariasi sih Mas, nggak semua
sejuta, ada yang 500, itu sudah yang paling kecil 500. Antara 500 sampai
sejuta saja sudah.
T: Tugas mereka apa, fungsi-fungsinya?
J: Fungsi-fungsi dia sebenarnya katanya sih ngamanin pabrik gitu.
T: Maksudnya ngamanin dari?
J: Dari luar, kayak orang yang demo, segala mungkin ada yang pemalakan-
pemalakan dari pungutan liar, dari preman lain gitu, apa mungkin dari orang
luar yang sekiranya nggak dikenal mau minta jatah ke pabrik. Karena kalau dia
sudah punya itu, dia yang menghalangi, gitu. Kayak macam sumbangan-
sumbangan liar, intinya gitu. Cuman saya pikir sampai sekarang juga
sebenarnya keamanan luar itu nggak ada fungsinya sama sekali. Apa yang
sebenarnya dia bilang keamanan luar, ya intinya dia sebenarnya , dia pingin
duitnya doang. Karena apa? Yang saya tahu yang kemarin-kemarin demo saja,
dia juga memanfaatkan juga orang yang demo
T: Misalnya gimana?
J: Misalnya, yang kemarin Panah Forest, demo kayak macam KASBI [nama
serikat buruh] itu, ya. Dia itu, KASBI itu, saya nggak tahulah, KASBI itu apa
yang di Panah forest itu kan. Orang Panah Forest kan membayar dia kan satu
bulan itukan jatahnya 500 ribu. Dia kan waktu itu ada yang demo, orang pabrik
kan sudah pasti mengundang dia karena dia sudah dapat jatah kan, keamanan
luar, kan kalau itu kan sudah tugasnya keamanan luar, bukannya tugasnya
satpam lagi. Panggillah dia, tapi dia secara ini mau dia, mau membubarkan itu,
tapi dengan satu syarat dia minta bayaran lagi.
T: Oh gitu,
J: Itu
T: Tapi kan sudah dijatah sebulan?
J: Nah, padahal sudah dikasih jatah satu bulan. Di situkan dia kadang-kadang
manfaatin pabrik yang butuh juga, padahal dia sudah dibaya r. Nggak sanggup
gitu, misalnya dia untuk membayar gitu. Ya dibubarin, ya ternyata ya kata dia ,
“Ya sudahlah tolong” , katanya kan. Dikasihlah, “Ntar kalau misalkan sudah
dibubarkan saya kasih”. Ternyata selama orang KASBI demo di situ, dia
diminta bantuan, ya dapat juga kan? Barang satu orang 100 ribu kan, tujuh
orang, ya tujuh ratus kali dua hari, sejuta empat ratus. Mungkin yang saya tahu
dia dibayar cuman 700.
T: Untuk satu hari?
J: Untuk dua hari itu.
T: Dua hari. Lalu waktu itu kalau nggak salah ada polisi juga, ya?
J: Nah, polisi juga yang dapat itu dua hari itu dibayar satu orang 100 ribu, kalau
nggak salah, jumlah polisi itu lima.
T: Satu hari 100 ribu?
J: Lima orang 500. Saya juga sebenarnya dapat jatah juga, dikasih. Ya mungkin
yang jatah aparat dimasukinnya mungkin jatahnya lima, ya ternyata aparatnya
lima gitu, dimasukin saya satu jadi enam. Jadi, ya satu juta dua ratus , dua hari.
Saya padahal nggak ikut apa, cuman ngelihatin saja (tertawa). Saya kalau
dibutuhkan sama dia , ya sebenarnya saya nggak mau ngelarang orang yang
kayak demo-demo kayak gitu, karena dia mau berjuang buat dia. Ya, kalau
misalkan saya dikasih, siapa sih yang nggak mau kan gitu. Karena saya nggak
minta dari hak-hak orang yang kerja , kan gitu. Saya dikasih orang perusahaan,
di situ juga yang meminta ke perusahaan juga, ya teman saya, P ak Roy, selaku
koordinator satpam itu. Saya dikasih sama dia dengan satu syarat, suruh minta
bantuan, suruh ngantar orang yang kerja, ya saya anterin saja orang-orang yang
kerja dari yang deket-deket rumah saya. Karena dia takut disuruh nggak masuk
kerja gitu. Dia pikir, kalau saya demo takutnya kan diberhentiin yang cewek-
cewek itu. Saya antarkan empat orang, setelah itu, ya dua orang lagi saya suruh
jalan saja, saya nunggu di belakang. Ya sudah, saya nongkrong-nongkrong
saja, besok ditelepon lagi sama dia , suruh bantu pabrik ini, saya datang-datang
saja. Cuman saya lihatin, tapi saya dikasih lagi 100 ribu (tertawa), jadi 200 dua
hari. Waktu itu, juga yang kepolisian juga dibayar
T: Waktu itu yang ngasih P ak Roy itu?
J: Pak Roy itu.
T: Pak Roy ini apa?
J: Pak Roy itu ya, pangkatnya ya kopral. Dulu itu dia , sekarang kan sudah di
Korem, tadinya di Rudal-003. Dia selaku koordinator satpam, dia yang
mengkoordinir satpam itu. Nah, sekarang sudah tergeser, sekarang dia sudah
kurang kepercayaan lagi, kan gitu. Sama, karena apa? Di sini saya juga – ya
saya bukannya menyalahkan aparat apa mungkin dari siapa ya Mas, ya.
Kadang-kadang aparat juga sebenarnya sudah gampang banget dibelinya gitu,
bukannya membantu orang lemah bahkan dia membantu orang yang kuat, gitu.
Apalagi orang yang lemah kan misalkan butuh duit sekali, orang yang kayak
gitu masih butuh duit, bagi orang hukum di sini tegak, gimana di sini hukum
mau ini, karena hukum bisa dibeli, kok. Saya sih bukan jelek-jelekin aparat,
cuman yang saya lihat ya Mas, saya selaku pribumi di sini yang saya tahu, ya
begitu-begitu saja
T: Maksudnya?
J: Ya setiap ada yang demo, setiap apa -apa , kan perusahaan kan kadang-kadang
minta bantuannya, kan kadang-kadang ya aparat luarlah, aparat juga kadang-
kadang ada, tapi apa hasilnya?
T: Apa yang mereka amankan?
J: Ya ngamanin orang yang berbuat anarkislah kayak orang menimpukin pabrik,
keributan, kan intinya ke situ. Cuman, kan selama yang saya tahu yang demo-
demo itu kalau nggak orang pribumi di sini, nggak ada yang nimpukin pabrik.
Yang orang-orang demo itu cuman berjuang demi dia kan, untuk minta
ditetapkan kerja, apa mungkin secara kontrak, apa mungkin yang sudah lama
tetap pingin tetap kerja, apa gimana kan intinya ke situ. Cuman kadang-kadang
perusahaan yang tidak ini, kadang-kadang juga rasanya ketakutan juga kan,
takut dia mungkin pabriknya dibakar, apa gimanalah. Orang-orang yang dari
kepolisian kan diundang juga.
T: Tapi bukannya ada satpam di...
J: Sebenarnya satpam mah ada, ya satpam di situ terbatas sekali Mas, satu.
Keduanya juga satpam yang namanya manusia rasa takut juga ada kan Mas. Ya
mungkin kalau dibackking, mungkin ditemani oleh aparat, dia merasa ada yang
melindungi juga , kan. Kalau dibilang mungkin satpam punya anak polisi juga
(tertawa) kan gitu. Kalau satpam dapat gaji, sih, memang nggak dibayar lagi.
Cuman yang dari luar-luarnya ini kan, gitu. Ya sebenarnya sih, kalau toh
kemarin orang-orang yang mengamankan di situ, ya sebena rnya bukan intiya
buat mengamankan pabrik sih, cuman intniya, ya duit saja sih judulnya.
T: Nyari duit,
J: Nyari duit doang. Nggak dari aparat, nggak dari keamanan luar, yang jelas-
jelas dia datang ke situ intinya bukan, ya mengamankan sih, sebenarnya,
cuman setelah mengamankan, dia itu nggak mau kalau misalkan ini kan, pasti
kan dia dalam hatinya mengharap imbalan juga .
T: Kalau waktu aksi itu, tentara ada juga nggak?
J: Tentara nggak ada
T: Polisi saja?
J: Polisi saja. Cuman selain polisi ya, saya ngelihat sih apa mungkin itu dari
Hercules, apa dari mana, kayaknya orang yang tinggi-tinggi hitam itu banyak
itu di belakang itu,. saya nggak ada yang kenal itu.
T: Dibayar?
J: Dibayar juga itu. Dibayar, dia fungsinya apa saya juga nggak tahu, ini apa
mungkin Hercules, apa mungkin apa juga nggak tahu, karena dari teman-
temannya personalianya kan. Apa mungkin satu kampung, apa mungkin dia
punya jaringan lagi, apa gimana nggak tahu, apa mungkin dia punya grup lagi
nggak tahu. Yang saya tahu sih, orang-orang hitam yang tinggi-tinggi gede itu
kan, mungkin Mas lihat sendiri kan, banyak itu.
T: Dibayar berapa mereka?
J: a rata-rata 100 ribu perhari, ya mungkin kalau orang-orang itu lebih tinggi.
Saya kira yang dari aparat satu orang ya 100 ribu, karena saya buka amplop
sendiri sih, saya dikasih amplop, saya bilang, pikiran saya 50 ribukan “Toy,
katanya jatah aparat yang enem saya lebihin”, katanya. “Yang lima saya
lebihin satu. Ini buat kamu” katanya kan gitu. Jatah polisi itu, saya bilang
“Terima kasih ”, saja. Saya buka, 100 ribu, ya besoknya saya dikasih lagi 100
ribu juga kan, 200. Saya beliin rokok saja kan, saya kasih teman juga, ada yang
pingin rokok, saya beliin juga. Ya, duitnya habis buat saya saja, nggak
dikasiin istri saya. Ya sebenarnya lucu juga sih Mas.
T: Tujuh preman itu, bagaimana mereka bisa membentuk tujuh orang itu?
J: Tadinyakan kepala kuli itukan dia banyak yang resehin juga, ada yang banyak
pingin jadi kepala kulin kan gitu. Ya, dia yang enam orang itu dia rangkul
dengan secara kerja sama, dengan iming-iming kerja sama, jadi setiap ada jatah
itu dia bagi rata, gitu dibagi rata. Karena misalkan kalau dia sendiri ya pastilah
kelompok polisi Uci ini, kepala kuli itu juga merasa nggak bakalan kuat, kalau
ditemani orang-orang yang enam inilah kuatlah kelemahan-kekurangan dia
saling tertutup kan gitu, tertutupilah. Masing-masing orang kan punya
kelemahan, ada yang punya kelebihan kan gitu Mas.
T: Tadinya kepala kuli?
J: Tadinya kepala kuli, asli kepala kuli.
T: Kepala kuli maksudnya apa?
J: Kepala kuli bongkar muat.
Kaset 2, side B
[disela; Otoy menyuruh Ipul yang ketika itu duduk sebelah bapaknya,
mendengarkan cerita bapaknya dia sambil main? “Bilang sama man, suruh bikin
kopi lagi gitu”. Kemudian Ipul memanggil “Nek, nek” sambil mencari dikamar
tidurnya ndak ada]
Kaset 3, side A
J: Ya, yang paling kenyang itu orang-orang preman. Ya kalau kita ma, tetap aja
masyarakat ya kere-kere juga, kan gitu. Bahkan ada yang pingin kerja juga
masyarakat sendiri saja susah. Dia lebih baik mementingkan orang yang lain,
orang jauh kan gitu, dari pada ketimbang orang sini pribumi asli gitu, karena
dia pikir orang jauh ada duitnya.
T: Oh gitu.
J: Iya, orang pribumi sini kan kadang-kadang ngasih duit alakadarnya saja kan,
kadang-kadang “Tolonglah” “Ya, ntar saya bantu”, setiap ada lowongan ma,
orang jauh dulu. Kalau kita nanya belum ada, belum ada, kata dia belum ada
“Tolong nih, gimana?” “Belum ada, ntar aja, ntar aja” Setiap ada lowongan ma
orang luar, kan gitu. Karena dia pikir lebih ada, lebih baik ada duitnya saja gitu
kalau orang luar itu. Kayak macam sinikan, di sini yang berani-berani orang itu
orang-orang Kresek sini Mas, orang-orang dari Balaraja, Balaraja lewat itu. Itu
berani itu, dia paling itu ada calonya juga. Kadang-kadang dia kirim satu mobil
itu ada 10 orang, 12 orang, mintain satu orangnya ada yang 500, ada yang satu
juta, masukin ke pabrik mana macam KMK. Sekarang di sini yang percaloan,
yang saya ketahui yang sekarang ini gencar-gencarnya KMK sama Panah
Forest. Yang masih bisa diloby sama orang-orang preman gitu Mas, lainnya
sudah susah kayak Starmas sudah susah nggak bisa diapa -apain sama dia,
nggak bisa digoyang gitu. KMK saja sekali orang masukin 10 orang ya itu
orang-orang preman. Sekarang begini saja, saya berani taruhan Mas. Orang
sendiri orang yang belum berpengalaman, mau masukin lamaran ke setiap
perusahaan walaupun di situ ada perusa haan menerima karyawan nggak
mungkin ada diterima.
T: Diterima?
J: Diterima. Di situlah, mungkin Mas kalau ini coba saja sendiri ngelamar,
mungkin setiap ada lowongan lamar sendiri, masukin tanpa ada orang tertentu
yang ini, nggak mungkin masuk Mas, saya berani bertaruh itu.
T: Harus melalui calo itu?
J: Harus orang-orang yang tertentu yang sekira-kiranya, ya bisa memasuki orang
itulah kan gitu, calo-calo itu, kalau nggak calo. Kadang-kadang perusahaan
juga saya bingung gitu, kalau setiap penerimaan itu, kadang-kadang ya
sistimnya family, sistimnya kan kadang-kadang ya orang dalamnya sendiri
yang bawa kan gitu, kadang-kadang ya orang preman itulah kadang-kadang
ngotot pingin dimasukin. Misalkan dia punya saudaralah, apa mungkin
pribumilah. Minta 10 orang, ya pribuminya paling empat, yang orang luarnya
enam. Maka setiap ada lowongan pasti dikerumunin orang yang pingin kerja.
Kemarin-kemarin kan SPOTEC pabrik sepatu. Waduh, calonya sudah kenyang
saja itu
T: Tujuh orang ini hanya khusus di kawasan sini saja?
J: Iya, kawasan sini saja. Kalau kawasan satu lagi yang sono kawasan satu, lain
lagi calonya ...
RIWAYAT HIDUP
1997-1999
2004-2007
2009