Anda di halaman 1dari 17

BEBERAPA TINJAUAN BARU SEBAGAI ALTERNATIF

DALAM MENGUKUR PEMBANGUNAN


OLAHRAGA DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester


Mata Kuliah Teknologi Olahraga

OLEH
ZULKIFLI A. LAMUSU
NIM: 6301508016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA


PROGRAM PASCA SARJANA (S2)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah swt, karena berkat rahmat, karunia,
lindungan dan bimbinganNya makalah yang berjudul: “Beberapa Tinjauan Baru Sebagai
Alternatif Dalam Membangun Olahraga Di Indonesia” disusun. Adapun tujuan dari pada
penyusunan makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas mandiri dan persyaratan tugas akhir
semester pada mata kuliah IPTEK Keolahraga Program Pascasarjana (S2) UNNES.
Disadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya, karena itu

saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat diharapkan demi sempurnahnya makalah

tersebut. Mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua

amin.

Semarang, Juni 2009

2
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diantara kemajuan yang paling menonjol dalam setiap bidang keilmuan dewasa ini
adalah teknologi, “teknologi” siapa yang tidak mengenal, mengetahui, dan menikmatinya. Suatu
inovasi yang terus-menerus dan tiada henti dikembangkan para ilmuan di era globalisasi saat ini
telah banyak memberikan manfaat bagi kita semua.
Sama halnya pada olahraga, dimana dalam pengembangan keilmuannya merupakan
inovasi dari pada teknologi, karena fakta membuktikan dimana fenomena yang terjadi sejak dulu
hingga saat ini dalam dunia olahraga telah melibatkan unsur-unsur pengembangan ilmu
teknologi (IPTEK), dikatakan demikian karena teknologi adalah salah satu alternativ pendukung
dalam mengukur kemajuan pembangunan di bidang olahraga. Dengan alasan inilah tak heran
jika dari beberapa isu mengenai ilmu-ilmu olahraga hingga kajian-kajian dalam ilmu
keolahragaan saat ini telah memposisikan teknologi pada urutan awal sebagai kajian utama
dalam mengukur serta mengembangkan olahraga.
Tidak lepas dari kaitannya dengan teknologi, Indonesia merupakan salah satu Negara
pengguna teknologi dengan tujuan mengedepankan olahraga walaupun dalam keadaan yang
terbatas, menyadari hal ini perlu kita ingat secara bersama bahwa walaupun kita sebagai Negara
yang telah mengimpor alat-alat olahraga berteknologi dari Negara lain tetap masih sulit untuk
dapat membangun dan mengedepankan olahraga di negera kita, terbukti bahwa pada setiap event
olahraga yang berskala internasional prestasi atlet Indonesia masih sangat perlu untuk
diperhatikan secara bersama.
Dengan kondisi seperti ini, tak heran jika olahraga di negara kita penuh dengan masalah
dan silang pendapat untuk mencari jalan keluar dalam menemukan ide-ide baru demi
mengedepankan olahraga. Walaupun beragam macam masalah mengenai olahraga yang terjadi
saat ini di Negara kita sedikitnya tidak merubah kesadaran para atlet dalam menjunjung nilai
sportivitas pada setiap kompetsi berskala internasional, hal ini dapat diperhatikan yang mana
atlet-atlet kita jarang terdengan bersaing secara tidak sehat untuk menjadi juara. Hal ini patut kita
banggakan, tetapi apakah dalam mengukur pembangunan olahraga di Negara kita selamanya
mengedepankan atau mengutamakan dari segi perolehan medali. Jika jawabannya adalah iya,
apakah atlet di Negara kita selama beberapa tahun ini telah menampakkan peningkatan

3
prestasinya pada setiap kompetisi olahraga internasional. Dan apabila jawabannya tidak, ide-ide
atau jalan keluar seperti apa yang harus kita lakukan dalam mengukur pembangunan olahraga di
Negara kita.
Bertitik tolak dari uraian di atas, menggambarkan dimana kondisi olahraga yang ada di
Indonesia perlu ditinjau kembali untuk mencari solusi yang sederhana serta dapat membangun
sistem keolahragaan yang ada.

4
II. PEMBAHASAN

A. Tinjauan Sport History (Tentang Olahraga Di Indonesia)


1. Permasalahan Olahraga Di Indonesia
Tak dapat dipungkiri bahwa olahraga di Negara kita diterpa oleh beragam macam
masalah, dan bahkan di era krisis global saat ini masalah demi masalah dalam membangun
olahraga di Indonesia semakin kompleks, terlebih lagi dengan krisis ekonomi yang boleh dikata
sudah cukup lama melanda Negara ini. Dengan lemahnya perekonomian di Indonesia ternyata
mempengaruhi sistem keolahragaan yang ada, pendek kata bahwa lemahnya perekonomian di
Indonesia telah memperkecil anggaran pembangunan olahraga, ini disinyalir dengan terbatasnya
perhatian pemerintah untuk memberikan bantuan dana dalam memenuhi anggaran pembangunan
olahraga, hal tersbeut dapat diperhatikan dimana pemerintah memberikan bantuan dana hanya
terbatas pada beberapa cabang saja, dengan kondisi seperti ini maka akan mempengaruhi
pembinaan serta prestasi olahraga yang ada.

3 PRESTASI

2 PEMBINAAN

1 PERMASALAHAN

Keterangan:
Gambar pyramid di atas mengartikan dimana pembinaan olahraga di Indonesia masih
banyak di warnai oleh beragam macam permasalahan, terutama masalah dana yang
menyangkut pengadaan falisilitas olahraga, pelatih yang kurang profesional, dan kurang
obyektifnya dalam memilih atlet-atlet berkualitas. Hal ini disebabkan karena masih
membudayanya nepotisme (memilih atlet bukan dari kualitasnya, akan tetapi kecenderungan

5
masih tertuju pada cara memilih atlet yang pada umumnya dikenal secara pribadi sehingga
mudah untuk diatur), begitupun dengan pelatih, dimana pemerintah cenderung membayar pelatih
dari luar untuk melatih di Indoensia tanpa mempertimbangkan pelatih-pelatih di Indonesia
disekolahkan, dibina atau dibelajarkan di luar negeri (di negara yang pembinaan ataupun
pelatihan olahraganya sudah maju).
Dengan beragam masalah mengenai system keolahragaan yang ada di Indonesia, maka
efeknya dapat diperhatikan pada pembinaan olahraga itu sendiri, dimana pembinaanya (yang
meliputi pelatih) kurang professional, dengan demikian maka prestasi yang dihasilkan sangatlah
kecil.

2. Peninjauan Cabang Olahraga Yang Dikompetisikan Pada PON


Seiring dengan perubahan dan tantangan dalam perkembangan zaman saat ini, ide-ide
baru untuk membangun, mengedepankan, menciptakan dan mengadakan perubahan dalam dunia
olahraga semakin marak, khususnya di Indonesia dalam konteks PON banyak perubahan dan
penciptaan olahraga baru untuk dikompetisikan, beberapa cabang olahraga yang dikompetisikan
pada PON sejak beberapa tahun kemarin perlu untuk dikaji bersama, karena ada beberapa cabang
olahraga yang dimasukkan dalam PON tidak dalam jalur konteks pengertin olahraga yang
sebenarnya, hal tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan Lutan (1992) menurut
pandangannya bahwa, dalam konteks PON sebenarnya banyak orang tak sependapat, misalnya
mengapa aeromodeling dan catur disebut sebagai cabang olahraga, kondisi ini sebenarnya perlu
dikaji secara bersama, artinya bahwa jika ke-dua cabang tersebut dipertandingkan pada
kompetisi olahraga dalam Konteks PON, apakah memberikan sumbangsi yang sangat berharga
tentang makna olahraga sebenarnya, dan apakah prestasi atlet dalam cabang olahraga yang
dimaksud dapat dibina dan dikembangkan sampai pada kompetisi olahraga yang berstandar
internasional (Olymiade), jawabannya tentu tidak, karena permaian yang dikatakan bagian dari
pada cabang olahraga tersebut hanyalah ide-ide yang kurang mendasar bangsa kita dalam
mengukur prestasinya melalui perolehan medali.

3. Peninjauan Prestasi Yang Pernah Diraih Indonesia


Dari uraian di atas jika kita sedikitnya mundur dan mengenang kembali masa-masa
kejayaan dimana Indonesia sejak terjun pada Asian Games pertama tahun 1951di New Delhi, ini

6
adalah tahap awal dalam mengukur kemampuan atlet Indonesia pada kompetisi se-Asia, tahap
awal tersebut memang belum begitu menonjolkan prestasi para atlet Indonesia, akan tetapi pada
Asian Games ke IV tahun 1962 di Jakarta, Indonesia tercatat sebagai urutan kedua dibelakang
Jepang, (Siregar dalam Harsuki: 2003). Ini mengisyaratkan bahwa prestasi yang cukup gemilang
tersebut meupakan wujud dari pada tanggung jawab bersama, dalam hal ini dukungan
pemerintah saat itu merata di segala bidang, salah satunya yaitu bidang olahraga.

4. Keterpurukkan Olahraga Indonesia


Pada dasarnya banyak hal yang menyebabkan keterpurukkan kondisi olahraga di
Indonesia, antara lain yang masih menjadi masalah klasik dan sering menghantui pembinaan-
pembinaan olahraga di berbagai daerah selama ini yaitu minimnya fasilitas latihan. Belum lagi
persoalan dana untuk pengadaan sarana serta peralatan-peralatan yang ditunjang oleh teknologi
mutakhir menjadi kendala besar untuk membangun sistem keolahragan di Indonesia, Ini
sebenarnya suatu alasan yang boleh dikata penyebabnya adalah faktor manejemen sistem
keolahragaan di Indonesia yang amburadul, apabila faktor tersebut tidak perbaharui sejak dini,
maka prestasi olahraga di Indonesia sulit untuk dikembangkan.
Ada sebuah hal unik yang perlu perhatikan jika kita mampu menanalogikan karakter
bangsa dari olahraganya, yaitu minimnya prestasi olahraga kita saat ini ternyata berbanding
lurus (seimbang) dengan minimya rasa nasionalisme bangsa Indonesia.
Rasa kebangsaan masyarakat Indonesia jika dipikirkan telah berkurang disebabkan oleh
pengaruh globalisasi. Dikatakan pengaruh globalisasi karena arus informasi yang begitu luas saat
ini telah mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia. Sama halnya dalam olahraga, contoh
kasusnya ditunjukkan oleh sejumlah Tim Nasional PSSI yang menolak masuk Pelatnas karena
bayaran yang tak sepadan. Yang ke-dua adalah maraknya kasus kepindahan atlet ke propinsi lain
demi mencari bayaran tinggi (Achmad Faris, 2009).
Pandangan di atas menggambarkan bahwa menurunnya rasa nasionalisme yang melekat
pada insan-insan olahraga Indonesia hingga jajaran pengurus oraganisasi-organisasi olahraga dan
beberapa elit politik saat ini mengakibatkan turunnya daya juang para atlet, dan sebagian insan
olahraga tidak murni lagi dalam memperjuangkan prestasi olahraga nasional untuk nama
Indonesia.

7
B. Memaknai Hakikat Olahraga
Menurut Harosno, (2008) bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan
terencana untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan kualitas hidup, pengertian ini
memiliki makna filosofis dan jika dikaji bersama akan memberikan sedikit bayangan tentang hal-
hal apa yang akan dilakukan untuk membangun dan mengedepankan olahraga itu sendiri.
Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang dikenal sebagai kegiatan terbuka bagi
semua orang sesuai dengan kemampuan, kesenangan dan kesempatan, tanpa membedakan hak,
status, sosial, budaya atau derajat di masyarakat, hal ini senada dengan apa yang dikemukakan
Supandi, (1988) menurutnya bahwa asas olahraga bagi semua orang (sport for all) kini makin
memasyarakat, dengan demikian maka saat ini olahraga telah merasuk ke tiap lapisan
masyarakat, dan sebagai bagian dari budaya manusia. Pendek kata olahraga dilakukan dan
menarik bagi semua orang tanpa memandang jenis ras, kepercayaan, politik dan geografi.
Berkenaan dengan gejala bahwa olahraga merupakan budaya universal, maka timbul
pertanyaan yakni mengapa orang tertarik untuk berolahraga? Meskipun banyak teori yang
mencoba untuk menjawab pertanyaan ini, namun tak satupun yang paling memuaskan, hal ini
karena makna olahraga bagi setiap orang berbeda-beda. Contoh misalnya makna lari bagi pelari
professional berbeda dengan makna lari bagi seorang pelari biasa pada pagi hari bertujuan
sekedar untuk memelihara kesehatannya, namun jika ditelusuri lebih lanjut, yang mana hakikat
keterlibatan seseorang dalam berolahraga yakni untuk memenuhi kebutuhannya baik sebagai
individu maupun mahluk sosial (Supandi dalam Lutan,1992:32). Berbeda dengan negara kita,
walaupun secara faktual masyarakatnya banyak yang mulai tertarik dan telah menyadari
pentingnya olahraga bagi kehidupan, akan tetapi hal tersebut masih saja belum bisa membangun
kondisi olahraga yang ada, hal ini di sadari bahwa sarana-prasarana serta fasilitas olahraga yang
ada belum menunjang, dan sebagaian besar maysarakat kita mengasumsikan bahwa olahraga
hanya sebatas kesenangan serta kebugaran semata.

C. Kesadaran Dalam Membangun Olahraga Dengan Tinjauan Sport


Development Indeks
Sport Development Index (SDI) adalah istilah baru dalam olahraga Indonesia. Ini
semacam metode pengukuran yang diklaim sebagai alternatif baru untuk mengukur kemajuan
pembangunan olahraga. Untuk itu Menurut Cholik dan Maksum, (2007) SDI adalah indeks
8
gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan olahraga berdasarkan empat dimensi
dasar yaitu: (1) ruang terbuka yang tersedia untuk olahraga, (2) sumber daya manusia atau
tenaga keolahragaan yang terlibat dalam kegiatan olahraga, (3) partisipasi warga masyarakat
untuk melakukan olahraga secara teratur dan, (4) derajat kebugaran jasmani yang dicapai oleh
masyarakat. Jika dibahasakan, maka SDI dapat diterjemahkan menjadi IPO (Indeks
Pembangunan Olahraga). Alasan mengapa tidak digunakannya istilah IPO, karena istilah SDI
dikenal luas di dalam komunitas olahraga, terutama para pengambil kebijakan olahraga,
temasuk di dunia internasional.
Dalam berbagai referensi olahraga didefinisikan secara berbeda-beda, tergantung dari
cara pandang yang digunakan. Menurut WHO, olahraga (dalam hal ini mengambil istilah
physical activity) yaitu segala bentuk aktivitas gerak yang dilakukan setiap hari, termasuk
bekerja, rekreasi, latihan, dan aktivita olahraga. Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 3
tahun 2005 disebutkan bahwa olahraga adalah segala kegiatan yang sistematik untuk mendorong,
membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani dan sosial. Dari dua definisi tersebut
sekurang-kurangnya ada empat konsep dasar yang diambil yaitu: (1) aktivitas fisik, (2)
ketekunan, (3) pencarian kesempurnaan, dan (4) keberanian mengambil resiko. Kesimpulannya
bahwa, olahraga bukan untuk mencari kemenangan, tetapi sebagai instrument meraih
kesempurnaan hidup, baik fisik, mental maupun sosial.
Piere de Coubertin dalam beberapa tulisannya menyatakan bahwa Olympic games bukan
hanya ivent olahraga semata, tetapi merupakan inti dari gerakan sosial yang luas, dimana melalui
kegiatan olahraga akan meningkatkan pengembangan kualitas sumber daya manusia dan saling
pengertian secara internasional (International Olympic Comitte, 2002 dalam Cholik dan
Maksum, 2009). Dari penjelasan tersebut jika di tinjau kembali nampaklah bahwa olahraga telah
menjadi komeitmen bersama untuk diyakini sebagai salah satu instrument dalam menciptakan
tatanan dunia yang lebih baik.

D. Tinjauan Dalam Mengukur Pembangunan Olahraga Di Indonesia


Pada awalanya keberhasilan dalam pembangunan hanya diukur dengan satu indikator,
yaitu pendapatan perkapita, Negara yang pendapatan perkapitanya tinggi dianggap sebagai
Negara yang berhasil dalam pembangunan. Tetapi perlu disadari bahwa pembangunan bersifat

9
multi faktor dan multi dimensi. Mungkin kurang bijaksana jika kita mengatakan bahwa
keberhasilan pembangunan hanya diukur dengan satu indikator.
Begitupun dalam olahraga, rasanya terlalu sederhana jika kita mengukur keberhasilan
olahraga hanya dengan satu indikator, yaitu perolehan medali. Dengan demikian timbullah
beragam macam pertanyaan tentang bagaimanakan mengukur keberhasilan pembangunan
olahraga khususnya di Indonesia, apakah ada alternativ lain yang dapat dijadikan acuan dalam
mengukur keberhasilan pembangunan olahraga? Pertanyaan-pertanyaan yang boleh dikata telah
terjawab oleh beberapa Negara yang berkembang dan telah maju, kini baru dimulai pada Negara
kita.

E. Tinjauan Sport Facilities (Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Sarana Olahraga) dan
Tujuan Masyarakat Di Indonesia Untuk Melakukan Olahraga
1. Tinjauan Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Sarana Olahraga
Sarana olahraga merupakan suatu wadah untuk melakukan aktivitas olahraga
(Purnomohadi dalam Harsuki, 2003). Untuk itu sarana olahraga memang merupakan faktor
utama dalam membangun kondisi olahraga, kita sadari bersama bahwa kondisi olahraga yang
ada di Negara kita banyak masalah. Salah satu masalah yang sangat mendasar yaitu tentang
kondisi sarana dan pra sarana olahraga yang kurang memenuhi standart. Jika kita melirik sedikit
ke salah satu Negara di wilayah asia yang telah maju, yaitu China, Negara tersebut memiliki
jumlah penduduk yang kurang seimbang dengan luas Negaranya, untuk itu jika diperhatikan
maka hal yang tidak mungkin apabila negara ini dapat membangun sarana atau fasilitas olahraga
yang cukup memadai, akan tetapi diluar dari kenyataannya Negara tersebut mampu mendirikan
Stadion olahraga berstandart internasional yang berteknologi mutakhir. Jika bandingkan dengan
stadion kebanggaan Bung Karno sangatlah jauh berbeda, namun dalam memperbaiki dan
membangun kondisi olahraga di Negara kita, akan lebih baik jika diberbagai daerah mendirikan
sarana olahraga walau hanya dalam kondisi sederhana.
Menurut Purnomohadi dalam Harsuki (2003) bahwa ketersediaan rata-rata lahan per-
orang dari hasil survery secara acak mengenai wilayah yang dapat didirikan sarana olahraga
(pusat latihan olahraga) pada dua daerah yang ada di Indoensia pada tahun 1993 yaitu:
- Dari wilayah DKI Jakarta diperoleh data dari :
Kecamatan Kembangan yaitu 0.33 m2/orang

10
Kecamatan Mampang Prapatan 0,12 m2/orang
Kecamatan Sawah Besar 0,24 m2/orang
Kalau dihitung rata-rata menjadi 0.23 m2/orang

- Di Wilayah DATI I Jawa Tengah diperoleh data :


Kecamatan Purwakarta Timur 1,75 m2/orang
Kecamatan Banjarsari Surakarta 0,36 m2/orang
Kecamatan Klepu Semarang 1,31 m2/orang
Kalau dihitung rata-rata menjadi 1.14 m2/orang
Di sini terlihat bahwa pada wilayah tiga kecamatan yang ada di Jakarta lebih sulit untuk
memperoleh lahan dari pada beberapa kecamatan yang ada di daerah Jawa Tengah.

2. Tinjauan Sport Pshichology (Tinjauan Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Tujuan


Masyarakat Di Indonesia Untuk Melakukan Olahraga)
Undang-undang nomor 3 Tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional menyebutkan
bahwa pilar olahraga tidak hanya menyangkut olahraga prestasi, tetapi juga olahraga pendidikan
dan olahraga rekreasi, artinya dengan hanya mendasarkan pada medali sebagai ukuran
keberhasilan kita telah menafikkan eksistensi olahraga pendidikan dan olahraga rekreasi. Selain
itu berdasarkan data nasional hasil sensus BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2003 menunjukkan
bahwa masyarakat yang melakukan olahraga untuk tujuan prestasi di Indonesia adalah 7,8% dari
total populasi. Sementara, sebagian besar masyarakat yaitu 65,2% melakukan olahraga untuk
tujuan kesehatan, dan 27% untuk tujuan lainnya. Dengan demikian, tentu tidak adil manakala
olahraga hanya diukur dari satu pilar saja, yakni olahraga prestasi dengan indikator perolehan
medali, (Cholik dan Maksum, 2007).

F. Sport Development Indeks (SDI) Sebagai Alternatif Baru Dalam Membangun Olahraga
Di Indonesia
Seperti yang telah di uraikan di atas, jelas bahwa sistem keolahragaan yang ada di
Negara kita saat ini dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, untuk itu dalam menata kembali
kondisi olahraga, ada beberapa tinjauan sebagai alternativ yang telah dijadikan tolok ukur oleh
para pakar untuk membangun kondisi olahraga di negara kita.

11
Salah satu tinjauan yang dijadikan alternativ tersebut adalah, membangun olahraga di
Indonesia melalui Sport Development Indeks. Menurut Cholik dan Maksum (2007) bahwa SDI
adalah indeks gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan olahraga berdasarkan
empat dimensi dasar yaitu :
a) Ruang Terbuka
Ruang terbuka merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat untuk melaukan aktivitas
fisik. Keberadaan ruang terbuka olahraga yang mudah diakses oleh semua lapisan
masyarakat dapat mendorong terciptanya suatu masyarakat yang gemar berolahraga atau
beraktivitas fisik
Ruang terbuka merujuk pada suatu tempat yang diperuntukkan bagi kegiatan olahraga
oleh sejumlah orang (masyarakat) dalam bentuk bangunan dan/atau lahan. Bangunan dan
lahan tersebut dapat berupa lapangan olahraga yang standar atau tidak, yang tertutup (in-
dor) maupun terbuka (out-dor), atau berupa lahan yang memang diperuntukkan untuk
kegiatan berolahraga masyarakat.
Untuk dapat dikatakan sebagai ruang terbuka olahraga harus memenuhi syarat-syarat
antara lain sebagai berikut, (1) didesain untuk olahraga (2) digunakan untuk olahraga (3)
bisa diakses oleh masyarakat luas.
b) Sumber Daya Manusia (SDM)
Dinamika kegiatan kelahragaan akan sangat ditentukan oleh SDM yang menggerakkan
roda kegiatan. Pengembangan SDM ini sudah mengalami perubahan yang sangat berarti
seiring dengan anggapan dasar yang berbeda. Dahulu SDM dianggap sebagai tenaga
kerja yang diset untuk efisiensi prodeksi, sehingga fungsinya sebagai instrument.
Sedangkan saat iniSDM ditempatkan sebagai modal kerja sehingga kemampuan,
pengetahuan dan keterlibatannya dalam setiap pengambilan kebijakan lebih mendapat
penekanan. Dengan demikian Sumber daya manusia dalam olahraga yang dimaksudkan
mengacu pada ketersediaan pelatih olahraga, guru penjasor, dan instruktur olahraga
dalam suatu wilayah tertentu.
c) Partisipasi
Dari prespektif perorangan dikatakan bahwa, rendahnya tingkat partisipasi berolahraga
disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) kegiatan olahraga yang cenderung
berorientasi pada peningkatan prestasi, sehingga membatasi partisipasi orang yang

12
kurang berminat mengejar prestasi, (2) rendahnya derajat kesehatan atau kebugaran
jasmani sehingga secara psikologis merasa tidak mampu, (3) tingkat ekonomi yang
rendah sehingga tidak sanggup memenuhi pengeluaran minimal untuk melibatkan diri
dalam kegiatan olahraga, (4) terkurasnya tenaga dan waktu akibat terlalu sibuk dalam
pekerjaan, (5) belum adanya fasilitas olahraga di tempat-tempat umum yang meberikan
akses kepada para penderita cacat, sehingga mereka tidak dapat memenuhi keinginannya
bersama warga masyarakat lainnya.
Ditinjau dari prespektif sosial, dikatakan bahwa keterbatasan partisipasi disebabkan
oleh (1) fanatisme paham yang menjatuhkan peluang wanita untuk berolahraga,
(2) paham elitism yang menganggap olahraga sebagai kegiatan ekslusif yang semata-
mata bertujuan untuk menaikkan prestice bangsa dan Negara di mata dunia internasional,
(6) menganggap bahwa olahraga tidak mengandung unsur-unsur pendidika, disebabkan
masih seringnya terjadi tindak kekerasan dalam olahraga.
Dari prespektif infrastruktur, kurangnya partisipasi masyarakat berolahraga
disebabkan oleh (1) keterbatasan sarana, prasarana, dan ruang terbuka yang tersedia, (2)
ketiadaan fasilitas khusus bagi penderita cacat fisik, (3) terbatasnya atau kurangnya dana
pemerintah yang dialokasikan untuk kepentingan pemberdayaan olahraga rekreasi dan
olahraga tradisional.
d) Kebugaran
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata berdampak pada pola aktivitas
masyarakat. Peralatan yang serba otomatis seperti tangga elektronik dan remote control
membuat orang relativ tidak melakukan aktivitas fisik. Hal yang sama telah melanda
masyarakat yang ada di Indonesia, dimana kemutakhiran teknologi saat ini telah
mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Survei Departemen Kesehatan
menyebutkan bahwa seiring dengan berjalannya waktu penyakit degenerativ seperti
kardiovaskuler terus meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab kematian.
Kondisi yang demikian tentu sangat memprihatinkan, sehingga bisa dibayangkan
bagaimana produktivitas kerja masyarakat kita. Karena alasan inilah masyarakat
Indonesia perlu untuk didorong untuk melakukan latihan-latihan jasmani, karena
kebugaran jasmani yang prima hanya dapat dicapai melalui latihan fisik yang sesuai
dengan prinsip-prinsip latihan.

13
Kebugaran jasmani terdiri dari beberapa komponen fisik yaitu: (1) cardio-respiratory
endurance yaitu daya tahan kardiovaskuler, (2) mascular endurance yaitu daya tahan
otot, (3) strength muscle yaitu kekuatan otot, (4) muscular speed yaitu kecepatan otot
dalam berkontraksi dan (5) flexibility yaitu kelentukan. Jadi jika seseorang memiliki
kebugaran jasmani yang baik, maka dengan sendirinya akan memiliki kualitas
komponen-komponen tersebut relative lebih baik.

14
III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa mengukur keberhasilan
pembangunan tidak dengan menggunakan satu indikator, Begitupun dengan olahraga, rasanya
kurang bijaksana jika kita mengatakan bahwa keberhasilan olahraga hanya diukur dengan satu
indikator, yaitu perolehan medali. Karena itu dalam makalah ini tinjauan yang digunakan dalam
mengukur pembangunan olahraga di Indonesia melalui Sport Development Indeks.
Sport Development Index (SDI) adalah istilah baru dalam olahraga Indonesia. Ini
semacam metode pengukuran yang diklaim sebagai alternatif baru untuk mengukur kemajuan
pembangunan olahraga. Untuk itu keberhasilan pembangunan olahraga di suatu negara
khususnya Indonesia harus diukur berdasarkan empat dimensi dalam lingkup kajian SDI yaitu:
(1) ketersediaan ruang tebuka untuk olahraga, (2) partisipasi masyarakat, (3) sumber daya
manusia, dan (4) tingkat kebugaran jasmani masyarakat. Dengan demikian maka pembangunan
olahraga yang berhasil adalah mampu mendorong empat dimensi dasar tersebut untuk
berkembang dan maju, dan pada ujungnya, barulah pembangunan olahraga ini mengerucut
menjadi prestasi dan kemudian berbuah medali.

15
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Faris. (2009). Kemerdekaan Olahraga. Internet. http://en.wikipedia.org

Cholik. (2009). SDI Cara Baru Mengukur Kemajuan Olahraga. Internet. www.bolanews.com

Cholik dan Maksum. (2007). Sport Develompent Indeks (alternative Baru Mengukur Kemajuan
Pembangunan Bidang Keolahragaan). Jakarta. PT. Indeks

Harsono. (2008). Teori Gerak Manusia. Internet. http://en.wikipedia.org

Harsuki. (2003). Perkembangan Olahraga Terkini (Kajian Para Pakar). Jakarta.


Raja Grafindo Persada

Lutan. (1992). Manusia dan Olahraga. Bandung. FPOK IKIP Bandung

Supandi. (1988). Sosiologi Olahraga. Bandung. FPOK IKIP Bandung

16
17

Anda mungkin juga menyukai