SISTEM BILANGAN
Banyak sistem bilangan yang dapat dan telah dipakai dalam melaksa-nakan perhitungan. Tetapi ada sistem bilang-an
yang sudah jarang dipakai ataupun tidak dipakai lagi sama sekali dan ada pula sistem bilangan yang hanya dipakai
pada hal-hal tertentu saja. Sistem bilangan limaan (quinary) dipergunakan oleh orang Eskimo dan orang Indian di
Amerika Utara zaman dahulu. Sistem bilangan Romawi yang sangat umum dipakai pada zaman kuno, kini
pemakaian-nya terba-tas pada pemberian nomor urut seperti I untuk pertama, II untuk kedua, V untuk ke-lima dan
seterusnya; kadang-kadang dipakai juga untuk penulisan tahun seperti MDCCCIV untuk menyatakan tahun 1804.
Sistem bilangan dua belasan (duodecimal) sampai kini masih banyak dipakai seperti 1 kaki = 12 Inci, 1 lusin = 12
buah dan sebagai-nya. Namun yang paling umum dipakai kini adalah sistem bilangan puluhan (decimal) yang kita
pakai dalam kehidup-an sehari-hari.
Karena komponen-komponen komputer digital yang meru-pakan sistem digi-tal bersifat saklar (switch), sistem bi-
langan yang paling sesuai untuk kom-puter digital adalah sistem bilangan biner (binary). Keserdeha-naan
pengubahan bilangan biner ke bilangan oktal atau heksadesimal dan sebaliknya, membuat bi-langan oktal dan
heksadesimal juga banyak dipakai dalam dunia komputer, ter-u-tama dalam hubungan pengkodean. Bilangan Biner,
Oktal dan Heksadesi-mal akan dibahas dalam bab ini didahului dengan pemba-hasan singkat tentang bilang-an
desimal se-bagai pengantar.
kali dari pada nilai mutlak dan nilai letaknya. Jadi, nilai yang diberikan oleh angka 5 pada bilangan 1253,476 adalah
5x101 = 50 dan yang diberikan oleh angka 7 adalah 7x10-2 = 0,07.
Secara umum, suatu bilangan puluhan yang terdiri atas n angka di kiri tanda koma puluhan dan m angka di kanan
tanda koma puluhan, yang dapat dinyatakan dalam bentuk:
N = an-1 an-2 ... a1 a0, a-1 a-2 ... a-m,
Persamaan (1.2), yang merupakan bentuk umum dari pada persamaan (1.1), berlaku untuk semua sistem bilangan
yang berdasarkan letak yang tegas. Untuk semua sistem bilangan seperti bilangan Romawi, misalnya, persamaan ini
tentunya tak dapat dipergunakan.
Untuk uraian selanjutnya, kita akan memakai cara pe-nulisan ini bila-mana diperlukan. Bilamana dasar dari pada
bilangan sudah jelas dari uraian ataupun bila kita hanya membicarakan satu sistem bilangan, tentu-nya kita tidak
perlu dan tak akan memberikan tanda tersebut. Didalam praktek pemrograman komputer, sering tanda tersebut hanya
diberikan kepada bilangan yang bukan puluhan.
Sistem bilangan Heksadesimal terdiri atas 16 simbol angka sehingga bilang-an dasarnya adalah 16. Sepuluh dari
simbol tersebut diambil dari ke-sepuluh simbol angka pada sistem bilangan puluhan dan enam angka yang lain
diambil dari huruf dalam abjad A - F. Jadi, ke-16 simbol hek-sadesimal adalah: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D,
E, F. Huruf-huruf A, B, C, D, C dan F secara berturut-turut bernilai 10, 11, 12, 13, 14, 15.
Harga desimal yang dinyatakan oleh bilangan hek-sadesimal juga dapat dihi-tung dengan memasukkan harga R = 16
kedalam pers. (1.2) di depan. Sebagai con-toh,
(3C5,A)16 = 3 x 162 + 12 x 161 + 5 x 160 + 10 x 16-1
= (965,0625)10
Yang membuat sistem bilangan oktal dan heksadesimal banyak di-pakai dalam sistem digital adalah mudahnya peng-
ubahan dari biner ke oktal dan hek-sadesimal, dan sebaliknya, seperti akan dibicarakan dalam sub-bab berikut ini.
Contoh 1.
Tentukanlah bilangan biner yang berharga sama dengan bilangan desimal 118.
Pembagian secara berturut-turut akan menghasilkan:
118 : 2 = 59 sisa 0 7:2= 3 sisa 1
59 : 2 = 29 sisa 1 3:2= 1 sisa 1
29 : 2 = 14 sisa 1 1:2= 0 sisa 1
14 : 2 = 7 sisa 0 0:2= 0 sisa 0
Jadi, (118)10 = (01110110)2
Perhatikan bahwa walaupun pembagian diteruskan, ha-sil berikutnya akan tetap 0 dan sisanya juga tetap 0. Ini benar
karena penambahan angka 0 di kiri bi-langan tidak mengubah harganya.
Contoh 2.
Tentukanlah bilangan biner yang berharga sama dengan bilangan desimal 0,8125.
Pengalian secara berturut-turut akan menghasilkan :
0.8125 x 2 = 1,625 0,500 x 2 = 1,000
0,625 x 2 = 1,250 0,000 x 2 = 0,000
0,250 x 2 = 0,500
Jadi, (0,8125)10 = (0,11010)2
Perhatikan bahwa angka-angka biner yang dicari ada-lah angka yang di kiri tanda koma, dan yang paling kiri dalam
bilangan biner adalah angka di kiri koma hasil perkalian pertama. Juga perhatikan bahwa walaupun penga-lian
diteruskan hasil perkalian akan tetap 0 dan ini be-nar karena pe-nambahan angka 0 ke kanan tidak akan meng-ubah
harganya.
Contoh 3.
Ubahlah bilangan desimal 457,65 ke bilangan biner.
Untuk melakukan konversi ini, dilakukan pembagian untuk bagian bulatnya dan pengalian untuk bagian pecahan-nya
seperti yang dilakukan pada kedua con-toh sebelumnya, dengan hasil seba-gai berikut ini:
Dari contoh terakhir ini dapat dilihat bahwa untuk bagian pe-cahan, pengalian dengan 2 akan berulang-ulang
menghasilkan deret-an 1,6; 1,2; 0,4; 0,8 yang berarti bahwa deretan angka biner 11001100 akan berulang terus. Ini
berarti bahwa ada bilangan pecah-an puluhan yang tak dapat di-sa-jikan dalam biner dengan ketelitian 100 %. Ke-
salahan atau ralat konversi itu semakin kecil bila cacah angka biner (bit) yang dipergunakan lebih besar. Bagai-
manapun juga, cacah bit dalam setiap sistem digital sudah tertentu sehingga ketelitian pengkodean untuk setiap
sistem digital sudah tertentu pula.
Konversi sebaliknya, dari oktal dan heksadesimal ke biner juga dapat dilaku-kan dengan mudah dengan mengganti-
kan setiap angka dalam oktal dan hek-sadesimal dengan se-taranya dalam biner.
Contoh 1.
(3456)8 = (011 100 101 110)2
(72E)16 = (0111 0010 1110)2
Dari contoh ini dapat dilihat bahwa konversi dari oktal ke hek-sadesi-mal dan sebaliknya akan lebih mudah di-
lakukan dengan mengubahnya terlebih dahulu ke biner.
Contoh 2.
(3257)8 = (011 010 101 111)2
(0110 1010 1111)2 = (6AF)16
Perhatikan bahwa bilangan biner dalam konversi oktal biner dan kon-versi biner-heksadesimal hanyalah berbeda
dalam penge-lompokannya saja.
Oktal: Heksadesimal:
205 : 8 = 25 sisa 5 205 : 16 = 12 sisa 13 = D
25 : 8 = 3 sisa 1 12 : 16 = 0 sisa 12 = C
3 : 8 = 0 sisa 3
1.4 Komplemen
Dalam sistem digital, semua perhitungan aljabar, baik perjum-lahan, pengu-rangan, perkalian maupun pem-bagian,
dilaksanakan dengan penjum-lahan. Perka-lian dan pembagian dilaksanakan dengan melakukan penjum-lahan
diselingi peng-geseran. Pelaksanaan pengu-rangan dengan penjum-lah-an dilakukan dengan menambahkan harga
negatif bilangan pengurang. Ini dapat dilihat dari persamaan:
X - Y = X + (- Y)
Dalam pelaksanaanya, semua bilangan negatif dinyatakan dalam harga kom-plemennya. Untuk setiap sistem
bilangan dengan dasar R, di-be-dakan 2 jenis kom-plemen, yaitu komplemen R dan komplemen R-1. Jadi, untuk
sistem bilangan desimal dengan R= 10 ada komplemen 10 dan ada komplemen 9; untuk oktal ada komple-men 8 dan
komplemen 7; untuk heksadesimal ada komplemen 16 dan komplemen 15, dan seterusnya.
Komplemen suatu bilangan N dalam sistem bilangan dengan dasar R dide-finisikan sebagai berikut :
Komplemen R dari N : (N)c,R = Rn - N , N0 (1.3)
=0, N=0
Komplemen R-1 dari N : (N)c,R-1 = Rn - R-m - N (1.4)
dengan: n = cacah angka pada bagian bulat,
m = cacah angka pada bagian pecahan.
Contoh 1.
Tentukan komplemen R dari pada bilangan-bilangan berikut:
a. (345)10 b. (327,15)10 c. (10110)2
Penyelesaian :
a. Komplemen 10: (345)c,10= 103- 345 = 1000 - 345 = 655
= (01001)2
( 1101,01)2
( 0010,11)2
Komplemen 1: (1101,01)c,1 = 25 - 20 - (1101,01)2 = (10000,00)2
( 0,01)2
( 1111,11)2
( 1101,01)2
( 0010,10)2
Dari definisi dan contoh-contoh di atas dapat dili-hat bahwa komple-men R-1 dari suatu bilangan dapat diperoleh
dengan mengu-rangi angka terbesar dengan setiap angka dalam bilangan yang ber-sangkutan, sedang-kan komple-
men R dapat diperoleh dengan menambahkan 1 ke angka paling kanan dalam komplemen R-1
Contoh 2.
Dari contoh 1 di atas dapat dilihat bahwa:
(327,15)c,9 = 672,84
1
672,85 = (327,15)c,10
(10110)c,1 = (01001)2
1
(01010)2 = (10110)c,2
dan seterusnya.
Sebenarnya, komplemen bilangan biner dapat diperoleh dengan sangat mudah. Komplemen 1 diperoleh dengan
meng-ganti-kan setiap angka 0 menjadi 1 dan angka 1 menjadi 0. Komplemen 2 dapat diperoleh dengan
menambahkan 1 kepada komplemen 1 atau kalau kita bergerak dari kanan ke kiri, biarkanlah semua angka 0 dan
angka 1 paling kanan tak ber-ubah dan semua angka yang di kiri angka 1 ini diubah dari 0 menjadi 1 dan dari 1
menjadi 0.
Contoh 3.
(a) Untuk bilangan biner 10100100
komplemen 1 adalah : 01011011
komplemen 2 adalah : 01011100
Perhatikanlah bahwa untuk komplemen 1, masing-masing bit dikom-ple-menkan, 0 menjadi 1 dan 1 menjadi 0,
sedang-kan untuk komplemen 2 kedua bit 0 di kanan dan bit 1 paling kanan tidak di-ubah sedangkan bit di kiri bit 1
paling ka-nan ini dikomplemenkan masing-masing bitnya. Hal ini juga berlaku walaupun bi-langan biner itu
mempunyai bagian pecahan, seperti pada contoh (b) berikut ini.
komple-mennya dapat di-lakukan dengan mudah dan karena peranti keras (hard ware) untuk penjumlahan dan
pengurangan dapat menggunakan kom-ponen yang sama sehingga harga akan lebih murah.
Karena tidak ada end carry, hasil ini dikomplemenkan, sehingga hasil sebe-narnya adalah - 03651.
Contoh 2.
Pengurangan dengan komplemen 2 untuk biner.
100100 - 100010 : M= 100100, N= 100010
dan -N= (100010)c,2 = 011110
100100 - 101100 :
Karena (101100)c,2 = 010100, maka penjumlahan menghasilkan :
100100
010100
+
111000
Karena tidak ada end carry, harga sebenarnya adalah negatif dari 111000, yaitu: -001000.
Contoh 2.
Biner : 100100 100100
100010 011101
end carry 000001
1
000010
100100 100100
101100 010011
110111
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pengubahan suatu bilangan ke kom-plemen R-1 lebih mudah dibandingkan
dengan pengubahan ke kom-plemen R. Tetapi dalam pelaksanaan penjum-lahan, komplemen R-1 mem-butuhkan dua
kali penjumlahan bila ada "end carry", sedangkan dalam komplemen R end carry di-abaikan/ dibuang saja tanpa
perlu dijumlahkan lagi. Disamping itu, dalam penya-jian dengan komplemen R-1 ada dua harga 0, yaitu +0 dan -0,
sedangkan dalam komplemen R hanya ada satu 0. Hal ini dapat ditunjukkan dengan pengurangan suatu bilangan
dengan bilangan itu sendiri. Sebagai contoh, hasil 1011 - 1011 ada-lah:
Komplemen 2: 1011
0101
+
0000 (end carry dibuang)
Komplemen 1: 1011
0100
+ (tak ada end carry, negatif)
1111
Dalam perhitungan Aljabar, adanya dua harga nol ini dapat mem-bingungkan, teru-tama bila tanda dipakai untuk
menentukan langkah proses selanjutnya. Namun demikian, karena mudahnya pengubahan ke komple-men 1 dalam
biner, penyajian dalam komplemen 1 masih juga dipakai.
Kalau seandainya kedua operannya tidak dinyatakan secara lengkap, maka akan diperoleh :
BCD standar (8421) terletak pada kenya-taan bahwa kode itu merupakan konversi langsung dari bit ke angka
desimal. Dengan memberi bobot yang lain dapat diperoleh keuntung-an berupa simetri atau sifat komplemen.
Sebagai contoh, kode dengan bobot 2421 dan 84-2-1 mempu-nyai sifat mengkomplemenkan sendiri (self com-
plementing). Perhatikan bahwa komplemen 3 adalah 6 dan dalam kode 84-2-1 ini ditunjukkan dengan 1010 (=6)
yang merupakan komplemen dari 0101 (=3).
Dalam hubungan antar satu komputer dengan yang lain, sering terjadi perbe-daan antara sinyal yang dikirim dan
sinyal yang diterima. Ini terjadi karena adanya gangguan (noise) yang timbul pada saluran komunikasinya. Untuk
mengetahui adanya kesalahan itu sering ditambahkan satu bit tambahan kepada kode sinyal aslinya. Bit tambahan ini
disebut bit parity. Dengan penambahan bit parity ini, maka kesalahan satu bit dalam setiap kode yang merupakan
kesatuan dapat diketa-hui/diditeksi. Bit parity biasa-nya ditambahkan pada saat pengiriman dan di-buang kembali di
sisi pene-rimaan sebelum diproses. Perlu dicatat bahwa bit parity ini hanyalah menunjukkan adanya kesalahan, bukan
membetulkan kesalahan itu.
Dalam pemakaian bit parity dikenal dua macam cara: parity genap (even) dan parity ganjil (odd). Dalam sistem
parity ganjil, cacah bit 1 harus selalu ganjil. Bila dalam sistem ini diterima suatu kode dengan cacah bit 1 yang
genap, ini ber-arti telah terjadi kesalahan dalam pengiriman. Dalam sistem parity genap cacah bit 1 dalam setiap unit
kode harus tetap genap. Bila dalam sistem ini diterima diterima suatu satuan kode dengan cacah bit 1 yang ganjil,
maka suatu kesalahan telah ter-jadi dalam transmisi. Sebagai contoh, untuk kode-kode BCD standar di depan, satu
angka desimal akan dikirimkan sebagai satuan yang terdiri atas 5 bit setelah ditambahkan satu bit parity, biasanya
pada posisi nilai tertinggi (di kiri). Untuk kode-kode desimal 5 dan 8, yang kode sebenarnya adalah 0101 dan 1000,
dalam sistem parity ganjil akan dikirimkan sebagai 10101 dan 01000, sedangkan pada sistem parity genap kode-kode
tersebut akan dikirimkan sebagai 00101 dan 11000.
untuk diingat.
@ 40 7C 8,4
6. Dengan panjang kata 8 bit dan bit paling kiri menyatakan tanda, 0= positif dan 1= negatif, nyatakanlah
bilangan-bilangan desimal berikut dalam biner dengan menggunakan kompelemen 1 dan kompelemen 2:
7 -11 -27
7. Dalam sistem yang menggunakan ukuran kata 16 bit, tentukanlah harga desi-mal dari bilang-an-bilangan
berikut:
Biner : 0100 1101 1100 1000; 1011 0100 1010 0101
Oktal : 73 ; 201 ; 172
Heksadesimal: 6B ; A5 ; 7C
11. Tuliskanlah kode ASCII dan EBCDIC, baik secara biner maupun heksadesi-mal, larik : "Kodya Medan
(SUMUT)".
2
GERBANG dan ALJABAR BOOLE
Konsep dasar aljabar Boole (Boolean Algebra) telah diletakkan oleh seorang matematisi Inggeris George Boole,
pada tahun 1854. Konsep dasar itu membutuh-kan waktu yang cukup lama untuk disadari kegunaannya, baik dalam
bidang matematika maupun dalam bidang teknik.
Pada tahun 1938 Claude Shannon, seorang ahli komunikasi, meman-faatkan dan menyempurnakan konsep Boole
tersebut. Sekarang ini, aljabar Boole meme-gang peranan yang sangat penting, tidak saja dalam logika, tetapi juga di
bidang lain seperti teori peluang/kemungkinan, teori infor-masi/komunikasi, teori himpun-an dan lain-lain. Teori ini
juga dipakai dalam merancang komputer elektronik dengan menerjemahkannya ke dalam rangkaian saklar (switching
circuits) yang pada dasarnya adalah logika, tertutup atau terbuka, mengalirkan arus listrik atau tidak.
Karena masukan A hanya dapat berkeadaan 0 atau 1, maka Z juga hanya dapat berkeadaan 1 atau 0. Keadaan
keluaran Z untuk setiap keadaan masukannya dapat ditunjukkan dalam bentuk tabel yang disebut "tabel
kebenaran" (truth table), yang sering juga disebut tabel kombinasi (combination table), sebagai berikut:
Dari pers. (2.1) di atas dapat dilihat, yang juga ditunjukkan dalam tabel kebe-naran di atas, bahwa fungsi Z
berkeadaan 1 bila A berkeadaan 0. Perhatikan juga bahwa fungsi dinyatakan untuk keadaan 1 dan peubah yang
berkeadaan 0 di-NOT-kan (dikomplemenkan) untuk membuat Z = 1. Hal ini berlaku secara umum dalam aljabar
Boole dan untuk peubah yang aktif untuk tegangan 0 Volt (rendah) sering diberi nama dengan garis komple-men
diatasnya. Bentuk keluaran suatu rangkaian logika dalam bentuk fungsi Boole dapat diperoleh dengan mudah dari
tabel kebe-naran rangkai-an logika yang bersangkutan. Tetapi fungsi yang dihasilkan dari tabel kebenaran umumnya
belumlah dalam bentuk yang sederhana, yang membu-tuhkan gerbang yang paling sedikit, dan masih perlu
disederhanakan. Penyederhanaan ini akan dibahas dalam bab-bab berikutnya.
Dua operasi yang paling mendasar lainnya dalam aljabar logika ada-lah ope-rasi "DAN" (AND) dan operasi
"ATAU" (OR). Gerbang elektronik yang mereali-sasikan logika ini masing-masing diberi nama gerbang "AND" dan
gerbang "OR". Perlu ditegaskan kembali bahwa untuk logika positif yang dipakai seterusnya dalam buku ini, 1
diartikan benar dan 0 diartikan salah dan secara elektroniknya, 1 diartikan sebagai tegangan tinggi (paling umum
adalah +5 Volt) dan 0 diartikan sebagai tegangan rendah (0 Volt). Tegangan elektronik 0 - 5 Volt ini dikenal seba-gai
level TTL, singkatan dari Transistor-Transistor Logic.
Untuk suatu gerbang OR dengan 2 masukan, katakanlah A dan B, keluaran-nya akan benar (= 1) bila salah satu
masukan A "atau" B adalah benar dan keluar-an itu akan salah (= 0) bila kedua masukan A dan B secara bersama-
sama salah. Untuk gerbang AND dengan dua masukan A dan B, keluarannya akan benar hanya bila kedua
masukannya A "DAN" B adalah benar dan salah bila salah satu masukan itu salah. Keterangan ini ditunjuk-kan lebih
jelas oleh tabel kebenaran pada Gambar 2.1.
(a) (b)
Dalam aljabar Boole, operasi yang dilakukan oleh gerbang OR disim-bolkan dengan operator "+" dan dibaca OR
atau "ATAU" dan operasi AND disimbolkan dengan operator "." dan dibaca AND atau "DAN". Tanda operator "."
sering dihi-langkan saja dengan catatan bahwa tanpa ada opera-tor lain diartikan sebagai ope-rasi AND. Seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.1, operasi OR dan AND untuk dua peubah masukan dituliskan sebagai berikut :
OR : Z = A + B (2.2)
AND : Z = A.B = AB (2.3)
Simbol yang umum dipakai dalam penyajian rangkaian logika untuk gerbang OR dan AND, juga NOT, ditunjukkan
pada Gambar 2.2.
A B Z=A+B A B Z= A B
0 0 1 0 0 1
0 1 0 0 1 1
1 0 0 1 0 1
1 1 0 1 1 0
(a) (b)
Gambar 2.3. Tabel kebenaran dan simbol gerbang-gerbang NOR (a) dan NAND (b).
Untuk masukan A dan B, persamaan keluaran daripada gerbang-gerbang NOR dan NAND adalah :
NOR : Z = A + B NAND : Z = A B
Perhatikan bahwa keluaran NOR benar-benar merupakan komplemen dari-pada keluaran OR dan keluaran NAND
merupakan komplemen dari-pada AND.
Gerbang-gerbang OR dan NOR sebenarnya adalah gerbang-gerbang inclu-sive-OR dan inclusive-NOR, walaupun
kata inclusivenya tidak dise-butkan dengan tegas. Kalau keluaran (inclusive) OR berlogika 1 asal salah satu
masukannya ber-logika 1, maka keluaran exclusive-OR (EXOR) hanya akan berlogika 1 bila kedua masukannya
tidak sama. Keluaran exclusive-NOR (EXNOR), disebut juga Equivalence, hanya akan berlogika 1 bila kedua
masukannya sama. Dalam Gam-bar 2.4 ditunjukkan lambang dan tabel kebenaran beserta persamaan gerbang EXOR
dan EXNOR. Operasi EXOR ditunjukkan dengan + dan operasi EXNOR ditunjukkan dengan tanda "≡".
Dari tabel kebenaran dalam Gambar 2.4 dapat dilihat bahwa gerbang EXOR dan EXNOR dapat juga dinyatakan
sebagai berikut:
EXOR : Z = A + B = A B + AB
EXNOR: Z= A+B = AB + AB
Dari kesamaan ini dapat dilihat bahwa EXOR dan EXNOR dapat dibentuk dengan menggunakan AND dan OR
ditambah NOT.
A B Z A B Z
0 0 0 0 0 1
0 1 1 0 1 0
1 0 1 1 0 0
1 1 0 1 1 1
(a) (b)
Gambar 2.4. Tabel kebenaran dan Simbol gerbang-gerbang EXOR (a) dan EXNOR (b).
X=X (2.6)
Hasil dari keadaan benar ATAU tidak benar pasti selalu benar dan keadaan salah ATAU tidak salah juga akan
selalu benar (terpenuhi). Tetapi keadaan salah DAN tidak salah dan benar DAN tidak benar akan selalu salah. Jadi,
dalam aljabar Boole dapat dinyatakan dengan hukum komplemen sebagai berikut:
X + X = 1 (selalu benar) (2.7)
X .X = 0 (selalu salah)
Untuk fungsi-fungsi Boole dengan dua peubah atau lebih, dikenal juga hukum-hukum kumulatif, assosiatif dan
distributif yang berlaku dalam alja-bar biasa, yaitu:
Hukum Kumulatif : XY = YX (I) (2.8)
X+Y =Y+X (II )
Hukum Assosiatif: (X Y) Z = X (Y Z) = XYZ (I) (2.9)
(X+Y) + Z = X + (Y+Z) = X + Y + Z (II)
Hukum Distributif: X (Y + Z) = XY+XZ (I)
X+YZ = (X + Y)(X + Z) (II) (2.10)
Hukum yang terakhir ini, yang tidak ada dalam hukum distributif aljabar bia-sa, dapat dibuktikan sebagai berikut:
(X+Y)(X+Z) = XX + XZ + YX + YZ (distributif I)
= X + XZ + XY + YZ (idempoten)
= X.1 + XZ + XY + YZ
= X(1+Z+Y) + YZ (substitusi p= Z+Y
= X + YZ dan 1 + p = 1 )
Di samping dengan cara seperti di atas, keadaan itu juga dapat dibuk-tikan dengan mudah dengan membuat tabel
kebenaran. Perlu ditegaskan disini bahwa dua fungsi adalah sama bila kedua fungsi itu berlogika sama untuk semua
kombi-nasi masukan yang mungkin. Untuk pembuktian pers. (2.10) di atas, karena ada 3 peubah, maka ada 8 (= 23)
kemungkinan kom-binasi masukan. Harus dapat ditun-jukkan bahwa untuk setiap kombinasi masukan X, Y dan Z,
keadaan f1= X + YZ adalah sama dengan keadaan f2= (X+Y)(X+Z). Ini ditunjukkan dalam Gambar 2.6. Kadang-
kadang, pem-buktian kesamaan dua fungsi lebih mudah dengan tabel ke-benaran daripada pembuktian dengan
memakai hukum-hukum dasar, tentunya terbatas pada fungsi dengan peubah yang sedikit.
X Y Z YZ f1 X+Y X+Z f2
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0 1 0
0 1 0 0 0 1 0 0 f1 = X + YZ
0 1 1 1 1 1 1 1 f2 = (X+Y)(X+Z)
1 0 0 0 1 1 1 1
1 0 1 0 1 1 1 1 f1 = f2
1 1 0 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan tabel kebenaran seperti dalam Gambar 2.6 adalah penyusunan
kombinasi masukan secara berurut, mulai dari setara biner terkecil sampai yang terbesar. Ini merupa-kan suatu cara
standar penyusunan tabel kebenaran dan perlu untuk menghindari kemungkinan adanya kombinasi yang terlupakan.
Perlu juga diperhatikan bahwa walaupun keadaan peubah X, Y dan Z yang 0 dan 1 bukanlah biner, kombinasinya itu
dapat diartikan dalam harga biner.
Dalam Tabel 2.1 dirangkum Hukum Dasar Aljabar Boole yang dapat diguna-kan dalam menyederhanakan fungsi-
fungsi Boole seperti yang akan dibahas dalam sub-bab berikut ini.
Pada umumnya, setidak-tidaknya di bagian masukan atau keluarannya, rangkaian ber-urut juga mempergunakan
rangkaian kombinasi. Karena itu, penye-derhanaan rangkaian kombinasi merupakan hal yang penting dalam setiap
peren-canaan sistem digital. Dengan penyederhanaan akan diperoleh rangkaian yang akan mem-butuh-kan gerbang
yang lebih sedikit dengan jumlah masukan yang lebih sedikit dibandingkan dengan merealisasikan/
mengimplementasikan fungsi Boole hasil perencanaan awal.
Penyederhanaan fungsi Boole dapat dilakukan dengan beberapa cara/ metoda, antara lain:
• cara aljabar,
• cara pemetaan dan
• cara tabulasi.
Dua cara terakhir akan diuraikan kemudian. Berikut ini akan diberi-kan bebe-rapa contoh penyederhanaan fungsi
Boole sederhana secara alja-bar. Rumus-rumus penyederhanaan berikut ini dapat dipandang sebagai rumus dasar
yang siap pakai. Dengan memakai hukum-hukum dan teorema dasar di depan dapat diperoleh:
(X+Y )Y = XY + YY
= XY (2.15)
Satu teorema yang sangat penting dalam aljabar Boole adalah teorema de Morgan yang menunjukkan dualitas dalam
komplementasi operasi OR dan AND. Dalil de Morgan mengubah perkalian (operasi AND) menjadi perjumlahan
(operasi OR) dengan komplementasi. Hukum de Morgan adalah:
X+Y=X.Y (a)
dan (2.17)
XY= X +Y (b)
Hukum ini dapat dibuktikan dengan membuatkan tabel kebenaran untuk masing-masing operasi seperti ditunjukkan
dalam Gambar 2.7.
Perhatikan bahwa untuk semua kombinasi masukan X dan Y keadaan di kolom 3 tepat sama dengan keadaan di
kolom 4 (hukum a) dan keadaan di kolom 5 tepat tepat sama dengan keadaan di kolom 6 (bukti hukum b).
Walaupun ditunjukkan hanya untuk 2 peubah, tetapi hukum de Morgan pers. (2.7) berlaku juga untuk sembarang
cacah peubah. Ini dapat dibuktikan dengan mudah dengan metode substitusi, yaitu dengan membe-rikan satu nama
peubah baru untuk suatu bagian pernyataan. Sebagai contoh, untuk tiga peubah dilakukan sebagai berikut :
X + Y + Z = X . Y + Z = X.Y. Z
Dalam menyederhanaan fungsi-fungsi Boole secara aljabar, penguasa-an sekumpulan rumus dasar akan sangat
membantu. Untuk memudahkan pemakai-annya dalam Tabel 2.2 dikumpulkan beberapa rumus tambahan yang
melengkapi rumus dasar yang diberikan dalam Tabel 2.1. Semakin banyak kita melakukan penyederhanaan, semakin
sering memakai rumus-rumus tersebut, semakin hafal pula kita akan rumus-rumus tersebut.
(singkatan dari "suku minimum" yang berasal dari istilah minterm, minimum term) dan sukumax (singkatan dari
"suku maksimum" yang berasal dari istilah maxterm, maximum term) dapat dijelaskan lebih mudah. Sukumin dan
sukumax juga dike-nal dengan nama lain, yaitu "standard product" untuk sukumin dan "standard sum" untuk
sukumax. Ini lebih memudahkan uraian aljabar dan penyajian fungsi-fungsi logika (fungsi Boole).
Sukumin adalah perkalian (operasi AND) dari sejumlah literal. Lite-ral disini dimaksudkan sebagai peubah, baik
dalam bentuk sebenarnya maupun komple-mennya. Dalam satu suku, setiap literal muncul paling banyak satu kali.
Ini berarti bahwa bila satu suku mengandung literal A, misalnya, suku tersebut tidak boleh
(x+y)(x+y ) = x
x (x+y ) = x
x+y =x+y
x . y . z. ... = x + y + z + ...
3. Teorema Konsensus: xy + yz + xz = xy + xz
(x+y)(y+z)(x+z) = (x+y)( x+z )
(x+y)(x+z) = xz + xy
mengandung literal A. Karena untuk n peubah dapat dibentuk 2n macam kombi-na-si, maka untuk n peubah dapat
dibentuk sejumlah 2n sukumin. Setiap sukumin berharga 1 hanya untuk satu kombinasi. Sebagai contoh, untuk dua
peubah A dan B, sukumin yang dapat dibentuk adalah AB, AB, AB dan AB. Sukumin AB akan berharga 1 hanya
untuk A = B = 0 atau A = 1 dan B = 1; sukumin AB = 1 hanya bila A = 0 dan B = 1, dan seterusnya. Untuk
penyingkatan penulisan, sukumin sering ditulis secara singkat dengan mi, dengan i menunjukkan harga desi-mal dari-
pada sukumin tersebut. Sebagai contoh, sukumin AB akan berharga 1 hanya untuk AB= 01, artinya A = 0 dan B = 1,
dan karena harga desimal daripada biner 01 ada-lah 1 maka sukumin AB disebut sukumin 1 atau m1, sukumin AB
disebut m3, dan sebagainya .
Sukumax adalah penjumlahan (operasi OR) daripada sejumlah literal dengan setiap literal muncul hanya 1 kali, dan
setiap sukumax mempunyai harga 0 hanya untuk satu macam kombinasi daripada literal pembentuk-nya. A + B + C
adalah sukumax yang dapat dibentuk dari 3 peubah A, B dan C dan berharga 0 hanya bila A = 1, B = 0, dan C = 0.
Untuk penulisan secara singkat, sukumax ditulis dengan Mi, dengan i sebagai harga desimal daripada biner yang
dibentuk oleh kombinasi AND peubahnya. Sukumax (A+B+C), yang akan berharga 0 hanya bila A= 0, B= 0 dan C=
0, yaitu bila ABC= 000 = 0 desimal, dituliskan dengan M0.
Perhatikan dalam penentuan sukumin dan sukumax di atas, bahwa untuk sukumin setiap literal yang dalam bentuk
komplemen diartikan 0 sedangkan dalam penentuan sukumax setiap literal dalam bentuk komple-men diartikan 1. Ini
adalah karena dalam sukumin kita membentuk suku yang berharga 1 sedangkan dalam sukumax kita membentuk
suku yang berharga 0.
mi = M i
dan
Mi = mi
Untuk 3 peubah, misalnya a, b, dan c, sukumin-5 dan sukumax-5 (i= 5) dapat ditulis:
m5 = a b c
m5 = a + b + c = M5
Bila suatu fungsi Boole ditulis sebagai perjumlahan daripada sukumin, maka fungsi itu disebut sebagai ekspansi
sukumin atau jumlah-perkalian standar (minterm expansion, standard sum-of-products) dan bila ditulis sebagai
perkalian daripada sukumax, maka fungsi itu disebut dalam bentuk ekspansi sukumax atau perkalian-jumlah standar
(maxterm expansion, standard product-of-sum). Bentuk jumlah perkalian sering ditulis dengan notasi sigma (S) dan
bentuk perkalian jumlah ditulis dalam bentuk pi (p) yang sedikit diubah, yaitu:
n-1
Contoh:
Perhatikan tabel kebenaran fungsi seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Dari tabel kebenaran ini diperoleh
pernyataan fungsi dalam bentuk jumlah-perkalian (ekspansi sukumin) dan dalam bentuk perkalian-jumlah (ekspansi
suku-max) sebagai berikut:
A B C f
0 0 0 0
0 0 1 1 f = Σ m (1,3,4,6)
0 1 0 0
0 1 1 1 = Π M (0,2,5,7)
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 1
1 1 1 0
Ekspansi sukumin :
f =ABC+ABC+ABC+ABC
yang diperoleh dari penjumlahan (peng-OR-an) suku-suku 001 (=1), 011 (=3), 100 (=4), dan 110 (=6) yang membuat
f = 1. Fungsi ini dapat dinyatakan sebagai:
f = m1 + m3 + m4 + m6
= Σ m (1,3,4,6)
Ekspansi sukumax :
f = (A + B + C) (A + B + C) (A + B + C) (A + B + C)
yang diperoleh dari pengalian (peng-AND-an) suku-suku 000 (0), 010 (2), 101 (5), dan 111 (7) yang membuat f= 0.
Fungsi ini dapat dinyatakan sebagai:
f = M0 M2 M5 M7
= Π M (0,2,5,7)
Dari sini dapat dilihat bahwa pernyataan suatu fungsi dapat diperoleh baik dengan menjumlahkan sukumin maupun
dengan mengalikan suku-max, dan hasilnya harus sama. Buktikan !
A B C y
0 0 0 1
0 0 1 x
0 1 0 0
0 1 1 1
1 0 0 0
1 0 1 0
1 1 0 x
1 1 1 1
Kita perhatikan kemungkinan harga x yang dapat kita pilih untuk suku abaikan sebagai berikut ini:
=ABC+ABC+ABC =ABC+BC
=ABC+ABC+ABC+ABC+ABC
=ABC+ABC+ABC+ABC+ABC+ABC
= A B (C+C) + (A+A) B C + A C (B+B) = A B+ B C + A C
y = m0 + m1 + m3 + m7
=ABC+ABC+ABC+ABC = AB+BC
4. Untuk m1 kita pilih x= 0 dan untuk m6 kita pilih x= 1.
y = m0 + m3 + m6 + m7
=ABC+ABC+ABC+ABC
=ABC+ABC+ABC+ABC+ABC
=ABC+BC+AB
Dari hasil-hasil di atas dapat dilihat bahwa penyelesaian paling sederhana adalah dengan pilihan ke 3, yaitu dengan
m1 = 1 dan m6 = 0. Kesederhanaan suatu rangkaian logika pada umumnya diukur dari jumlah gerbang yang dibutuh-
kan dan jumlah terminal masukan paling sedikit. Yang lebih gampang adalah hanya menghitung jumlah masukan
yang dibutuhkan tanpa memperdulikan gerbang apa yang dipakai dan berapa jumlah masukan setiap gerbang.
Sebagai contoh, kalau dihitung, jumlah masukan untuk pilihan 1 di atas adalah 3 + 2 + 2 = 7 (1 AND dua masuk-an, 1
AND tiga masukan dan 1 OR dua masukan). Untuk pilihan 2 dibu-tuhkan 2 + 2 + 2 + 2 + 2= 10 masukan (3 AND
dua masukan dan 2 OR dua masukan), untuk pilihan 3 dibutuhkan 2 + 2 + 2 = 6 masukan (2 AND dua masukan dan 1
OR dua masukan), dan untuk pilihan 4 dibutuhkan 2 + 2 + 3 + 3 = 10 masukan bila memakai 2 OR dua masukan, 1
AND 3 masukan dan 1 OR tiga masukan atau 3 + 2 + 2 + 2 + 2 = 11 masukan bila memakai 2 AND dengan 2
masukan, 2 OR dengan 2 masukan dan 1 AND dengan 3 masukan. (Periksa dengan menggambarkan rangkaiannya !).
Sekarang perhatikan kembali pada Gambar 2.9, dan andaikan x dipilih seperti pada pilihan ke 2 di atas. Bila fungsi
tersebut diekspansikan ke sukumax, maka akan diperoleh :
y = M2 M4 M5
= (A + B + C) (A + B + C) (A + B + C )
= (A B + A C + A B + B C + A C + B C + C) (A + B + C )
={(A B + A B + (A + B + A + B + 1) C } (A + B + C )
= (A B + A B + C) (A + B + C)
=AB+ABC+AB+ABC+AC+BC
= A B (1+ C) + A B (1+ C) + A C + B C
= A B + A B + AC + B C
=AB+(BC+AC+AB)
=AB+BC+AB (lihat rumus teorema konsensus pertama di depan).
Dapat dilihat disini bahwa fungsi yang diperoleh dengan ekspansi ke suku-max tepat sama dengan yang diperoleh
dengan ekspansi ke sukumin sebelumnya. Sebenarnya, hasil terakhir ini dapat diperoleh dalam bentuk lain yang
sedikit ber-beda dengan harga yang sama (sama jumlah masukan-nya). Ini akan lebih jelas kalau kita
menyederhanakannya dengan cara peta yang akan diuraikan dalam bab berikutnya.
2. Suatu sistem dengan 3 peubah masukan membutuhkan hubungan logika seperti yang ditunjukkan pada tabel
kebenaran Tabel S2.1.
a. Tentukanlah pernyataan logika fungsi keluaran f dalam bentuk suku-min dan dalam bentuk sukumax
b. Tentukanlah realisasi fungsi f yang paling murah
c. Gambarkanlah rangkaian logikanya dalam bentuk OR-AND (OR diikuti AND) dan AND-OR (AND diikuti
OR).
Tabel S2.1.
p q r f
0 0 0 1
0 0 1 0
0 1 0 1
0 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1
4. Sederhanakanlah ke dalam bentuk ekspansi sukumin dan ekspansi sukumax dan gambarkan rangkaian untuk
fungsi berikut:
a. x = ( AB + C + DE )( AB + C )
b. y = ( CD + A + B )( CD + A + B )
5. Gambarkan rangkaian untuk soal No. 3 diatas dengan hanya mengguna-kan gerbang-gerbang:
a. NAND sembarang cacah masukan
b. NOR sembarang cacah masukan
c. NAND 2 masukan
d. NOR 2 masukan
3
PETA KARNAUGH
Telah ditunjukkan di bab sebelumnya bahwa penyederhanaan fungsi Boole secara aljabar cukup membosankan dan
hasilnya dapat berbeda dari satu orang ke orang lain, tergantung dari kelincahan seseorang itu mempermainkan
rumus-ru-mus logika Boole. Hasil penyederhanaan juga tidak segera dapat dipastikan seba-gai fungsi yang
minimum. Cara lain untuk mempermudah proses penyederhanaan dan mencegah kemungkinan memperoleh hasil
yang dianggap sudah minimum, padahal masih dapat lagi disederhanakan, adalah cara pemetaan dan cara tabulasi.
Cara tabulasi akan diuraikan dalam bab selanjutnya, cara pemetaan yang dikenal sebagai pemetaan Karnaugh akan
diuraikan dalam bab ini. Cara ini jauh lebih mu-dah daripada cara penyederhanaan aljabar terutama untuk fungsi-
fungsi dengan 3 atau 4 variabel (peubah). Untuk peubah yang lebih banyak, sudah lebih sulit dan secara umum
dapat dikatakan bahwa cara ini hanya mudah untuk fungsi sampai dengan 6 peubah. Untuk peubah yang lebih
banyak, petanya menjadi sulit dan ti-dak mudah menyederhanakannya, seperti akan ditunjukkan kemudian. Untuk
itu akan lebih baik memakai cara tabulasi yang lebih sistematis.
Berbicara mengenai penyederhanaan, maka kita selalu harus berusaha menghasilkan fungsi dengan jumlah suku
(sukumin atau sukumax) yang sekecil mungkin dan setiap sukunya terdiri atas literal yang sesedikit mungkin. Ini
berarti menekan harga realisasi fungsi karena minimisasi cacah suku berarti minimisasi cacah gerbang dan
minimisasi literal berarti minimisasi cacah masukan.
A 0 1 AB 0 1
B
0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1
(a) (b)
Harga yang akan diisikan dalam kolom 0 baris 0 menunjukkan harga fungsi untuk kombinasi A= 0 dan B= 0. Untuk
gambar (a), kolom 1 baris 0 menunjuk-kan harga fungsi untuk kombinasi masukan A = 1 dan B = 0. Sebagai contoh,
dalam Gambar 3.2 ditunjukkan peta untuk f = A B + A B.
A
A B f B 0 1
0 0 1 0 1 1 A B =1
0 1 0
1 0 1 1 0 0 AB =1
1 1 0
Setiap kotak diisi sesuai dengan harga yang sesuai dengan harga yang diperoleh dari tabel kebenarannya. Perhatikan
bahwa kolom 0 baris 1 yang sesuai dengan harga fungsi untuk sukumin AB (A=0, B=1) diisi dengan 0 karena untuk
kombinasi masukan ini, f=0. Untuk A=1 dan B=0, f=1 se-hingga kolom 1 baris 0 diisi 1. Kotak-kotak lain diisi sesuai
dengan harga fungsi f. Tampak bahwa peng-isian peta Karnaugh semata-mata memindah-kan tabel kebenaran untuk f
ke dalam kotak-kotak dalam peta. Biasanya hanya harga 1 yang diisikan ke dalam peta se-dangkan harga 0 dibiarkan
saja kosong. Dengan perjanjian seperti ini, maka setiap kotak yang kosong sudah diartikan sebagai 0. Ini sebenarnya
hanyalah mengurangi kesan sesak pada peta itu dan kalaupun diisi tidaklah mengubah artinya. Tetapi bila kita mau
mencari bentuk minimum daripada fungsi dalam bentuk perkalian dari pada jumlah, artinya mengekspansikannya ke
sukumax, dimana kita tertarik hanya pada harga 0 fungsi, maka sebaiknya hanya harga-harga 0 yang kita isikan ke
dalam peta.
Sekarang perhatikan bentuk sukumin yang diwakili oleh kotak-kotak yang berisi 1 dalam Gambar 3.2 di atas. Dapat
dilihat bahwa perjumlahan-nya, yaitu f = A B + A B, yang dapat juga diperoleh dari tabel kebenaran, sebenarnya
dapat dise-derhanakan menjadi:
f = (A + A) B
= B
Dari peta Karnaugh, ini dapat dilihat dengan mudah karena kotak yang berisi 1 yang berdekatan harganya dapat
dinyatakan dengan 00 dan 10. Dari kedua kode ini, kelihatan bahwa pada posisi pertama terjadi per-ubahan dari 0 ke
1 sedangkan pada posisi kedua tetap/sama dengan 0. Karena posisi pertama mewakili A dan kedua mewakili B,
maka peubah A akan hilang dari sukuminnya, dan karena harga posisi kedua yang sesuai dengan B harganya 0, maka
B akan muncul dalam ben-tuk komplemennya sehingga kita peroleh f = B. Dalam hal ini kotak 00 (AB) ber-gabung
dengan kotak 10 (AB) membentuk faktor gabungan f = x0 = B .
setiap peubah untuk setiap kotak, maka harus dipegang bahwa setiap dua kotak yang berdekatan hanya satu peubah
yang boleh berbeda keadaan. Perhatikan penomor-an kolom pada Gambar 3.3(a) dan (b) dan penomoran baris pada
Gambar 3.3(c) dan (d). Ini harus dipenuhi agar dua kotak yang berdekatan dapat bergabung. Setiap dua kotak yang
bergabung maka satu peubah hilang dari sukumin gabungannya dan bila 4 kotak ber-gabung maka 2 peubah akan
hilang dari suku-min gabungannya.
AB BC A
C 00 01 11 10 00 01 11 10
0 m0 m2 m6 m4 0 m0 m1 m3 m2
1 m1 m3 m7 m5 1 m4 m5 m7 m6
(a) (b)
A BC C AB
C 0 1 0 1
00 m0 m4 00 m0 m1
01 m1 m5 01 m2 m3
11 m3 m7 11 m6 m7
10 m2 m6 10 m4 m5
(c) (d)
Secara umum, n peubah akan hilang dari sukumin gabungannya bila 2n kotak bergabung. Untuk tiga peubah, bila 8
( 23 ) kotak bergabung, maka 3 peubah akan hilang dari sukumin gabungannya dan ini terjadi bila semua kotak terisi
1 yang berarti bahwa untuk semua kombinasi masukan, f= 1.
Dalam Gambar 3.3, setiap kotak ditandai dengan nomor sukuminnya, mi, untuk i= 0,1,2, .., 7. Ini perlu diingat untuk
mempermudah pengisian peta bila fungsi yang akan disederhanakan diberikan dalam bentuk perjum-lahan nomor
sukumin (Σ mi).
Sebagai contoh, untuk menyederhanakan fungsi:
f = Σ m (0,1,2,4,6)
fungsi ini digambarkan pada peta Karnaugh seperti ditunjukkan pada Gam-bar 3.4. Suku-suku yang dapat bergabung
dilingkari dalam gambar. Perta-ma-tama, perhatikan penggabungan yang diberi tanda I pada gambar. Untuk semua
suku dalam penggabungan ini harga C tetap 0. Tetapi harga A dan B ada 0 dan ada 1. Ini berarti bahwa A dan B akan
hilang dari sukumin gabungan, tinggal C yang ber-harga 0. Jadi, fI = C.
AB
C 00 01 11 10
0 1 1 1 1 I=C
1 1
II = AB
Penggabungan II, mempunyai harga C yang 0 maupun 1 sedangkan harga A dan B tetap 0. Jadi C akan hilang dari
sukumin dan karena AB= 00, maka fII = AB. Persamaan Boole fungsi yang dicari menjadi:
f = fI + fII = A B + C
Perhatikan bahwa gabungan I dan II saling timpa (overlap) pada kotak m0. Ini sama saja dengan menambahkan ABC
ke persamaannya yang tidak mengubah arti persamaan sebab persamaan itu sendiri mempunyai suku ABC. (Ingat: X
+X=X). Juga perhatikan bahwa kotak-kotak yang berisi 0 dibiarkan saja kosong
Kalau kita perhatikan dengan seksama, kolom paling kanan dan kolom paling kiri pada peta Gambar 3.4 di atas juga
berbeda hanya 1 peubah, yaitu A=0 pada kolom paling kiri dan A=1 pada kolom paling kanan. Jadi, kolom-kolom
paling luar pada peta Karnaugh juga dapat di-pandang berdekatan dan karena itu dapat di-gabung. Sebagai contoh
lagi, pada Gambar 3.5 dipetakan fungsi:
f = m1 + m2 + m5 + m6.
AB
C 00 01 11 10
0 1 1 BC
1 1 1 BC
Dengan penggabungan seperti yang ditunjukkan pada gambar maka diper-oleh fungsi minimum sebagai berikut :
f=BC+BC
= B C (EXOR)
f = Σ m (0,2,8,10,12,14).
AB AB
CD 00 01 11 10 CD 00 01 11 10
00 0 4 12 8 00 1 1 1
01 1 5 13 9 01
11 3 7 15 11 11
10 2 6 14 10 10 1 1 1
Dengan melakukan penggabungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 (b), yaitu penggabungan sukumin
(0,2,8,10) dan (8,10,12,14), maka fungsi mini-mum hasil penggabungan adalah:
f=BD +AD
Perhatikanlah penggabungan kotak-kotak pada baris bawah dan atas serta penggabungan kotak-kotak di sudut.
BC A=0 BC A=1
DE 00 01 11 10 DE 00 01 11 10
00 0 4 12 8 00 16 20 28 24
01 1 5 13 9 01 17 21 29 25
11 3 7 15 11 11 19 23 31 27
10 2 6 14 10 10 18 22 30 26
01 1 5 13 9 25 29 21 17
11 3 7 15 11 27 31 23 19
10 2 6 14 10 26 30 22 18
(b)
Pada Gambar 3.7(a), keadaan (harga) peubah B, C, D, dan E pada peta di bagian kanan merupakan duplikat dari yang
di kiri (dengan A ber-beda). Bila bagian kanan dan kiri saling ditumpangkan satu di atas yang lain, maka selain
pengga-bungan antar kotak pada satu bagian yang sama, kotak di bagian atas dapat berga-bung dengan kotak bagian
bawah yang berada di bawahnya.
Pada Gambar 3.7(b), penggabungan dapat dilakukan atas kotak-kotak berde-katan seperti pada peta untuk 4 peubah
di bagian depan.
Contoh:
Untuk menyederhanakan fungsi f= Σm(0,7,8,15,16,23,24), pada Gambar 3.8 ditunjukkan peta Karnaugh fungsi
tersebut dalam 2 bentuk. Kedua peta tersebut menghasilkan fungsi minimum yang sama, yaitu :
f= CDE + ACDE+BCDE
(0,8,16,24) (7,15) (7,23)
Perhatikan penggabungan sukumin 7 dan 23 pada Gambar 3.8 (a) yang ber-ada pada bagian peta yang terpisah.
BC A=0 BC A=1
DE 00 01 11 10 DE 00 01 11 10
00 1 1 00 1 1
01 01
11 1 1 11 1
10 10
01
11 1 1 1
10
(b)
Untuk fungsi-fungsi dengan 6 peubah, peta Karnaugh yang membu-tuhkan 64 kotak dapat disusun seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.9 (a) atau (b). Pada susunan Gambar 3.9 (a), seperempat bagian kanan atas dapat berga-
bung dengan seperempat bagian kiri atas atau seperempat bagian kanan bawah. Seper-empat bagian kiri bawah dapat
bergabung dengan seperempat bagian kanan bawah atau seperempat bagian kiri atas. Pengga-bungan itu dapat dilihat
lebih mudah dengan memperhatikan kode-kode biner untuk masing-masing kotak.
Pada peta-peta dengan susunan pada Gambar 3.9 (b), penggabungan dilaku-kan tepat sama dengan cara
penggabungan pada peta untuk 4 peubah sebab semua kotak yang berdekatan secara kode, digambarkan berdekatan
juga pada peta. Se-bagai contoh, kita akan meminimumkan fungsi:
f = Σ m (0,4,10,11,18,21,22,23,26,27,29,30,31,32,36,50,53,54,55,58,61,62,63)
CD A=0 CD A=1
EF 00 01 11 10 EF 00 01 11 10
00 0 4 12 8 00 32 36 44 40
01 1 5 13 9 01 33 37 45 41
11 3 7 15 11 11 35 39 47 43
10 2 6 14 10 10 34 38 46 42
B= 1
B= 0
ABC
DEF 000 001 011 010 110 111 101 100
000 0 8 24 8 48 56 40 32
001 1 9 25 9 49 57 41 33
011 3 11 27 11 51 59 43 35
010 2 10 26 10 50 58 42 34
110 6 14 30 22 54 62 46 38
111 7 15 31 23 55 63 47 39
101 5 13 28 21 53 61 45 37
100 8 12 28 20 52 60 44 36
Fungsi ini dapat dipetakan seperti pada Gambar 3.10 (a) maupun seperti pada Gambar 3.10 (b).
CD A=0 CD A=1
EF 00 01 11 10 EF 00 01 11 10
B= 0 1 1 I 00 1 1 I
00
01 01
11 1 II 11
10 1 10
CD A=0 CD A=1
EF 00 01 11 10 EF 00 01 11 10
00 00
B= 1 1 1 01 III 1 1
01
11 1 1 1 II 11 1 1 IV
10 1 1 1 1 IV 10 1 1 1 1
ABC
DEF 000 001 011 010 110 111 101 100
000 1 I 1
001 I
011 II 1 1
010 1 1 1 1 1 IV
110 1 1 1 1
111 1 1 1 1 III
101 1 1 1 1 I
100 1 I 1
Perhatikan bahwa dalam susunan (b), walaupum kelihatannya ada 16 kotak yang berdekatan, yaitu kelompok III dan
IV, tetapi mereka tidak dapat digabung sekaligus, tetapi hanya dapat digabung menjadi dua kelom-pok yang
menghasilkan BDF dan BEF- yang jelas tak dapat bergabung. Ketidak-mungkinan penggabung-an ke 16 kotak itu
lebih jelas kelihatan pada susunan (a). Juga perhatikan bahwa bila baris ke 5 dan 6 (baris 101 dan 110) pada
susunan (b) digabung, fungsi mini-mum yang akan diperoleh akan semakin komplek dan bukan lagi minimum.
Contoh :
Perhatikanlah fungsi f = Σ m (0,2,8,10,12,14) yang telah disederhana-kan dalam sub-bab 3.3 di depan. Mengingat
bahwa setiap suku yang tak muncul dalam fungsi jumlah-perkalian merupakan anggota daripada fungsi perkalian-
jumlah, maka fungsi ini dapat diekspansikan ke sukumax men-jadi: g = π M(1,3,4,5,6,7,9, 11,13, 15) yang dapat
dipetakan seperti pada Gambar 3.11. Penggabungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.11 menyeder-hana-kan
fungsi menjadi:
g= (A+B )(D )
Kalau kita bandingkan dengan hasil penyederhanaan yang dilaksana-kan dengan ekspansi ke sukumin di sub-bab
3.3, kelihatan bahwa hasil ini tepat sama dengan yang diperoleh pada sub 3.3 di depan, yaitu B D + AD.
Perhatikan bahwa suku AB= 01 dinyatakan dengan (A+B) yang dalam pe-nye-derhanaan dalam sukumin dinyatakan
dengan A B.
AB
CD 00 01 11 10
00 0
01 0 0 0 0
11 0 0 0 0 II= D
10 0
I= A + B
Tentunya secara aljabar juga dapat dibuktikan persamaan di atas. Tetapi pe-metaan fungsi dalam peta Karnaugh akan
lebih sederhana.
Pada Gambar 3.12 (a) dipetakan sukumax di ruas kiri dan pada Gambar 3.12 (b) dipetakan sukumin di ruas kanan.
Terlihat bahwa elemen/kotak yang kosong pada gambar (a) diisi 1 pada gambar (b). Jadi, jelas bahwa kedua peta
identik dan berarti ruas kiri dan ruas kanan persamaan di atas sama.
Perhatikan bahwa walaupun kedua ruas dalam persamaan di atas sama, reali-sasinya membutuhkan cacah gerbang
yang berbeda. Ruas kiri yang akan memben-tuk rangkaian kombinasi OR-AND membutuhkan 4 OR 2-masukan dan
1 AND 4-masukan sedangkan ruas kanan yang membentuk rangkaian AND-OR membu-tuhkan hanya 2 AND 2-
masukan dan 1 OR 2-masukan.
AB AB
CD 00 01 11 10 CD 00 01 11 10
00 0 B+ D 00 1 1 1
01 0 0 BC 01 1 1
11 0 0 0 0 C+D 11
10 0 0 10 1 1
A+B A+ C AD
(a) (b)
AB AB
CD 00 01 11 10 CD 00 01 11 10
00 1 00 1
01 1 01 1
11 1 1 1 11 1 1 1
10 1 1 1 10 1 1 1
AB BC AC AB AC
(a) (b)
Kalau kita minimumkan masing-masing fungsi, kita akan memilih pengga-bungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.14 (a) yang memberikan fungsi minimum sebagai berikut:
f1 = B C + B D
f2 = A D + C D
f3 = A B + A D + B C
Realisasi fungsi-fungsi ini secara terpisah membutuhkan 10 gerbang dengan 21 masukan, yaitu 7 AND 2 masukan, 2
OR 2-masukan dan 1 OR 3-masukan. Kita perlu menilik apakah ini sudah merupakan kebutuhan minimum untuk
rangkaian seraca keseluruhan.
Bila kita perhatikan, ketiga fungsi f1, f2 dan f3 mengandung dua suku yang dapat bergabung, yaitu suku nomor 9 dan
13, sebagai sukumin penyusun atau se-bagai suku abaikan. Penggabungan kedua suku ini menghasilkan sukumin AC-
D yang direalisasikan dengan 1 gerbang AND 3-masukan yang dapat dimanfaatkan di ketiga realisasi fungsi
sehingga kita dapat memperoleh penghematan. Dengan penggabungan seperti pada Gambar 3.14(b) akan diperoleh
fungsi berikut:
f1 = B D + A CD
f2 = A D + A C D
f3 = A B + A C D + B C
AB AB AB
CD 00 01 11 10 CD 00 01 11 10 CD 00 01 11 10
00 1 x 00 x 00 1
01 x x 1 01 1 1 1 x 01 1 x
11 11 1 x 11 x x 1
10 1 1 10 10 1 1
f1 = B C + B D f2 = A D + C D f3 = A B + A D + B C
(a)
AB AB AB
CD 00 01 11 10 CD 00 01 11 10 CD 00 01 11 10
00 1 x 00 x 00 1
01 x x 1 01 1 1 1 x 01 1 x
11 11 1 x 11 x x 1
10 1 1 10 10 1 1
f1 = B D + A C D f2 = A D + A C D f3 = AB + AC D + B C
(b)
Dengan realisasi ini akan dibutuhkan hanya 8 gerbang dengan 18 masukan, yaitu 4 AND 2-masukan, 1 AND 3-
masukan, 2 OR 2-masukan dan 1 OR 3-ma-sukan (coba hitung dengan menggambarkan rangkaiannya). Perhatikan
bahwa realisasi ini minimum untuk rangkaian secara keseluruhan walaupun masing-masing fungsi tidak
diminimumkan.
Dalam penyederhanaan fungsi keluaran ganda kita tidak mulai dengan peng-gabungan sukumin sebanyak-banyaknya
untuk setiap fungsi, tetapi kita harus mulai dengan penggabungan sukumin penyusun yang muncul di satu fungsi
tetapi tidak muncul di fungsi-fungsi lain. Penggabungan untuk sukumin ini tidak dibuat dengan sebanyak mungkin
dalam peta setiap fungsi tetapi sebanyak mung-kin yang dapat dilakukan dalam sebanyak mungkin fungsi. Perhatikan
penyusun ACD yang sebenarnya dapat membentuk gabungan yang lebih besar untuk menghasilkan penyusun C D
dalam fungsi f2.
0 0 0 1 0 0 0 0 1
0 0 1 0 0 0 0 1 0
0 1 0 1 0 0 1 0 1
0 1 1 1 0 0 1 1 0
1 0 0 1 0 1 0 0 0
1 0 1 0 0 1 0 1 x
1 1 0 0 0 1 1 0 0
1 1 1 1 0 1 1 1 x
1 0 0 0 1
1 0 0 1 1
1 0 1 0 1
1 0 1 1 1
1 1 0 0 0
1 1 0 1 1
1 1 1 0 0
x= don’t care 1 1 1 1 x
2. Tentukanlah pernyataan yang paling sederhana untuk untuk fungsi yang digambarkan dalam peta Karnaugh
berikut ini:
AB AB
CD 00 01 11 10 CD 00 01 11 10
00 1 1 00 0 0 0
01 1 1 01 0 0
11 1 1 11
10 1 1 1 10 0 0 0
6. Nyatakanlah fungsi berikut dalam bentuk ekspansi sukumin dan ekspansi sukumax yang lengkap:
7. Dengan peta Karnaugh, buktikan kebenaran teorema konsensus dalam Tabel 2.2.
10. Gambarkanlah rangkaian paling sederhana untuk rangkaian logika yang sekali-gus merealisasikan fungsi-
fungsi berikut ini (keluaran ganda):
f0 (a,b,c) = Σ m (0,1,2,5,6,7)
f1 (a,b,c) = Σ m (1,2,5,6)
f2 (a,b,c) = Σ m (2,3,6,7)
11. Keluaran suatu rangkaian digital, selain ditentukan oleh keadaan 3 masukan juga dikendalikan oleh 2 sinyal
kendali. Keluaran akan berkeadaan 1 bila salah satu kendali (tetapi tidak keduanya) berkeadaan 1 dan ada 2 (atau
ketiga) masukan berkeadaan 1. Di luar kombinasi masukan dan kendali tersebut, keluaran akan berkeadaan 0.
Tentukanlah pernyataan paling sederhana untuk fungsi digital tersebut dengan menggunakan peta Karnaugh.
Mulailah dengan membuat tabel kebenarannya.
4
TABULASI QUINE-McCLUSKEY
Untuk fungsi-fungsi dengan cacah peubah yang lebih besar dari 6, terlebih un-tuk sistem dengan keluaran ganda
(MIMO, Multiple Input Multiple Output) di mana beberapa keluaran harus disederhanakan secara serentak,
pemakaian peta Karnaugh menjadi sangat sulit. Disamping itu, bila suatu kotak dalam peta Karnaugh mempu-nyai
kemungkinan penggabungan dengan beberapa kotak ber-dekatan, sering kita tak dapat segera menentukan
penggabungan mana yang ter-baik. Kesulitan-ke-sulitan ini dapat diatasi oleh metoda tabulasi yang diajukan oleh
Quine dan disem-purnakan oleh McCluskey, dan karena itu disebut metoda Quine-McCluskey.
Walaupun metoda tabulasi sedikit membosankan bila dilakukan dengan tangan (manual), tetapi penyederhanaan
metoda ini sangat sistematis dan cocok untuk penyederhanaan dengan memakai komputer digital. Tidak ada batasan
untuk jumlah peubah dan juga dapat dipakai untuk sistem dengan keluaran ganda. Tetapi fungsi yang akan
disederhanakan dengan metoda tabulasi haruslah dalam bentuk jumlah perkalian. Bila fungsi itu masih dalam bentuk
perkalian-jumlah, maka terlebih da-hulu harus diubah ke bentuk jumlah-perkalian.
Sebagaimana juga telah ditunjukkan dalam bab sebelumnya, beberapa suku-min dapat bergabung membentuk suku
baru yang lebih sederhana yang terdiri atas literal yang lebih sedikit. Suku-suku penyusun yang tidak dapat lagi
disederhana-kan, arti-nya cacah literalnya tak dapat lagi dikurangi tanpa kehilangan fungsinya sebagai suku penyusun
bersangkutan, disebut sebagai "penyusun utama" (prime implicant). Jadi, walaupun setiap sukumin dalam fungsi
perkalian-jumlah meru-pakan penyusun, pada umumnya tidak semuanya menjadi penyusun utama fungsi itu.
Misalnya, fungsi f= ABC + ABC = BC mempunyai suku penyusun ABC dan ABC. Tetapi kedua suku penyusun ini
bukanlah penyusun utama sebab literal A dan A dapat dihilangkan dengan penggabungan kedua penyusun yang
menghasil-kan BC yang juga suku penyusun. Tetapi BC adalah penyusun utama (prime im-plicant) sebab tak ada lite-
ralnya yang dapat dihilangkan dan masih menghasilkan penyusun baru.
Penyederhanaan fungsi Boole dengan metoda tabulasi Quine-McCluskey pada dasarnya mencari semua penyusun
utama fungsi bersangkutan dengan peng-ga-bung-an penyusun secara bertahap. Dalam kebanyakan kasus, tidak
semua penyusun utama harus diikut-sertakan dalam realisasi fungsi. Tetapi ada penyusun utama yang harus
disertakan dalam realisasi karena tanpa menyertakannya akan ada penyusun (sukumin) yang tidak dicakup/diliput
dalam realisasinya. Penyusun utama demikian disebut "penyusun utama inti (essential prime implicant). Reali-sasi
dengan men-cakup hanya penyusun utama inti tidak selamanya mencakup semua sukumin yang dicakup oleh fungsi
yang disederhanakan. Sukumin yang yang tidak dicakup oleh penyusun utama inti harus diambil dari penyusun utama
yang bukan inti. Jadi, pe-nyederhanaan metoda Quine-McCluskey ini terdiri atas dua langkah utama yang berurut,
yaitu :
f = m5 + m13 = A B C D + A B C D = B C D
dengan tanda "-" menunjukkan letak peubah yang dihilangkan dalam peng-ga-bung-an. Perhatikan bahwa setiap bit 1
pada posisi tertentu menunjukkan bahwa pada posisi bit tersebut ada literal dalam bentuk sebenarnya sedangkan bit 0
menunjukkan adanya literal dalam bentuk komplemen.
Karena pada 1 posisi hanya ada 2 kemungkinan harga, 0 atau 1, maka 2 penyusun yang berada dalam satu kelompok
(mempunyai cacah bit 1 yang sama) tidak mungkin bergabung. Selanjutnya, kalau selisih cacah bit 1 antara 2
penyusun lebih dari 1, selisih nomor kelompoknya lebih dari 1, maka peubah yang berbeda pada kedua penyusun itu
juga akan lebih dari 1 sehingga keduanya tak mungkin ber-gabung. Jadi, penyusun dari satu kelompok hanya
mungkin bergabung dengan penyusun dari kelompok dengan nomor (tingkat) yang lebih tinggi 1. Karena itu,
penggabungan yang perlu dicoba dalam metoda tabulasi hanyalah antara penyusun-penyusun dari satu kelompok
dengan kelompok yang lebih tinggi satu tingkat, yaitu kelompok dengan cacah bit 1 lebih banyak 1.
Setiap penggabungan dua penyusun menghasilkan satu penyusun baru dengan literal yang berkurang satu, dan
penyusun baru ini kita tabelkan secara berurut dalam kolom baru. Setiap penyusun yang sudah mengalami pengga-
bung-an dalam kolom lama (sebelumya) diberi tanda cek (√) untuk menunjukkan penyusun tersebut telah bergabung,
artinya sudah dicakup dalam penyusun yang baru, hasil penggabungan. Penyusun baru ini juga dikelompokkan. Satu
kelompok dipisahkan dari kelompok berikutnya dengan garis pembatas yang jelas dan disu-sun berurut menurut
urutan kedua kelompok pembentuk gabungan bersangkutan. Bila ada dua kelompok yang berurut tidak menghasilkan
penggabungan, maka dalam kolom baru harus dibuatkan suatu kelompok kosong yang tidak mengan-dung penyusun
gabungan. Pengelom-pok-an ini akan menentukan apakah penyu-sun dari satu kelompok dapat bergabung dengan
penyusun di kelompok berikut-nya pada penggabungan kolom baru itu. Proses penentuan penyusun utama baru
selesai bila dalam suatu kolom baru tidak ada lagi penyusun yang dapat berga-bung. Langkah-langkah penggabungan
ini akan lebih diperjelas dengan contoh.
Contoh.
Untuk menyederhanakan fungsi f = Σ m(0,2,3,4,8,10,11,12,13,15) dengan me-toda tabulasi Quine-McCluskey,
langkah pertama yang harus dilaksanakan adalah mengelompokkan semua sukumin berdasarkan cacah bit 1. Hasil
penge-lom-pokan ini ditunjukkan dalam Tabel 4.1.
Nomor
Sukumin kelompok
desimal biner (cacah bit 1)
0 0000 0
2 0010 1
4 0100
8 1000
3 0011 2
10 1010
12 1100
11 1011 3
13 1101
15 1111 4
Tabel 4.1 ini merupakan tabel awal sebelum penggabungan dan dinamakan kolom 0 dalam Tabel 4.2 yang
menggambarkan langkah-langkah penentuan penyusun utama. Dalam kolom 0 ini dicari penyusun dalam kelompok 1
yang dapat bergabung dengan penyusun dalam kelompok 0. Satu-satunya penyusun dalam kelompok 0 adalah m0.
Dapat dilihat bahwa bit-bit dalam m0 berbeda hanya satu bit dengan bit-bit yang ada dalam masing-masing sukumin
dalam kelompok 1 m2, m4, dan m8 , sehingga mereka dapat bergabung berpasang-pasangan.
Gabungan m0 dengan m2 menghasilkan penyusun 00-0, dengan m4 mengha-sil-kan penyusun 0-00, dengan m8
menghasilkan penyusun -000. Ketiga gabungan ini membentuk kelompok baru dalam kolom-1 Tabel 4.2 yang secara
berturut-turut di-tulis sebagai: (0,2): 00-0, (0,4): 0-00, dan (0,8): -000. Sebagai tanda bahwa sukumin m0, m2, m4, dan
m8 telah bergabung di kolom-1, di belakang masing-masing sukumin tersebut diberi tanda cek ( √ ). Perhatikan
bahwa letak tanda "-" yang menunjukkan letak bit yang berbeda, juga menunjukkan letak literal yang
Tabel 4.2 Penentuan penyusun utama fungsi
f = Σ m(0,2,3,4,8,10,11,12,13,15)
hilang dari penyusun, merupakan posisi dengan bobot bit yang sama dengan selisih nomor penyusun yang bergabung.
Misalnya, gabungan m0 dan m8 yang selisih nomornya adalah 8-0= 8, akan mem-berikan tanda "-" di posisi bit-3 (ke-
4 dari kanan) yang mempunyai bobot 23 = 8.
Dengan selesainya penggabungan kelompok 0 dengan kelompok 1 ini berarti juga telah selesai satu kelompok baru
dalam kolom-1, dan karena itu perlu dibuat garis batas. Penggabungan dilanjutkan antara kelompok 1 dan kelompok
2, antara kelompok 2 dan kelompok 3, dan seterusnya, dengan cara yang sama.
Penggabungan penyusun kolom-1 untuk membentuk kolompok 2 dilakukan dengan menggabungkan penyusun dalam
suatu kelompok dengan kelompok berikut-nya yang mempunyai tanda "-" yang berada pada posisi yang sama dan ber-
beda hanya satu bit. Misalnya, gabungan (0,2) dapat bergabung hanya dengan gabungan (8,10) karena hanya
gabungan ini dalam kelompok berikutnya yang mempunyai tanda "-" pada posisi yang sama dengan tanda "-" pada
gabungan (0,2): 00-0 dan 10-0. Gabungan (0,2) tak dapat bergabung dengan gabungan (2,3) karena tanda "-" pada
kedua gabungan terletak pada posisi yang berbeda: 00-0 dan 001-. Pengga-bungan antara gabungan (0,2) dan
gabungan (8,10) direkam di kolom-2 se-bagai (0,2,8,10). Dengan cara yang sama, penggabungan yang lain dapat
diperoleh.
Perhatikan bahwa semua sukumin yang bergabung dalam kedua penyusun (0,8,2,10) dan (0,2,8,10) adalah sama,
hanya berbeda urutan penggabungan saja. Jadi kedua penyusun juga sama. Karena itu salah satu dapat dibuang,
ditandai dengan pencoretan penyusun yang dibuang dalam Tabel 4.2.
Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa semua sukumin pada kolom-0 telah men-dapat tanda cek (√) yang berarti bahwa
semua sukumin telah ikut bergabung dalam membentuk kolom-1. Dalam kolom-1 ada 3 penyusun yang belum menda-
pat tanda cek, yaitu suku (12,13), (13,15) dan (11,15), dan semua penyusun di kolom-2, yaitu (0,2,8,10), (0,4,8,12)
dan (2,3,10,11) tak ada yang dapat bergabung lagi. Penyusun-penyusun ini merupakan penyusun dengan literal
minimum yang dapat dibentuk dan merupakan Penyusun Utama (Prime Implicants). Untuk mem-permudah pemba-
hasan berikutnya, semua penyusun utama ini diberi nama identi-fikasi, misalnya (a), (b), (c), (d), (e), dan (f), seperti
ditunjukkan dalam tabel di atas. Dengan penyusun utama ini, maka dapat dibuat pernyataan fungsi sebagai:
f=a+b+c+d+e+f
= (12,13) + (13,15) + (11,15) + (0,2,8,10) + (0,4,8,12) + (2,3,10,11)
= ABC + ABD + ACD + BD + CD + BC
Perhatikan bahgaimana memperoleh pernyataan literal untuk setiap pengga-bungan berdasarkan desimal sukumin
yang bergabung. Untuk penyusun a = (12,13), sebagai contoh, diperoleh berdasarkan kode binernya 1100 dan 1101
yang digabung menjadi 110- atau 110x yang berarti literal pertama dan kedua muncul dalam bentuk sebenarnya (A
dan B), literal ketiga muncul dalam bentuk komple-mennya (C), dan literal keempat (D) hilang dari sukumin. Dengan
menyatakan Dapat dilihat dengan mudah, misalnya dengan pemetaan, bahwa walaupun suku-suku dalam persamaan
terakhir ini sudah merupakan penyusun utama dengan lite-ral yang minimum, ternyata masih ada suku-suku yang
mubazir (redundant) tidak diperlukan. Jadi, dalam langkah pertama metoda tabulasi ini kita hanya memper-oleh suku-
suku penyusun utama, tetapi kita tidak dapat menunjuk-kan adanya kemubazir-an (redundancy). Penyusun mubazir
ini dapat dihilangkan dengan lang-kah pemilih-an penyusun dalam sub-bab berikut ini.
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa m13 dan m15 belum terwakili. Untuk memilih penyusun utama mana yang akan
dipilih untuk mewakili sukumin yang tersisa ( belum terwakili ), kita dapat membuat tabel baru yang
mengandung hanya sukumin yang belum terwakili (m13 dan m15) dan penyusun utama yang belum terpilih (b dan c),
seperti yang di-tun-jukkan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Pencakupan sukumin tersisa
Sukumin
Penyusun Utama
13 15
c ABC 12,13 X
* b ABD 13,15 X X
c ACD 11,15 X
d BD 0,2,8,10
√ √
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa penyusun utama d yang tidak mencakup salah satu dari m13 dan m15, tidak dapat
memberi-kan sum-bangan apa-apa dalam pencakupan sukumin yang tertinggal ini. Penyusun yang da-pat mewakili
m13 adalah penyusun utama a dan b. Dengan memilih a hanya m13 yang terwakili, dengan memilih c hanya m15
terwakili. Tetapi dengan memilih b kedua m13 dan m15 akan terwakili, dan semua sukumin telah terwakili. Karena itu
kita akan memilih b sebagai penyusun minimum, dan kita beri tanda * di depan b.
Dengan menjumlahkan (meng-OR-kan) semua penyusun yang bertanda * dalam Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, kita akan
memperoleh fungsi minimum:
f = b + e + f = ABD + CD + BC
Hasil di atas sudah merupakan fungsi yang paling sederhana (Coba buktikan dengan cara pemetaan !).
Dalam beberapa kasus, dalam tabel pemilihan penyusun yang akan mewakili sukumin yang tertinggal (tidak dicakup
penyusun utama inti) seperti Tabel 4.5, masing-masing sukumin tertinggal dicakup oleh lebih dari satu penyusun
utama dan setiap penyusun utama mencakup cacah sukumin yang sama banyaknya sehingga tidak segera dapat dilihat
apakah pemilihan salah satu penyusun utama lebih meng-untungkan daripada memilih penyusun utama yang lainnya.
Dalam hal seperti ini, kita harus melakukan cara coba-dan-ralat (trial and error); memilih salah satu penyusun utama
dan membandingkan dengan bila kita memilih penyusun utama yang lain.
Penggabungan antara sukumin m1 dengan m9 direkam dalam kolom-1 seba-gai 1,9 (8) dengan pengertian bahwa 8
adalah selisih sukumin yang bergabung (9-1). Dalam pembentukan kolom berikutnya, penyusun yang dapat
bergabung ada-lah penyusun yang mempunyai bilangan dalam tanda kurung yang sama dan selisih penyusunnya
merupakan bilangan yang berharga 2n. Penyusun 8,9 (1) tak dapat bergabung 6,7 (1) karena walaupun mempunyai
bilangan dalam kurung yang sama, selisih harganya adalah 6-8= -2. Tetapi penyusun 8,9 (1) dapat berga-bung 10,11
(1) karena mempunyai bilangan dalam kurung yang sama dan selisihnya adalah 10-8= 2 = 21. Penggabungan ini
menghasilkan penyusun baru yang ditulis dalam bentuk 8,9,10,11 (1,2) yang menerangkan bahwa telah terjadi dua
kali penggabungan dan literal yang hilang adalah pada posisi bit dengan bobot 1 dan 2, jadi penyusun utama yang
terbentuk adalah 10-- atau AB. Penggabungan yang lain dapat dicari dengan cara yang sama. Perhatikan kembali
bahwa pada kolom-1 ada dua penyusun utama yang meliputi suku-suku yang sama sehingga satu dian-taranya dapat
dihilangkan (di coret).
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa fungsi itu mempunyai 6 penyusun utama a, b, c, d, e, f dan g. Penyusun utama inti
dipilih dengan memakai tabel pemilihan penyusun utama yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa a, b, dan g merupakan penyusun utama inti. Ketiga penyusun utama inti ini belum
mencakup sukumin 7 dan 15. Untuk menen-tukan penyusun utama yang akan dipilih untuk mewakili sukumin ini,
dapat dibuat tabel penyusun yang merekam hanya sukumin yang belum terwakili dan penyusun utama yang belum
dipilih seperti pada Tabel 4.8.
Sukumin
Penyusun Utama
7 15
c ABC 6,7 X
* d BCD 7,15 X X
e ACD 11,15 X
√ √
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa penyusun utama d meliputi kedua suku-min 7 dan 15 secara bersama-sama
sehingga penyusun utama inilah yang dipilih sebagai penyusun minimum.
Jadi, fungsi minimum yang dicari adalah jumlah dari pada penyusun utama a, b, d dan g, yaitu :
Kalau kita melihat penyederhanaan dengan memakai peta Karnaugh, kita akan melakukan penggabungan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dapat dilihat bahwa hasil penyederhanaannya tetap sama.
00 01 11 10
AB
1 1
1 1
1 1 1
1 1
CD
Beberapa catatan dapat dibuat dari cara tabulasi Quine-McCluskey di atas, yaitu:
1. Suku-suku dari satu kelompok dapat digabung hanya dengan kelompok yang setingkat lebih tinggi (tepat di
bawah kelompoknya dalam -ta-bel) dengan syarat:
• selisih nomor sukumin yang berharga +2n, tidak -2n; m4 (kelompok 1) dapat bergabung dengan m6
(kelompok 2) sedangkan m8 (kelompok 1) tak dapat bergabung dengan m6 (kelompok 2).
• nomor sukumin dalam tanda kurung yang sama (untuk kolom 1, 2,.., dst)
2. Angka-angka di dalam tanda kurung adalah selisih dari nomor sukumin-suku-min yang bergabung. Urutan
angka-angka yang di dalam tanda kurung yang menunjukkan urutan penggabungan tidak penting, sejauh sukumin-
sukumin yang bergabung sama: 8,9,10,11 (1,2) ≡ 8,10, 9,11 (2,1).
3. Angka-angka di dalam tanda kurung menunjukkan letak peubah yang hilang dalam penggabungan, sesuai -de-
ngan bobot-bobot angka dalam bilangan biner. Sebagai contoh, 1,3 (2) berarti peubah yang hilang adalah kedua
dari kanan. Jadi kalau peubahnya disebut a, b, c, dan d maka peubah yang hilang adalah c dan sukuminnya adalah
abd. Penentuan peubah mana yang akan muncul dalam bentuk se-benarnya atau bentuk komplemennya dapat
ditentukan dengan menuliskan bentuk biner dari pada salah satu suku yang ber-gabung tersebut. Untuk 1,3 (2),
kalau -di-tuliskan suku 1, maka akan -diper-oleh 00-1, sehingga suku gabungan adalah abd.
4. Dalam pemilihan penyusun minimum yang akan diikut-sertakan dalam realisasi, prioritas pertama diberikan
kepada penyusun utama inti. Prioritas kedua diberi-kan kepada penyusun utama yang bukan inti yang yang paling
banyak mencakup sukumin tersisa.
Tabel penentuan penyusun utama untuk soal ini dapat dibuat seperti ditun-juk-kan pada Tabel 4.9. Terlihat dari tabel
ini bahwa semua penyusun dalam kolom-0 dan kolom-1 sudah bergabung di kolom-3 yang menghasilkaan 4
penyusun utama.
Pemilihan penyusun minimum dibuat seperti biasa, tetapi suku abaikan tidak dicantumkan di dalamnya, seperti
ditunjukkan pada Tabel 4.10. Ini karena suku ini tidak harus disertakan/diwakili dalam realisasi fungsi-nya.
f = b+c+d
= wx+xy+vy
a. f(a,b,c) = Σ m (0,2,3,4,7)
b. f(p,q,r,s) = Σ m (0,1,2,4,6,7,8,9,13,15)
c. f(a,b,c,d) = Σ m (0,1,2,5,6,7,8,9,10,14)
d. f(A,B,C,D,E)=Σ m(0,3,4,5,6,7,8,9,12,13,14,16,21,23,24,29,31)
a. f1 (A,B,C,D) = π M (0,1,2,4,6,7,8,9,13,15)
b. f2(A,B,C,D,E) = π M (3,5,10,11,12,14)
3. Sederhanakanlah fungsi
f(x,y,z) = Σ m (0,1,2,5,6,7)
dengan menggunakan tabu-lasi Quine McCluskey dan uji hasilnya dengan menggunakan peta Karnaugh.
5. Sederhanakanlah fungsi
f(a,b,c,d,e,f) = Σ m(1,2,3,16,17,18,19,26,32,39,48,63) + Σ d (15,28,29,30)
dan tentukan juga fungsi minimum tersebut jika suku ”abaikan” tidak ada, tanpa harus mulai dari awal kembali
(cukup dengan mengamati tabel pemilihan penyusun utama).
Semua rangkaian logika dapat digolongkan atas dua jenis, yaitu rangkaian kombinasi (combinational circuit) da
rangkaian berurut (sequential circuit). Per-bedaan kedua jenis rangkaian ini terletak pada sifat keluarannya. Kel
suatu rangkaian kombinasi setiap saat hanya ditentukan oleh masukan yang diberikan saat itu. Keluaran rangkai
berurut pada setiap saat, selain ditentukan oleh masuk-annya saat itu, juga ditentukan oleh keadaan keluaran saa
sebelumnya, jadi juga oleh masukan sebelumnya. Jadi, rangkaian berurut tetap mengingat keluaran sebelum-ny
dikatakan bahwa rangkaian ini mempunyai ingatan (memory). Kemam-puan mengingat pada rangkaian berurut
diperoleh dengan memberikan tundaan waktu pada lintasan balik (umpan balik) dari keluaran ke masukan. Seca
diagram blok, kedua jenis rangkaian logika ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 5.1.
Masukan Keluaran
x
i f(x )
i
Masukan Keluaran
x f(x , x )
i i i-
x
i-
Tundaan
x = keluaran sebelumnya
i-
(b)
Harga rangkaian logika umumnya dihitung menurut cacah gerbang dan cacah masukan keseluruhannya. Ini ber
dengan cacah gerbang yang dikemas dalam setiap kemasan. Gerbang-gerbang logika yang tersedia di pasaran p
umumnya dibuat dengan teknologi rangkaian terpadu (Integrated Circuit, IC). Pemaduan (integrasi) gerbang-ge
dasar seperti NOT, AND, OR, NAND, NOR, XOR pada umum-nya dibuat dalam skala kecil (Small Scale Integ
SSI) yang mengandung 2 sampai 6 gerbang dalam setiap kemasan. Kemasan yang paling banyak digunakan dal
rangkaian logika sederhana berbentuk DIP (Dual-In-line Package), yaitu kemasan dengan pen-pen hubungan ke
disusun dalam dua baris sejajar. Kemasan gerbang-gerbang dasar umunya mempunyai 14-16 pen, termasuk pen
catu daya positif dan nol (Vcc dan Ground). Setiap gerbang dengan 2 masukan membutuhkan 3 pen (1 pen untu
keluaran) sedangkan ger-bang 3 masukan dibutuhkan 4 pen. Karena itu, satu kemasan 14 pen dapat menampung
4 gerbang 2 masukan atau 3 gerbang 3 masukan.
Dalam praktek kita sering terpaksa menggunakan gerbang-gerbang yang ter-sedia di pasaran yang kadang-kada
berbeda dengan kebutuhan rancangan kita. Gerbang yang paling banyak tersedia di pasaran adalah gerbang-ger
dengan 2 atau 3 masukan. Umpamanya, dalam rancangan kita membutuhkan gerbang dengan 4 atau 5 masukan
kita akan mengalami kesulitan memperoleh gerbang seperti itu. Karena itu kita harus mengubah rancangan sede
sehingga ran-cangan itu dapat direalisasikan dengan gerbang-gerbang dengan 2 atau 3 masukan.
Kemampuan pencatuan daya masing-masing gerbang juga membutuhkan perhatian. Setiap gerbang mampu me
hanya sejumlah tertentu gerbang lain di keluarannya (disebut se-bagai fan-out). Ini berhubungan dengan kemam
setiap gerbang dalam menye-rap dan mencatu arus listrik. Dalam perancangan harus kita yakinkan bahwa tidak
gerbang yang harus mencatu terlalu banyak gerbang lain di keluarannya. Ini sering membutuhkan modifikasi
ab
cd 00 01 11 10
00 0 0 1 1 1 = a cd
5= a + c 01 0 0 0 1 2=abc
3= acd 11 1 1 0 0 6=b+c+d
10 1 0 0 0
8 =a+c
4=abc 7= b+c+d
Untuk mengekspansikan pers. (5.1) di atas dalam bentuk perkalian-jumlah, kita harus menggabungkan semua s
(kotak berisi 0) seperti yang ditunjuk-kan dengan penggabungan sukumin (5,6,7,8) pada Gambar 5.2, dengan fu
minimum:
f = (a + c)(b + c + d )(b + c + d)(a + c) (5.4)
Fungsi ini menjurus kepada realisasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.4(a), yang merupakan rangkaian
AND 2 tingkat dengan harga 5 gerbang dan 14 masukan.
Dengan mengatur letak suku-sukunya dan dengan menggunakan rumus dari Bab 2, (x + y)(x + z) = x + yz, per
dapat ditulis dalam bentuk
f = (c + a)(c + b + d )(c + a)(c + b + d)
= {c + a(c + b + d )}{(c + a (c + b + d)}
= {c + a(b + d )}{(c + a (b + d)}
= (c + ab + ad ) (c + ab +ad)
Realisasi persamaan ini merupakan rangkaian AND-OR-AND 3 tingkat, se-perti yang ditunjukkan pada Gamba
(b) dengan kebutuhan gerbang sebanyak 7 dan 16 masukan. Jelas bahwa rangkaian ini lebih mahal dari rangkaia
AND-OR 2-tingkat sebelumnya (7 : 5 gerbang dengan 16 : 16 masukan).
Kalau diperhatikan keempat rangkaian pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4, dapat dilihat bahwa rangkaian Gamba
(a) adalah rangkaian yang terbaik untuk rangkaian dua tingkat dan Gambar 5.3(b) adalah yang terbaik untuk tig
tingkat. Biasanya, hal ini baru dapat diketahui setelah menggambarkan rangkaian, baik dengan keluaran AND m
dengan keluaran OR. Untuk melihat cacah tingkat dan kebutuhan gerbang dan masukan tanpa harus menggamb
rangkaian se-cara lengkap dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram pohon persamaan fungsi yang diha
a a
c b
c
a a
c d
b f f
c a
d b
b c
c a
d d
(a) (b )
Diagram pohon (tree diagram) suatu rangkaian logika merupakan gambaran rangkaian logika dengan keluaran s
akar (root) dan peubah masukan sebagai cabang/ranting/daunnya. Setiap gerbang digambarkan sebagai titik-cab
simpul (node) dengan masukan sebagai ranting dan keluaran sebagai cabang. Pada setiap simpul dicantumkan c
masukan gerbang yang bersangkutan. Gerbang keluar-an, yaitu gerbang paling akhir pada rangkaian itu, hanya
ditunjukkan sebagai sim-pul dan cabang tanpa lengan keluaran.
Untuk fungsi dalam pers. (5.3), sebagai contoh, diagram pohonnya dapat digambarkan seperti pada Gambar 5.5
diagram ini dapat segera dilihat cacah tingkatnya dan kebutuhan gerbang dan masukan gerbang. Misalnya dari d
pohon pada Gambar 5.5(b), segera terlihat bahwa rangkaiannya merupakan rang-kaian 3 tingkat yang menggun
gerbang dengan cacah masukan gerbang adalah 2 + 2 + 3 + 3 + 2 = 12.
Suku yang sama dalam persamaan fungsi yang direalisasikan, yang menun-jukkan adanya gerbang yang diguna
lebih dari satu kali, tetap digambarkan se-bagai simpul terpisah dalam diagram pohon, tetapi hanya satu dari sim
yang sama itu yang diberi angka cacah masukan. Simpul tanpa angka masukan dalam diagram pohon tidak diik
sertakan dalam perhitungan, cacah gerbang dan cacah masukan.
f= (a c d ) + (a b c) + (a c d) + (a b c) a c d a b c a c d a b c
Tkt 1
a c (b + d) + a c (b + d ) b+d b+d
a c ac
(b)
Dengan menggunakan hukum de Morgan, fungsi ini dapat diubah kebentuk-bentuk lain sebagai berikut:
f = AB + BD + CD + ABC
A A
B B
B B
D D
C f C f
D D OR - NAND
A AND - OR A (5.7)
B (5.5) B
C C
A A
B B
B B
D D
C f C f
D D
A NAND - NAND A NOR - OR
B (5.6) B (5.8)
C C
ab
cd 00 01 11 10
00 1 1 0 1 1 = BD
01 0 1 0 1 2 = ABC
7 = A+B+D 11 0 1 0 0 5 = A+B+C
10 1 1 1 1 6 = A+C+D
3 = CD
4 = AB
x y Sh Ch
0 0 0 0
0 1 1 0
1 0 1 0
1 1 0 1
Sh = x y + xy = x + y ; Ch = xy (5.9)
Pemberian subskrip h kepada S dan C pada persamaan ini ditujukan untuk menunjukkan sifatnya sebagai penju
paruh (half adder). Penamaan sebagai penjumlah paruh ini muncul dari ketidak-mampuan menerima simpanan
dari hasil penjumlah untuk bit dengan bobot dibawahnya. Rangkaian logika untuk pers. (5.9) digambarkan pada
Gambar 5.8.
x x Sh
y y
Sh
x Ch
y
x Sh
x
y Ch y Ch
(a) (b)
Sekarang perhatikan penjumlahan dua bilangan biner yang masing-masing terdiri dari 3 bit: 101 + 111. Dengan
memakai hukum perjumlahan yang disebut-kan sebelumnya, maka diperoleh hasil perjumlahan sebagai berikut
111 simpanan (carry)
101
111
1100
Perhatikan bahwa untuk bit kedua, ketiga, dan seterusnya, dari kanan, diper-lukan juga masukan untuk penjuml
simpanan dari perjumlahan bit di kanan-nya, dan ini tidak dimiliki oleh penjumlah yang telah diuraikan sebelum
Pen-jumlah yang memiliki 3 masukan disebut "Penjumlah penuh" (Full Adder).
Karena, seperti yang akan ditunjukkan kemudian, satu penjumlah penuh dapat dibentuk dari dua penjumlah den
dua masukan, maka penjumlah dua masukan disebut "Penjumlah Paruh" (Half Adder).
Tabel kebenaran dan peta Karnaugh penjumlah penuh dapat dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 5.9. Dari t
kebenaran dan peta Karnaugh pada Gambar 5.9 dapat diperoleh persamaan Sum dan Carry sebagai berikut :
Sf = x y z + x y z + x y z + x y z
= (x y + x y) z + (x y + x y ) z
= (x + y) z + (x + y) z
= (x + y ) + z (5-10)
Cf = xy + xz + yz = xy + (x y + xy )z = xy + (x + y) z
x y z S C
0 0 0 0 0
0 0 1 1 0
0 1 0 1 0
0 1 1 0 1
1 0 0 1 0
1 0 1 0 1
1 1 0 0 1
1 1 1 1 1
Perhatikan bahwa z pada persamaan-persamaan di atas dapat dipakai untuk masukan bagi simpanan pada penju
sebelumnya. Kalau kita bandingkan pers.(5.10) dengan pers.(5.9), maka dapat dilihat bahwa:
Sf = Sh + z (5.11)
Cf = z Sh + Ch
Diagram rangkaian persamaan ini ditunjukkan pada Gambar 5.10 yang juga menunjukkan bahwa satu penjumla
penuh dapat dibuat dari 2 penjumlah pa-ruh.
x
y Sf
z Cf
(a)
Cout C3 C2 C1 Cin
Sebagaimana pada penjumlah, dalam hal pengurangan juga ada pengurang paruh dan pengurang penuh. Kalau k
operand disebut x dan y, selisih disebut D (difference) dan pinjaman disebut B (borrow), maka tabel kebenaran
pengurang paruh dapat dibuat seperti pada Gambar 5.12.
x y D B x y z D B
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 1 1 0 0 1 1 1
1 0 1 0 0 1 0 1 1
1 1 0 0 0 1 1 0 1
1 0 0 1 0
(a) 1 0 1 0 0
1 1 0 0 0
1 1 1 1 1
(b)
Pada Gambar 5.12(b) ditunjukkan tabel kebenaran pengurang penuh dan dari tabel tersebut diperoleh persamaa
Perhatikan bahwa jumlah untuk penjumlah paruh sama dengan selisih untuk pengurang paruh dan jumlah untuk
penjumlah penuh mempunyai persamaan yang sama dengan selisih untuk pengurang penuh. Selanjutnya, pinjam
untuk pengurang penuh akan sama dengan simpanan pada penjumlah penuh bila x di-gantikan dengan x. Jadi da
dilihat bahwa pengurang penuh dapat dibuat dari penjumlah penuh dengan memberikan inverter pada masukan
logika pin-jam-annya. Rangkaian pengurang penuh ditunjukkan pada Gambar 5.13
.
(b)
Perlu diperhatikan bahwa walaupun ada suku yang dapat dipakai secara ber-sama, seperti suku cd, ternyata pem
suku bersama ini tidak memperseder-hana fungsi secara keseluruhan karena untuk S suku ini bergabung membe
Contoh lain, misalnya kita hendak menampilkan kode BCD ke penampil lampu LED 7-segmen. Dalam Gambar
digambarkan penamaan segmen-seg-men LED 7-segmen dan tabel kebenaran pengubahan kode yang dibutuhka
Berdasarkan tabel kebenaran tersebut dapat disusun peta Karnaugh seperti yang juga ditunjukkan dalam gam
tersebut. Dengan meminimalkan masing-masing fungsi dapat diperoleh fungsi realisasinya sebagai berikut:
a(A,B,C,D)= m(0,2,3,5,7,8,9) = ABD + ACD + ABD + ABC
Σ
00 01 11 10
00 1 1
01 1 1
11 1 1
10 1
00 01 11 10 00 01 11 10 00 01
00 1 1 1 00 1 1 1 00 1
01 1 1 01 1 1 1 01 1
11 1 1 11 1 1 11 1
10 1 10 1 10 1 1
00 01 11 10 00 01 11 10 00 01
00 1 1 00 1 1 1 00 1
01 01 1 1 01 1
11 11 11 1
10 1 1 10 1 10 1 1
Perhatikan penghematan yang dicapai dengan menggunakan bebrapa gerbang secara bersama untuk realis
segmen.
Di pasaran tersedia pengubah kode BCD-ke-LED 7-segmen dalam bentuk rangkaian terpadu (IC) skala m
(MSI, Medium Scale Integration) dengan nama “BCD-to-Seven-Segmen Driver/Decoder dengan nomor ti
dan 49, misalnya 7447, 74L47, 74LS47 dan sebagainya. Pada Gambar 5.17 ditunjuk-kan logika dan rangk
tipe 46 dan 47.
8 1 x 1000 1 1 111 1 11
9 1 x 1001 1 1 110 0 11
10 1 x 1 010 1 0 001 1 01
11 1 x 1 011 1 0 011 0 01
12 1 x 1 100 1 0 100 0 11
13 1 x 1 10 1 1 1 001 0 11
14 1 x 1 110 1 0 001 1 11
15 1 x 1 111 1 0 000 0 00
BI x x x xxx 0 0 000 0 00
RBI 1 0 0000 0 00000 0 0
B0 0 x x xxx 1 1 1 1 11 1 1
Perbedaan Gambar 5.17 dengan Gambar 5.15 (b) hanya pada kode untuk 10 s/d 15 dan adanya kendali ma
RBI dan BI/RBO pada IC tipe 47. Dalam Gambar 5.15(b), semua kode untuk 10-15 akan menghasilkan ke
sedang-kan pada Gambar 5.17 dibentuk kode gambar tambahan. Pada Gambar 5.17, BI (Blanking Input) h
berlogika 1 agar ada keluaran yang hidup (logika 1); bila BI= 0, semua keluaran akan berlogika 0. Sinyal R
Blanking Input) mengendali-kan penampilan angka nol, yaitu RBI= 0 untuk menampilkan nol. Sinyal BI/R
(Blanking Input/Ripple Blanking Out-put)= 1 dan LT (Lamp Test)= 0 membuat semua sinyal keluaran ber
Dalam operasi normal, LT selalu di-buat berlo-gika 1. Perhatikan bahwa sinyal masukan yang dibiarkan te
berlogika 1.
5.7 Multiplexer
Multiplexer dikenal juga dengan nama Data Selector (Pemilih Data). Fungsi peralatan ini adalah untuk
salah satu dan hanya satu dari sekumpulan masukan-datanya ke keluarannya. Pemilihan masukan mana ya
dilalukan diten-tukan oleh kombinasi sinyal yang diberikan pada masukan kendalinya (control input). Un
data yang ke i, artinya membuat keluaran sama dengan data masukan ke i, yaitu Z = Ii , sukumin yang dibe
peubah kendali, sebut saja mi, dibuat berlogika 1. Jadi, untuk memilih salah satu dari 2n masukan, dibutuh
kendali. Dengan demikian keadaan/logika keluaran multiplexer, disingkat dengan MUX, dapat dituliskan
2n-1
Z = Σ mi Ii
i=0
Sebagai contoh, untuk MUX dengan 4 masukan data, yang disebut juga se-bagai MUX 4 x 1, ada n = 2 sin
Bila kita sebut sinyal kendali tersebut sebagai A dan B, dan masukan datanya disebut I0, I1, I2 dan I3, mak
keluarannya dapat ditulis :
Z = m0 I0 + m1 I1 + m2 I2 + m3 I3
Fungsi logika MUX 4 x 1 ini dapat ditunjukkan dalam bentuk tabel kebenar-an seperti yang ditunjukkan p
5.18 (a) dan rangkaiannya dapat disusun seperti pada Gambar 5.18(b). Simbol Mux ditunjukkan pada Gam
Dalam bentuk rangkaian terpadu (IC), MUX yang paling umum diperguna-kan adalah kemasan-kemasan
atas 4, 2, atau 1 MUX dalam satu ke-masan, yaitu MUX 2x1 (quadraple 2-to-1) misalnya SN74LS258, MU
(dual 4-to-1) misalnya SN74LS253, MUX 8x1 (single 8-to-1) misalnya SN74LS251, dan MUX 16x1 (sin
Penggunaan serpih-serpih MUX ini memegang peran-an yang sangat penting dalam sistem digital yang m
sistem bus di mana beberapa kumpulan data yang berbeda fungsinya dilalukan pada sekumpul-an kawat y
dalam kurun waktu yang berbeda, umpamanya multiplexing data dan alamat (address) memori pada komp
Walaupun multiplexer secara khusus berfungsi sebagai pemilih data, peralat-an ini juga dapat digunakan u
merealisasikan rangkaian kombinasi secara umum. Sebagai contoh, perhatikanlah fungsi yang tabel keben
ditunjuk-kan pada Gambar 5.19(a).
Secara lengkap fungsi ini dapat dituliskan sebagai:
Z= a b c + a b c + a b c + a b c
= ab+abc+abc
AB Z I0
0 0 I0
0 1 I1 I1
1 0 I2
1 1 I3 I2
(a)
I3
A
B 00 I0
I1
01 I2
I3
10
11
(c)
MUX
4-ke-1
a b c Z
0 0 0 1 1 1
0 0 1 1 c a
0 1 0 0 c 0
0 1 1 1 0 a
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 0 a b a b
1 1 1 0
(a) (b) (c)
Perhatikan bahwa Z = 1 bila a b = 1. Bila a b = 1, Z= c dan bila ab = 1 maka Z= c. Untuk kombinasi a dan
Z= 0 (Ingat bahwa Z= 1 hanya bila salah satu sukumin penyusunnya berharga 1). Jadi, fungsi Z dapat dire
dengan MUX dengan memilih a dan b sebagai masukan kendali dan c sebagai masukan data, seperti di
dalam Gambar 5.19(b). Variasi lain dapat dibuat dengan memilih b dan c sebagai masukan kendali dan a s
masukan data. Dalam hal ini Z ditulis sebagai:
Z= a b c + a b c + a b c + a b c
=bc + a bc+abc
5.8 Dekoder
Dekoder juga merupakan peralatan yang sangat umum pemakaiannya. Ditin-jau dari keadaan aktif keluara
dekoder dapat dibedakan atas "non-inverted-outputs" dan"inverted-outputs". Rangkaian dekoder "inver
meng-hasilkan satu, dan hanya satu, dari sejumlah keluarannya yang berlogika 0 sedang-kan keluaran lain
berlogika 1. Sebaliknya, dalam dekoder non-inver-ted-outputs hanya satu keluaran yang berlogika 1 seda
keluaran lain berlogi-ka 0. Pemilihan keluaran ditentukan oleh sekumpulan masukan kendali. Untuk n siny
dapat dipilih satu dari 2n keluaran yang berlogika 0 atau 1 (tergantung atas jenis keluaran dibalik atau tida
atau non-inverted out-puts). Fungsi kelu-aran dekoder dapat dituliskan sebagai berikut:
non-inverted: zi = mi , i= 0,1,.. (2n-1)
Perhatikan bahwa hanya 1 dari ke 4 keluarannya yang berkeadaan 1 sedang-kan selebihnya berkeadaan 0.
bentuk gerbang-gerbang diskrit skala kecil, rang-kaian logika dekoder ini dapat disusun seperti pada Gam
Dalam prak-tek sehari-hari, dekoder seperti yang ditunjukkan pada gambar ini jarang diguna-kan karena k
serpih dekoder khusus dalam skala menengah (MSI) yang lebih murah dan lebih rapi.
A AB Z0
B
AB Z1
AB Z2
AB Z3
Salah satu serpih dekoder yang sangat banyak digunakan dalam sistem digital adalah dekoder 3-ke-8, yang
dengan nomor tipe, antara lain, 74LS138 (buatan TI,Texas Instruments) dan 8205 (buatan Intel) dari jenis
dibalik yang simbol logika dan tabel kebenarannya ditunjukkan pada Gambar 5.21. Per-hatikan bahwa sel
kendali pemilihan, pada umumnya juga dise-diakan tambahan kendali: G2A, G2B dan G1 pada 74LS138 d
dan E1 pada 8205. Dengan kendali tambahan ini dimungkinkan pengoperasian yang tidak satu pun keluara
berkeadaan aktif dan, dalam praktek, ini sangat membantu menyederha-nakan realisasi rancangan kita.
Sebagaimana multiplexer, dekoder juga dapat digunakan untuk merealisasi-kan fungsi-fungsi logika komb
Sebagai contoh, perhatikan fungsi:
f = Σ m(3,5,6,7) = a b c + a b c + a b c + a b c
= m3 m5 m6 m7
Sukumin-sukumin m3, m5, m6 dan m7 sudah tersedia sebagai keluaran dekoder dengan keluaran dibalik se
74LS138 atau 8205 di atas. Karena itu, untuk merealisasikan fungsi ini kita cukup mengambil keluaran de
menghasilkan sukumin-sukumin penyusun fungsi tersebut dan mengumpankan nya ke satu NAND. Denga
menggunakan dekoder 74LS138 di atas, misalnya, kita dapat tuliskan persamaan fungsi di atas sebagai be
f = Y3 Y5 Y6 Y7
Dalam hal ini kita tidak perlu melakukan penyederhanaan fungsi. Untuk rea-li-sasi ini kita harus member
semestinya bagi kendali tambahan kendali yaitu: G1 G2A G2B = 100 untuk 74LS138 dan E3 E2 E1 = 100 u
seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.22.
G1 G2 CBA Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7
1 0 001 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 001 1 0 1 1 1 1 1 1
1 0 001 1 1 0 1 1 1 1 1
1 0 001 1 1 1 0 1 1 1 1
1 0 001 1 1 1 1 0 1 1 1
1 0 001 1 1 1 1 1 0 1 1
(a)
E1 E2 E3 A2 A1 A0 00 00 00 00 00 00 00 00
0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1
0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1
0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1
0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1
0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
x x 0 x x x 1 1 1 1 1 1 1 1
1 x x x x x 1 1 1 1 1 1 1 1
x 1 x x x x 1 1 1 1 1 1 1 1
(b)
5.9 ROM
ROM, singkatan daripada Read Only Memory, merupakan rangkaian peng-ingat (memori) yang hanya dap
tanpa dapat ditulis. Pada dasarnya, ROM hanyalah rangkaian kombinasi dengan keluaran ganda (multiple
Pemberi-an nama memori bagi rangkaian ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap kom-binasi masukan
akan memberikan kombinasi keluaran sesuai dengan rangkaian yang sudah disusun sebelumnya. Kombina
ini dipandang sebagai alamat sel memorinya sedangkan kombinasi keluarannya dipandang seba-gai data y
disimpannya.
Penulisan data isi pengingat ini membutuhkan proses yang berbeda dari ope-rasi normal. Ada jenis ROM
dapat ditulisi dalam proses fabrikasi dengan masker (mask) khusus; ada yang dapat difabrikasi dengan sej
lebur yang lebih murah harganya, biasa disebut sebagai field-programmable ROM atau Eraseable Program
(EPROM). Jenis pertama, yang biasa disebut MROM (Mask ROM) atau ROM saja, merupakan jenis ROM
paling mahal dan hanya dibuat dalam jumlah besar, lebih dari 1000 serpih (chip). EPROM merupakan jen
yang sangat banyak dipergunakan dan sangat membantu dalam pekerjaan perancangan dan pembuatan per
suatu sistem digital. Penghapusan isi EPROM yang banyak dilakukan adalah dengan memberikan sinar ul
(UV) yang cukup banyak sehingga sering juga disebut UVEPROM. Tetapi sekarang sudah banyak juga di
dapat dihapus dengan aliran lis-trik tegangan agak tinggi, jenis ini disebut juga sebagai EAROM (Electrica
Alterable ROM) atau EEPROM (Electrically Eraseable Program-mable ROM).
ROM terdiri atas 2 bagian: dekoder di bagian masukan dan matrik OR di bagian keluaran. Bagian masuk
menyediakan sukumin dan bagian keluaran menjumlahkan (meng-OR-kan) sukumin penyusun fungsi kelu
OR pada keluaran direalisasikan dengan diode yang berfungsi sebagai saklar (switch). Diode saklar bagi s
penyusun dihubungkan, diode saklar bagi sukumin yang bukan penyusun dilepas/diputus. Kombinasi yang
keluaran da-pat dipilih dengan memberikan kombinasi tertentu pada masukan pemilih pada dekoder. Jadi,
kombinasi masukan sama dengan pemilihan alamat da-lam pengertian memori secara umum. Kumpulan k
dapat dipandang se-ba-gai satu kesatuan membentuk kata data (data word) dan cacah saluran keluaran me
cacah bit dalam satu kata dan disebut sebagai panjang kata.
Untuk melihat bagaimana struktur internal suatu ROM, kita perhatikan fungsi-fungsi berikut:
f0 = Σ m(2,3,5,6,7)= m2 m3 m3 m6 m7
= a bc + a bc + abc + abc + abc
f1 = Σ m(0,1,2,6) = m0 m1 m2 m6
= a b c + a b c + a bc + abc
f2 = Σ m(2,3,4,7) = m2 m3 m4 m7
= a bc + a bc + abc + abc
f3 = Σ m(0,1,4,6) = m0 m1 m4 m6
=abc +abc+abc +abc
Untuk merealisasikan fungsi dengan ROM, semua sukumin penyusun disaji-kan dengan lengkap. Berdasa
sukumin-sukmin tersebut ditentukan diode mana yang disambung dalam ROM. Realisasi ROM untuk fung
atas di-tunjukkan pada Gambar 5.23.
Untuk penyederhanaan penggambaran, elemen saklar pada Gambar 5.23(a) sering digambarkan dengan si
titik atau tanda x seperti pada Gambar 5.23(b). Dari Gambar 5.23 dapat dilihat bahwa bila sukumin mi aka
seba-gai salah satu penyusun di satu keluaran ROM, maka elemen saklar (switching ele-ment) yang meng
keluaran dekoder mi dengan saluran keluaran terse-but dibuat terhubung. Karena sukumin m6, misalnya,
bagi fungsi f0, maka saluran m6 dihubungkan ke saluran f0. Bila m6 berlogika 1, maka f0 akan ikut berlogi
bila m6 dan semua saluran mi yang lain yang terhubung ke f0 berlogika 0, maka f0 akan mengikuti teganga
V) dan juga berlogika 0.
Dalam realisasi dengan ROM ini, walaupun ada sukumin keluaran dekoder yang tak digunakan, tak tersam
salah satu saluran keluaran, kombinasi alamat bersangkutan tetap didekodekan. Jadi, ditinjau dari segi mem
yang tak pernah diakses.
m0
m1
m2
m3
m4
m5
m6
m7
Perhatikan juga bahwa rea-lisasi dengan PLA membutuhkan proses penyederhanaan (minimisasi) terlebih
berbeda dengan ROM yang membutuhkan penyediaan semua sukumin.
PAL (Programmable Array Logic) merupakan rangkaian kombinasi ter-pro-gram yang semakin luas peng
dalam merealisasikan sistem logika dengan banyak keluaran dan tersedia dalam bentuk serpih rangkaian te
sekala menengah dan besar (MSI dan LSI). Perbedaan antara PAL dan PLA terle-tak pada rangkaian kelua
Kalau dalam PLA, baik matrik AND di bagian masukan maupun matriks OR di bagian keluaran dapat dip
maka dalam PAL hanya matrik AND di bagian masukan yang dapat diprogram, sedangkan matriks OR di
keluaran sudah terhubung tetap.
Fungsi-fungsi yang sebelumnya telah direalisasikan dengan ROM dan PLA, dapat direalisasikan dalam PA
hubungan seperti ditunjukkan Gambar 5.25. Semua jalur alamat yang bertanda x pada satu jalur keluaran m
(bagian masukan) membentuk satu sukumin dan semua sukumin yang bertanda x pada satu jalur keluaran
dan menghasilkan fungsi keluaran f. Untuk membentuk sukumin ac bagi fungsi f0, sebagai contoh, maka a
c dihu-bungkan ke jalur yang pada gilirannya akan membentuk f0.
+V
Saluran kata
f3 = ab + ac
f2 = b + ac
f1 = ab + bc
f0 = ac + b
2. Dengan menggunakan gerbang OR dan AND, tentukanlah realisasi minimum dengan logika 2 tingka
tingkat dari fungsi
f = Σ m (0,3,4,6,7,8,11,12,13,15)
Tentukanlah harga realisasi masing-masing ?
3. Dengan menggunakan gerbang NOR dalam logika 2 tingkat realisasikanlah fungsi minimum dari fung
f= Σ m(0,2,5,8,10,11,12,13,15,18,21,26,27,28,29,30,31)
Ulangi untuk realisasi dengan 3 tingkat NOR.
4. Buatlah rangkaian yang dapat menjumlahkan dua bilangan BCD (Binary Coded Decimal) 1 digit. Lan
untuk dua bilangan BCD 3 digit.
6. Realisasikanlah fungsi dalam soal nomor 5 dengan menggunakan dua buah dekoder 3 x 8.
7. Rancanglah rangkaian logika untuk mengubah kode dari BCD ke Gray dan gambarkan rangkaiannya
8. Realisasikanlah fungsi pengubah kode dalam soal nomor 7 dengan meng-guna-kan: a. ROM
6
FLIP-FLOP
Semua rangkaian logika yang telah diuraikan di bagian depan adalah rang-kaian logika kombinasi yang kead
keluarannya setiap saat hanya ditentukan oleh kombinasi masukan yang diberikan pada saat itu. Setiap sistem
akan mempunyai bagian yang merupakan rangkaian kombinasi. Disamping itu, dalam sistem digital juga, pad
umumnya, dipergunakan bagian rangkaian yang dapat mengingat keadaan keluarannya sebelumnya dan kelua
untuk suatu kombi-nasi masukan tertentu juga tergantung atas keadaan keluarannya sebelum masuk-an itu di
Bagian rangkaian demikian disebut sebagai rangkaian berurut (sequential). Rangkaian logika berurut juga pad
umumnya memakai rangkaian logika kombinasi, setidak-tidaknya pada rangkaian masukannya.
Rangkaian logika berurut dibedakan atas dua jenis, yaitu serempak (synchro nous) dan tak-serempak (asynch
Dalam rangkaian serempak, perubahan keadaan keluaran hanya terjadi pada saat-saat yang ditentukan saja.
Walaupun masukan berubah diantara selang waktu yang ditentukan itu, keluaran daripada rangkaian itu tidak
berubah. Berbeda dari rangkaian yang serempak, keluar-an dari pada rangkaian tak-serempak berubah menur
perubahan masukannya dan keluaran itu dapat berubah setiap saat masukan berubah. Umumnya rangkaian ta
serempak ini memakai unsur tundaan waktu pada lintasan umpan baliknya. Tundaan waktu ini biasanya dipe
dari gerbang-gerbang pada lintasan itu. Adanya tundaan waktu itu kadang-kadang membuat rangkaiannya tid
dan rangkaian mungkin mengalami kondisi berpacu (race condition) dimana satu per-ubahan masukan menye
lebih dari satu perubahan keluaran. Karena kesu-litan ini, dan juga karena pemakaiannya tidaklah seluas pem
rangkaian serempak, maka rangkaian tak-serempak tidak dibahas dalam buku ini dan di-cadangkan sebagai m
untuk pembahasan rangkaian logika lanjutan.
Unsur pengingat (memory) yang paling umum dipakai pada rangkaian ber-urut serempak adalah flip-flop. Se
flop dapat menyimpan satu bit (binary digit) informasi, baik dalam bentuk sebenarnya maupun bentuk
komplemennya. Jadi, flip-flop, pada umumnya mempunyai dua keluaran, yang satu merupakan komplemen d
lainnya. Tergantung atas cara bagaimana informasi di-simpan ke dalamnya, flip-flop dibedakan atas beberapa
RS, JK, D dan T. Dalam bab ini akan diuraikan jenis-jenis ini satu demi satu.
x x
waktu
x
waktu
ε1 ε2
Perlu diperhatikan bahwa perubahan sinyalnya sebenarnya tidaklah curam tegak, tetapi mempunyai kemiring
tertentu. Tetapi dalam kebanyakan analisis, untuk memudahkan penggambaran, sinyal-sinyal dalam sistem di
dianggap curam sempurna (tegak lurus terhadap sumbu waktu). Ada kalanya, unsur tundaan waktu sengaja
ditambahkan kepada suatu rangkaian logika.
Untuk memperjelas pengertian tundaan waktu ini, perhatikan suatu gerbang AND dua masukan yang pada sa
masukannya diberikan suatu tundaan waktu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.2. Andaikan tundaan w
unsur penunda adalah σ nanodetik (ns) dan tundaan waktu gerbang AND adalah ∈ ns. Supaya lebih sederhan
tundaan waktu naik dianggap sama dengan tundaan waktu turun. Dalam Gambar 6.2 ditunjukkan hubungan a
masukan dan kelu-aran sistem ini. Perhatikan bahwa keluaran gerbang AND berubah menjadi 1 sete-lah kedu
masukannya berkeadaan 1 dan berubah ke 0 setelah salah satu masuk-annya menjadi 0. Jadi, keluaran gerban
tertunda naik selama (σ+∈) ns dan tertunda turun selama ∈ ns. Pada umumnya, tundaan waktu gerbang-gerb
abaikan (dianggap nol).
x z
1
x 2σ ns 3σ ns
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
y σ σ
0
1
z
0 ∈ ∈ ∈ ∈
σ+∈ t (ns)
6.2 Flip-flop RS
Flip-flop RS atau SR (Set-Reset) merupakan dasar dari flip-flop jenis lain. Flip-flop ini mempunyai 2 masuka
disebut S (SET) yang dipakai untuk menyetel (membuat keluaran flip-flop berkeadaan 1) dan yang lain diseb
(RESET) yang dipakai untuk me-reset (membuat keluaran berkeadaan 0). Flip-flop RS dapat dibentuk dari du
gerbang NOR atau dua gerbang NAND seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.3(a) dan (b).
R Q S R Q Q
0 0 0 Q- Q-
0 1 0 1
1 1 0 1 0
S Q 1 1 - -
0
(a)
1 S Q S R Q Q
0 0 0 - -
0 1 1 0
1 1 0 0 1
R Q 1 1 Q- Q-
0
(b)
Perhatikan bahwa keluaran dari suatu gerbang diumpan-balik ke masukan gerbang lainnya. Keluaran masing-
gerbang membentuk keluaran-keluaran dari pada susunan flip-flop RS. Seperti yang ditunjukkan oleh tabel
kebenaran pada gambar, untuk flip-flop yang menggunakan ger-bang NOR, masukan 1 pada S membuat flip-
diset (Q= 1) dan masukan 1 pada R membuat flip-flop di-reset (Q= 0). Untuk flip-flop yang disusun dari ger
NAND, S= 0 menyetel (set) flip-flop dan R= 0 me-reset flip-flop.
Untuk flip-flop dengan NOR, masukan R=S= 0 tidak mengubah keadaan keluaran, artinya keluaran Q dan Q
ditunjukkan sebagai Q- dan Q- pada tabel kebenaran dalam Gambar 6.3. Untuk kombinasi masukan R=S= 1,
tunjuk-kan dengan "-" pada pada kolom keluaran yang bersangkutan, keadaan keluaran tersebut tidak tentu. I
diterangkan sebagai berikut:
Andaikanlah untuk R= S = 1 keluaran flip-flop adalah Q= 1. Untuk Q= 1 dan S = 1, maka Q = 0. Tetapi karen
1, maka Q juga harus 0 dan ini jelas berla-wanan dengan pengandaian sebelumnya. Kalau diandaikan Q = 0,
juga Q = 0 yang berarti bertentangan dengan sifat flip-flop. Karena itu, untuk flip-flop RS kombinasi masuka
= 1 dilarang (tabu).
Untuk flip-flop RS dengan NAND, kerjanya sama dengan flip-flop dengan NOR bila tegangan masukan rend
dianggap logik 1 dan tegangan masukan tinggi dianggap logik 0, artinya bila kita memakai logika negatif. Ja
kebe-naran untuk flip-flop dengan NAND dengan logika negatif akan tepat sama dengan tabel kebenaran unt
flop dengan NOR. Untuk keseragaman uraian, maka yang umum dipakai untuk menyatakan kerja flip-flop R
tabel kebenaran untuk rangkaian NOR.
Dalam hal tundaan waktu, karena setiap masukan hanya melalui satu ger-bang, tundaan waktu untuk flip-flop
yang disebutkan di atas dianggap sama dengan tundaan waktu 1 gerbang yang umumnya dalam besaran nano
(10-9 detik).
Dalam perencanaan sistem dengan flip-flop umumnya kita membutuhkan keadaan keluaran flip-flop itu setel
kombinasi masukan tertentu dikena-kan pada masukannya. Keadaan keluaran ini biasanya disebut sebagai "k
berikut" (next state) dari flip-flop yang bersangkutan dan sering disimbol dengan Q+. Jadi, untuk keadaan-se
+
Q, maka keadaan-berikut Q daripada flip-flop RS untuk bermacam-macam kombinasi masukan R dan S dap
S R Q Q+ SR
0 0 0 0 Q 00 01 11 10
0 0 1 1
0 1 0 0 0 x 1
0 1 1 0
1 0 0 1 1 1 x 1
1 0 1 1
+
1 1 0 - terlarang Q = S+RQ
1 1 1 - terlarang RS = 0
(a) (b)
Kalau diperhatikan, dapat dilihat bahwa flip-flop RS yang diuraikan di atas akan berubah keluarannya setiap
perubahan masukan. Jadi flip-flop ini meru-pakan rangkaian berurut yang tak-serempak (asynchronous), tanp
kelengkapan untuk menyerempakkannya dengan rangkaian lain. Untuk memperoleh flip-flop yang dapat bek
serempak, perlu ditambahkan gerbang-gerbang untuk me-mungkinkan pemberian sinyal clock (penabuh) yan
berfungsi menyerem-pakkan flip-flop itu, artinya keadaan flip-flop hanya akan berubah bila ditabuh (clocked
dengan sinyal/pulsa penabuh.
Flip-flop RS ditabuh diperoleh dengan menambahkan gerbang AND pada masukannya seperti ditunjukkan pa
Gambar 6.5.
R
Q
CP
Q
S
6.3 Flip-flop T
Nama flip-flop T diambil dari sifatnya yang selalu berubah keadaan setiap ada sinyal pemicu (trigger) pada
masukannya. Input T merupakan satu-satunya masukan yang ada pada flip-flop jenis ini sedangkan keluarann
dua, seperti semua flip-flop pada umumnya. Kalau keadaan keluaran flip-flop 0, maka setelah adanya sinyal p
keadaan-berikut menjadi 1 dan bila keadaannya 1, maka setelah adanya pemicuan keadaannya berubah menja
Karena sifat ini sering juga flip-flop ini disebut sebagai flip-flop toggle (berasal dari skalar toggle/pasak).
Flip-flop T dapat disusun dari satu flip-flop RS dan dua gerbang AND seperti ditunjukkan pada Gambar 6.6.
T Q Q+
Q 0 0 0
0 1 1
T 1 0 1
Q 1 1 0
Perhatikan bahwa keluaran Q di-AND-kan dengan masukan T untuk menghasilkan sinyal R dan keluaran Q d
kan dengan T untuk menghasil-kan sinyal S untuk flip-flop RS. Dalam Gambar 6.6 juga ditunjukkan tabel ke
keadaan-berikut atau tabel karakteristik. Dari tabel tersebut diperoleh persamaan karakteristik:
+
Q =TQ+TQ
T = 0 dalam tabel keadaan-berikut pada Gambar 6.6 berarti tidak ada pulsa pemicu. Umumnya, flip-flop T pe
hanya terhadap satu jenis perubahan pulsa apakah perubahan dari 0 ke 1, disebut sebagai sisi depan/naik (lead
rising edge) pulsa masukan, atau perubahan dari 1 ke 0, disebut sebagai sisi ikutan/turun (trailing/falling edge
masukan. Jenis perubahan pulsa naik disebut juga se-bagai pulsa positif dan perubahan pulsa turun disebut se
pulsa negatif.
6.4 Flip-flop JK
Flip-flop JK yang diberi nama berdasarkan nama masukannya, yaitu J dan K. Flip-flop ini mengatasi kelemah
flop RS, yang tidak mengizinkan pem-berian masukan R=S= 1, dengan meng-AND-kan masukan dari luar de
keluaran seperti dilakukan pada flip-flop T. Rangkaiannya ditunjukkan pada Gambar 6.7.
J Q
K Q
J Q
K
Q
(a) (b)
+
J K Q Q JK
0 0 0 0 Q 00 01 11 10
0 0 1 1
0 1 0 0 0 1 1
0 1 1 0
1 0 0 1 1 1 1
1 0 1 1
1 1 0 1 _ _
+
1 1 1 0 Q = QK+QJ
(c)
+
Q = Q K+ Q J
Seperti dapat dilihat dari persamaan ini, keadaan flip-flop akan berubah un-tuk setiap perubahan masukan J d
Ini berarti bahwa flip-flop JK ini bekerja tak serempak. Untuk memperoleh flip-flop JK yang dapat bekerja
serempak dengan rangkaian lain perlu ditambahkan kelengkapan untuk penabuhan (clock-ing). Ini dapat dilak
dengan meng-AND-kan pulsa CP (clock Pulse) dengan masukan K dan J seperti yang ditunjukkan pada Gam
Perlu dicatat bahwa untuk flip-flop yang peka terhadap perubahan pulsa negatif, pada masukan CP diberikan
lingkaran kecil seperti pada NOR dan NAND.
J Q
CP
K Q
S Q
R Q
S P
R P
J Q
CP
K Q
Bila pulsa penabuh flip-flop induk berkeadaan 1, maka keluarannya akan berubah menurut keadaan ma
pada saat itu, sesuai dengan tabel pada Gambar 6.7 didepan. Tetapi, karena adanya inverter pada masuk
budak, maka masukan S dan R flip-flop budak itu akan tetap 0 dan keluarannya tidak mengalami perub
pada saat penabuh induk kembali 0, yang ber-arti keluaran inverter menjadi 1, maka keluaran budak be
keadaan keluaran induk saat itu, yaitu keadaannya sesudah ditabuh. Perhatikan bahwa bila penabuh ber
(CP= 0, dan CP= 1), maka gerbang-gerbang AND pada ma-sukan budak menjadi aktif dan keluaran Q a
mengikuti keadaan P karena hanya ada dua kemungkinan kombinasi RS untuk budak, yaitu RS= 10 ata
Bila P= 1 maka RS= 01 dan Q menjadi 1 sedangkan bila P= 0, maka RS= 10 dan Q menjadi 0. Dengan
+
dapat dijamin bahwa persamaan flip-flop Q = QK + Q J akan tetap dipenuhi sejauh keadaan J dan K
berubah di antara dua pulsa penabuh positif (selagi CP= 1). Bila J dan/atau K berubah selagi CP= 0, ma
dipindahkan ke flip-flop budak adalah keadaan P akibat perubahan terakhir sebelum CP berubah menja
6.6 Flip-flop D
Nama flip-flop ini berasal dari Delay. Flip-flop ini mempunyai hanya satu masuk-an, yaitu D. Jenis flip
sangat banyak dipakai sebagai sel memori dalam komputer. Pada umumnya flip-flop ini dilengkapi mas
penabuh se-perti di-tunjukkan pada Gambar 6.10. Keluaran flip-flop D akan mengikuti apapun keadaan
+
penabuh aktif, yaitu: Q = D. Perubahan itu terjadi hanya apabila sinyal penabuh dibuat berlogika 1 (C
tentunya akan terjadi sesu-dah selang waktu tertentu, yaitu selama tundaan waktu pada flip-flop itu. Bil
berubah selagi CP = 0, maka Q tidak akan terpengaruh. Keadaan Q se-lama CP= 0 adalah keadaan mas
sebelum CP berubah menjadi 0. Di-katakan keadaan keluaran Q dipalang (latched) pada keadaan D saa
CP dari aktif ke tak-aktif.
D
+
Q D Q Q
0 0 0
CP 0 1 0
1 0 1
Q 1 1 1
Dapat dilihat bahwa sebenarnya flip-flop D berfungsi seperti apa yang dila-kukan oleh flip-flop JK bila
masukan K dihubungkan dengan komple-men masukan J.
D T
(a) (b)
Keadaan-berikut dalam Tabel 6.1 di-nyatakan dalam bentuk persamaan keadaan-berikut (persamaan ka
karena kombi-nasi ini sudah terdefinisi dengan pasti. Tetapi masukan diberikan dalam bentuk tabel kare
masukan untuk flip-flop RS dan JK mengandung suku abaikan (don't care) sehingga ada beberapa kemu
samaan masukan yang me-menuhi. Dalam penentuan persamaan masukan flip-flop pada umumnya lebi
karakteristik dalam bentuk tabel ini.
5. Rencanakanlah rangkaian logika yang harus ditambahkan di depan suatu flip-flop RS sehinggga ke
flop itu dapat dibuat 0 dengan membuat masuk-an CLEAR (C) = 0 dan dibuat 1 dengan membuat ma
PRESET (P)= 0 secara terpisah dari masukan R dan S. Andaikanlah P dan C tak pernah berkeadaan 0
bersamaan.
6. Tentukanlah persamaan karakteristik flip-flop JK yang mempunyai masukan kontrol PRESET (P)
(C). Masukan P= 0 akan mengubah keadaan flip-flop menjadi 1 dan masukan C= 0 membuatnya berk
Andaikanlah P dan C tak pernah berkeadaan 0 secara bersamaan.
7. Gambarkanlah bentuk gelombang masukan R dan S untuk flip-flop RS ditabuh, disertai gelombang
yang akan membuat keluarannya berkeadaan 1101 secara berturut-turut untuk 4 penabuh pertama, tet
nabuh berikutnya diikuti 101 untuk 3 penabuh terakhir.
8. Dua buah flip-flop D dengan kendali CLEAR dihubungkan seperti pada Gambar S8.8 (a). Tentuka
gelombang keluaran flip-flop A dan B untuk gelombang masukan yang diberikan pada Gambar S8.8
awal diagram waktu ditunjukkan bahwa A dan B berkeadaan 0 karena CLEAR rendah (= 0).
CLEAR
P CK= Penabuh
(Pulsa Penabuh) (a)
B
t
(b)
Gambar S6.8 Rangkaian (a) dan gelombang (b) untuk soal nomor 8.
7
PENCACAH
Rangkaian pencacah (counter) merupakan rangkaian yang sederhana dan sangat umum pemakaiannya dalam sistem-
sistem digital, baik dalam sistem yang kecil-kecil maupun dalam sistem besar seperti prosesor untuk komputer.
Setiap flip-flop dalam rangkaian ini berubah keadaan menurut aturan/urutan yang ditentu-kan. Perubahan keadaan itu
terjadi serentak (sebenarnya dengan sedikit tun-daan waktu) dengan munculnya pulsa penabuh (clock pulse). Jadi
rangkaian ini adalah rangkaian ber-urut serempak.
Harga maksimum yang dapat dicapai oleh satu pencacah ditentukan oleh cacah flip-flop yang membentuk
rangkaiannya. Untuk suatu pencacah dengan 3 flip-flop (disebut juga pencacah 3 bit), harga maksimum yang dapat
dicapai adalah 7 yang terjadi saat keseluruhan flip-flop itu berkeadaan 1; untuk pencacah dengan 4 flip-flop harga
maksimum yang dapat dicapai adalah 15 (1111 biner), dan sete-rusnya. Dalam pencacah biasa, setelah men-capai
harga cacahan maksimum, keadaan pencacah akan kembali kepada keadaan mula, misalnya 0. Tetapi untuk
keperluan-keperluan khusus sering dibutuhkan pencacah yang mencacah tidak secara berurutan dari 0, 1, 2, ... dan
seterusnya atau turun dari suatu harga maksi-mum sampai ... 3, 2, 1, 0, melainkan melompat-lompat menurut urutan
yang dibu-tuhkan. Dalam bab ini diuraikan perencanaan rangkaian pencacah, baik yang ber-urutan maupun yang
acak.
0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1
0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0
1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1
1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0
1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1
1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0
1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1
1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0
(a) (b )
Pencacah naik Pencacah turun
Di samping pencacah berurutan biner di atas, jenis pencacah berurutan lain-nya yang juga sering dipakai adalah
pencacah desimal. Perbedaan antara penca-cah biner dengan pencacah desimal hanyalah pada harga maksimum
pencacahan yang dapat dicapai. Kalau dalam pencacah biner pencacahan kembali ke 0000 setelah mencapai 1111,
maka pada pencacah desimal penca-cahan kembali ke keadaan 0000 setelah mencapai 1001 (= 9 dalam desimal)
sebab di dalam sistem bilangan desimal tidak ada angka yang lebih besar daripada 9. Pencacah seperti ini disebut
juga Pencacah Modus 9. Jadi untuk pen-cacah desimal, 6 keadaan-sekarang yang paling bawah dalam Tabel 7.1
tidak ditentukan sehingga dalam implemen-tasinya dapat dianggap di"abaikan". Hal serupa berlaku untuk pencacah-
pencacah dengan modus lainnya, misal-nya modus 7, 5 dan lain-lainnya yang kembali ke keadaan 0000 setelah men-
capai 7, 5 dan sebagainya.
Seperti telah disebutkan di depan, sering dibutuhkan pencacah yang menca-cah secara tak-berurutan (acak) tetapi
mempunyai pola pencacahan tertentu. Ini misalnya diperlukan dalam penentuan waktu penabuhan kom-ponen-
komponen dalam suatu komputer (timing control). Keluaran rangkai-an pencacah ini misalnya dipakai untuk
menentukan urutan pengaktifan re-gister-register dalam unit pengo-lah pusat (Central Processing Unit, CPU) dalam
komputer. Sebagai contoh, urutan cacahan dapat dibuat 000, 010, 111, 100, 000,... dan seterusnya. Baik pencacah
berurutan maupun tak berurutan dapat direalisasikan dengan semua jenis flip-flop yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya.
Berikut ini akan diuraikan perencanaan rangkaian pencacah berturut-tu-rut dengan memakai flip-flop T, RS, JK, dan
D.
Dari tabel keadaan yang juga disertakan dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa keluaran flip-flop T akan berubah ke
komplemennya hanya bila masukan T = 1 dan keluaran flip-flop itu tetap bila T = 0 (lihat juga pers. masukan).
Dengan kenyataan ini maka rangkaian pencacah dengan flip-flop T dapat ditentukan dengan mudah.
Misalkan kita hendak menyusun suatu pencacah biner 3 bit dengan memakai flip-flop T. Berdasarkan tabel masukan
di atas dan dengan mem-perhatikan hanya 3 bit paling kanan tabel keadaan pencacah biner yang di-tunjukkan pada
Tabel 7.1 di depan, maka tabel keadaan dan masukan rang-kaian pencacah yang diinginkan dapat disusun seperti
+ + +
ditunjukkan pada Tabel 7.2(a), dengan A, B, C= Keadaan-sekarang; A ,B ,C = keadaan-berikut, dan TA,TB,TC =
masukan.
Sebagai contoh, untuk keadaan-sekarang 101 dan keadaan-berikut 110, keadaan flip-flop A tetap (tidak berubah),
keadaan flip-flop B berubah dari 0 ke 1, dan C berubah dari 1 ke 0 sehingga masukan yang diperlukan adalah TA= 0,
TB= TC= 1.
Tabel 7.2. Tabel keadaan dan masukan pencacah biner dengan flip-flop T.
(a) Pencacah Naik (b) Pencacah Turun
+ + + + + +
A B C A B C TA TB TC A B C A B C TA TB TC
0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1
0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1
0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1
1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1
1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1
1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1
1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1
Untuk memperoleh persamaan masukan masing-masing flip-flop dibuat peta Karnaugh masing-masing flip-flop,
seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.1. Dalam Gambar 7.1 tidak digambarkan peta masukan flip-flop C sebab seperti
dapat dilihat dari tabel keadaan dan masukan pada Tabel 7.2(a) di atas, TC tetap 1.
AB AB
C 00 01 11 10 C 00 01 11 10
0 0
1 1 1 1 1 1 1 1
TA= BC TB= C
Untuk menyerempakkan perubahan keadaan semua flip-flop maka masukan yang ditunjukkan pada peta Karnaugh di
atas di-AND-kan dengan sinyal penabuh P sehingga diperoleh persamaan masukan :
TA= PBC TB= PC TC = P
Untuk pencacah turun, dengan cara yang sama, dari Tabel 7.2 (b) dapat diperoleh persamaan masukan sebagai
berikut:
TA= PBC TB= PC TC = P
Rangkaian pencacah biner naik dan turun yang diperoleh di atas ditun-jukkan pada Gambar 7.2. Perhatikan bahwa
untuk mengubah pencacah naik menjadi pen-cacah turun, atau sebaliknya, dibutuhkan hanya sedikit perubah-an.
Bandingkan persamaan masukan kedua jenis pencacah di atas. Jadi yang dibutuhkan hanyalah sejenis Mutiplexer
yang memilih masukan bagi flip-flop A dan B. Dalam Gambar 7.2 (c) multipelxer ini direalisasikan dengan 2 AND
dan 1 OR pada masukan kedua flip-flop A dan B. Sinyal M= Up/Down yang berfungsi sebagai pemilih modus, naik
(Up) bila M= 1 dan turun (Down) bila M= 0.
(a)
(b)
+ +
=0 sehingga pada peta TA untuk 011 diisikan 0. Pada kotak yang sama pada peta C berisi 0. Ini berarti bahwa
+
C=1 berubah menjadi C = 0 sehingga pada peta TC diisikan 1. Dengan cara serupa semua kotak dapat diisi. Untuk
keadaan-berikut yang tak dirinci pada tabel keadaan (diberi tanda "-") seperti untuk keadaan-sekarang 001, semua
kotak bersangkutan diisi tanda x (abaikan).
+ + +
Pengisian peta masukan diatas dapat dipermudah dengan memakai sifat flip-flop T: T = Q Q + Q Q = Q + Q
+ +
yang berarti bahwa T=Q untuk Q=0 dan T=Q untuk Q=1. Jadi, kotak-kotak dengan Q=0 pada peta T dapat diisi
+
dengan harga yang ada pada kotak yang sama pada peta Q dan untuk kotak-kotak dengan Q=1, kotak pada peta T
+
diisi dengan komplemen dari isi peta Q (Q berarti A, B, atau C).
A A A
ABC A+B+C+ BC 0 1 BC 0 1 BC 0 1
0 0 0 011 00 1 00 1 00 1 1
0 0 1 - - -
0 1 0 100 01 x 01 x 01 x
0 1 1 010
1 0 0 101 11 x 11 1 x 11 x
1 0 1 000
1 1 0 - - - 10 1 x 10 x 10 x
1 1 1 - - -
+ + +
A B C
(a) (b)
B=0
AB A=0 A=1 AB B=1 AB
C 00 01 11 10 C 00 01 11 10 C 00 01 11 10
0 1 x 0 1 1 x 0 1 x 1 C=0
1 x x 1 1 x x 1 x 1 x 1 C=1
TA TB TC
Gambar 7.3. Perencanaan pencacah tak berurutan. (a) Tabel keadaan-berikut (b) Peta keadaan-
berikut (c) Peta masukan
Setelah peta masukan untuk semua flip-flop lengkap diisi, maka segera dapat disederhanakan untuk memperoleh
persamaan masukan yang mini-mum. Seperti yang ditunjukkan juga pada Gambar 7.3 (c), persamaan ma-sukan
TB = A C
TC = B + C
Dengan meng-AND-kan masing-masing masukan ini dengan sinyal pe-nabuh P akan diperoleh diagram rangkaian
Gambar 7.4.
Gambar 7.4. Rangkaian pencacah dengan flip-flop T dengan urutan seperti pada Gambar 7.3.
A
0 0 0 1 1 0
B
0 1 1 0 0 0
C
0 1 0 0 1 0
TA
TB
TC
SB = AB RB = BC
SC = BC RC = C
Dengan persamaan masukan ini, diagram rangkaian pencacah dapat dibuat seperti pada Gambar 7.7.
Biasanya peta masukan tersebut dapat diperoleh lebih mudah dengan meng-gunakan peta keadaan-berikut seperti
pada Gambar 7.6(d), tanpa membuat tabel masukan semua flip-flop. Bila pada peta keadaan-berikut ko-tak-kotak
untuk Q= 0 berisi 1 maka pada peta masukan diisikan SQ= 1, RQ= 0, dengan Q di sini mewakili A, B, dan C [lihat
+
tabel pada Gambar 7.6 (b)]. Bilamana kotak-kotak untuk Q= 0 pada peta Q berisi 0, maka pada peta masukan
+
diisikan SQ= 0, RQ= x. Bila kotak-kotak untuk Q= 1 pada peta Q berisi 0, maka pada peta masukan diisikan SQ= 1,
RQ= 0, se-dangkan bila kotak itu berisi 1 maka pada peta masukan diisikan SQ= x dan RQ= 0.
+ + + +
A B C A B C SA RA SB RB SC RC Q Q S R
0 0 0 0 1 1 0 x 1 0 1 0 0 0 0 x
0 0 1 - - - x x x x x x 0 1 1 0
0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 x 1 0 0 1
0 1 1 0 1 0 0 x x 0 0 1 1 1 x 0
1 0 0 1 0 1 x 0 0 x 1 0
1 0 1 0 0 0 0 1 0 x 0 1 (b)
1 1 0 - - - x x x x x x
1 1 1 - - - x x x x x x
(a)
A A A
BC 0 1 0 1 BC 0 1 0 1 BC 0 1 0 1
00 x x 00 1 x 00 1 1
01 x x 1 01 x x x 01 x x 1
11 x x x 11 x x x 11 x 1 x
10 1 x x 10 x 1 x 10 x x x
SA RA SB RB SC RC
SA = BC RA= C SB = AB RB = BC SC = BC RC = C
(c)
AB AB AB
C 00 01 11 10 C 00 01 11 10 C 00 01 11 10
0 0 1 x 1 0 1 0 x 0 0 1 0 x 1
1 x 0 x 0 1 x 1 x 0 1 x 0 x 0
A+ B+ C+
(d)
Gambar 7.6. Tabel dan Peta Karnaugh rancangan pencacah dengan flip-flop RS
C
P (Penabuh)
B C C A B B C B C
C 00 01 11 10 C 00 01 11 10 C 00 01 11 10
0 0 1 x 1 0 1 0 x 0 0 0 0 x 1 C=0
1 x 0 x 0 1 x 1 0 0 1 x 0 x 0 C=1
A A A
BC 0 1 0 1 BC 0 1 0 1 BC 0 1 0 1
00 0 x x 0 00 1 0 x x 00 1 1 x x
01 x x x x 01 x 0 x x 01 x x x 1
11 0 x x 1 11 x x 0 x 11 0 x 1 x
10 1 x x x 10 x x 1 x 10 0 x x x
C A C B 1
P
(e)
penabuh
kan K diambil dari se-mua 0 pada bagian Q= 1, dan menggabungkannya dengan suku abaikan x, kalau mungkin.
Yang mudahnya untuk K, pandanglah semua 0 pada bagian Q=1 sebagai 1 dan tentukan gabungan sukuminnya.
Dalam Gambar 7.8 (c) ditunjukkan penggabungan untuk memperoleh J dan K untuk masing-masing flip-flop yang
menghasilkan persamaan yang tepat sama dengan yang diperoleh sebelumnya. Perhatikan bahwa variabel A tidak
muncul dalam persamaan JA dan KA, B tidak muncul dalam persamaan JB dan KB, C tidak muncul dalam persamaan
+
JC dan KC. Karena itu, walau-pun JA yang dihasilkan oleh keadaan 1 pada kotak 010 pada peta A mesti-nya ABC,
hasil akhir menjadi hanya BC. Penggabungan 0 pada sukumin 101 dan x pada 111 untuk mencari KA, yang
seharusnya menghasilkan KA= AC menjadi tinggal KA= C.
Cara penentuan persamaan J dan K yang diterangkan di atas berlaku secara umum, bukan hanya untuk perencanaan
pencacah di atas saja.
+
Karena untuk flip-flop D, Q =D, maka peta masukan untuk flip-flop D ada-lah peta keadaan-berikut itu sendiri dan
karena itu persamaan masukan dapat diperoleh langsung dari peta keadaan-berikut flip-flop itu. Untuk pencacah
yang direncanakan di bagian depan, peta keadaan-berikut pada Gambar 7.3(b) digam-barkan kembali pada Gambar
7.9(a).
Penyederhanaan tabel keadaan-berikut ini menghasilkan persamaan masukan untuk realisasi dengan flip-flop D
sebagai berikut:
+
DA = A = AC+ BC = (A + B)C
+
DB = B = AB + AC = A (B+ C)
+
DC = C = BC
Persamaan masukan ini memberikan rangkaian pencacah yang ditun-jukkan pada Gambar 7.9(b)
AB AB AB
C 00 01 11 10 C 00 01 11 10 C 00 01 11 10
0 0 1 x 1 0 1 0 x 0 0 1 0 x 1
1 x 0 x 0 1 x 1 x 0 1 x 0 x 0
(a)
C A
Penabuh
P
(b)
Kita perhatikan suatu pencacah biner 4-bit tipe 7493A yang diproduksi oleh Texas Instruments (sering juga disingkat
dengan TI). Dalam “Data Book” yang dikeluarkan oleh produsen, serpih ini digambarkan seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 7.10 yang menunjukkan bahwa pencacah 4-bit ini tersusun dari 4 flip-flop JK dengan 2 masukan
penabuh (clock) dan 2 masukan reset Ro(1) dan Ro(1). Kedua kendali yang di-NAND-kan secara internal ini
digunakan untuk mereset (membuat semua keluaran pencacah berlogika 0) dengan mem-buat keduanya bertegangan
tinggi (berlogika 1).
Perhatikan bahwa masukan J dan K semua flip-flop tak dapat dijangkau (diakses) dari luar. Ini menyiratkan bahwa
semua flip-flop JK tersebut dioperasi-kan J=K=1 sehingga berfungsi sebagai flip-flop T dengan penabuh sebagai
masuk-an T. Perhatikan juga masukan penabuh yang aktif rendah (active low) yang menunjukkan bahwa pencacahan
terjadi pada perubahan penabuh dari tegangan tinggi ke tegangan rendah. Bila input B dihubungkan ke sumber
penabuh luar, maka flip-flop A tidak ada hubungan dengan 3 flip-flop lainnya; flip-flop A akan berdiri sendiri yang
berubah keadaan setiap kemunculan penabuh
QA QD GND QC QB QA
Input A
QB
QC
R0(1) R0(2) QD QC QB QA
H H L L L L
L x Count
x L Count
Q
D
R
0(1)
R
0(2)
dan flip-flop B, C, dan D akan membentuk pencacah 3-bit. Supaya memben-tuk pencacah 4-bit, maka penabuh flip-
flop B (input B) harus dihubungkan ke ke-luaran flip-flop A (keluaran QA), sehingga setiap QA berubah dari logika 1
ke 0, yang terjadi setiap kemunculan dua penabuh di input A, terjadi satu penabuhan pada flip-flop B. Bila
diinginkan membentuk pencacah lebih besar, maka beberapa serpih pencacah ini dapat dihubungkan secara seri
dengan memberikan keluaran QD sebagai penabuh flip-flop A (input A) jenjang berikutnya. Perhatikan juga bahwa
pencacah ini tak dapat diberi harga awal (inisial) selain reset.
Untuk memenuhi kebutuhan pemberian harga awal tersedia pencacah tipe ‘160, ‘163, ‘176, ‘177, ‘196, ‘197, dan
sebagainya yang menyediakan saluran data masukan 4-bit.
Pada Gambar 7.11 ditunjukkan tatasusunan pencacah tipe ‘197 yang dapat mencacah baik desimal maupun biner.
Bila masukan COUNT/LOAD dibuat berlogika 0, maka keluaran QA QB QC QD akan berharga sama dengan data yang
diletakkan pada masukan data ABCD. Tetapi bila masukan COUNT/LOAD dibuat berlogika 1, rangkaian ini akan
beroperasi sebagai pencacah. Bila CLOCK 2 dihubungkan ke keluaran QA, maka pencacah ini akan beroperasi sebagai
pencacah biner 4-bit.
Load/
Count
QD D B QB Clear QA
CLEAR
Clock 1
Data B
Load 2 Clock 2
Keluaran*
Cacahan QD QC QB QA
0 0 0 0 0 Data C
1 0 0 0 1
2 0 0 1 0 QC
3 0 0 1 1
4 0 1 0 0
5 0 1 0 1
6 0 1 1 0
7 0 1 1 1
8 1 0 0 0
9 1 0 0 1 Data D
10 1 0 1 0
11 1 0 1 1 QD
12 1 1 0 0
13 1 1 0 1
14 1 1 1 0
15 1 1 1 1
* Keluaran bila
Pencacah ini dapat dibuat beroperasi sebagai pencacah biner desimal (0-9) dengan menghubungkan keluaran QA ke
CLOCK 2 dan me-NAND-kan keluaran QA dan QD dan memberikannya kepada masukan CLEAR seperti ditunjukkan
pada Gambar 7.12. Dengan rangkaian seperti ini keluaran pencacah akan menjadi 0000 setelah munculnya pulsa
penabuh dalam keadaan keluaran 1000.
b. Flip-flop JK
c. Flip-flop T
Sediakanlah sarana yang memungkinkan semua flip-flopnya direset (berke-adaan 0).
2. Rencanakanlah suatu pencacah 4 bit yang melakukan cacahan dengan urutan: 0,1,3,2,6,14,10,11,9,8,0,1,..
dengan menggunakan:
a. Flip-flop RS
b. Flip-flop JK
c. Flip-flop T
d. Flip-flop D
3. Rencanakanlah register 4 bit dengan menggunakan flip-flop RS yang dapat menaikkan dan menurunkan 1
harga yang disimpannya. Register tersebut dapat diberi harga awal melalui masukan paralelnya.
4. Dengan menggunakan rangkaian terpadu 74197 Gambar 7.12, rancanglah suatu pencacah yang akan
melakukan pencacahan: 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 2, 3, ....
Isyarat: setel (set) data masukan pada harga yang dibutuhkan dan berikan sinyal yang berlogika 0 kepada
masukan COUNT/LOAD pada saat pemuatan (loading) dibutuhkan.
8
REGISTER
Register adalah sekumpulan sel biner yang dipakai untuk menyimpan infor-masi yang disajikan dalam kode-kode
biner. Penulisan (pemuatan) informasi itu tidak lain daripada penyetelan keadaan kumpulan flip-flop dalam register
itu seca-ra serentak sebagai satu kesatuan. Setiap flip-flop dalam register membentuk satu sel dan dapat menyimpan
1 angka biner (binary digit, bit). Satu register yang tersu-sun atas n sel dapat menyimpan n bit data yang dapat
menyatakan salah satu dari 2n macam kode yang dapat dibentuk dari n bit tersebut, yang untuk data desimal dapat
berharga dari 0 sampai dengan 2n-1. Register 8 bit, misalnya, dapat menyim-pan salah satu dari 256 macam kode
atau harga desimal 0 sampai dengan 255. Register dapat menyimpan informasi dalam kode biner dan
menampilkannya kembali dan dikatakan dapat melakukan operasi baca dan tulis.
Dalam lingkungan komputer digital, register menjadi bagian yang sangat penting. Dalam lingkungan ini, istilah
register digunakan khusus bagi register dalam prosesor yang mempunyai fungsi khusus dengan kemampuan
tambahan di samping kemampuan baca/tulis. Register yang hanya mempunyai kemampuan baca/tulis disebut
memory (pengingat) atau storage (penyimpan). Penyimpanan data dalam memori bersifat jauh lebih permanen
dibanding penyimpanan dalam register. Pada umumnya, dalam satu prosesor disediakan register dalam jumlah yang
sangat terbatas sedangkan memori disediakan dalam ukuran yang sangat besar, dalam ukuran KB (Kilo Byte) sampai
MB (Mega Byte) yang masing-masing byte terdiri atas 8 sel. Dalam pan-dangan rangkaian logika, memori dan
register khusus tetap sama dan disebut register. Bab ini akan menguraikan register pema-lang, memori dan register
geser.
dalam bentuk tabel keadaan seperti pada Gambar 8.1(a) dengan Q0 sebagai keadaan sebelumnya dan diagram waktu
seperti pada Gambar 8.1(c). Titik nomor 1 pada Gambar 8.1(c)menunjukkan perubahan keluaran QG yang
diakibatkan oleh perubahan masukan pada saat penabuh berlogika 1. Pada nomor 2 ditunjukkan bahwa keluaran QG
terpalang pada logika 1 sete-lah terjadinya pemalangan pada perubahan penabuh dari 1 ke 0 sehingga keluaran QG
tetap berlogika 1 walaupun masukan D berubah menjadi 0.
CP
CP D QG CP D QT 1 2 1
H H H H H D
H L L L L 1 3
L x Q0 L x Q0 QG 3
(a) (b )
QT
T 2T 3T 4T 4T 5T
(c) t
sinyal Enable ini ber-logika 0 dan akan tetap mempertahankan keadaannya saat pemalangan setelah sinyal ini
berubah ke logika 1.
8.2 Memori
Dalam lingkungan komputer digital, secara garis besar dikenal dua macam memori: RAM (Random Access
Memory) dan ROM (Read Only Memory). Dalam Bab 5 telah diterangkan bahwa ROM adalah rangkaian kombinasi
tanpa adanya sel pengingat. RAM-lah yang merupakan memori dalam arti mempunyai
Output Enable
Enable Latch D Output
L H H H
L H L L
L L X QO
H X X Z
sel pengingat. Nama RAM sebenarnya kurang tepat karena kalau ditinjau dari cara ak-sesnya, ROM juga dapat
diakses secara acak (random). Tetapi karena nama RAM lebih luas dikenal di masyarakat, nama tersebut tetap
dipertahankan. Nama yang tepat sebenarnya adalah memori baca-tulis (Read-Write Memory). Pada dasarnya, RAM
adalah sekumpulan flip-flop. Jadi, sesuai dengan uraian di atas, RAM tidak lain dari pada register. Dasar dari RAM
adalah flip-flop D yang telah diuraikan dalam Bab 6.
Seperti telah disebutkan di atas, memori selalu terdiri dari sejumlah sel (flip-flop) serupa. Masing-masing flip-flop
dalam RAM dikenal berdasarkan nomor alamat (address)-nya. Flip-flop juga harus dapat ditulis dengan data baru
dan data yang disimpannya harus dapat dibaca. Karena itu diperlukan sinyal pemilih alamat untuk menentukan sel
yang akan ditulis atau dibaca, dan sinyal kendali untuk menulis (sinyal tulis) dan sinyal kendali untuk membaca
(sinyal baca). Hanya sel terpilih sajalah yang boleh diberikan sinyal baca atau tulis yang aktif. Jadi pulsa penabuh
untuk masing-masing flip-flop dapat diperoleh dari peng-AND-an sinyal tulis dan pemilih alamat. Operasi baca tidak
perlu dilakukan pada saat bersamaan dengan operasi tulis. Karena itu, data masukan juga perlu dihalang (disabled)
masuk ke flip-flop pada saat operasi bukan operasi tulis. Ini dapat dilakukan dengan meng-AND-kan data masukan
dengan sinyal penabuh flip-flop. Dalam operasi baca juga, hanya keluaran sel terpilih sajalah yang boleh ditampilkan
pada keluaran RAM. Jadi keluaran masing-masing sel harus di-AND-kan dengan sinyal baca dan sinyal pemilih
alamatnya.
Bila data masukan dan keluaran untuk elemen ke i kita sebut Di dan Qi, sinyal alamatnya kita sebut Ai, sinyal baca Ri
dan sinyal tulis Wi, maka untuk masing-masing flip-flop D dengan masukan D dan keluaran Q, dapat ditulis
persamaan logika sebagai berikut:
Penabuh: CP= Ai Wi
Data masukan: D = Di CP
Data Keluaran: Qi = Ai Ri Q
Rangkaian logika masing-masing sel dapat digambarkan seperti pada Gam-bar 8.2(a) dan dapat disimbolkan seperti
pada Gambar 8.3(b). Dalam banyak pe-makaian memori, kendali baca-tulis digabung menjadi satu sinyal bersama,
biasa-nya diberi nama R/W, yang berlogika 1 untuk operasi baca dan berlogika 0 untuk operasi tulis. Dengan
demikian, setial sel dalam RAM dapat digambarkan seperti ditunjukkan dalam Gambar 8.3(c). Sinyal S (Select)
dalam simbol ini mewakili sinyal alamat.
Dalam kebanyakan sistem digital, operasi baca-tulis atas memori dilakukan serentak untuk sekumpulan bit (sel) yang
dipandang sebagai satu kesatuan data yang disebut kata ("word"). Mengakses satu lokasi berarti membaca atau
menulis satu kata. Ukuran kata yang paling banyak digunakan adalah 4 dan 8 bit. Untuk contoh, pada Gambar 8.3(d)
digambarkan rangkaian logika suatu RAM 2x2 bit, yaitu RAM 2 kata dengan panjang kata 2 bit.
Dalam Gambar 8.3(d), data keluaran Q1Q0 diambil dari sel #1 atau sel #3 se-bagai bit 1 (= Q1) dan dari sel #2 atau
sel #4 sebagai bit 0 (= Q0). Perhatikan bahwa dalam diagram tersebut, sel digambarkan dengan simbol pada bagian
(b) dan kelu-aran hanya di-OR-kan tanpa menunjukkan hubungan antara sinyal kendali baca dan alamat dengan
keluaran. Sel #1 dan #2 mempunyai nomor alamat (lokasi) yang sama, yaitu lokasi 0 dan karena itu membentuk kata
0. Sel #3 dan #4 mem-punyai nomor lokasi yang sama, yaitu lokasi 1 dan membentuk kata 1. Pengakses-an
dilakukan atas lokasi 0 bila logika A= 0 dan atas lokasi 1 bila logika A= 1. Dika-takan kata 0 disimpan di lokasi atau
alamat 0 dan kata 1 disimpan di lokasi atau alamat 1. Untuk memilih salah satu kata dari suatu memori dengan 2n
kata, dibu-tuhkan n bit alamat: A0,A1,A2,..., An-1. Untuk pemilihan ini digunakan dekoder yang memilih sel/kata
yang akan diakses.
D Qi D S
i i
A
i
Qi D Q
A R
i i
W W
i i R/W
R
i
(a) (b) (c)
D
1
D
0
A
R/W
Qi Qi
(d)
Dalam rangkaian terpadu RAM, pemilihan kata memori yang di akses dila-kukan dengan menggunakan dekoder
yang sudah dipadukan dalam serpih yang sama dengan sel memorinya. Dalam Gambar 8.4 ditunjukkan rangkaian
dalam suatu rangkaian terpadu RAM 4 kata (word) dengan panjang kata (word length) 4 bit. Dari gambar ini dapat
dilihat bahwa:
• setiap data masukan diumpankan kepada 4 sel (flip-flop)
• setiap keluaran dekoder alamat S0, S1, S2, S3 memilih 4 sel yang diperlakukan sebagai satu kata 4 bit
(dipandang sebagai satu alamat).
• Seluruh sel dikendalikan oleh satu sinyal baca/tulis bersama.
• Setiap bit data keluaran diperoleh dari gerbang OR yang dicatu dari 4 sel.
Walaupun data masukan diumpankan kepada 4 sel, hanya sel yang dipilih (diaktifkan) oleh dekoder alamat yang
dipengaruhi oleh operasi baca/tulis. Dalam RAM dengan kapasitas yang besar, pemilihan alamat tidak dari hanya
satu sisi seperti dalam gambar di atas, tetapi dilakukan dari dua sisi, yaitu sisi baris dan sisi kolom. Sebagai contoh,
RAM tipe 2112 yang berkapasitas 1024 bit yang diorgani-sasikan sebagai 256 x 4 bit. Ini berarti bahwa setiap lokasi
mengandung 4 bit seba-gai satu kata. Serpih RAM ini mempunyai 8 bit alamat, 5 bit pemilih baris (untuk 32 baris)
dan 3 bit pemilih kolom (untuk 8 kolom). Cotoh lain, RAM tipe 2114 yang berkapasitas 4096 bit (1024 x 4 bit)
mempunyai 10 bit alamat yang terdiri atas 6 pemilih baris dan 4 pemilih kolom.
Perhatikan bahwa data keluaran rangkaian di atas akan tersedia setiap saat. Untuk memungkinkan pemanfaatan RAM
dalam sistem bus, maka dalam banyak hal, pada bagian keluaran RAM sudah ditambahkan buffer (line driver) tristate
seperti yang dilakukan pada rangkaian keluaran register pemalang Gambar 8.2 di bagian depan. Dalam banyak serpih
RAM yang digunakan sekarang ini, terutama yang digunakan pada mikrokomputer, data masuk dan keluar disalurkan
pada saluran dua arah dengan tujuan mengurangi cacah pen kemasan. Dalam hal ini, saluran (bus) data dilengkapi
bus driver dua arah dengan arah yang ditentukan oleh sinyal baca/tulis (R/W).
suatu register sudah tertentu, maka bit di ujung lain akan hilang, yaitu bit paling kanan pada penggeseran ke kanan
dan bit paling kiri pada penggeseran ke kiri.
Pengertian penggeseran akan lebih mudah dimengerti dengan memperhati-kan contoh-contoh berikut ini. Andaikan
register kita dapat menampung 8 bit data, artinya terdiri atas 8 flip-flop, dan andaikan pula bahwa sebelum
melakukan peng-geseran, register itu berisi 1001 1010, maka untuk operasi geser kanan dan kiri, data yang disimpan
register tersebut berubah sebagai berikut:
Geser kanan: Sebelum penggeseran: 1 0 0 1 1 0 1 0
Geser 1 x : 0 1 0 0 1 1 0 1
Geser 2 x : 0 0 1 0 0 1 1 0
Geser kiri: Sebelum penggeseran: 1 0 0 1 1 0 1 0
Geser 1 x : 0 0 1 1 0 1 0 0
Geser 2 x : 0 1 1 0 1 0 0 0
Masukan 0 di sisi awal pergeseran yang diuraikan di atas dapat diberikan se-bagai data masukan dari luar. Jelas dari
sini bahwa untuk merealisasikan rangkai-an penggeser sebagai register geser, menuntut keluaran satu flip-flop
diberikan kepada masukan flip-flop berikutnya dalam urutan penggeseran. Jadi, dengan mengguna-kan flip-flop JK,
persamaan masukan masing-masing flip-flop dapat ditulis sebagai berikut:
JA = D KA = JA JC = QB KC = JC
in
JB = QA KB = JB JD = QC KD = JD
Untuk membuat register ini menjadi register geser kiri, maka keluaran dari setiap flip-flop (kecuali yang paling
kanan) dihubungkan kepada masukan flip-flop di kirinya dan masukan luar diberikan ke masukan flip-flop ujung
kanan.
Suatu register geser yang dapat menggeser baik ke kiri maupun ke kanan dapat disusun dengan menambahkan
gerbang-gerbang pemilih masukan untuk setiap flip-flop untuk modus geser kanan atau kiri beserta gerbang pemilih
modus gesernya. Masukan luar harus dapat diberikan ke masukan flip-flop ujung kiri maupun ujung kanan. Dengan
membuat sinyal pemilih S= 0 untuk geser kanan dan S= 1 untuk geser kiri dan Din sebagai masukan dari luar, maka
untuk Gambar 8.5 (a) dapat diperoleh persamaan masuk-an sebagai berikut:
JA = S Din + S B KA = JA JC = S B + S D KC = JC
JB = S A + S C KB = JB JD = S C + S Din KD = JD
Rangkaian logika register geser kiri-kanan ini dapat digambarkan seperti di-tunjukkan pada Gambar 8.5(b).
Din Masukan
Pulsa
Penggeser
(a )
A B C D
S
Din
CP
(b)
Perhatikan bahwa untuk geser kanan (S= 0), JA yang menerima masukan Din dan untuk geser kiri (S= 1), JD yang
menerima Din.
Di samping register geser kiri dan kanan, dapat juga dibuat register geser rotasi atau cyclic atau geser daur dimana bit
di satu ujung digeser ke ujung lain-nya. Contoh operasi geser dawur ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Sebelum pergeseran : 10011010
Rotasi Kanan 1 x : 01001101
2x : 10100110
... .......
8x : 1001 1010
Sebelum pergeseran : 10011010
Rotasi Kiri 1 x : 01001101
2x : 10011010
... .......
8x : 1001 1010
Register geser rotasi ini dapat diperoleh dengan menghubungkan keluaran flip-flop D ke masukan pada Gambar 8.5
(a) untuk rotasi kanan. Untuk rotasi kiri, urutan hubungan masukan-keluaran flip-flop satu dengan yang lain harus
dipertu-karkan. Perhatikan bahwa pergeseran daur/rotasi ke kanan yang diikuti pergeser-an daur ke kiri sejumlah
yang sama akan mengembalikan register kepada keadaan-nya semula.
Pemilih
S1 S0 Operasi
0 0 geser kanan
0 1 geser kiri
1 0 muat
1 1 diam
Dengan pemilihan modus seperti pada tabel di atas, maka persamaan masuk-an masing-masing flip-flop untuk
register geser yang menggunakan flip-flop RS dapat diperoleh sebagai berikut:
SA = S 1 S 0 Din + S 1 S0 QB + S1 S 0 A RA = SA
SB = S 1 S 0 QA + S 1 S0 QC + S1 S 0 B RB = SB
SC = S 1 S 0 QB + S 1 S0 QD + S1 S 0 C RC = SC
SD = S 1 S 0 QC + S 1 S0 Din + S1 S 0 D RD = SD
Penabuh = S 1 S 0 CP
dengan A, B, C, dan D adalah data masukan paralel dan QA, QB, QC, dan QD adalah keluaran paralel (keadaan flip-
flop). Rangkaian register geser ini ditunjuk-kan pada Gambar 8.6.
A QA B QB C QC D QD
Din
S1
S0
CP
Dapat dilihat bahwa operasi geser dilakukan bila kendali pemilih S1= 0 dan operasi muat (load) dilakukan bila
kendali pemilih S1= 1 dan S0= 0 (S1 S0= 10). Bila kendali pemilih S1 S0= 11 maka register tidak melakukan apa-
apa sebab pe-nabuhnya dihalangi (inhibit).
Bila S1S0= 00 maka flip-flop A mendapat masukan dari masukan seri Din sedangkan bila S1S0 = 01 maka flip-flop D
mendapat masukan dari masukan seri Din
Register Geser dalam bentuk rangkaian terpadu skala menengah (MSI) se-perti diuraikan di atas dapat diperoleh di
pasaran, misalnya yang disebut "4-bit Bidirectional Universal Shift Register" tipe 74194 sudah diperlengkapi dengan
semua kemudahan: geser kanan, geser kiri, bersihkan (clear), muati (load), dan diam (tidak berubah).
2. Melalui satu bus data 4 bit dikirimkan data 8 bit dalam dua kali pengiriman. Data ini akan disimpan di memori 8
bit dengan penulisan 8 bit sekaligus. Gambarkan-lah diagram blok hubungan pemalang, yang digunakan untuk
memalang data kriman pertama, dengan memorinya.
3. Rencanakanlah suatu penggeser 4 bit yang dapat melakukan penggeseran baik ke kiri maupun ke kanan. Setiap
dilakukan penggeseran ke kanan, keadaan flip-flop yang paling kiri dibuat berharga 0 dan pada penggeseran ke
kiri, keadaan flip-flop yang paling kanan dibuat berharga 0. Pergunakanlah :
a. Flip-flop RS
b. Flip-flop D
4. Rencanakanlah register 4 bit dengan menggunakan flip-flop JK yang setiap diberikan pulsa penabuh kepadanya
harga yang dikandung oleh ke-4 flip-flop-nya akan ditambah 5 dengan catatan bahwa harga yang dapat
disimpannya tidak lebih dari 9, bila lebih dari 9 keadaannya kembali menjadi 0. Jadi, kalau saat se-belum
dikenakan pulsa keadaannya berharga N, 0 (0000) ≤ N ≤ 9 (1001), setelah penabuhan keadaannya menjadi N + 5.
5.Rencanakanlah register geser "cyclic" 4 bit dengan masukan paralel yang meng-geser isi flip-flopnya sebanyak 2
posisi setiap muncul penabuh.
9
ANALISIS RANGKAIAN BERURUT
Seperti telah disebutkan dalam bab sebelumnya, selain oleh sinyal-sinyal masukan, keluaran rangkaian berurut
(sequential) pada suatu saat juga ditentukan oleh keadaan keluarannya pada saat sebelumnya. Kalau tabel kebenaran
rangkaian kombinasi terdiri atas kombinasi masukan dan keluaran saja, maka tabel kebenaran rangkaian berurut
tersusun atas masukan, keadaan-sekarang, dan keadaan-berikut-nya. Karena tabel kebenaran rangkaian berurut lebih
bertitik berat pada keadaan maka tabel kebenaran itu disebut Tabel Keadaan (State Table). Dalam pembahasan
keadaan rangkaian berurut harus dibedakan antara keadaan rangkaian secara kese-luruhan dan keadaan elemen-
elemen pengingat dalam rangkaian itu. Keadaan masing-masing elemen pengingat dalam rangkaian berurut adalah
keluaran elemen bersangkutan dan disebut "keadaan internal" sedangkan keadaan rangkaian se-cara keseluruhan
merupakan gabungan dari pada keadaan semua elemen peng-i-ngatnya (keadaan internal). Keluaran rangkaian
berurut pada umumnya merupa-kan kombinasi dari pada keadaan internal yang diperoleh melalui rangkaian kom-
binasi.
Dipandang dari pengaruh masukan luar terhadap keluarannya, rangkaian berurut dibedakan atas 2 macam, yaitu:
- rangkaian (mesin) Mealy dan
- rangkaian (mesin) Moore.
Dalam rangkaian Moore keluaran hanya tergantung atas keadaan internal, tanpa dipengaruhi secara langsung oleh
masukan luar. Dalam hal ini, masukan luar hanya mempengaruhi keluaran melalui perubahan keadaan internal, tanpa
hu-bung-an yang eksplisit. Dalam rangkaian Mealy, keluaran merupakan kombinasi dari keadaan internal dan
masukan luar secara eksplisit, artinya keluaran merupakan fungsi dari masukan luar secara eksplisit.
Kedua macam rangkaian ini membutuhkan analisis yang sedikit berbeda. Analisis rangkaian berurut merupakan
analisis perubahan keadaan dan keluaran rangkaian terhadap semua perubahan masukan. Analisis ini dapat dilakukan
melalui penjejakan perubahan sinyal keadaan dan keluaran dalam diagram waktu dan dapat pula melalui penjejakan
perubahan keadaan dan keluaran dalam tabel keadaan (state table, transition table) atau diagram keadaan (state
graph). Analisis dengan diagram waktu hanyalah sesuai untuk rangkaian kecil-kecil saja sedangkan untuk rangkaian
yang besar lebih mudah bila menggunakan tabel keadaan atau diagram keadaan. Metoda diagram waktu dapat
dilakukan seperti penjejakan sinyal flip-flop dalam Bab 6, dan tidak akan dibicarakan lebih lanjut. Dalam bab ini
akan dibahas hal-hal yang ber-hubungan dengan metoda analisis menggunakan tabel dan diagram keadaan.
terminal penabuh pada gambar tersebut diberi lingkaran kecil untuk menunjukkan bahwa penabuhan terjadi oleh
pulsa negatif, yaitu pada saat terjadi-nya perubahan penabuh dari aras tegangan positif ke nol (perubahan dari logika
1 ke 0). Ini berarti bahwa keadaan masing-masing flip-flop hanya berubah pada saat perubahan negatif pulsa penabuh.
Untuk flip-flop RS yang ditunjukkan pada Gambar 9.1 di atas, persamaan masukan dan keluarannya dapat diperoleh
sebagai berikut:
Dapat dilihat dari persamaan keluaran di atas bahwa rangkaian ini adalah rangkaian Mealy. Dengan diperolehnya
persamaan masukan semua flip-flopnya, maka perilaku (behaviour) rangkaian, yaitu perubahan keadaan dan
keluarannya untuk setiap masukan, sudah dapat dianalisis.
CP
A B
(a )
x
B A
x
B A
x
x A z
A B B
x
A B
CP
(b)
Gambar 9.1. Rangkaian berurut contoh
Dalam beberapa kasus, persamaan keadaan ini masih dapat disederhanakan. Untuk persamaan keadaan di atas,
misalnya, dapat dipetakan dalam peta Karnaugh seperti pada Gambar 9.2.
Dengan menggunakan persamaan keadaan ini dapat ditentukan keadaan-berikut masing-masing flip-flop dalam
rangkaian untuk setiap masukan luar.
AB AB
x 00 01 11 10 x 00 01 11 10
0 1 0 1 1 1
1 1 1 1 1 1
A+ B+
+ +
A = AB + B x + Ax B = x A + x B + AB
Gambar 9.2. Peta Karnaugh untuk persamaan keadaan flip-flop Gambar 9.1
Keluaran yang dican-tumkan pada tabel keadaan untuk mesin Mealy adalah keluaran setelah penabuhan sedangkan
dalam mesin Moore, keluaran itu adalah keluaran untuk keadaan-sekarang (sebe-lum penabuhan). Bila keluaran
rangkaian diambil secara langsung dari keluaran flip-flop, kolom keluaran dapat dihilangkan dari tabel keadaan.
Bila rangkaian berurut itu mempunyai keadaan awal tertentu, maka tabel keadaannya dimulai dengan keadaan awal
itu. Bila rangkaian berurut itu mempu-nyai lebih dari satu keadaan awal yang mungkin, maka tabel keadaan dapat
dimu-lai dengan memilih salah satu keadaan awal tersebut. Tetapi bila rangkaian berurut itu sama sekali tidak
mempunyai keadaan awal tertentu, maka tabel keadaan dapat dimulai dengan sembarang keadaan awal.
Tabel Keadaan suatu rangkaian berurut dapat dibuat dengan menentukan keadaan-berikut dan keluaran untuk setiap
kombinasi keadaan-sekarang dengan masukan, berdasarkan persamaan keadaan dan persamaan keluaran.
Untuk rangkaian Gambar 9.1, keadaan-berikut ditentukan dengan mengguna-kan persamaan keadaan yang telah
dirumuskan sebelumnya, yaitu:
+
A = (A + B) x + A B
+
B = (A + B) x + A B
dan keluaran ditentukan dengan menggunakan persamaan:
z=A Bx
Karena dalam rangkaian ini ada 2 flip-flop, maka ada 4 kemungkinan ke-adaan sekarang dan karena ada hanya 1
masukan maka ada 2 kemungkinan keada-an masukan sehingga untuk setiap keadaan-sekarang ada 2 kemungkinan
keadaan-berikut dan 2 kemungkinan keadaan keluaran.
+ + +
Perhatikan dari rumus di atas bahwa untuk x = 0, A = AB, B =(A+B) + AB = A+B dan untuk x= 1, A = A+B+AB
+
= A+B, B = AB. Juga perhatikan bahwa ke-luaran y= ABx akan berkeadaan 1 hanya bila AB= 01 dan x= 1.
Kenyataan-kenya-taan ini sangat membantu dalam penyusunan tabel keadaan rangkaian.
Kita andaikan bahwa keadaan awal adalah AB= 00, yaitu A= 0 dan B= 0. Bila pada keadaan ini diberikan masukan x
+ +
= 0, maka dari persamaan keadaan di atas diperoleh keadaan-berikut A B = 00, tidak ada perubahan keadaan.
+ +
Tetapi bila x= 1, maka penabuh berikutnya akan membuat rangkaian berkeadaan A B = 10. Ke-luaran untuk
keadaan awal ini, z = 0 baik untuk x = 0 maupun untuk x = 1.
+ +
Bila pada keadaan AB= 01 diberikan masukan x= 0, keadaan-berikut akan menjadi A B = 01, dan bila x= 1, maka
+ +
keadaan-berikut adalah A B = 00 dengan keluaran z=1. Dengan cara yang sama, keadaan-berikut dan keluaran
untuk dua keadaan-sekarang yang lain dapat ditentukan. Ini ditunjukkan dalam tabel keadaan Gambar 9.3. Dari tabel
keadaan ini sebenarnya sudah dapat diketahui dengan jelas perilaku rangkaian.
Perhatikan bahwa urut-urutan perubahan keadaan rangkaian dapat ditelusuri dari diagram keadaan lebih mudah
dibandingkan dengan menggunakan tabel keadaan yang mengurutkannya berdasar nomor urut keadaan.
Bila keluaran dibuat tidak tergantung masukan secara langsung, yaitu dengan menghilangkan masukan x pada
gerbang keluaran pada Gambar 9.1, maka keluar-an hanya fungsi daripada A dan B, yaitu: z = A B, dan z = 1
hanya dalam
keadaan AB= 01. Dalam hal ini, kita akan memperoleh mesin Moore. Tabel keadaan akan sama dengan tabel
keadaan mesin Mealy sebelumnya dengan perubahan pada kolom keluaran, seperti ditujukkan pada Gambar 9.5(a).
Diagram keadaan mesin Moore ini ditunjukkan pada Gambar 9.5(b).
Perhatikan bahwa pada mesin Moore, keadaan-sekarang dalam lingkaran (yang di nyatakan dengan kode-kode biner
di atas garis) disertai oleh keluaran un-tuk keadaan bersangkutan (di bawah garis datar) dan garis panah perubahan
keadaan hanya disertai keadaan masukan, tanpa keluaran. Dalam diagram keadaan, baik mesin Moore maupun mesin
Mealy, harga keadaan-sekarang dalam lingkaran sering dinyatakan hanya dengan nama yang dipilih, misalnya S1,
S2,... dan sete-rusnya.
Dengan selesainya tabel keadaan dan/atau diagram keadaan, maka penjejak-an perubahan keadaan rangkaian berurut
sudah mudah dilakukan.
Dari apa yang telah diuraikan dalam bab ini, dapat dirangkum bahwa analisis rangkaian berurut dengan metoda tabel
keadaan dilakukan sebagai berikut:
1. Dari diagram rangkaian yang dihadapi, rumuskan persamaan masukan masing-masing flip-flop dan persamaan
keluaran rangkaian.
2. Dengan menggunakan persamaan karakteristik flip-flop yang digunakan dalam rangkaian, tentukan persamaan
keadaan rangkaian.
Keadaan Keadaan-berikut
+ +
Sekarang A B Keluaran
AB x=0 x=1 z
00 00 10 0
01 01 00 1
10 11 10 0
11 01 11 0
(a)
(b)
3. Dengan menggunakan persamaan keadaan yang telah diperoleh, tentukan keadaan-berikut masing-masing flip-
flop untuk setiap kemungkinan keadaan masukan, dan susun tabel keadaan rangkaian yang juga mengandung
keadaan ke-luaran untuk masukan yang bersangkutan.
4. Gambarkan diagram keadaan berdasarkan tabel keadaan.
5. Uji diagram dan tabel keadaan itu dengan mencoba sederetan masukan yang mungkin.
Z
J A J B
CK CK
x K A K B
Pulsa Penabuh 1
3. Tentukanlah persamaan keadaan-berikut dan persamaan keluaran rangkaian berikut ini, dan susun tabel
keadaannya.
x
B A
x
B A
x
x A z
A B B
x
A B
CP
CP
10
DESAIN RANGKAIAN BERURUT
Desain rangkaian berurut pada umumnya dimulai dari uraian dengan kata-kata (verbal) tentang perilaku (behaviour) daripada rangk
dibangun. Uraian kebutuhan (spesifikasi) ini dituangkan ke dalam bentuk diagram keadaan atau tabel keadaan. Dalam banyak kasu
diperoleh dalam langkah pertama ini belumlah menghasilkan cacah keadaan yang minimum sehingga masih membutuh-kan penye
Penyederhanaan keadaan dapat dilakukan dengan 2 metoda, metoda pencocokan baris (row matching) atau meto-da peta pasang-an
Berdasarkan kebutuhan cacah keadaan minimum ini, maka cacah flip-flop yang dibutuhkan telah tertentu. Untuk kebutuhan sebany
keadaan, dibutuhkan n buah flip-flop.
Persamaan masukan (eksitasi) masing-masing flip-flop dari jenis yang dipilih dapat diturunkan dari tabel keadaan. Dengan diketah
masukan, maka diagram rangkaian yang diinginkan telah dapat digam-barkan. Tentunya rangkaian yang diperoleh masih perlu diti
melaksanakan spesifi-kasi rancangan.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa walaupun sarana yang diguna-kan sama, yaitu tabel keadaan atau diagram keadaan dan pers
langkah-langkah dalam desain merupakan kebalikan dari pada urutan langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis yang telah di
sebelum-nya. Dalam bab ini akan diuraikan langkah-langkah pembentukan tabel keadaan dan diagram keadaan berdasarkan spesifi
penyederhanaan-nya dan dilanjutkan dengan penentuan persamaan masukan dan realisasinya.
(b)
Keadaan Keluaran
+ +
Keadaan berikut sekarang A B Z
sekarang x=0 x=1 x=0 x=1 ABC x=0 x=1 x=0 x=1
0 5 2 1 0 000 101 010 1 0
1 0 3 0 0 001 000 011 0 0
2 1 4 0 0 010 001 100 0 0
3 2 5 0 0 011 010 101 0 0
4 3 0 0 1 100 011 000 0 1
5 4 1 0 1 101 100 001 0 1
(a) (b)
Dengan menggunakan flip-flop T, maka tabel kebenaran masukan flip-flop dan keluaran dapat disusun seperti pada
masukan dan keluaran untuk pencacah ini diperoleh dari Gambar 10.3 (c) sebagai berikut:
TA= x BC + xA + xB
TB = x AC + xA + BC
TC = x dan Z= xA + x ABC
+ + + TA TB TC
A B C
ABC x=0 x=1 x=0 x=1 x=0 x=1 x=0 x=1
0 101 010 1 0 0 1 1 0
0 0
0 000 011 0 0 0 1 1 0
0 1
0 001 100 0 1 1 1 1 0
1 0
0 010 101 0 1 0 1 1 0
1 1
1 011 000 1 1 1 0 1 0
0 0
1 100 001 0 1 0 1 1 0
0 1
1 xxx xxx x x x x x x
1 0
1 xxx xxx x x x x x x
1 1
(b)
(a)
00 1 1 1 0 00 0 1 0 1 00 1 1 0 0
01 0 0 1 0 01 0 0 0 1 01 1 1 0 0
11 0 x x 1 11 0 x x 1 11 1 x x 0
10 0 x x 1 10 1 x x 1 10 1 x x 0
TA TB TC
TA= x BC + xA + xB TB= x AC + xA + BC TC = x
(c)
Gambar 10.3. Persamaan masukan dan keluaran pencacah pada Gambar 10.1 dengan flip-flop T
10.2 Desain Detektor Urutan
Dalam sistem digital sering dibutuhkan rangkaian logika yang keadaan kelu-arannya tergantung atas urutan masukan
masuk-an yang terakhir saja. Rangkaian demikian disebut detektor urutan (sequence de-tector) yang memberikan ke
menerima deretan masukan yang telah mengikuti pola tertentu, sedangkan untuk pola lain keluaran tetap Z= 0 (atau
sub-bab sebelum-nya tidak disebut detektor urutan karena Z= 1 terjadi bukan diakibatkan telah ter-jadinya suatu pola
masukan tertentu pada keadaan tertentu. Rangkaian demikian banyak dijumpai dalam rangkaian kendali dalam indus
(relay) untuk menutup kontaktor-kontaktor. Contoh lain adalah sistem kunci elektronik yang membuka kuncinya han
kombinasi saklar dalam urutan yang telah diprogram sebelumnya.
Misalkan kita hendak mendeteksi terjadinya deretan 010 pada saluran masuk-an seri suatu register geser. Kita ingink
ditun-jukkan dengan keluaran yang berkeadaan 1 dan pola-pola masukan lain membuat keluaran berkeadaan 0.
Dari spesifikasi soal yang dihadapi dapat kita ketahui bahwa rangkai-an akan memberikan keluaran 1 hanya bila ma
masukan berurut 0 dan 1 sebelumnya. Perhatikan bahwa 0 terakhir dalam suatu pola deretan boleh jadi merupakan 0
berikutnya. Perhatikan juga bahwa menerima dua atau lebih ma-sukan 0 secara berturut-turut sama saja dengan baru
atau lebih 1 secara berturut-turut sama saja dengan belum menerima masukan sama sekali, karana pola dicari mulai
Untuk merancang rangkaian yang dimaksud, kita perlu membuatkan sederet-an masukan contoh yang mengandung p
pola lainnya, dengan mulai dari keadaan belum menerima masukan sama sekali (keadaan reset). Hal ini perlu untuk
sepe-nuhnya apa yang harus dilakukan oleh rang-kaian itu. Untuk soal yang dihadapi ini, kita dapat menggunakan co
disertai keadaan keluaran yang bersesuai.
Input X : 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
Output Z : 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Berbeda dengan soal pencacah yang diuraikan sebelumnya dimana cacah keadaan telah tertentu, dalam soal ini kita t
dalam rangkaian dan berapa sebenarnya flip-flop yang diperlukan untuk mereali-sasikannya. Cacah itu baru akan dik
secara sembarangan kita pilih suatu keadaan tertentu sebagai keadaan awal yang kita namakan S0 dan untuk setiap k
tandai seba-gai keadaan S1, S2, dan seterusnya. Dari spesifikasi soal yang dihadapi dapat diketahui bahwa di -sampin
kita membutuh-kan setidak-setidaknya 3 keadaan yang menandai telah terjadinya masukan pem-bentuk pola yang ak
- telah ada satu masukan 0, Z= 0
- telah terjadi urutan masukan 01, Z= 0 dan
- telah terjadi urutan 010 dan keluaran harus Z= 1
Kita andaikan saja keadaan awal S0 sebagai keadaan sebelum menerima masukan. Bila dalam keadaan ini muncul m
Karena masukan ini mungkin merupakan awal dari pola yang dicari, kita tandai keadaan-berikut akibat masukan ini
saja S1. Bila pada keadaan S0 muncul masukan 1, yang bukan awal pola masukan yang dicari, maka masukan ini dap
berubah keadaan, tetap pada keadaan S0 menantikan masukan 0 awal pola. Perubahan keadaan yang sudah dibicara-
dalam bentuk diagram keadaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.4 (a).
Kalau pada keadaan S1 muncul masukan x= 0, maka keadaan menerima dua 0 sama saja dengan keadaan menerima
keadaan S1. Tetapi bila dalam keadaan ini muncul x= 1, maka telah diterima deret-an 01 yang merupakan awal pola
deretan masukan ini perlu diingat sebagai keadaan baru, kita namakan saja S2. Dengan demikian diagram keadaan k
pada Gambar 10.4 (b).
Kalau pada keadaan S2 muncul masukan x= 1, artinya telah terjadi deretan 011, maka pola yang terjadi bukanlah pol
pola yang dicari, maka masukan berikutnya harus mulai lagi dari 0. Ini berarti bahwa keadaan sesudah deretan 011 i
masukan sama sekali, yaitu S0. Jadi masukan ini membuat keadaan berubah dari S2 menjadi S0. Tetapi bila pada kea
masukan ini melengkapi pola yang dicari sehingga kelu-aran harus z = 1. Pelengkapan pola yang ditutup dengan ma
pola yang dicari berikutnya, yaitu keadaan telah menerima satu 0, yaitu keadaan S1. Jadi, peleng-kapan pola ini juga
Diagram keadaan yang kita peroleh sekarang menjadi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.4 (c).
Setelah menyelesaikan Gambar 10.4 (c), kita perlu menilik ulang apakah semua kombinasi masukan untuk setiap ke
keadaan tersebut. Ternyata dalam Gambar 10.4 (c) tersebut semuanya telah terwa-kili dan diagram tersebut merupak
rangkaian yang dicari. Dari diagram keadaan ini dapat diperoleh data yang diperlukan untuk menyusun tabel keadaa
pada Gambar 10.4(d).
0/0
(a)
(b)
1/0
0/0
0/0
1/0
0/1
1/0
(c)
Keadaan Keluaran
+ +
Keadaan berikut sekarang A B Z
sekarang X=0 X=1 X=0 X=1 AB X=0 X=1 X=0 X=1
S0 S1 S0 0 0 00 01 00 0 0
S1 S1 S2 0 0 01 01 10 0 0
S2 S1 S0 1 0 10 01 00 1 0
(d) (e)
Karena 1 flip-flop mempunyai 2 keadaan dan rangkaian membutuhkan 3 keadaan, maka untuk merealisasikan rangk
sebut saja flip-flop A dan B. Dengan memilih A=B=0 untuk keadaan S0; A=0, B=1 untuk keadaan S1 dan A=1, B=0
pada Gambar 10.4 (d) dapat diubah ke bentuk tabel keadaan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 10.4 (e). Dari t
dapat diten-tukan persamaan masukan masing-masing flip-flop dalam rangkaian. Dengan me-makai flip-flop JK, ma
seperti yang ditunjukkan pada rang-kai-an Gambar 10.5(a) dan rangkaiannya ditunjukkan pada Gambar 10.5(b).
0 0 0 x 0 0 1 1 x 1 0 0 0 x 1
1 0 1 x 0 1 0 0 x 0 1 0 0 x 0
(a)
P
Penabuh
B x 1 x x A x
(b)
Gambar 10.5. Peta keadaan dan rangkaian detektor urutan dengan flip-flop JK
Bila direalisasikan dengan flip-flop T, maka dari Gambar 10.4 dapat dibuat peta masukan dan rangkaiannya seperti d
(b). Perhatikan bahwa rangkaian di atas adalah rangkaian Mealy (keluarannya ditentu-kan oleh masukan bersama-sa
Rangkaian itu dapat juga direalisasikan sebagai rangkaian Moore (keluaran hanya fungsi dari keadaan-sekarang). Di
sama dengan diagram mesin Mealy, bedanya hanya pada penempat-an variabel keluaran dalam diagram.
AB AB
x 00 01 11 10 x 00 01 11 10
0 x 1 0 1 x 1
1 1 x 1 1 1 x
TA = A + B x TB = B x + Bx
= B + x
B B
TB
A
A TA
A x
P
(Penabuh)
(b)
A B x x B
Kalau dalam mesin Mealy keluaran ditempatkan di bawah harga masukan maka pada mesin Moore, keluaran ditemp
dalam ling-karan keadaan. Ini telah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Diagram keadaan rangkaian Moore ditunjukk
Kalau dalam mesin Mealy, masukan 0 pada keadaan S2 akan mengubah kea-daan menjadi S1, dalam mesin Moore p
tidak di-mungkinkan karena keluaran pada S1 adalah 0 sedangkan untuk urutan masukan ini seharusnya Z= 1. Kare
0 pada keadaan S2 harus di arahkan ke keadaan lain yang mem-punyai keluaran z = 1, yaitu S3.
Perhatikan bahwa mesin Moore membutuh-kan 4 keadaan (bandingkan dengan 3 keadaan dalam mesin Mealy). Wal
dibutuh-kan masih sama, yaitu 2. Persamaan masukan flip-flop dan diagram rang-kaiannya tentunya sudah dapat dip
(c).
(a)
+ +
Keadaan Keadaan-berikut Keluaran A B
sekarang x = 0 x = 1 sekarang (Z) A B x=0 x=1 Z
S0 S1 S0 0 00 01 00 0
S1 S1 S2 0 01 01 10 0
S2 S3 S0 0 10 11 00 0
S3 S1 S2 1 11 01 01 1
(c)
(b)
untuk urutan masukan 00, 01, 10, dan 11. Dengan meneruskan urutan-urutan masukan selanjut-nya akan kita peroleh
Tabel 10.1.
Karena pola yang dideteksi terdiri atas deretan hanya 3 masukan, yang ter-lengkapi saat masukan ke-3 muncul dalam
maka kita mendefinisikan keadaan baru cukup untuk meng-ingat sampai deretan 2 masukan berurut. Perhatikan bahw
keadaan-berikut sudah dapat diwakili oleh keadaan untuk 2 masukan. Walaupun tabel diteruskan dengan mendefinis
masukan yang lebih panjang, hasilnya akan sama saja. Masukan 1 pada keadaan telah menerima deratan 10 (keadaan
101. Dalam menunggu masukan berikutnya, keadaan telah menerima deretan 101 ini sama saja dengan keadaan baru
sehingga dalam tabel ditunjukkan bahwa keadaan-berikut setelah menerima masukan 1 pada keadaan F adalah keada
Tabel keadaan ini tentunya belumlah memberikan cacah keadaan yang minimum. Secara sekilas saja dapat dilihat ba
perlu dilakukan penyederhanaan.
Langkah pertama dalam penyederhanaan dengan metoda pencocokan baris adalah menilik keadaan yang potensial (m
keadaan dikatakan potensial sama bila kedua keadaan itu mem-punyai keluaran yang sama untuk semua masukan. D
potensial sama dan mempunyai keadaan-berikut yang sama untuk semua masuk-an. Jadi hanya yang mempunyai kel
dibanding-kan. Biasanya lebih menyenangkan bila kita mulai membandingkan baris terakhir dengan semua baris di a
melakukan pengantian nama keadaan bila diperoleh ada dua keadaan yang sama.
Baris keadaan F dengan keluaran berikut adalah z = 0 dan 1, dan G keluaran berikut adalah z= 1 dan 0, tidak potensi
karena masing-masing mempunyai keluaran yang tidak sama dengan keadaan lain. Karena itu, kedua keadaan ini tak
potensial setara adalah A, B, C, D, E, dan hanya keadaan-keadaan inilah yang perlu diban-dingkan satu dengan lain
Dari tabel awal di Tabel 10.1 di atas segera dapat dilihat bahwa syarat supaya pasangan D dan E sama adalah D≡F d
karena itu pasangan D dan E tidak sama. Syarat supaya C≡E sama adalah F≡F dan G≡G, yang jelas terpenuhi. Karen
dapat dicoret dari tabel serta semua keadaan E sebagai keadaan-berikut di baris lain dapat diganti dengan C seperti y
10 F D E 0 1
11 G F G 1 0
Dari Tabel 10.2(a) segera dapat dilihat bahwa D≡B dan baris D dapat dicoret serta semua keadaan D di baris lain da
keadaan menjadi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10.2 (b).
Dari tabel ini segera lagi terlihat bahwa B≡A dan baris B dapat di-coret, dan diperoleh Tabel 10.2(c). Kesetaraan B≡
yang dapat diperoleh sehingga Tabel 10.2(c) telah merupakan tabel keadaan minimum. Ternyata dari 7 keadaan sem
dipertahankan, yaitu A, C, F dan G seperti yang ditun-jukkan dalam Tabel 10.3.
Kalau tabel keadaan dalam Tabel 10.3 digambarkan diagramnya kita akan mendapat diagram keadaan seperti pada G
dapat dinyatakan oleh 2 flip-flop, maka ke-4 keadaan ini dapat dinyatakan dengan biner 0-3 misalnya A= 00, C= 01,
keadaan ini, maka persamaan masukan flip-flop sudah dapat diturunkan dari tabel keadaan ini.
Tabel 10.2(c). Tabel 10.1 dengan kesetaraan C≡E, D≡B dan B≡A
Urutan Keadaan Keadaan-berikut Keluaran
masukan sekarang x = 0 x = 1 x=0 x=1
reset A B C 0 0
0 B D B E C 0 0 B≡A
1 C F G 0 0
00 D D E C 0 0 D≡B
01 E F G 0 0 E≡C
10 F D E 0 1
11 G F G 1 0
F X X X X X
G X X X X X X
A B C D E F
Gambar 10.9. Peta pasangan detektor urutan 110 dan 101
Dalam peta tersebut, setiap kotak yang mewakili keadaan yang tak potensial sama segera diberi tanda silang (tanda X
dengan F dan A dengan G (keluaran berbeda). Kotak-kotak yang menghubungkan kea-daan yang potensial sama diis
untuk setara. Misalnya, supaya A setara dengan B (A ≡ B) harus dipenuhi B ≡ D dan C ≡ E dan kedua syarat ini diisi
Kotak lain dapat diisi dengan mengacu Tabel 10.1. Perhatikan bahwa kotak-kotak (B,D) dan (C,E) tidak diisi apa-ap
terpenuhi, yaitu syarat D ≡ D dan E ≡ E untuk kesetaraan pasangan (B,D) dan syarat F ≡ F dan G ≡ G untuk ke-se-ta
semua persyaratan kesetaraan (B,D) dan (C,E) dapat dicoret dari kotak lain, misalnya di kotak (A,D) dan di kotak (A
Pengamatan atas peta dapat dilihat bahwa A dan C tidak akan setara karena B ≡ F dan C ≡ G, [kotak (B,F) dan (C,G)
(A,C) sudah dapat diisi tanda X. Begitu juga kotak-kotak (A,E),(B,C), (B,E), (C,D), (D,E) sudah dapat diisi X. Deng
kotak yang tidak setara ini, maka kita akan mem-peroleh peta pasangan baru seperti pada Gambar 10.10. Perhatikan
muncul lagi dalam peta ini. Semua kotak yang tidak diberi tanda X pada peta terakhir ini menunjuk-kan keseta-raan
dengan kotak itu.
C X X
D X
E X X X
F X X X X X
G X X X X X X
A B C D E F
Dari peta terakhir ini dapat disimpulkan bahwa kesetaraan yang terdapat dalam tabel keadaan sebelumnya adalah:
A ≡ D, A ≡ B, B ≡ D atau D ≡ B ≡ A
dan
C≡E
Bila kesamaan ini digunakan untuk menggantikan D dan B dengan A, dan E dengan C, maka Tabel 10.1 sebelumnya
menjadi Tabel 10.3 bila baris D, B, dan E dihilangkan.
Langkah-langkah penentuan keadaan setara dengan metoda tabel penyusun-an/peta pasangan yang diterangkan di ata
1. Bentuk peta pasangan yang terdiri atas kotak-kotak dengan sisi yang merupakan nama keadaan, satu kotak untu
atas diagonal tidak disertakan.
2. Bandingkan setiap pasangan dalam tabel keadaan. Bila keluaran untuk keadaan i dan keadaan j berbeda, maka
yang menyatakan bahwa i ≡ j. Bila keluaran tersebut sama, maka ke dalam kotak (i,j) diisikan syarat kesetaraan p
pair), yaitu m= n, ditulis "m,n", dengan m dan n masing-masing merupakan keadaan-berikut dari-pada keadaan i d
1 C F G 0 0
00 D A C 0 0 buang
01 E F G 0 0 buang
10 F A C 0 1
11 G F G 1 0
3. Telitilah kotak demi kotak dalam peta. Bila kotak (i,j) mengandung pasangan (m,n) sedangkan kotak (m,n) men
kotak (i,j). Bila kotak (m,n) kosong, yang berarti keadaan m setara dengan keadaan n, maka semua syarat kesetara
(bukan disilang/diberi X) sebagai tanda bahwa keseta-raan pasangan tersebut tidak lagi merupakan syarat karena t
4. Bila pada langkah ke-3 masih ada tanda X yang ditambahkan, ulangi langkah ke-3 tersebut sampai tidak ada la
5. Setiap kotak (i,j) yang tidak mengandung X menunjukkan kesetaraan i ≡ j.
Keadaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Rangkaian AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB AB
S0 00 00 00 00 00 00 01 01 01 01 01 01 10 10 10
S1 01 01 10 10 11 11 00 00 10 10 11 11 00 00 01
S2 10 11 01 11 01 10 10 11 00 11 00 10 01 11 00
Keadaan 19 20 21 22 23 24
Rangkaian AB AB AB AB AB AB
S0 11 11 11 11 11 11
S1 00 00 01 01 10 10
S2 01 10 00 10 00 01
Pada umumnya, pertukaran kolom dalam setiap pemilihan kombi-nasi keadaan tidak mengubah harga realisasi (
B, untuk setiap pilihan keadaan). Lebih lanjut, untuk flip-flop simetris RS, JK, dan T, mengkomplemenkan satu at
harga realisasi. Jadi, harga realisasi (00, 01, 10) sama dengan (10, 11, 01), yaitu mengkomplemen-kan kolom A; sam
mengkomplemen-kan kolom B; sama dengan (11, 10, 01), yaitu mengkomplemen-kan kolom A dan kolom B. Untuk
jadi akan membutuhkan tembahan gerbang inverter (NOT). Dengan memanfaatkan sifat-sifat ini, maka cacah coba-c
yang minimal akan sangat dikurangi. Untuk penetapan keadaan dalam Tabel 10.5 di atas, dapat diperoleh kesamaan
1= 3 = 8 = 11 = 14 = 17 = 22 = 24
2= 4 = 7 = 12 = 13 = 18 = 21 = 23 (10.1)
5= 6 = 9 = 10 = 15 = 16 = 19 = 20
Ini berarti bahwa dari ke-24 kemungkinan kombinasi keadaan yang dapat dipilih, kita cukup mencoba dan memilih y
kombi-nasi 1, 2, dan 5.
Untuk melihat pengaruh penetapan keadaan ini, kita perhatikan suatu rang-kai-an berurut dalam Gambar 10.4 di dep
Keadaan Keluaran
Keadaan berikut sekarang
sekarang X=0 X=1 X=0 X=1
S0 S1 S0 0 0
S1 S1 S2 0 0
S2 S1 S0 1 0
Karena adanya 3 keadaan dibutuhkan 2 flip-flop. Tetapi 2 flip-flop juga dapat menyatakan 4 keadaan tanpa menamb
keadaan yang ditunjuk-kan pada Gambar 10.4(b) adalah pemilihan langsung secara berurut-an. Sebenarnya terdapat
penetapan keadaan ini. Dengan menggunakan temuan seperti pada persamaan (10.1) di atas, kita cukup mencoba 3 p
keadaan seperti Gambar 10.11.
+ + Z + + Z
A B A B
AB X=0 X=1 X=0 X=1 AB X=0 X=1 X=0 X=1
00 01 00 0 0 00 01 00 0 0
01 01 10 0 0 01 01 11 0 0
10 01 00 1 0 11 01 00 1 0
(a) (b)
+ + Z
A B
AB X=0 X=1 X=0 Y=1
00 11 00 0 0
11 11 10 0 0
10 11 00 1 0
(c)
Masing-masing pilihan ini akan memberikan persamaan masukan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.12. Dar
merupakan realisasi yang paling murah, membutuhkan 2 gerbang AND 2-masukan dan 1 gerbang NOT, sedangkan p
masukan dan 1 NOT, dan pilihan 3 membutuhkan 1 AND 2-masukan, 1 AND 3-masukan dan 2 gerbang NOT.
AB AB AB
x 00 01 11 10 x 00 01 11 10 x 00 01 11 10
0 0 0 x 0 0 1 1 x 1 0 0 0 x 1 J
A
1 0 1 x 0 1 0 0 x 0 1 0 0 x 0 J
B
+ + Z
A B
(a)
AB AB AB
x 00 01 11 10 x 00 01 11 10 x 00 01 11 10
0 0 0 0 x 0 1 1 1 x 0 0 0 1 x J
1 0 1 0 x 1 0 1 0 x 1 0 0 0 x J
+ + Z
A B
(b)
AB AB AB
x 00 01 11 10 x 00 01 11 10 x 00 01 11 10
0 1 x 1 1 0 1 x 1 1 0 0 x 0 1 J
A
1 0 x 1 0 1 0 x 0 0 1 0 x 0 0 J
B
+ + Z
A B
(c)
Gambar 10.12. Pers. masukan dan keluaran flip-flop JK untuk Gambar 10.11
(a) (S0 ,S1,S2 ) = (00, 01, 10) ; (b) (S0 ,S1,S2 ) = (00, 01, 11)
(c) (S0 ,S1,S2 ) = (00, 11, 01)
Perlu dicatat bahwa pertambahan keadaan dan pertambahan variabel kea-daan (direalisasikan dengan 1 flip-flop) aka
lebih besar dalam pilihan kombinasi keadaan yang mungkin. Sebagai contoh, untuk 3 peubahkeadaan A, B, dan C, d
Bila dari ke-8 keadaan ini digunakan hanya 5 keadaan, maka terdapat 140 macam kombinasi yang mungkin dibentu
beda; bila yang digunakan 6 keadaan, terdapat 420 macam kombinasi yang mungkin diben- tuk dengan 25 pilihan
diguna-kan 7 atau 8 keadaan, terdapat 840 macam kombinasi yang mungkin dibentuk dengan 35 pilih-an keadaan y
keadaan yang berbeda itu akan semakin tajam dengan penambahan keadaan yang digunakan dan peubah (varia-bel)
mencoba semua kombinasi yang mung-kin walau-pun hanya yang berbeda. Untuk membantu penetapan keadaan, da
keberdekatan berikut ini:
1. Keadaan-keadaan yang untuk satu masukan mempunyai keadaan-berikut yang sama hendaknya diberikan ke
2. Keadaan-keadaan yang merupakan keadaan-berikut bagi keadaan yang sama hendaknya diberikan keadaan y
3. Keadaan-keadaan yang mempunyai keluaran yang sama untuk suatu masukan hendaknya diberikan keadaan
digunakan dalam penyederhanaan fungsi keluaran.
Keberdekatan yang dimaksud dalam pedoman di atas adalah keberdekatan seperti pada pemetaan Karnaugh, yaitu ke
variabel. Penentuan keadaan mengikuti pedoman di atas dimulai dengan mencatat semua pasangan-pasangan keadaa
berdekatan menurut pedoman. Keadaan-keadaan itu kemudian digambarkan dalam peta Karnaugh dengan mencoba
keberdekatan yang dituntut. Pe-nempatan keadaan-keadaan ke dalam peta Karnaugh perlu diperhati-kan hal-hal beri
• Mulailah menempatkan keadaan awal di kotak nol.
• Dahulukanlah memenuhi keberdekatan pedoman 1 dan keberdekatan yang lebih banyak dituntut
• Tempatkanlah 3 atau 4 keadaan yang dituntut berdekatan oleh pedoman pada 4 kotak yang berdekatan.
• Gunakanlah pedoman 3 dalam penyederhanaan peta keluaran, tetapi masih harus mendahulukan pedoman 1 dan
Perhatikan, sebagai contoh, tabel keadaan mesin Mealy yang ditunjukkan dalam Tabel 10.6. Dalam soal ini, ada 7 ke
peubah keada-an, kita sebut saja p,q, dan r, dan keluaran kita sebut z. Karena dari kemungkinan 8 keadaan yang dapa
hanya 7 keadaan yang dibutuhkan/digunakan, sebenarnya terdapat 35 kombinasi berbeda (lihat uraian sebelumnya).
menghindarinya kita gunakan pedoman keberdekatan.
Tabel 10.6. Tabel Keadaan Contoh
Keadaan Keluaran Keberdekatan:
Keadaan berikut sekarang
sekarang X=0 X=1 X=0 X=1 1. (A,C,E,G), (A,B,D,F), (D,F), (E,G)
Tuntutan keberdekatan yang disarankan pedoman 1 dan 2 di atas juga ditun-jukkan dalam tabel tersebut. Keberdekat
punyai keadaan-berikut B untuk masukan X= 0, keberdekatan (E,G) karena sama-sama mempunyai keadaan-berikut
keberdekat-an (B,C) karena sama-sama merupakan keadaan-berikut bagi A, keberdekatan (C,D) karena sama-sama m
sete-rusnya.
Untuk keadaan awal, A dapat segera kita pilih A = 000 untuk pqr. Beberapa kemungkinan pilihan keadaan yang mem
dicari dengan menggunakan peta Karnaugh. Perhatikan bahwa keberdekatan (A,C,E,G) dan (A,B,D,F) dari pedoman
sama. Pada Gambar 10.13 ditunjukkan 3 peta yang memenuhi paling banyak keberdekat-an pedoman 1 dan 2, tetapi
dan (B,E) secara keberdekatan.
pq pq pq
r 00 01 11 10 r 00 01 11 10 r 00 01 11 10
0 A C E G 0 A E D 0 A B D F
1 F D B 1 C G B F 1 G E C
pq pq pq
rx 00 01 11 10 rx 00 01 11 10 rx 00 01 11 10
00 B - B B 00 101 --- 101 101 00 --- 1
01 C - G G 01 001 --- 100 100 01 ---
11 E C C C 11 110 001 001 001 11
10 B F F D 10 101 011 011 111 10 1
(a) (b) z = pqx + pqrx
pq pq pq
rx 00 01 11 10 rx 00 01 11 10 rx 00 01 11 10
00 1 - 1 1 00 0 - 0 0 00 1 - 1 1
01 0 - 1 1 01 0 - 0 0 01 1 - 0 0
11 1 0 0 0 11 1 0 0 0 11 0 1 1 1
10 1 0 0 1 10 0 1 1 1 10 1 1 1 1
+ + +
p q r
Dari Gambar 10.14 (c) sudah dapat ditentukan persamaan masukan masing-masing flip-flop. Untuk flip-flop JK, dap
J =qx+ qx J =prx J =p+x
p q r
K =qr + rx K =r+x K =pqx z = pqx + pqrx
p q r
Untuk penetapan keadaan yang lain dapat dilakukan dengan cara yang sama dan dipilih harga rangkaian yang paling
10.12 dengan flip-flop JK di atas dapat dilihat bahwa harga realisasinya adalah 4 AND 2-masukan, 3 AND 3-masuk
masukan, atau total 13 gerbang 31-masukan.
2. Sederhanakanlah tabel keadaan-berikut dalam Tabel S10.2 berikut ini baik secara pencocokan baris mau-pun pe
Tabel S10.2
3. Suatu rangkaian dengan satu masukan dan satu keluaran mempunyai tabel keadaan seperti ditunjukkan Tabel S1
000 tentu-kan keadaan-keadaan yang lain dan tentukan persamaan masukan untuk masing-masing flip-flop dengan
Tabel S10.3
S7 S6 S8 0
S8 S5 S3 1
4. Sederhanakanlah tabel keadaan-berikut dalam Tabel S10.4 berikut ini dengan meng-gunakan tabel pasang-an. R
mengguna-kan:
a. flip-flop D b. flip-flop JK
Tabel S10.4
5. a. Untuk kedua kemungkinan pilihan keadaan (b) dan (c) dalam Gambar 10.13, tentukanlah harga rangkaian
b. Kerjakan ketiga pilihan dalam gambar tersebut jika menggunakan flip-flop D.
c. Cobalah rancang dengan memenuhi keberdekatan (B,C), (C,D), dan (B,E) dan salah satu dari pedoman 1.
Dalam Bab 6 telah disinggung bahwa ditinjau dari terjadinya perubahan keadaannya, rangkaian berurut dapat dibagi atas dua
macam: rangkaian serempak (synchro-nous) dan rangkaian tak-serempak (asynchronous). Semua flip-flop seba-gai elemen
memori dalam rangkaian (berurut) serempak ditabuh oleh sinyal pena-buh (detak, clock) tunggal dan berubah keadaan secara
serempak hanya pada saat munculnya penabuh, dan tidak mengalami perubahan dalam sealng waktu antar dua sinyal
penabuh. Ini sudah diuraikan dalam bab-bab terdahulu.
Berbeda dengan rangkaian serempak, rangkaian tak-serempak, tidak mem-pu-nyai penabuh bersama dan masing-masing flip
flop dalam rangkaian dapat ber-ubah keadaan setiap saat terjadinya perubahan masukan. Perubahan keadaan satu flip-flop
dapat segera diikuti oleh perubahan keadaan flip-flop yang menerima ke-luaran flip-flop ini sebagai masukan. Ini berarti
bahwa setiap perubahan masukan pada satu flip-flop dapat memicu perubahan beruntun di seluruh rangkaian tak-serem-pak.
Kecepatan berubah dari keadaan-sekarang ke keadaan-berikut setiap flip-flop dalam rangkaian dapat berbeda-beda. Ini dapat
membawa rangkaian tak serempak kepada suatu kondisi berpacu (race condition) di mana flip-flop dalam rangkaian itu salin
berpacu (berlomba) dalam berubah. Keadaan-berikut rangkai-an secara keseluruhan akan berbeda untuk setiap urutan
perubahan yang berbeda. Rangkaian dikatakan stabil jika setelah melalui sederetan perubahan, semua flip-flop dalam
rangkaian itu memasuki suatu keadaan yang baru dan berhenti berubah (diam/tetap), artinya keadaan-berikut sama dengan
keadaan sekarang. Kondisi berpacu dapat membawa rangkaian kepada kondisi daur (cycle), yaitu kondisi dimana rang-kaian
itu terus berubah tanpa henti, tanpa keadaan stabil yang baru, setelah menerima satu perubahan masukan. Kondisi berpacu
dapat juga memba-wa rangkaian kepada kondisi berpacu kritis, di mana rang-kaian dapat mengambil salah satu dari beberap
kemungkinan keadaan stabil yang baru. Dalam peran-cangan rangkaian tak serempak, kondisi berpacu ini merupakan hal yan
harus diperhitungkan dengan cermat dan inilah yang membuat perancangan itu lebih sulit dari pada yang serem-pak.
SA= x1 x2 SB= x1 x2
RA= x1 x2 RB= x1 x2
(11.2)
Z1 = A B + x1 (A + B) Z2 = A B + x2 (A + B )
Dari persamaan karakteristik flip-flop RS yang telah diuraikan dalam Bab 6, dapat diturunkan persamaan keadaan-berikut
rangkaian:
(11.3)
+
A = SA + RA A = x1 x2 + (x1 + x2) A
+
B = SB + RB B = x1 x2 + (x1 + x2) B
Dengan menggunakan persamaan terakhir ini, pers. (11.3), jika salah satu masukan ber-u-bah dalam keadaan internal tertentu
keadaan-berikut dapat segera ditentukan. Misalnya, dalam kondisi keadaan total x1x2AB= 0000, yaitu keadaan internal AB=
00 dan keadaan masukan x1x2= 00, maka keadaan-berikut dapat diperoleh A+= 0 dan B+= 0 atau A+B+= 00. Untuk kondisi in
keadaan keluaran juga dapat ditentukan dengan menggunakan pers. (11.2) dan menghasilkan Z1= 0 dan Z2= 1. Untuk keadaa
internal AB= 01 dan masukan x1x2= 00, akan diperoleh keadaan-berikut A+= 0 dan B+= 1 atau A+B+= 01, dan keluaran Z1=
dan Z2= 0. Dengan cara serupa dapat ditentukan keadaan-berikut dan keluaran untuk setiap kombinasi masukan dan keadaa
sekarang. Ini ditabulasi dalam Tabel 11.1 yang
(b)
disebut Tabel Transisi. Perhatikan bahwa untuk beberapa keadaan total, keadaan-internal-berikut sama dengan keadaan-
+ +
internal-sekarang, yaitu A B = AB. Dalam kondisi seperti ini, dikatakan bahwa rangkaian berada dalam keadaan-total-stabi
(stable total state). Keadaan-keadaan total stabil ini ditandai dengan garis bawah dalam Tabel 11.1, seperti pada keadaan tota
x1x2AB= 0000, 0110, 1001, dan lain-lainnya.
Untuk setiap perubahan masukan, rangkaian akan berusaha mencapai keada-an-total-stabil berikutnya. Untuk memudahkan
pelaksanaan analisis dan desain, kita mengambil suatu pengandaian bahwa rangkaian bekerja dalam modus operasi
fundamental, yaitu operasi di mana masukan hanya berubah jika keadaan stabil telah dicapai. Perhatikan keadaan total 0001.
Keadaan-internal berikutnya adalah 01. Ini berarti bahwa keadaan total 0001 adalah keadaan total stabil. Jika dalam keadaan-
total ini masukan berubah menjadi, katakanlah, x1x2= 01, maka sebelum keadaan internal berubah, keadaan-total rangkaian
sudah berubah menjadi x1x2AB= 0101. Dari tabel dapat dilihat bahwa keadaan-internal-berikut adalah A+B+ = 00 yang
menunjukkan bahwa keadaan ini bukan keadaan stabil. Karena itu, keadaan internal akan berubah sehingga keadaan total
menjadi x1x2AB= 0100. Keadaan-internal berikut untuk keadaan-total ini adalah 00. Ini menunjukkan bahwa keadaan-total
0100 ini merupakan keadaan-total stabil dan rangkaian berhenti berubah.
Tabel transisi seperti Tabel 11.1 dapat disajikan dalam bentuk yang lebih ringkas, seperti yang digunakan dalam rangkaian
serempak, seperti ditunjukkan dalam Tabel 11.2. Dalam tabel ini keadaan-total tidak ditunjukkan secara explisit, tetapi
dibentuk dari label kolom dalam keadaan-internal-berikut dan keadaan-sekarang. Perhatikan bahwa Tabel Transisi rangkaian
tak-serempak ini sama dengan Tabel Keadaan untuk rangkaian serempak. Yang membedakan keduanya hanyalah yang
menyebabkan perubahan itu. Kalau perubahan keadaan rangkaian serempak disebabkan oleh munculnya penabuh (detak),
maka pada rangkaian tak-serempak disebabkan oleh perubahan masukan.
Sebagai contoh, keadaan-total x1x2AB= 0110 digambarkan oleh kolom x1x2= 01 dalam kolom keadaan-internal-berikut dan
baris AB= 10 dalam kolom keadaan-sekarang. Keadaan-internal-berikut untuk keadaan-total adalah A+B+= 10. Dalam tabel
ini juga keadaan-internal-berikut ini digaris-bawahi karena keadaan-total yang dibentuknya merupakan keadaan-total stabil.
Untuk membaca tabel ini, perhatikan urutan perubahan x1x2= 01, 11, 10, 00 mulai dari keadaan-total awal x1x2AB= 0000.
Saat masukan beru-bah menjadi 01, keadaan-internal-berikut adalah 00 yang stabil sehingga keadaan-total berubah menjadi
0100 (kolom 01 baris 00). Perubahan masukan berikutnya menjadi 11 membawa keadaan-total menjadi 1100 yang menunjuk
kepada keadaan-internal-berikut 10. Ini memaksa keadaan-internal beru-bah menjadi 10 untuk mencapai keadaan-total 1110
(kolom 11 baris 10) yang stabil. Untuk perubahan menjadi 10 dan 00 secara berturut-turut akan membawa perubahan keadaa
total menjadi:
1110 - 1010 - 1011 - 0011 - 0001. Ini ditunjukkan dengan garis panah dalam Tabel 11.2. Perubahan keluaran juga mengikuti
lintas transisi yang sama dengan yang dijalani oleh keadaan-total.
Tabel Transisi keadaan dan keluaran yang diuraikan di atas dapat juga dipeta-kan dalam peta Karnaugh seperti ditunjukkan
dalam Gambar 11.2.
Gambar 11.2. Peta Karnaugh untuk (a) Transisi Keadaan dan (b) Keluaran
Jika keadaan-internal diberi nama, misalnya S0, S1, S2, ... dan seterusnya, dan keadaan-total diberi nomor urut seperti 1, 2,
3, .. dan seterusnya sampai dengan sejumlah cacah keadaan-total stabil, maka tabel tran-sisi itu disebut tabel keadaan. Ini
ditunjukkan dalam Gambar 11.3.
Perhatikan bahwa dalam tabel alir keadaan-internal, keadaan yang sama di-beri nama yang sama, sedangkan dalam tabel alir
keadaan-total, setiap keadaan-total stabil diberi nomor yang berbeda dan keadaan-total tak stabil diberi nomor yang sama
dengan nomor keadaan-total stabil yang menjadi keadaan-berikut bagi keadaan-total tak stabil tersebut. Sebagai contoh, untu
keadaan-total 1100 keada-an-berikutnya adalah 1110. Karena keadaan-total 1110 sudah diberi nomor 6, maka keadaan-total
1100 yang tidak stabil ini juga diberi nomor 6. Untuk membedakan-nya dari rangkaiaan serempak, tabel keadaan tak
serempak ini disebut juga Tabel Alir (Flow Table).
Gambar 11.4. Peta Karnaugh (a) Tabel Aliran dan (b) Keluaran
Pandanglah keadaan-total 0011 yang merupakan keadaan stabil. Jika dalam keadaan ini masukan berubah menjadi x1x2= 01,
dari peta dapat dilihat bahwa keadaan-berikut adalah 0100. Sebelum flip-flop berubah, keadaan-total adalah 0111. Untuk
mencapai keadaan-berikut 0100 yang dituju, dituntut kedua flip-flop Q1 dan Q2 berubah serentak pada saat yang sama dari 1
menjadi 0. Jika kejadian-nya memang demikian, kedua flip-flop berubah serentak, maka rangkaian secara berturut-turut akan
berubah keadaan menurut urutan: 0011 - 0111 - 0100 - 0110 - 0110. Tetapi tundaan waktu dalam setiap rangkaian flip-flop
belum tentu sama sehingga ada kemungkinan Q1 berubah lebih cepat atau lebih lambat dari Q2.
Jika Q1 berubah lebih cepat dari Q2, maka perubahan keadaan-total dari 0111 menuju 0100 akan melalui keadaan-total 0101.
Keadaan ini menunjuk kepada keadaan-berikut 0100, yang kebetulan sama dengan keadaan-berikut yang dituju sebelumnya,
sehingga rangkaian akan berubah ke keadaan-total 0100. Dari keada-an ini, rangkaian akan berubah ke keadaan-total-berikut
0110 dan stabil dalam ke-adaan itu. Deretan perubahan ini digambarkan dengan garis terus dalam Gambar 11.5(a).
Jika Q2 berubah lebih cepat dari Q1, maka perubahan keadaan-total dari 0111 menuju 0100 akan segera ke keadaan-total 011
yang merupakan keadaan-total stabil, seperti ditunjukkan dengan garis putus dalam Gambar 11.5(a).
Dari uraian ini dapat dilihat bahwa walaupun terjadi perpacuan antara Q1 dan Q2 saat melalui keadaan-total 0100, keadaan
stabil yang dicapai tetap pada keada-an-total yang sama, yaitu 0110. Karena itu, keadaan-total 0100 merupakan kondisi
berpacu tak kritis.
Gambar 11.5. Kondisi berpacu (a) tak kritis dan (b) kritis dan daur.
Tetapi perhatikan kejadian jika dalam keadaan-total 1100 masukan berubah menjadi 00. Masukan ini menuju ke keadaan-
berikut 0011 dari 0000 (keadaan sebelum flip-flop berubah). Jika kedua flip-flop berubah dengan kecepatan yang sama, m
akan dicapai keadaan-total stabil 0011. Tetapi jika Q1 berubah lebih cepat, keadaan 0000 akan berubah melalui 0010 - 001
0011 seperti ditunjukkan dalam Gambar 11.5(b). Sebaliknya, jika Q2 berubah lebih cepat, keadaan 0000 akan berubah
menjadi 0001 dan segera stabil dalam keadaan ini. Jadi, perubahan keadaan-total melalui 0000 menuju kepada keadaan sta
akhir yang berbeda. Ini berarti bahwa keadaan-total 0000 merupakan kondisi berpacu kritis.
Selanjutnya, perhatikan keadaan-total 0110 yang merupakan keadaan stabil. Jika dalam keadaan ini masukan berubah men
11, maka keadaan-total akan berubah menjadi 1110. Dari peta dapat dilihat bahwa keadaan-berikut adalah 1111. Keadaan
transisi ini menunjuk ke keadaan-berikut 1101 yang selanjutnya menun-juk ke keadaan-berikut 1110. Keadaan ini malahan
kembali menunjuk ke keadaan-berikut 1111 semula. Jadi terjadi urutan: 0110 - 1111 - 1101 - 1110 - 1111 - 1101 - secara
bolak-balik. Ini berarti bahwa rangkaian memasuki kondisi daur (cycle). Kondisi ini juga digambarkan dalam Gambar 11.5
Sebenarnya, rangkaian serempak yang disajikan dalam Tabel 11.3 mem--punyai 3 keadaan-total tak-stabil yang kritis yang
ditandai dengan segi-4 dan 1 yang tidak kritis yang ditandai dengan segi-6 dalam Gambar 11.4. Kondisi berpacu tak kritis
tidak mempe-ngaruhi kerja sistem. Tetapi kondisi berpacu kritis dan daur harus dihindarkan dan dicegah dalam perancang
(desain). Ini dapat dilakukan dengan menambahkan tundaan waktu kepada rangkaian atau dengan melakukan “Penetapan
Keadaan” (State Assignment) yang semestinya sehingga perubahan keadaan dua atau lebih flip-flop tidak terjadi secara
bersamaan.
11.3 Desain Rangkaian Tak Serempak
Pola desain rangkaian tak serempak serupa dengan pola yang dilaksanakan da-lam desain rangkaian serempak: penyajian
masalah yang diuraikan dalam kata-kata (verbal) ke dalam bentuk tabel alir, penyederhanaan tabel alir, penetapan ke-adaan
(state assignment) dan penggambaran rangkaian realisasi. Perbedaan yang sangat menyolok ter-da-pat pada penyederhanaa
tabel alir (tabel keadaan dalam hal rang-kaian serem-pak). Kalau tujuan utama penyederhanaan dalam perancangan rang-k
serem-pak adalah memini-malkan cacah keadaan (yang berarti juga mini-misasi komponen/elemen logika), maka dalam
rangkaian tak serempak diuta-makan pen-cegahan terjadinya kondisi berpacu kritis sedangkan minimisasi ele-men logika
merupakan sasaran kedua.
Untuk menyederhanakan pembahasan desain, rangkaian yang akan diuraikan dalam sub-bab ini dibatasi pada rangkaian da
modus operasi fundamental, di mana masukan berubah hanya jika rangkaian berada dalam keadaan stabil, dan pada setiap
hanya satu masukan yang boleh berubah.
Jika dari keadaan stabil 2 , masukan berubah dari 01 menjadi 11, kea-daan berubah ke keadaan 4 . Per-ubahan masukan
tidak diperkenankan. Deretan ini tidak akan membentuk urutan yang dicari.
Jika dari keadaan stabil 3 , yang merupakan awal urutan dicari, masukan berubah dari 10 menjadi 11 sehingga membentuk
deretan masukan 00-10-11, yang merupakan bagian dari deretan yang dicari, keadaan berubah menjadi keadaan 5 y
dibe-dakan dari keadaan 4 yang tidak menuju kepada deretan yang dicari. Setiap perubahan masukan menjadi 00, baik da
keadaan 2 maupun dari keadaan 3 atau keadaan yang lain, akan mereset rangkaian kembali kepada keadaan 1 .
Jika dari keadaan 4 , masukan berubah dari 11 menjadi 10, yang mem-bentuk urutan 00-01-11-10, keadaan berubah ke ke
daan 6 , yang harus dibeda-kan dari keadaan 3 yang merupakan awal deretan yang dicari. Tetapi jika masuk-an berubah
menjadi 01, urutan 00-01-11-01 yang terbentuk, yang tetap bukan bagian dari urutan yang dicari, sama saja dengan meneri
Perubahan masukan dari 10 menjadi 11 dalam keadaan 7 , yang memben-tuk urutan 00-10-11-10-11 mempertahankan
keluaran tetap Z= 1. Keadaan ini berbeda dengan kea-daan 5 yang memberikan keluaran Z= 0, dan kita ingat seba-gai kea
daan 8 . Begitu juga perubahan masukan dari 11 menjadi 01 dari keadaan stabil 8 ini harus dibedakan dari kea-daan 2
yang memberi masukan Z= 0, dan kita ingat seba-gai kea-daan 9 . Tetapi perubahan masukan menjadi 11 dari keada-an
membuat rangkaian kembali ke keadaan 8 yang sudah didefinisi--kan sebelumnya. Dengan didefinisikannya keadaan stabi
9 , lengkaplah sudah tabel alir primitif yang ditunjukkan dalam Tabel 11.4. Perhatikan bahwa sekali keluaran berkeadaan 0
akan tetap berkeadaan 0 sampai rangkaian direset kembali dengan masukan 00.
Perhatikan juga bahwa di samping mempunyai hanya satu keadaan stabil pada setiap barisnya, dalam tabel alir primitif ini
setiap keadaan transisi menunjuk kepada keadaan stabil pada kolom (masukan) yang sama. Tabel alir primitif dalam Tabel
11.4 dapat juga digambarkan dalam bentuk diagram alir seperti ditunjukkan dalam Gambar 11.6
Keadaan x1 x2 Keluaran
Sekarang Z
00 01 11 10
1 1 2 - 3 0
3 1 - 5 3 0
Baris-baris 2, 4, dan 6 tidak mempunyai pertentangan dan dapat bergabung membentuk gabungan
(2,4,6) 1 2 4 6 0
(7,8,9) 1 9 8 7 1
Penggabungan baris-baris yang kompatibel dalam Tabel 11.4 akan mengha-silkan tabel disederhanakan yang ditunjukkan
dalam Tabel 11.5.
Keadaan x1 x2 Keluaran
Sekarang Z
00 01 11 10
(1,3) 1 2 4 3 0
(2,4,6) 1 2 4 6 0
5 - 2 5 7 0
(7,8,9) 1 9 8 7 1
Untuk memudahkan pemilihan baris yang boleh digabungkan, dapat diguna-kan diagram penggabungan (merger diagram)
yang menggambarkan kompatibili-tas baris-baris dengan garis penghubung. Setiap keadaan digambarkan sebagai satu sim
dan setiap pasang simpul yang kompatibel dihubungkan dengan garis penghubung.
Pembandingan baris 1 dengan baris 2 sampai dengan 9 menunjukkan bahwa baris 1 kompatibel dengan baris 2 dan baris 3
atau (1,2) dan (1,3). Pembandingan baris 2 dengan baris 3 sampai dengan 9 menunjukkan bahwa baris 2 kompatibel denga
baris 4 dan 6 atau (2,4) dan (2,6). Pembandingan selanjutnya menunjukkan bahwa baris 4 juga kompatibel dengan baris 6
sehingga gabungan-gabungan (2,4) dan (2,6) dapat lagi digabung menjadi gabungan (2,4,6) yang dalam Gambar 11.7
dilingkupi oleh garis tertutup. Baris 4 dan 7 tidak kompatibel karena keluaran-nya yang berbeda. Baris 5 ternyata tidak
kompatibel dengan baris mana pun juga. Setelah melakukan pembandingan semua baris, akan diperoleh gabungan-gabung
(1,3), (2,4,6), (7,8,9).
Pada umumnya, penyederhanaan tabel alir dengan penggabungan baris memberikan cacah baris yang lebih minimal jika
rangkaian tak-serempak digam-barkan sebagai mesin Mealy. Khusus untuk rangkaian tak serempak, tabel alir mesin Mealy
dapat diperoleh dari tabel alir mesin Moore dengan konversi sebagai berikut: keluaran untuk keadaan-total stabil dalam ta
alir Mealy di ambil dari harga keluaran dalam baris yang sesuai dalam tabel alir Moore sedangkan semua keluaran untu
keadaan tak-stabil lain diisi dengan tanda tak tentu “-”.
Keluaran “tak-tentu” ini akan ditentukan kemudian setelah tabel alir Mealy ini disederhanakan dan keadaan rangkaian
dipilih. Keluaran untuk setiap keadaan-total stabil ikut menggantikan keluaran pada kolom yang berga-bung.
Tabel alir Mealy untuk tabel alir Moore Tabel 11.4 dapat diperoleh seperti di-tunjukkan dalam Tabel 11.6. Perhatikan bah
hanya satu kolom keluaran yang ditentukan untuk setiap baris, sedangkan kolom-kolom lain ditandai dengan “-”.
00,01,11 4 - 2 4 6 - - 0 -
00,10,11 5 - 2 5 7 - - 0 -
00,01,11,10 6 1 - 4 6 - - - 0
00,10,11,10 7 1 - 8 7 - - - 1
00,10,11,10,11 8 - 9 8 7 - - 1 -
00,10,11,10,11,01 9 1 9 8 - - 1 - -
Penggabungan baris dalam tabel alir mesin Mealy dapat dilakukan seperti pada mesin Moore. Keluaran untuk setiap keada
stabil-total ikut menggantikan keluaran pada kolom yang berga-bung, seperti ditunjukkan pada Tabel 11.7.
Keadaan x1 x2 x1 x2
Sekarang
00 01 11 10 00 01 11
10
(1,3) 1 2 5 3 0 - - 0
(2,4,6) 1 2 4 6 - 0 0 0
5 - 2 5 7 - - 0 -
(7,8,9) 1 9 8 7 - 1 1 1
Keadaan-berikut Keluaran Z
(b) x1 x2 x1 x2
00 01 11 00 01 11
Baris 10 10
A A B C A 0 - - 0
B A B B B - 0 0 0
C - B C D - - 0 -
D A D D D - 1 1 1
Dari tabel alir ini dapat dilihat bahwa B dan C merupakan keadaan-berikut bagi keadaan-internal (baris) A, yaitu untuk kol
masukan 01 dan 11. Dikatakan bahwa keadaan-internal B dan C berdekatan dengan (adjacent to) keadaan-internal A, dan
karena itu, dalam diagram keberdekatan, keadaan B dan C dihubungkan dengan keadaan A seperti ditunjukkan dalam diag
keberdekatan Gambar 11.8 (b). Sebaliknya, A juga merupakan keadaan-berikut bagi B dan D sehingga A juga berdekatan
dengan B dan dengan D. Untuk baris C, B dan D merupakan keadaan-berikut bagi C, jadi berdekatan dengan keadaan-inte
C. Perhatikan bahwa walaupun hanya 2 keadaan, yaitu B dan C, yang berdekatan dengan A, diagram keberdekatan
menunjukkan adanya 3 keadaan yang berdekatan dengan A. Ini disebabkan karena A juga berdekatan dengan B dan D.
Hubungan-hubungan ini juga menunjuk-kan transisi yang harus dilalui untuk perubahan masukan yang terkait. Misalnya,
keberdekatan B dan C dengan keadaan A menunjukkan adanya transisi dari A ke B (pada kolom masukan 01) dan dari A
C (pada kolom masukan 11); keberdekatan A dengan keadaan B dan D menun-jukkan adanya transisi dari B ke A dan tran
dari D ke A (pada kolom masukan 00) seperti ditunjukkan oleh panah dalam Gambar 11.8 (a).
Dari segi pengkodean, pengkodean biner setiap keadaan dalam mesin dengan N keadaan membutuhkan n= 2log N peubah
(variabel) keadaan yang masing-masing dapat direalisasikan dengan satu flip-flop. Setiap kode keadaan dalam mesin deng
N peubah keadaan mempunyai maksimum n kode yang berdekatan. Untuk mesin 4 keadaan seperti mesin di atas, dibutuhk
2log 4= 2 peubah keadaan dan untuk setiap kode mempunyai maksimal 2 kode yang berdekatan. Kode 00, misal-nya,
berdekatan dengan kode 01 dan 10, kode 10 berdekatan dengan kode 00 dan 11, dan sebagainya.
Untuk mesin 4 keadaan dengan 2 peubah keadaan seperti mesin di atas, penetapan keadaan dapat dilakukan seperti pada
dalam Gambar 11.9(a), yaitu Q1Q2= 00 untuk keadaan A, 01 untuk keadaan B, 11 untuk keadaan C, dan 10 untuk keadaan
Jelas di sini bahwa A dan C tidak berdekatan.
0 1
0 A D
1 B C
(b)
Karena penetapan keadaan dilakukan dengan menggu-nakan hanya 2 peubah, maka untuk masing-masing keadaan hanya 2
keadaan lain yang dapat berdekatan. Keberdekatan keadaan A dengan 3 keadaan B, C, dan D dan keberdekatan keadaan C
dengan 3 keadaan A, B, dan D yang dituntut dia-gram keberdekatan tidak dapat dipenuhi. Ini juga akan jelas kelihatan den
menggambarkan peta Karnaugh keadaan yang dipilih seperti ditunjukkan dalam Gambar 11.9(b). Perhatikan bahwa peruba
keadaan-internal dari A ke C atau sebaliknya mem-butuhkan perubahan harga 2 peubah keadaan. Penetapan keadaan ini ak
mem-berikan kondisi berpacu kritis.
Perhatikanlah keadaan A di kolom 10 (keadaan-total 1000) dan misalkan masukan berubah menjadi 11. Tabel alir
menunjukkan bahwa keadaan-berikut adalah C (11) yang berarti bahwa keadaan berubah dari 00 menjadi 11. Jika Q1 dan Q
berubah bersamaan maka perubahan keadaan 1000 - 1100 - 1111 akan segera mencapai keadaan-berikut stabil C . Jika Q1
berubah mendahului Q2, keadaan ber-ubah dari 1000 - 1100 - 1110 dan stabil di D . Tetapi jika Q2 berubah mendahului Q
keadaan berubah dari 1000 - 1100 - 1101 dan stabil di B . Dari sini dapat dilihat bahwa mesin ini mempunyai kondisi berp
kritis. Untuk mesin tersebut, tidak ada penetapan keadaan dengan 2 peubah keadaan tanpa kondisi berpacu yang dapat
dilakukan.
Pada umumnya, jika keadaan yang berdekatan dengan setiap keadaan dalam suatu mesin tidak lebih besar dari cacah
peubah keadaan, pada umum-nya dapat dipilih penetapan keadaan yang akan menjamin tidak akan terjadi kondisi berpac
Tetapi ini tidak berarti bahwa keberadaan keberdekatan yang lebih besar dari cacah peubah keadaan selalu akan memberik
kondisi berpacu kritis. Perhatikan mesin dengan tabel alir seperti pada Gambar 11.10(a) yang mem-punyai diagram
keberdekatan yang tepat sama dengan mesin pada Gambar 11.9 seperti diulangi pada Gambar 11.10(b). Dalam hal ini, tida
akan terjadi kondisi berpacu kritis. Perhatikanlah keadaan C di kolom 10 (keadaan-total 1011) dan misalkan masukan
berubah menjadi 00. Tabel alir menunjukkan bahwa keadaan-berikut adalah A (00) yang berarti bahwa keadaan berubah d
11menjadi 00. Jika Q1 dan Q2, berubah bersamaan maka perubahan keadaan 1011 - 0011 - 0000 akan segera mencapai-
berikut keadaan stabil A . Jika Q1 berubah mendahului Q2, keadaan ber-ubah dari 1011 - 0011 - 0001 - 0000 dan stabil di
A . Jjika Q2 berubah mendahu-lui Q1, keadaan berubah dari 1011 - 0011 - 0010 - 0000 dan stabil di A . Dari sini dapat
dilihat bahwa walaupun mesin ini mempunyai kondisi berpacu, tetapi tidak kritis. Jadi keberadaan keberdekatan yang lebih
besar dari cacah peubah keadaan mungkin saja tidak akan memberikan kondisi berpacu kritis.
Keadaan-berikut Keluaran Z
(b) x 1 x2 x1 x2
00 01 11 00 01 11
Baris 10 10
A A D D C 0 - - -
B A B C C - 0 - -
C A D C C - - 0 0
D A D C C - 1 - -
(a)
Gambar 11.10. Mesin Contoh. (a) Tabel Alir, (b) Diagram Keberdekatan
Kondisi berpacu kritis pada umumnya dapat dihindarkan dengan menam-bahkan baris (keadaan) perantara di antara dua ba
Ini berarti bahwa transisi dari satu baris ke baris lainnya dibelokkan ke baris perantara tersebut. Dengan penam-bahan kead
ini, untuk semua keadaan yang berdekatan dalam diagram keber-dekatan ditetapkan kode biner yang berbeda hanya satu
peubah. Penambahan keadaan ini boleh jadi akan menaikkan cacah peubah keadaan, boleh juga tidak.
Untuk Gambar 11.9, sebagai contoh, dapat ditambahkan dua keadaan peran-tara E dan F, seperti ditunjukkan pada diagram
keberdekatan Gambar 11.11(a). Ini berarti bahwa rangkaian yang semula dengan 4 keadaan yang membutuhkan 2 peubah
berubah menjadi 6 keadaan dengan 3 peubah.
00 01 11 10
(b) A B E
1 C F D
x1 x2 x1 x2
Q1Q2Q3
Baris
00 01 11 10 00 01 11 10
0 0 0 A A B C A 0 - - 0
0 1 0 B A B B B - 0 0 0
0 0 1 C - F C D - - 0 -
1 0 1 D E D D D - 1 1 1
1 0 0 E A - - - - - - -
0 1 1 F - B - - - - - -
Gambar 11.11(b). Tabel alir dengan penetapan keadaan tersebut ditun-jukkan dalam Gambar 11.11(c). Perhatikan bahwa
semua transisi membutuhkan hanya satu peubah keadaan yang diperlukan sehingga kondisi berpacu kritis tidak akan timbu
Contoh mesin yang digambarkan dengan Tabel Alir Tabel 11.8 akan lebih menjelaskan metoda ini [fungsi keluaran
diabaikan]. Karena ada 4 keadaan-stabil (N= 4), maka dengan menggunakan langkah pertama di atas dapat ditetapkan
keadaan-stabil sebagai: S1= A= 0001, S2= B= 0010, S3= C= 0100 dan S4= D= 1000.
Tabel 11.8. Tabel Alir Contoh
Keadaan-berikut
Keadaan. x1 x2
Sekarang
00 01 11 10
A A D C A
B A B D B
C D B C A
D D D D B
Dengan menggunakan langkah kedua, keadaan transisi dari baris A: ke baris D (pada kolom 01) adalah S14= 1001, ke bari
(pada kolom 11) adalah S13= 0101; dari baris B: ke baris A (pada kolom 00) adalah S21 = 0011, ke baris D (pada kolom 1
adalah S24= 1010; dan seterusnya (lihat Tabel 11.9).
Keadaan-berikut untuk keadaan transisi ditentukan dengan menggunakan langkah ketiga:
baris 0011: transisi dari baris 2 ke baris 1di kolom 00, keadaan-berikut adalah 0001 (keadaan baris 1); d
kolom lain tidak tentu.
baris 0101: transisi dari baris 1 ke baris 3 di kolom 11, keadaan-berikut adalah keadaan baris 3, S3
yaitu 0100;
transisi dari baris 3 ke baris 1 di kolom 10, keadaan-berikut adalah keadaan-berikut keadaan baris
yaitu 0001;
di kolom lain tidak tentu.
baris 0110: transisi dari baris 3 ke baris 2 di kolom 01, keadaan-berikut adalah keadaan baris 2 yaitu 0010
kolom lain tak tentu.
Keadaan-berikut baris lain dapat ditentukan seperti ditunjukkan pada Tabel 1.9. Perhatikan bahwa untuk 4 keadaan semula
ditetapkan 4 peubah keadaan.
0 1 0 1 - - 0100
0001
0 1 1 0 - 0010 - -
1 0 0 1 - 1000 - -
1 0 1 0 - - 1000
0010
1 1 0 0 1000 - - -
Jika keluaran untuk keadaan sebelum dan sesudah transisi sama, keluaran untuk keadaan transisi itu harus ditetapkan berha
sama dengan keluaran kedua keadaan itu. Misalnya, keluaran untuk keadaan C di baris A kolom 11 harus ditetapkan 0 kare
keluaran A di kolom 10 dan C di baris C keduanya 0.
Jika keluaran kedua keadaan itu ber-beda, artinya terjadi perubahan keluaran sebelum dan sesudah transisi, keluaran itu ma
dapat diabaikan (don’t care) karena baik 0 maupun 1, keluaran hanya akan berubah satu kali dalam proses tran-sisinya.
Misalnya transisi dari keadaan C di kolom 11 dengan keluaran Z= 0 ke keadaan D di kolom 10 dengan keluaran Z= 1,
keluaran untuk keadaan D di baris C boleh Z= 0 atau Z= 1 karena yang manapun akan memberikan hanya satu kali per-
ubahan keluaran.
Jika keadaan transisi itu dapat di-lalui oleh perubahan dari lebih dari satu kea-daan-stabil, semua transisi harus diper-hati-k
Misalnya keluaran untuk keadaan B di kolom 01 di baris A harus dibuat 0 karena keluaran A baik di kolom 00 maupun di
kolom 10 dan keluaran B di baris B semuanya 0. Begitu juga jika transisi itu terjadi melalui beberapa keadaan tak stabil,
semua transisi harus diper-hati-kan. Misalnya, keluaran untuk keadaan F dan B di baris F di kolom 01 harus di buat 0.
Tabel keluaran untuk contoh Gambar 11,11(c) di depan dapat ditentukan seperti ditunjukkan dalam Gambar 11.12.
Keluaran Z
11.5 Hazard
Sinyal-sinyal di dalam rangkaian elektronika, baik analog maupun diskrit atau logika, selalu mengalami tundaan waktu dal
perambatannya. Tundaan waktu yang dialami sinyal yang melalui saluran yang berbeda akan berbeda pula. Ini menyebabk
sinyal-sinyal berubah tidak serentak pada saat yang bersamaan. Contoh paling sederhana adalah sinyal dalam bentuk
sebenarnya, misalnya x, dan bentuk komplemen, misalnya x, yang diperoleh sebagai keluaran inverter (NOT). Perubahan
kedua sinyal ini tidak akan muncul secara bersamaan. Cacah gerbang yang dilalui suatu sinyal untuk sampai pada suatu tit
tertentu dalam rangkaian juga tidak sama dengan yang dilalui sinyal lain. Di samping itu, gerbang-gerbang logika juga
memberikan tundaan waktu yang berbeda. Gerbang yang menerima masukan yang berubah tidak bersamaan boleh jadi aka
memberikan keluaran yang berubah lebih dari satu kali untuk satu perubahan masukannya. Jadi ada keluaran sementara (y
bersifat transien) sebelum mencapai keadaan akhir. Fenomena pewaktuan (timing) ini disebut Hazard yang didefini-sikan
sebagai: terjadinya kesalahan keluaran dalam selang waktu perubahan masukan dari satu keadaan ke keadaan berikutnya
Gejala hazard ini menyangkut keadaan transien yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat. Dalam analisis, banya
rumus-rumus aljabar Boole tidak dapat digunakan, misalnya x.x tidak harus 0 karena jika x berubah dari 0 menjadi 1 yang
diikuti oleh perubahan x dari 1 menjadi 0, ada periode singkat dimana x sudah berubah menjadi 1 dan x masih 1 sehingga
= 1. Yang masih tetap berlaku adalah dalil-dalil de Morgan, asosatif dan distributif, dan rumus x + xy = x, x.x = x dan lain
lain yang tidak melibatkan gabungan bentuk sebenarnya dan komplemennya seperti x dan x. Bentuk sebenarnya dan
komplemen harus diperlakukan sebagai peubah terpisah.
Hazard dibagi atas 2 macam: statis dan dinamis seperti ditunjukkan dalam Gambar 11.13.
(a) (b)
(c)
Gambar 11.13. Jenis-jenis Hazard. (a) Statis 0, (b) Statis 1, (c) Dinamis
Dalam Hazard statis, keluaran yang seharusnya tidak berubah logika oleh per-ubahan masukan, mengalami perubahan sela
perubahan masukan. Jadi ke-luaran berubah dua kali. Hazard statis dibedakan lagi atas hazard statis 1 dan hazard statis 0.
Dalam hazard statis 0, kelu-aran yang seharusnya tetap 0 mengalami perubahan sementara ke logika 1 sedang-kan dalam
hazard statis 1, keluaran yang seharusnya tetap 1 meng-a-lami perubahan sementara ke logika 0. Ciri-ciri hazard ini
ditunjukkan dalam Gambar 11.13(a) dan (b). Jika gabungan sukumin dalam peta Karnaugh untuk keluaran kita sebut suku
dan gabungan sukumax kita sebut suku-0, maka hazard statis 1 dapat dilihat dari adanya perpindahan antar dua suku-1 yan
berdekatan dalam peta Karnaugh dan hazard statis 0 dapat dilihat dari adanya perpindahan antar dua suku-0 yang berdekat
untuk dua keadaan masuk-an berdekatan, yaitu x= 0 dan x= 1.
Contoh hazard statis yang sederhana ditunjukkan dalam rangkai-an 2 tingkat AND-OR dalam Gambar 11.14(a) dengan
keluaran z= xy1 + xy2 = (x+y1)(x+y2). Peta Karnaugh keluaran rangkaian ini ditunjukkan pada Gambar 11.14(b) dalam
bentuk sukumin dengan gabungan a dan b dan sukumax dengan gabungan c dan d. Perhatikan bahwa hazard statis 1 yang
digambarkan dalam Gambar 11.14(c), terjadi dalam perubahan keadaan x yang membuat keluaran z pindah dari suku-1 a k
atau sebaliknya dan hazard statis 0 terjadi dalam perubahan keadaan x yang membuat keluaran z pindah dari suku-0 c
d atau sebaliknya. Pencegahan
00 01 11 10
0 0 1 1 0
11 0 0 1 1
(c)
Gambar 11.14. Hazard Statis karena Efek tundaan waktu pada inverter
(a) Rangkaian (b) Peta keluaran (c) Gelombang Keluaran
hazard statis dapat dilakukan dengan menambahkan suku-1 yang mencakup kedua suku-min yang membuat z= 1 dari dua
suku-1 yang berdekatan, misal-nya dengan me-nambahkan gabungan 1 antara sukumin 011 dan 111 dalam Gambar 11.14(
Ini berarti penambahan faktor y1 y2.
Dalam Hazard dinamis, keluaran berubah sementara dua kali sebelum men-capai logika akhirnya yang berbeda dengan
keadaan sebelum perubahan masukan. Jadi dalam hazard dinamis, keluaran berubah 3 kali seperti ditunjukkan dalam Gam
11.13(c). Karena itu hazard dinamis dapat terjadi hanya jika rangkaian mempunyai masukan, bentuk sebenarnya atau
komplemen, yang perubahan keadaannya merambat ke keluaran 3 kali atau lebih dalam waktu yang berbeda. Jadi hazard
dinamis dapat terjadi hanya jika ada masukan yang merambat melalui paling tidak 3 lintasan. Hazard dinamis tidak dapat
terjadi pada rangkaian kombi-nasi 2 tingkat AND-OR atau OR-AND.
Dalam Gambar 11.15 di-tunjukkan contoh rangkaian 3 tingkat OR-AND-OR dengan hazard dinamis. Masukan x dalam
rangkaian ini merupakan masukan yang dapat mencapai keluaran melalui 3 lintasan. Persamaan keluar-an rangkaian ini da
dituliskan sebagai:
z = (x+y1)(x +y2) + xy1 = xx + xy1 + xy2 + y1 y2 + x + y1 = x + y1 + x y2
Persamaan ini digambarkan sebagai jumlah-perkalian (perjumlahan suku-1) pada peta dalam Gambar 11.15(b).
00 01 11 10
0 1 1 1 1
11 0 1 1 1
= (x + y1)(x + y1 + y2) + x = (x + x
y1)(x + y1 + y2 )
Persamaan terakhir ini digambarkan sebagai gabungan suku-0 pada peta dalam Gambar 11.15(b). Dari peta Gambar 11.15
dapat dilihat bahwa perubah-an masukan x yang memungkinkan terjadinya hazard dinamis hanyalah jika x ber-ubah dalam
kondisi y1 y2= 00 karena hanya pada keadaan inilah perubahan x dapat membuat z berubah dari 0 ke 1 atau sebaliknya. Pa
Gambar 11.15(c) ditunjuk-kan perubahan sinyal-sinyal jika x berubah dari x= 0 menjadi x= 1 dan y1 y2 = 00. Dalam gamb
ini dianggap bahwa tundaan pada setiap gerbang sama.
Jika keluaran rangkaian kombinasi dengan hazard diberikan sebagai masukan bagi rangkaian berurut, khususnya tak
serempak, maka keadaan stabil yang dicapai boleh jadi akan berbeda dari yang direncanakan dalam tabel alirnya. Tetapi,
dalam rangkaian berurut tak serempak, walaupun bagian rangkaian kombinasinya tidak mengandung hazard, perambatan
sinyal dengan tundaan yang berbeda masih dapat menimbulkan kesalahan keadaan keluaran. Fenomena hazard dalam rang
an tak-serem-pak disebut “essential hazard”. Essential hazard terjadi jika keadaan stabil yang dicapai setelah satu masukan
berubah 3 kali berbeda dengan keadaan stabil yang dicapai setelah satu masukan berubah sekali. Untuk menilik keberadaa
essential hazard dalam rangkaian berurut perlu menguji keadaan stabil total yang dicapai untuk setiap perubahan masukan
yang mungkin dalam setiap keadaan stabil total.
Sebagai contoh, perhatikan tabel alir yang ditunjukkan dalam Tabel 11.10.
01 C B F E
11 C B F G
10 A D F G
-
Jika dalam keadaan stabil B masukan x1 berubah menjadi 1, keadaan berikut adalah F; dari keadaan stabil F masukan x1
berubah menjadi 0, keadaan berikut adalah B; dan dari B masukan x1 menjadi 1, keadaan berikut adalah F; Untuk
memudahkan uraian, secara simbolis ini dapat ditulis sebagai: [B:x1= 1 F:x1=0 B:x1=1 F]. Begitu juga: [B:x2= 0
C:x2=1 B:x2= 0 C]. Ini menunjuk-kan bahwa ke-adaan stabil setelah perubahan masukan 3 kali sama dengan perubah
ternyata ke-adaan berikut setelah satu perubahan masukan tidak sama dengan yang dicapai setelah tiga perubahan masukan
Ini berarti terdapat essential hazard.
Hazard ini dapat dihindarkan dengan menambahkan tundaan ke dalam rang-kaian, misalnya pada rangkaian kombinasi
keluaran flip-flop tertentu sehingga perubahan masukan yang merambat telah berlalu sebelum keadaan flip-flop tersebut
berubah. Pencegahan hazard harus dimasuk-kan dalam desain rangkaian tak-serem-pak.
x1 x2 y y+ z
0 0 0 0 0
0 0 1 0 0
0 1 0 0 1
0 1 1
1 0 0
1 0 1
1 1 0
1 1 0
2. Buatlah penetapan keadaan untuk tabel alir yang ditunjukkan dalam Tabel S11.1 berikut ini.
B A B C B
C E C C B
D A B D A
E E B C B
3. Sederhanakanlah tabel alir primitif dalam Tabel S11.2 dengan penggabungan baris dan tetapkan keadaannya denga
metoda petapan keadaan tunggal 1. Lengkapi juga tabel keluarannya.
4. Suatu rangkaian berurut tak serempak dengan masukan x1 dan x2 mempunyai keluaran z1 dan z2. Dalam keadaan res
kedua keluaran berkeadaan 0. Keluaran z1 (z2) akan berubah menjadi 1 jika masukan x1 (x2) berubah dari 0 menjadi 1 d
tetap 1 sampai masukan x2 (x1) berubah dari 1 menjadi 0. Buatlah tabel alir primitif rangkaian tersebut dan sederhanaka
jika mungkin. Lakukan penetapan keadaan dan gambarkan rangkaiannya dngan menggunakan flip-flop T.
DAFTAR PUSTAKA
1. Roth, Jr, Charles H.,: "Fundamentals of Logic Design", West publishing Com-pany, St.Paul, 2nd Ed., 1979.
2. Mano, M. Moris,: "Digital Logic and Computer Design", Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, NJ, 1979.
3. Kline, Raymond M.,"Structured Digital Design including MSI/LSI Compo-nents and Microprocessors", Prentice Hall
Inc., Englewood Cliffs, NJ, 1983.
4. Bartee, Thomas C.,: "Digital Computer Fundamentals", McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.,Tokyo, 4th Ed.,1977.
5. Heiserman, David L.,"Handbook of Digital IC Applications", Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, NJ, 1980.
6. Fletcher, William I, "An Engineering Approach to Digital Design", Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, NJ, 1980.
7. Lee, Samuel C, " Digital Circuits and Logic Design", Prentice Hall of India Pri-vate Limited, New Delhi, 1981.
8. Sedra, Adel S., and Smith, Kenneth C., "Microelectronic Circuits", Holt, Rine-hart and Winston, New York, 1982.
9. Hodges, David A. and Jackson, Horace G., ”Analysis and Design of Digital Integrated”, McGraw-Hill Book Co.,
Singapore, 1985
KATA PENGANTAR
Perkembangan teknologi komputer telah membuat ruang batas perangkat lunak dan perangkat keras semakin sempit.
Komputer sebagai sistem tidak dapat dipahami tanpa memahami kedua aspek tersebut. Kalau dalam dekade sebelum-
nya Rangkaian Logika Digital diang-gap perlu dipahami hanya oleh orang-orang yang bekerja dalam bidang
perangkat keras komputer, kini disadari bahwa pe-mahaman Rangkaian Logika Digital juga merupakan keharus-an
bagi orang-orang yang bekerja dalam bidang perangkat lunak atau pem-rogram-an. Pemrogram komputer tak akan
dapat membuat program komputer yang baik tanpa memahami dasar perangkat keras komputer, sebagai-mana juga
peran-cang perangkat keras komputer tak dapat meran-cang komputer yang baik tanpa memahami perangkat lunak.
Rangkaian Logika Digital merupakan penge-tahuan yang paling mendasar untuk perangkat keras komputer. Para
maha-siswa di bidang-bidang studi Teknik Elektro dan Teknik Komputer atau Ilmu Komputer wajib mengambil mata
kuliah ini dengan nama yang mungkin berbeda-beda: Rangkaian Logika, Rangkaian Digital, Teknik Digital, Sistem
Digital, atau Logika Digital. Untuk mem-bantu merekalah buku ini ditulis.
Judul “Rangkaian Logika” yang digunakan dalam edisi pertama, sering me-ngecoh orang mengira buku ini buku
filsafat. Untuk menegaskan bahwa isi buku ini bukanlah mengenai logika dalam filsafat, maka dalam edisi kedua ini
digunakan judul “Rangkaian Logika Digital”.
Tinjauan ulang Sistem Bilangan dalam Bab 1 dalam edisi kedua ini tidak mengalamai perubahan dari edisi
sebelumnya kecuali perbaikan penyuntingan di sana-sini. Pembahasan rumus-rumus aljabar Boole dalam Bab 2
disunting ulang untuk memudahkan pengacuan dalam penggunaan rumus-rumus bersang-kutan. Peninjauan
rangkaian terpadu gerbang-gerbang logika yang ditinjau sekilas dalam Bab 2 edisi sebelumnya, dibahas secara
khusus dan lebih rinci dalam bab khusus yaitu di Lampiran A: Elektronika Rangkaian Logika.
Bab 3 dan Bab 4 yang menguraikan penyederha-naan fungsi- fungsi Boole dengan metoda Pemetaan Karnaugh dan
metoda tabulasi Quine-McCluskey tidak mengalami perubahan selain perbaikan penyuntingan dan penambahan soal-
soal latihan. Tetapi Bab 5 yang menguraikan rangkaian-rangkaian dasar kombi-nasi mengalami cukup banyak
perubahan dan penambahan.
Uraian flip-flop dalam Bab 6 hampir tidak mengalami perubahan dari edisi sebelumnya di luar uraian mengenai
pembentukan satu jenis flip-flop dari jenis lain. Uraian rangkai-an pencacah dalam Bab 7 ditambah dengan beberapa
contoh pencacah dalam kemasan rangkaian terpadu yang diharapkan dapat membantu lebih mengenal rangkaian
logika digital secara praktis. Uraian mengenai register pemalang dan memori dalam Bab 8 juga diberi tambahan
penjelasan yang lebih praktis.
Materi analisis rangkaian berurut dalam Bab 9 tidak mengalami perubahan; hanya penambahan soal latihan. Dalam
desain rangkaian berurut dalam Bab 10 ditambahkan pembahasan mengenai pementuan keadaan (state assignment)
yang dalam edisi sebelumnya tidak dibahas. Pembahasan mengenai analisis dan desain rangkaian berurut tak-
serempak dalam Bab 11, merupakan materi baru dalam edisi ini yang diadakan dalam mengingat pentingnya
pemahaman materi ini dalam perancangan PLC (Programmable Logic Control, sejenis PLA) yang semakin luas
penggunaannya dalam industri. Walaupun sebenarnya telah ada sewaktu buku ini masih dalam bentuk diktat kuliah,
materi ini tidak disertakan dalam edisi sebelum-nya menanggapi beberapa teman sejawat pengajar yang mengatakan
bahwa waktu perkuliahan tidak cukup untuk mencakup materi ini. Dalam edisi ini diadakan dengan pandangan
bahwa walaupun seandainya tidak sempat diajarkan dalam perkuliahan, materi ini dapat digunakan kelak sebagai
landasan pemahaman.
Terakhir, penambahan uraian mengenai Elektronika Rangkaian Logika dalam Lampiran A ditujukan sebagai
pedoman dasar dalam memahamai elektronika sektor digital yang sangat dibutuhkan dalam perancangan dan
perakitan perangkat keras sistem digital secara elektronika. Materi ini terutama ditujukan untuk mem-bantu
mahasiswa Teknik Elektro bidang Teknik Digital dan Teknik Komputer.
Akhir kata, walaupun telah melakukan berbagai perbaikan, penulis sadar sepenuhnya bahwa buku ini ini masih jauh
dari sempurna. Karena itu, dengan penuh harap, penulis menantikan koreksi dan saran, baik dari mahasiswa maupun
dari pengajar, untuk meningkatkan daya guna buku ini demi pekembangan teknik digital di negeri kita tercinta ini.
Semoga buku ini dapat memberi sumbangan.
Pernantin Tarigan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
1. SISTEM BILANGAN 1
1.1 Sistem Bilangan Puluhan 1
1.2 Biner, Oktal dan Heksadesimal 2
1.2.1 Bilangan Biner 3
1.2.2 Bilangan Oktal dan Heksadesimal 3
1.3 Konversi Bilangan 4
1.3.1 Konversi Desimal-Biner 4
1.3.2 Konversi Biner-Oktal-Heksadesimal 6
1.3.3 Konversi Desimal-Oktal dan Heksadesimal 7
1.4 Komplemen 7
1.5 Pengurangan Dengan Komplemen 10
1.5.1 Pengurangan Dengan Komplemen R 10
1.5.2 Pengurangan Dengan Komplemen R-1 12
1.6 Pengurangan Dalam Komputer Digital 13
1.7 Penyajian Data 15
1.7.1 Kode BCD 15
1.7.2 Kode Excess-3 (XS3) 16
1.7.3 Kode Gray 17
1.7.4 Kode Penunjuk Kesalahan 17
1.7.5 Kode Alfanumerik 18
1.8 Soal Latihan 21
2. ALJABAR BOOLE 23
2.1 Gerbang Dasar dan Tabel Kebenaran 23
2.2 GerbangTambahan 26
2.3 Teorema dan Hukum Dasar Aljabar Boole 28
2.4 Penyederhanaan Fungsi Boole Secara Aljabar 30
2.5 Penyajian Fungsi Boole 33
3. PETA KARNAUGH 41
3.1 Peta Karnaugh untuk 2 peubah 41
3.2 Peta Karnaugh untuk 3 peubah 43
3.3 Peta Karnaugh untuk 4 peubah 46
3.4 Peta Karnaugh untuk 5 dan 6 peubah 46
3.5 Peta Karnaugh untuk Sukumax 51
3.6 Penilikan Kesamaan dengan Peta Karnaugh 52
3.7 Fungsi dengan keluaran ganda 54
3.8 Soal Latihan 56
4. TABULASI QUINE-McCLUSKEY 59
4.1 Pengertian Penyusun Utama 59
4.2 Penentuan Penyusun Utama 60
4.3 Pemilihan Penyusun Minimum 65
4.4 Tabel disederhanakan 68
4.5 Penyederhanaan Fungsi Tak Lengkap 71
4.6 Soal Latihan 73
5. RANGKAIAN KOMBINASI 75
5.1 Perancangan Rangkaian Kombinasi 76
5.2 Rangkaian AND dan OR 77
5.3 Rangkaian NOR dan NAND 81
5.4 Rangkaian Penjumlah 84
5.5 Rangkaian Pengurang 87
5.6 Pengubah Kode 89
5.7 Multiplexer 95
5.8 Dekoder 97
5.9 R O M 100
5.10 PLA dan PAL 103
5.11 Soal Latihan 105
6. FLIP-FLOP 107
6.1 Tundaan Waktu 108
6.2 Flip-Flop RS 110
6.3 Flip-Flop T 113
6.4 Flip-Flop JK 114
6.5 Flip-Flop JK Induk-Budak 115
6.6 Flip-Flop D 116
6.7 Pembentukan Flip-flop dari flip-flop lain 117
7. PENCACAH 121
8. REGISTER 139
8.1 Register Pemalang 139
8.2 Memori 142
8.3 Register Geser Masukan Seri 146
8.4 Register Geser Masukan Paralel 149
8.5 Soal Latihan 151
RANGKAIAN
LOGIKA DIGITAL
Edisi Kedua
Pernantin Tarigan
RANGKAIAN
LOGIKA DIGITAL
Rangkaian
Logika Digital
file:///D|/E-Learning/Dasar%20teknik%20Digital/Textbook/KataPengantar_Daftar%20isi_Cover.htm (6 of 8)5/8/2007 2:46:24 PM
KATA PENGANTAR
Edisi Kedua
Pernantin Tarigan
Jurusan Elektro
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara
Medan
KATA PENGANTAR
Edisi Pertama
Perkembangan teknologi elektronika, terutama elektro-nika digital, telah me-macu penemuan komponen-komponen
digital yang semakin cang-gih dengan harga yang semakin murah pula.
Perkembangan ini telah mendorong penggunaan teknik-teknik digital pada se-bagian besar sistem yang sebelumnya
bersifat analog. Semakin lama semakin banyak bidang kegiatan yang menggantungkan kelancaran opera-sinya atas
sistem digital baik dalam bentuk rangkaian logika seder-hana maupun dalam bentuk yang rumit seperti komputer
digital.
Sistem digital merupakan sekumpulan gerbang logika yang dirangkai sedemikian untuk melakukan fungsi yang
diinginkan secara bersama-sama. Untuk dapat menganalisis dan merancang sistem digital diperlukan penge-tahuan
me-nge-nai gerbang-gerbang logika dan rangkaiannya. Mengingat pentingnya pelajaran ini, maka mata pelajaran
Rangkaian Logika sudah dimasukkan ke dalam kurikulum bidang-bidang studi Teknik Elektro dan Teknik Komputer
dan merupakan mata pelajaran yang harus diikuti oleh setiap mahasiswa bidang-bidang studi tersebut. Membantu
para mahasiswa mencerna kuliah yang diberikan di kelas, merupakan pen-dorong buku ini ditulis. Buku ini
dikembangkan dari bahan kuliah yang diberi-kan penulis di Fakultas Teknik Jurusan Elektro Universitas Sumatera
Utara dan Universi-tas HKBP Nomensen, keduanya di Medan, mulai tahun 1985. Buku ini di-harapkan dapat
digunakan sebagai bahan kuliah yang per-tama dalam bidang teknik digital seperti mata kuliah Rangkaian Logika
atau Teknik Digital atau nama lain yang sejenis. Materi yang dikandung dapat diberikan secara berurut dan diha-rap-
kan dapat diselesaikan dalam satu se-mester dengan 3 SKS (Satuan Kredit Semes-ter).
Gerbang logika yang pada dasarnya merupakan saklar-saklar elektro-nik yang beker-ja dengan sinyal-sinyal biner.
Da-lam analisis sistem digital sering dibutuhkan pengubahan penyajian sinyal-sinyal biner ke sistem bilangan lain.
Karena itu, sebe-lum menguraikan sistem logika itu sendiri, dalam Bab 1 dibahas secara sing-kat sistem-sistem
bilangan dan pengkodean yang akan banyak dijumpai dalam pembi-caraan sistem digital.
Landasan bagi analisis sistem logika adalah Aljabar Boole yang diurai-kan dalam Bab 2. Pernyataan logika yang
diperoleh langsung dari peru-musan masalah yang dihadapi yang dituangkan dalam bentuk fungsi Boole pada
umumnya masih mentah dan realisasinya membutuhkan gerbang yang berlebihan (mubazir) dan mahal. Untuk
memperoleh rang-kaian implemen-tasi/realisasi yang lebih murah, yaitu dengan cacah gerbang dan cacah masukan
yang lebih sedikit, masih perlu penyederhanaan (minimisasi) fungsi. Penyederhanaan dengan hanya mengandal-kan
aljabar Boole sangat melelahkan dan sukar dijamin kesederhanaan hasil akhir-nya. Penyederha-naan tanpa
menggunakan rumus-rumus aljabar Boole secara langsung ada-lah metoda Pemetaan Karnaugh dan metoda tabulasi
Quine-McCluskey yang masing-masing diuraikan dalam Bab 3 dan Bab 4. Dengan dasar-dasar yang diuraikan dalam
Bab-bab 1 s/d 4, rangkaian-rangkaian dasar kombi-nasi diuraikan dalam Bab 5.
Dalam Bab 6 diuraikan Flip-flop yang merupakan elemen dasar dalam rang-kaian berurut (sequential) yang
digunakan untuk membentuk rangkai-an pencacah yang dibahas dalam Bab 7 dan register beserta memori yang
dibahas dalam Bab 8. Analisis rangkaian berurut diuraikan dalam Bab 9 dan desainnya dibahas dalam Bab 10. Untuk
lebih memahami kerja gerbang-gerbang logika dan untuk mendu-kung kemampuan merakit rangkaian secara
elektronika, dalam Bab 11 diuraikan elektronika digital.
Sebagai bahan latihan, di akhir setiap bab diberikan soal-soal latihan. Bagian ini sangat penting untuk lebih
menghayati teori-teori yang diurai-kan dalam buku ini, dan pemakai buku ini, khususnya mahasiswa, sangat
disarankan mengerjakan soal-soal tersebut.
Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang dalam kepada Ir. T.Ahri Bariun, MSc, staff
pengajar pada Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan, sebagai sahabat penu-lis yang
sangat banyak memberikan dorongan dan saran dalam pembentuk-an buku ini seperti sekarang ini.
Sudah tentu buku ini masih jauh dari sempurna dan ma-sih membutuh-kan per-baikan-perbaikan dan untuk itu
penulis sangat mengharapkan saran dan ralat dari semua pemakai. Namun demikian, penulis masih berharap agar
buku ini da-pat memberikan sumbangan dalam pengembangan teknik digi-tal terutama dalam membantu mahasiswa
dalam mengikuti kuliah yang berhubungan.
Pernantin Tarigan
Lampiran A
ELEKTRONIKA RANGKAIAN LOGIKA
Pada awal perkembangan elektronika digital, semua gerbang logika disusun dari komponen-komponen diskrit:
tabung (vacuum tube) atau transistor dan ta-han-an (R), induktor (L) dan kapasitor (C). Setelah penemuan transistor,
tabung sudah tidak digunakan dalam rangkaian logika dan bahkan transistor sebagai komponen diskrit (komponen
berdiri sendiri) pun hampir tidak digunakan dalam rangkaian logika. Kemajuan teknologi elektronika, khususnya
dalam fabrikasi, menggantikan rangkaian logika komponen diskrit yang cukup kompleks dengan rangkaian terpa-du
(Integrated Circuit), yang untuk pembahasan selanjutnya disingkat dengan IC. Ini membuat pembangunan rangkaian
logika menjadi jauh lebih sederhana. Rang-kaian terpadu dibangun pada serpih (chip) silikon yang kecil, dan setiap
serpihnya dapat menampung beberapa ger-bang logika.
Berdasarkan kerumitan (complexity) rangkaian digital yang dikandungnya, serpih-serpih rangkaian terpadu (IC)
dapat dikategorikan ke dalam 5 skala pema-du-an (integration scale):*]
• skala kecil (Small Scale Integration, SSI), dengan kandungan 1 - 10 gerbang
• skala menengah (Medium Scale Integration, MSI), dengan kandungan 10 - 100 gerbang
• skala Besar (Large Scale Integration, LSI), dengan kandungan 100-1.000 ger-bang
• skala sangat besar (Very Large Scale Integration, VLSI), dengan kandungan 1.000-10.000 gerbang
• skala ultra besar (Ultra Large Scale Integration, ULSI), dengan kandungan lebih dari 10.000 gerbang
ini merupakan beda tegangan antara aras tegangan logika masukan dengan tegangan ambang.
Fan-In adalah cacah hubungan masukan yang disediakan untuk suatu gerbang logika dan
Fan-Out adalah cacah beban standar yang dapat diasut/digerakkan oleh keluaran suatu gerbang logika standar
tanpa mengubah kinerjanya. Dengan beban standar dimaksudkan sebagai beban (arus) yang dibutuhkan oleh
suatu masukan standar. Jadi dapat disebutkan bahwa fan-out adalah cacah ger-bang sejenis yang dapat
dihubungkan kepada keluaran gerbang logika.
Suhu Kerja (Operating Temperature) adalah suhu yang memungkinkan rangkai-an bekerja dengan baik.
Biasanya suku kerja dinyatakan dalam range, mi-sal-nya 0 : +70° C untuk penggunaan industri (industry
grade) dan -5 : +125° C untuk penggunaan militer.
Gerbang logika yang dibuat dalam bentuk rangkaian diskrit, yaitu rangkaian dari komponen-komponen terpisah
resistor, dioda dan transistor, RTL dan DTL. Gerbang logika dasar yang paling banyak digunakan adalah rumpun
TTL, ECL MOS, dan CMOS. Rumpun MOS dan I2L terutama dibuat dalam ukuran LSI dan VLSI, sedangkan
rumpun yang lain dalam semua skala padu. Pada Tabel A.1 di-tunjukkan perbandingan ciri/sifat umum jenis-jenis ini.
bila vCB > 0 V, yang berarti vC > 0,7 V (syarat aktif adalah sambungan Base-Emitter terbias maju dan sambungan
Base-
Collector terbias balik). Dalam modus operasi aktif, tegangan kolektor adalah
vC = VCC - RC iC
dan arus kolektor adalah
iC = β iB
Bila vi dinaikkan, arus iB akan makin besar dan arus iC juga akan makin besar sehingga akan dicapai vCB < 0,7 V
atau vC < vB = 0,7 V. Ini berarti bahwa sambungan basis-kolektor terbias maju dan transistor akan jenuh (syarat ON
ada-lah sambungan Base-Emitter dan sambungan Base-Collector terbias maju). Pada saat transistor mulai jenuh,
yaitu saat vC = vB, arus yang mengalir pada kolektor adalah
≈
Jadi, arus basis transistor dalam keadaan jenuh harus lebih besar dari arus ini. Karena adanya jatuh tegangan pada
tahanan sambungan basis emitter yang disebabkan arus basis ini, maka sebenarnya tegangan vBE dalam keadaan
jenuh lebih besar dari pada dalam keadaan aktif. Tetapi untuk mempermudah analisis, biasanya tegangan ini
dianggap sama, yaitu ≈ 0,7 V.
Dalam keadaan jenuh, tegangan basis lebih tinggi dari tegangan kolektor sebesar 0,4 V atau 0,5 V. Karena itu
tegangan sambungan kolektor-emiter dalam keadaan jenuh adalah 0,3 V atau 0,4 V, dan umumnya dianggap VCEsat
≈ 0,3 V [Lihat Gambar A.1(b)]. Tegangan ini sebenarnya semakin kecil untuk arus jenuh kolektor yang lebih besar.
Ini dapat dilihat dari rumus
Untuk mempertahankan transistor dalam keadaan jenuh, arus basis harus dipaksa minimal sebesar
Konstanta β dalam persamaan terakhir ini disebut faktor “overdrive” yang dalam perancangan rangkaian biasanya
digunakan harga 2 - 10. Faktor ini sering ditulis βforced.
Di samping modus normal yang diuraikan di atas, transistor juga dapat dioperasikan dalam modus terbalik (active
reverse mode atau active inverse mode) di mana fungsi Emitter dan Collector dipertukarkan, seperti ditunjukkan
dalam Gambar A.1(c). Dalam modus ini, sambungan Base-Emitter dibias terbalik dan arus Collector
IC = βR IB
dengan βR = βReversed dalam modus operasi aktif terbalik. Harga βR ini biasanya sangat kecil sehingga arus
kolektor dalam modus terbalik ini juga jauh lebih kecil dari arus basisnya. Jika IC /IB < βR, transistor akan jenuh.
Karena sangat kecil, maka tegangan VCEsat juga sangat kecil.
RC
A RB QA QB RB B
Bilamana salah satu masukan A atau B berkeadaan logika 1, yaitu bertegang-an cukup tinggi untuk membuat
transistor “ON” (saturasi, jenuh), maka tegangan keluaran Z akan menjadi VZ = VCEsat ≈ 0,3 V yang adalah
berlogika 0. Bilamana kedua masukan A dan B bertegangan cukup rendah (berkeadaan logika 0), maka kedua
transistor akan “OFF” dan tidak ada arus yang mengalir melalui RC, sehing-ga tegangan keluaran Z akan menjadi
tinggi, yaitu VZ = VCC yang adalah logika 1. Jadi logika keluaran Z dapat ditulis:
Z= AB = A+B
yaitu fungsi keluaran gerbang NOR. Masukan gerbang NOR pada Gambar A.2 di atas dapat ditambah dengan mudah
dengan menambahkan transistor masukan.
VCC
R1 RC Z
X D1 A D3 D4 B Q
D2 R2
Y
-VBB
Bilamana masukan X dibiarkan terbuka dan pada masukan Y dikenakan tegangan logika 0 (≈ 0 V), maka arus akan
mengalir melalui dioda D2 sehingga tegangan di titik A menjadi 0,7 V (tegangan-jatuh dioda) di atas tegangan logika
0. Ini menyebabkan D3 dan D4 menghantar (-VBB dikenakan pada basis transistor) dan basis transistor Q berada 2
tegangan-jatuh dioda di bawah tegangan titik A yang 0,7 V dan membuatnya “OFF”. Dalam keadaan ini, keluaran Z
akan menjadi bertegangan VZ = VCC, yang adalah tegangan untuk logika 1. Hal serupa, VZ = VCC, juga akan terjadi
bila masukan Y dibiarkan terbuka dan pada masukan X dibuat berlogika 0 atau kedua masukan X dan Y dibuat
berlogika 0.
Bila tegangan masukan Y dinaikkan sampai mencapai VY + VD2 - VD3 - VD4 > 0,5 V atau VY > 0,5 + VD3 + VD4
- VD2 ≈ 1,2 V, maka tegangan basis transistor Q, VB, akan sedikit di atas 0,5 V, yang merupakan tegangan ambang
(threshold), dan transistor akan memasuki daerah kerja aktif. Penaikan tegangan VY selanjutnya berarti penaikan
tegangan antara basis dan emitter transistor (VBE) yang menye-babkan arus kolektor iC juga semakin besar. Bila
tegangan VY dinaikkan terus sampai membuat tegangan basis transistor mencapai VB= 0,7 V, transis-tor tersebut
akan menjadi “ON” dan tegangan titik A akan terpacak (clamped) pada harga dua tegangan-jatuh dioda di atas VBE.
Penaikan VY di atas VBE + VD3 + VD4 ≈ 1,4 V tidak akan menaikkan tegangan VA, melainkan membuat D2
menjadi terbias-balik dan arus berhenti mengalir melalui D2. Ini membuat semua arus melalui R1 dibe-lokkan ke
transistor melalui D3 dan D4. Rangkaian ini dirancang sedemikian se-hingga arus ini cukup membuat Q memasuki
keadaan jenuh (saturated). Dalam keadaan jenuh ini, tegangan keluaran VZ = VCEsat ≈ 0,3 V, yang berlogika 0. Jadi,
keluaran akan berlogika 0 bila masukan VY dibuat cukup tinggi untuk membuat Q jenuh. Hal yang sama akan terjadi
bila masukan X dibuat bertegangan cukup tinggi untuk membuat D1 terbias-balik dan masukan Y dibiarkan terbuka
atau juga cukup tinggi membuat D1 terbias-balik. Ini berarti bahwa keluaran VZ akan berlo-gika 0 bila salah satu
atau kedua masukan berlogika 1.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa VZ akan berlogika 1 bila salah satu masukan berlogika 0 dan VZ akan
berlogika 0 bila kedua masukan berlogika 1 yang dapat dijelaskan dengan tabel kebenaran di bawah ini, yang
sebenarnya menun-jukkan ciri gerbang NAND.
X Y Z
0 0 1 Z =XY
0 1 1 atau
1 0 1 Z=XY
1 1 0
VCC= +5 V
R1 R2
IB1 Z
Y Q1 IC1 = IB 2 Q2
Bila semua masukan dibuat bertegangan tinggi, misalnya VX = VY = VCC (berlogika 1), maka sambungan (junction)
basis dan kolektor Q1 akan terbias maju dan sambungan basis-emitternya akan terbias balik. Ini berarti bahwa
transistor Q1 akan beroperasi dalam modus aktif terbalik (inverse active mode), yaitu modus aktif dengan peran
emitter dan kolektor yang dipertukarkan, emitter berperan se-bagai kolektor dan kolektor berperan sebagai emitter.
Dalam modus ini, tegangan basis Q2 menjadi 0,7 V dan tegangan basis Q1 menjadi 1,4 V sehingga arus basis dan
kolektor Q1 sebesar:
dan
dengan βR = β reverse, β operasi aktif terbalik. Untuk rangkaian TTL, harga βR di-rancang sangat kecil, βR ≈ 0,02.
Ini berarti bahwa arus masukan TTL sangat kecil dan dapat diabaikan terhadap IB sehingga IC2 = IB1. Arus ini cukup
untuk memba-wa Q2 ke keadaan jenuh sehingga tegangan keluaran akan rendah berkisar 0,1-0,2V yang berarti
berlogika 0.
Dari uraian di atas tampak bahwa rangkaian TTL pada Gambar A.4 ber-fungsi sebagai gerbang NAND.
VCC= +5 V
I4
R4
R1 IB1 R2 I2 vC4
vC2 = vB4
vB1 Q4
IB4
D1 IE4
X Q2
Y Q1 vC3
Q3
IB3
R3
Syarat untuk bekerjanya rangkaian totem-pole ini adalah Q3 dan Q4 tidak boleh ON atau OFF secara bersa- maan,
yang menuntut tersedianya sinyal masuk-an bagi Q3 dan Q4, yaitu vB3 dan vB4, yang bersifat komplementer
(complement-ary), yang satu berharga negatif saat yang lain positif. Sinyal komple-menter ini disediakan oleh Q2
yang berfungsi seba-gai driver (penggerak).
Bila kedua masukan bertegangan tinggi, misalnya VX = VY = VCC = 5 V, atau terbuka, maka sambungan (junction)
basis-kolektor transistor Q1 akan terbias maju dan sambungan basis-emitter akan terbias balik. Ini berarti bahwa Q1
akan berope-rasi dalam modus aktif terbalik (inverse active mode), yaitu modus aktif dengan peran emitter dan
kolektor yang dipertukarkan, emitter berperan sebagai kolektor dan kolektor berperan sebagai emitter. Dalam
keadaan ini, vB3 = 0,7 V, vB2 = 1,4 V, dan vB1 = 2,1 V sehingga arus emitter Q1 yang merupakan arus masukan, dise-
but IIH (singkatan Input-high current), adalah
IIH= IE1 = βR IB1
dan arus kolektor Q1, juga arus basis Q2, sebesar
dengan asumsi βR= 0,02. Arus ini dirancang cukup untuk membuat Q2 jenuh, yang pada gilirannya juga membuat
Q3 jenuh. Dengan jenuhnya Q3, keluaran Z akan bertegangan sebesar VCEsat = 0,1 - 0,2 V yang berlogika 0.
Jenuhnya Q2 juga mem-buat tegangan kolektornya sebesar
VC2 = VB4 = VCE2sat + VBE3
Tegangan ini lebih rendah dari pada VBE4 ditambah tegangan jatuh pada dioda D sehingga Q4 dan dioda akan mati
(OFF). Bila dioda D tidak dipasang, VC2 boleh jadi cukup tinggi untuk memaksa Q4 tidak OFF. Jadi dioda D
menjamin agar Q4 OFF pada saat kedua masukan berlogika 1.
Bila salah satu masukan berlogika 0, VX atau VY misalnya bertegangan ≈ 0,2 V, maka basis Q1 yang bertegangan
0,7 V di atas emitternya, VB1 ≈ 0,9 V, mem-buat sambungan basis-emitter Q1 akan terbias maju. Tegangan ini tidak
cukup tinggi membias maju sambungan basis-emitter Q2 sehingga Q2 akan OFF. Keada-an ini membuat arus
kolektor Q1 mendekati 0 dan Q1 akan jenuh dengan VCEsat ≈ 0,1V, yang berarti VB2 = VC1 = 0,3 V yang menjamin
Q2 tidak akan ON. Karena Q2 OFF, maka VE2= 0 V, IE2= 0 dan Q3 juga akan OFF. Tegangan basis Q4 men-de-kati
tegangan catu VCC sehingga Q4 dan D akan ON, keluaran Z berlogika 1.
gerbang 4-masukan. Tanpa kemapuan “wired-AND” ini tentu dibutuhkan 3 ger-bang 2-masukan untuk merealisasi-
kannya.
Kelemahan utama open-collector adalah lambatnya perubahan keluaran dari logika 0 ke logika 1 (rise time yang
panjang).
Bilamana kendali terbuka atau bertegangan tinggi (+5 V) dan salah satu masukan bertegangan rendah, maka Q1
akan jenuh. Keadaan ini akan membuat Q2 dan Q3 OFF, sedangkan Q5, dan juga Q4, akan ON dan keluaran Z akan
berte-gang-an tinggi (berlogika 1). Tetapi, bila kedua masukan berlogika 1, maka Q1 akan aktif terbalik dan
mendorong Q2 dan Q3 kepada keadaan jenuh. Ini membuat Q5 dan Q4 OFF sehingga keluaran Z akan berte-gangan
rendah (berlogika 0). Jadi, bila kendali berlogika 1, rangkaian TTL di atas bekerja sebagai rangkaian TTL dengan
keluaran totem-pole.
Tetapi, bilamana kendali dibuat berlogika 0 atau bertegangan rendah (0 V), maka D1 memaksa Q5 dan Q4 OFF
sedangkan Q1 akan ON yang memaksa Q2 dan Q3 OFF. Keadaan Q5 dan Q3 OFF secara bersamaan ini mem-buat
keluaran Z se-per-ti rangkaian terbuka (open circuit). Keadaan keluaran ini merupakan keadaan yang ketiga di luar
keadaan berte-gangan rendah (berlogika 0) dan keadaan berte-gangan tinggi (berlogika 1) sehingga disebut keadaan
ketiga (tri-state).
Walaupun rangkaian dengan keluaran tri-keadaan lebih mahal dari totem-pole dan open-collector, rangkaian ini lebih
menguntungkan bila dipakai pada sistem bus yang menghubungkan beberapa sumber data ke satu saluran bersama.
A.6 ECL
ECL (Emitter-Coupled Logic) merupakan rumpun gerbang logika dengan kecepatan yang paling tinggi. Ini diperoleh
dengan membuat peranti-peranti aktif-nya beroperasi diluar daerah jenuh dan membuat ayunan sunyal yang sempit,
seki-tar 0,8 V. Rangkaian terpadu ECL yang pertama sekali dibuat diperkenalkan oleh Motorola (1962) dengan
MECL. Serpih ini disusul oleh MECL II (1966). Kedua jenis ini sudah usang dan digantikan oleh MECL III (1968)
dan oleh MECL 10,000 (1971). MECL III merupakan ECL yang paling cepat dengan tundaan ram-batan dan
perubahan sisi (naik atau turun) dalam lingkup 1 ns (nano detik) tetapi membutuhkan daya yang cukup besar sekitar
60 mW sehingga perkalian tundaan-dayanya adalah 60 pJ. Jenis ini digunakan untuk aplikasi pengujian dan
komunika-si kecepatan tinggi. Untuk pemakaian umun dibuat MECL 10,000 dengan tundaan sekitar 2 ns dan
kecepatan sisi 3,5 ns sedangkan kebutuhan daya-nya hanya 25 mW dengan perkalian tundaan-daya sebesar 50 pJ
Gerbang ini telah dikembang-kan ke mikroprosesor dengan daya di bawah 2 mW per gerbang.
Rangkaian dasar rumpun MECL ditunjukkan pada Gambar A.8. Seperti di-tunjukkan dalam gambar ini, rangkaian
ECL terdiri atas 3 bagian: masuk-an yang membentuk penguat selisih, kompensator suhu dan tegangan, dan kelu-
aran “Com-mon-Emitter”. Rangkaian kompensasi suhu dan tegangan dibentuk oleh transistor Q1, dioda D1 dan D2,
dan tahanan R1 dan R2. Rangkaian ini membuat tegangan acuan VBB berubah mengikuti perubahan suku dan tidak
peka terhadap perubahan tegangan catu daya. Dalam suhu kamar, tegangan VBB ini dibuat -1,29 V.
Penguat selisih (differential amplifier) dibentuk oleh transistor QR, yang basisnya dibias oleh tegangan acuan VBB,
dan QA dan QB. Penguat selisih ini di-
RC1 RC2 R1
Q2
Q3
C
Q1
A QA B QB QR VBB D1
D2 D
RA RB RE IE R3 R2
bias oleh arus yang dicatu melalui tahanan RE yang dihubungkan ke catu tegangan negatif VEE. Penghubungan
basis QA dan QB melalui tahanan ke catu negatif ini membuat masukan yang tidak digunakan (tidak dihubungkan ke
sumber luar) di-tarik ke tegangan negatif (berlogika 0). Ini memungkinkan pemakai membiarkan masukan yang tak
digunakan terbuka. Tujuan penggunaan pengikut emiter sebagai keluaran adalah untuk menye-diakan tahanan
keluaran yang kecil dan membuat kapasitansi keluaran dapat ber-ubah hanya bila arus keluaran besar. Di samping
itu, pengikut emiter juga mengge-ser aras tegangan keluaran sebesar VBE sehingga kelu-arannya kompatibel dengan
aras tegangan masukannya.
Dengan menghubungkan langsung keluaran OR dua ger-bang ECL diper-oleh logika OR (wired OR) dan
menghubungkan langsung keluaran NOR dua ger-bang ECL diper-oleh logika AND (wired AND) seper-ti di-
tunjukkan dalam Gambar A.9. Bila masukan A dan B berlogika 0, maka QA dan akan OFF dan arus IE yang melalui
RE mengalir melalui QR. Ini membuat kolektor QA dan QB bertegangan tinggi (logika 1) sedangkan kolektor QR
akan bertegangan rendah (logika 0). Bila masukan A berlogika 1, maka QA akan ON dan arus IE mengalir melalui
QA, dan QR
Gerbang 1 Gerbang 1 A Z
Keluaran NOR B
A+B
Gerbang 2 X
Y Gerbang 2 Z
Keluaran NOR
X+Y
akan OFF. Begitu juga jika masukan B berlogika 1, QB akan ON dan QR akan OFF. Ini membuat kolektor QR
bertegangan tinggi. Jadi bila A atau B berlogika 1, maka kolektor QA dan QB berlogika 0 sedangkan kolektor QR
berlogika 1. Jadi, kolektor QA dan QB merupakan fungsi NOR dari masukan A dan B (= A + B) sedangkan
kolektor QR merupakan fungsi OR dari masukan A dan B (= A + B).
Masing-masing penguat “Emitter Follower” (pengikut emiter) pada keluaran menerima masukan dari kedua kolektor
rangkaian masukan ini sehingga keluaran-nya juga merupakan fungsi OR dan NOR, yaitu C= A + B dan D= A + B.
Keter-sediaan dua keluaran yang komplementer ini banyak menyederhanakan peran-cangan dengan menghindarkan
kebutuhan inverter.
D (Drain) D D D
SB (Substrate) G SB G
G G
(Gate)
S (Source) S S S
N-channel P-channel
Gerbang NOT (inverter) dengan NMOS disusun seperti pada Gambar A.11 (a). Bila mana masukan A bertegangan
rendah (≈ 0 V) maka Q1 akan OFF se-hingga tegangan keluaran Y mengikuti tegangan VDD (tinggi). Bila masukan A
ber-tegangan tinggi (≈ VDD) maka Q1 akan ON dan keluaran Y akan bertegangan rendah. Jadi, rangkaian ini
merealisasikan fungsi NOT.
VDD VDD
Q2
Y= A A+B+C
A Q1 A B C
VDD VDD
S
P-channel
D
In Out In Out
D disederhanakan
N-channel
VSS
VDD VDD
A
A
Z= AB
B B
Z= A+B
A.8 I2L
I2L (Integrated Injection Logic, IIL) merupakan gerbang logika dengan tran-sistor bipolar yang lebih baru dari
gerbang-gerbang logika yang sudah diuraikan sebelumnya, dengan kelebihan perkalian tundaan-daya yang sangat
kecil (< 1 pJ). Gerabang ini mempunyai ciri khusus yang dapat menambah kecepatan dengan imbalan daya yang
lebih besar atau menurunkan daya dengan imbalan kecepatan yang lebih rendah hanya dengan mengendalikan catu
arus dc. Gerbang jenis ini hanya dibuat dalam skala besar LSI dan VLSI dengan jumlah gerbang yang sangat besar
yang dapat dikemas dalam setiap serpih.
Rangkaian dasar gerbang ini terdiri atas sejumlah transistor npn dengan sam-bungan emiter-basis yang terhubung
paralel seperti ditunjukkan pada Gambar A.14(a) dan (b).
I I
Sumber Keluaran
Arus I
Masukan
I I
A
+B A+B (NOR)
A A
I I
(OR)
B B
Kepada basis bersama transistor parale tersebut disuntikkan (injected) arus I yang konstan. Masukan gerbang
diberikan pada basis sedangkan keluaran diper-oleh dari masing-masing kolektor transistor. Dari segi rangkaian,
transistor paralel dapat dipandang sebagai satu transistor dengan kolektor ganda sehingga rangkaian I2L dapat juga
digambarkan seperti pada Gambar A.14(c).
Perlu diperha-tikan dari Gambar A.14(a) dan (b) bahwa dalam rangkaian ini terdapat masukan tunggal dengan
keluaran ganda (Bandingkan dengan gerbang-gerbang lain yang mempu-nyai masukan ganda dengan keluaran
tunggal). Pada praktek pe-makaiannya, keluaran I2L tidak dibiarkan terbuka tetapi dihubungkan ke masukan
gerbang I2L yang lainnya.
Untuk realisasi inverter (NOT) rangkaian I2L disusun seperti pada Gambar A.14(c). Bila masukan dibuat terbuka
atau bertegangan tinggi, > 0,7 V, maka arus dari sumber arus akan mengalir ke basis transistor yang membuatnya
ON dan ke-luarannya akan berteganngan rendah. Bila masukan diberi tegangan rendah, < 0,7 V, maka arus dari
sumber arus akan ditarik ke masukan tersebut. Ini akan membu-- at transistor kehilangan arus basis dan OFF
sehingga keluarannya akan menjadi tinggi. Perhatikan juga penggunaan transistor pnp (driver) sebagai sumber
arusnya.
Pada Gambar A.14(d ) ditunjukkan susunan transistor untuk merealisasikan logika OR dengan I2L dan pada Gambar
A.14(e) susunan untuk OR dan NOR.
Gambar A.15. Beberapa rangkaian terpadu gerbang logika dalam DIP 14-pen: Hex inverter, Quad 2-input
AND, Quad 2-input OR, Quad 2-input NAND, Quad 2-input NOR, Triple 3-input AND, Triple 3-input
NOR, dan 8-input NAND.
nomoran yang berbeda walaupun fungsi IC tersebut sama dengan produksi per-usa-haan lain. Nomor tipe ini
merupakan bagian daripada nomor seri yang umum-nya juga mengandung kode yang menunjukkan lingkup suku
kerja yang diperke-nan-kan, bahan dan bentuk kemasan. Sebagian produsen IC memberikan awalan bagi nomor seri
tersebut, ada yang menerangkan lengkap dengan cara pemrosesan (seperti TI) ada yang sekedar jati diri perusahaan
berupa initial seperti AM untuk Advanced Micro Devices, MC untuk Motorola, H untuk Harris, M untuk National,
IM untuk Intersil, MM untuk Monolithic Memories, dan sebagainya. Untuk mem-beri gambaran mengenai pemberian
nomor IC, berikut ini diberikan contoh cara penomoran yang digunakan oleh Texas Instrument (TI), Motorola dan
Advanced Micro Devices untuk gerbang logika dasar TTL, yaitu dalam bentuk :
a bcd e (TI, Motorola, AMD)
dengan arti
a= awalan menunjukkan cara pemrosesan atau identifikasi produsen,
SN= standar
e= jenis kemasan: J = keramik, DIP
N = plastik, DIP
T = gold-plated, flat
W = kramik, flat
bcd membentuk nomor tipe IC:
b = lingkup suhu kerja: 74 = industri (0o s/d +70o C) atau
54 = militer (-55o s/d +125o C)
c = Identifikasi keluarga TTL,
- (kosong) = TTL standar (tundaan 10-12 ns, konsumsi daya 10 mW)
H = High-power, daya sangat besar (22 mW), kecepatan sedang (5-10 ns)
L = Low-power, daya sangat rendah (1 mW), sangat lambat (31-60ns)
S = Schottky, sangat cepat (3 - 5 ns) dan daya sangat besar (22 mW)
LS = Low-power Schottky, daya sangat rendah (2 mW) dan kece-patan standar (10-12ns)
d = nomor urut, 00, 01,...
Sebagai contoh, serpih gerbang AND: "SN74LS11 J" yang diproduksi Texas Instrument (TI) yang ditunjukkan pada
Gambar A.16, yang oleh praktisi disebut 74LS11 saja, bahkan kadang-kadang disebut 7411 saja (sebenarnya sudah
salah), mempunyai ciri sebagai berikut:
pemrosesan standar (a= SN), lingkup suhu kerja industri (b= 74), Schottky daya rendah (c= LS), jenis/tipe
no.11 yaitu AND, dan dikemas dalam keramik dengan susunan DIP (e= J).
Uraian lengkap untuk semua gerbang TTL suatu produsen biasanya dibuku-kan oleh produsen bersangkutan dalam
bentuk "Data Book". Kebanyakan produ-sen menerbitkan "Data Book" untuk masing-masing keluarga IC
produksinya, misalmya TTL Data Book terpisah dari CMOS Data Book, terpisah dari Memory Data Book, terpisah
dari Microprocessor Data Book, dan sebagainya, keluaran produsen yang sama. Dalam merancang suatu rangkaian
digital, buku-buku data tersebut merupakan sarana yang sangat penting dalam pemilihan IC yang akan digunakan.
Isyarat:
Transistor dan tidak mungkin
dalam keadaan jenuh (ON)
secara bersa-maan.
Jawab: 4,6 V; 0 V; 0,039 mA;
3,9 mA; 0 mA
Gambar SA.1
2. Jika harga tahanan-tahanan pada rangkaian dasar TTL Gambar A.5 adalah R1= 4 kΩ, R2= 1,6 kΩ, R3= 1 kΩ,
R4= 130 Ω, tentukanlah harga tegangan dan arus pada setiap terminal transistor jika salah satu masukan
bertegangan tinggi (misalnya +5 V) dan jika kedua masukan bertegangan rendah (0 V). Ambillah harga βR ≈ 0,02.
[Cukup 1 masukan diperhatikan]. Jawab: 15 µA; 0,73 mA; 0,73 mA; 2,6 mA; 0,7 mA; 3,3 mA; 0 mA; 2,6 mA; 2,1
V; 1,4 V; 0,9 V; 0,7 V; 0,1 - 0,2 V dan 1 mA; 1 mA; 0 mA; 0 mA; 0,9 V; 0,3 V; 0 V.
3. Rangkaian dalam Gambar SA.2 merupakan penyedia tegangan acuan VBB untuk ECL dalam Gambar A.8.
Dengan menganggap D1, D2 dan sambungan basie-emitter Q1 mempunyai jatuh tegangan seebsar 0,7 V pada arus
1 mA dan arus basis Q1 dapat diabaikan, hitunglah harga tegangan VBB. Jawab: -1,31 V.
Gambar SA.2