Null

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 26

DRAF RANCANGAN QANUN

PEMERINTAHAN ACEH

NOMOR… TAHUN…

TENTANG

PROGRAM DAN ISI SIARAN LEMBAGA PENYIARAN DI ACEH

Menimbang:

a. Bahwa dengan disahkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 Tentang


Pemerintahan Aceh (UURA) maka perlu dijabarkan dan ditindak lanjuti dengan
ketentuan pelaksanaannya;
b. Bahwa pasal 153 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh, menyebutkan “Pemerintahan Aceh mempunyai kewenangan
menetapkan ketentuan dibidang pers dan penyiaran berdasarkan nilai Islam”.
c. Bahwa pasal 153 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh, menyebutkan “pemerintah Aceh berkoordinasi dengan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Aceh menetapkan pedoman etika penyiaran
dan standard program siaran.”
d. Bahwa untuk menjaga ketahanan pandangan hidup masyarakat Aceh yang
berlandaskan Syariat Islam dan menjamin keutuhan adat serta budaya di Aceh.
e. Bahwa kegiatan penyiaran dalam pandangan Islam merupakan hak setiap orang
yang dalam pelaksanaannya sangat rentan terhadap penyimpangan,
penyelewengan, penyalahgunaan dan pelanggaran yang jika terjadi merupakan
tindakan zalim sebagai perlindungan asset public dalam pencegahan terhadap
kemungkaran (nahi mungkar)
f. Bahwa sehubungan dengan butir a, b, c, d, e dan f di atas dipandang perlu
menetapkan qanun program dan isi siaran lembaga penyiaran di Aceh

Mengingat:
1. Pasal 20 ayat (1), (2) dan (4) pasal 21 ayat (1), Pasal 28 f, pasal 31 ayat (1), Pasal
32, pasal 33 ayat (3) dan pasal 36 Undang-undang Dasar 1945 sebagai mana telah
diubah dengan perubahan keempat Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang
dasar Negara Republik Indonesia.
2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi
Provinsi Aceh dan perubuhan peraturan Provinsi Sumatra Utara (lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1103)
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaga Negara Republik
Nomor 3473);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 33. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 12. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
6. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
7. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
8. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ((Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3887);
9. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
19996 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3893)
10. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
11.Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4252);
12. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4252);
13. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
14. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437);
15. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4633);
16. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4928);
17. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh;
18. Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang
Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam;
19. Qanun Aceh Nomor 22 Tahun 2002 tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha
Perfilman;
20. Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2003 tentang Khamar dan Minuman Keras;
21. Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir/Judi;
22.Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat/Meusum;
23. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pedoman
Prilaku Penyiaran;
24. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007 tentang Standar
program Siaran
BAB I

KETENTUAN UMUM

PASAL 1

Dalam qanun ini yang dimaksudkan dengan :

1. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
4. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dipimpin oleh seorang bupati/walikota.
5. Qanun Aceh adalah perundang-undangan sejenis peraturan daerah di provinsi
yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh
lain.
6. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Aceh selanjutnya disebut KPID Aceh adalah
lembaga negara yang bersifat independen yang berkedudukan di ibukota Provinsi
Aceh sebagai wujud serta masyarakat di bidang penyiaran. Tugas dan
wewenangnya diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang
Penyiaran dan qanun ini.
7. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluaskan siaran melalui sarana pemancaran
dan atau sarana transmisi di darat, di laut, atau di antariksa dengan penggunaan
spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel dan/atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran; (perlu diatur tentang perangkat penerima siaran).
8. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara
dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif
maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
9. Isi siaran adalah seluruh materi pesan dan materi rangkaian pesan dalam bentuk
suara, gambar atau suara dan gambar yang berbentuk grafis, karakter, baik yang
bersifat interaktif atau tidak yang dapat diterima melalui perangkat penerima
siaran berdasarkan azas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran.
10. Program siaran adalah klarifikasi penerima siaran berdasaran azas, tujuan, fungsi
dan arah penyiaran.
11.Program siaran lokal adalah program acara yang diproduksi dan disiarkan
lembaga penyiaran lokal, station induk jaringan serta anggota jaringan.
12.Stasiun siaran adalah stasiun yang mempunyai studio dan pemancar sendiri
dengan melakukan relay siaran tetap dan waktu tertentu antar lembaga penyiaran
serta memproduksi/menyiapkan siaran lokal dengan wilayah jangkauan terbatas
dalam jangka waktu tertentu.
13. Stasiun penyiaran lokal adalah stasiun yang didirikan di lokasi tertentu dengan
wilayah jangkauan terbatas dan memiliki studio dan pemancar sendiri.
14.Distributor, kantor cabang lembaga penyiaran berlangganan adalah sebagai
perpanjangan tangan lembaga penyiaran berlangganan dari pusat dalam rangka
pekayanan penjualan paket-paket siaran berlangganan kepada pelanggan di Aceh.
15.Relay dan siaran bersama adalah kegiatan relay siaran lembaga penyiaran lain
baik dari lembaga penyiaran dalam negeri maupun dari lembaga penyiaran luar
negeri.
16. Stasiun Penyiaran Lokal adalah stasiun penyiaran yang didirikan di suatu daerah
tertentu dengan wilayah jangkauan tertentu pada daerah dimana stasiun tersebut
didirikan, dan memiliki studio serta pemancar sendiri.
17. Stasiun penyiaran jaringan adalah stasiun penyiaran yang melakukan sistem
stasiun jaringan yang terdiri atas induk stasiun penyiaran jaringan dan anggota
stasiun penyiaran jaringan yang merupakan stasiun penyiaran lokal.
18. Induk stasiun jaringan adalah stasiun penyiaran yang bertindak sebagai
koordinator yang siarannya direlay oleh anggota stasiun jaringan dalam sistem
stasiun jaringan.
19. Anggota stasiun jaringan adalah stasiun penyiaran yang tergabung dalam suatu
sistem stasiun jaringan yang melakukan relai siaran pada waktu-waktu tertentu
dari induk stasiun jaringan.
20. Lembaga penyiaran berlangganan adalah lembaga penyiaran berbentuk badan
hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran
berlangganan.
21.Disributor daerah berkantor dalam wilayah provinsi sebagai kantor cabang
lembaga penyiaran berlangganan. adalah sebagai perpanjangan tangan lembaga
penyiaran berlangganan dari pusat dalam rangaka pelayanan penjualan paket-
paket siaran berlangganan kepada pelanggan di Aceh.

BAB II

AZAS, TUJUAN dan ARAH

Pasal 2

Program dan Isi Siaran lembaga penyiaran di Aceh diselenggarakan berdasarkan pada
nilai-nilai Islam azas dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Aceh dengan
azas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan,
etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab.

Pasal 3
Program dan Isi Siaran lembaga penyiaran di Aceh diselenggarakan dengan tujuan untuk
memperkokoh integrasi nasional, menghormati Syariat Islam, Adat, dan Budaya Aceh,
syiar, terbinanya watak dan jati diri masyarakat Aceh yang beriman dan bertaqwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dalam rangka
membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta
menumbuhkan industri penyiaran di Aceh yang bernilai Islam.

Pasal 4

1. Program siaran diarahkan agar :


a. Taat dan patuh pada norma dan nilai-nilai Islam sesuai Syariat Islam, Budaya
dan adat istiadat masyarakat di Aceh;
b. Taat dan patuh terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia;
c. Menjunjung tinggi norma dan nilai agama serta budaya yang multi kultural;
d. Menjunjung tinggi Hak-hak azasi manusia;
e. Menjunjung tinggi prinsip jurnalistik;
f. Melindungi kehidupan anak-anak, remaja dan kaum perempuan;
g. Memiliki standar pedoman pembuatan program siaran;
h. Melindungi kaum marginal dan masyarakat minoritas;
i. Melindungi publik dari pembodohan dan kejahatan dan
j. Menumbuhkan demokratisasi
k. Ikut serta menumbuh-kembangkan kebijakan umum pembangunan daerah
(diarahkan dalam bidang pendidikan, ekonomi, agama dan budaya)
l. Dapat menjadi penguatan kekhususan Aceh
m. Menjadi kekuatan untuk proteksi
n. Berkualitas
o. Tidak merusak

1. Isi siaran diarahkan pada :


a. Penerapan Syariat Islam, Adat dan Seni Budaya Aceh;
b. Perbaikan ahlak dan moralitas bangsa;
c. Perlindungan terhadap hak-hak anak, remaja, perempuan dan orang-orang
lanjut usia (lansia);
d. Pelarangan dan proteksi terhadap pornografi dan porno aksi, tindak kekerasan,
sadisme, dan mistik;
e. Memelihara kehormatan hak-hak pribadi;
f. Penggunaan bahasa daerah dan bahasa asing;
g. Siaran langsung dan relay siaran;
h. Siaran iklan;
i. Ketepatan dan kenetralan dalam program berita;
j. Penggolongan program menurut usia khalayak;

BAB III

PENGHORMATAN TERHADAP SYARIAT ISLAM DI ACEH

Bahagian Pertama

Kewajiban

Pasal 5

1. Lembaga Penyiaran di Aceh wajib menyiarkan:


a. Azan shalat lima waktu;
b. Tanda waktu berbuka dan Imsak pada bulan Ramadhan.
c. Pelaksanaan Shalat Jumat secara langsung sesuai jadwal masing-masing
daerah dalam wilayah Aceh, dan apabila tidak dapat menyiarkan secara
langsung maka lembaga penyiaran wajib mensyi’arkan program dakwah Islam
dan/atau pengajian Al-Quran;
d. Pengajian Al-Quran atau dakwah Islam menjelang pelaksanaan Shalat
Maghrib.
e. Pengajian Al-Quran di saat awal mengudara dan di akhir siaran.
1. Lembaga penyiaran wajib menghentikan siaran relai apabila bertepatan dengan
waktu azan.
2. Lembaga penyiaran wajib memproteksi siaran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Islam dari induk berjaringannya.
3. Lembaga penyiaran wajib ikut serta mensyi’arkan penerapan Syari’at Islam dan
peringatan hari-hari besar Islam sesuai dengan karakteristik lembaga penyiaran
masing-masing.

Bahagian Kedua

Larangan

Pasal 6

1. Program siaran lembaga penyiaran lokal dilarang menyiarkan acara penggalangan


dana, pendidikan, dokumenter, film, sinetron, drama, feature (berita investigasi),
lagu, musik, iklan, pelayanan kesehatan, quis, selain untuk kepentingan Agama
Islam.
2. Pada saat berlangsungnya pelaksanaan Shalat Tarawih, lembaga penyiaran
dilarang menyiarkan program acara bersifat interaktif.
3. Lembaga penyiaran lokal dilarang menyiarkan/menayangkan acara yang
menjurus ke dakwah agama selain Agama Islam.
4. Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan peringatan hari valentine dan lain-lain
sejenis yang tidak sesuai dengan nilai Islam, budaya dan adat Aceh dalam bentuk
apapun.
5. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan atau menayangkan suara, perbincangan,
foto, poster, gambar, lukisan, animasi, video, kegiatan, perbuatan, keadaan dalam
klip lagu, musik, features, dokumenter, ilmu pengetahuan, film, sinetron, reality
show, live show, rekaman tersembunyi, yang menjurus kepada khalwat/mesum,
mempertontonkan, aktifitas pergerakan anggota tubuh yang mengundang nafsu
dan aktivitas hubungan seks.
6. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan kegiatan, rekonstruksi kasus tindak
pidana, kasus mesum/khalwat dan pelecehan seksual.
7. Lembaga penyiaran dilarang menayangkan/menyiarkan iklan, mempromosikan
dan menghadiahkan, kerja sama sponsor program, kerja sama produksi program
dengan produk minuman khamar dan sejenisnya, barang atau produk yang tidak
berlabel halal serta produk busana yang bertentangan dengan Syariat Islam.
8. Lembaga penyiaran dilarang merubah program acara yang telah di Evaluasi
Dengar Pendapat (EDP) dengan KPID Aceh dan Masyarakat sebelum
mendapatkan persetujuan KPID Aceh.

BAB IV

KESOPANAN DAN KESUSILAAN

Bahagian Pertama

Pasal 7

Kewajiban

1. Penyiar, reporter, presenter, narasumber dan semua pihak yang terlibat dalam
program acara siaran langsung atau rekaman pada lembaga penyiaran wajib
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta ikut melestarikan
bahasa daerah di wilayah Aceh.
2. Penyiar, reporter, presenter, narasumber dan semua pihak yang terlibat dalam
program acara siaran langsung atau rekaman pada lembaga penyiaran wajib
menggunakan busana yang sopan atau bernuansa islami serta melestarikan busana
tradisi Aceh.

Bagian Kedua

Pasal 8

Larangan

1. Penyiar, reporter, presenter, narasumber dan semua pihak yang terlibat dalam
program acara siaran langsung atau rekaman pada lembaga penyiaran dilarang
berperilaku yang merendahkan dan/atau melecehkan nilai-nilai kesusilaan.
2. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan, menayangkan isi percakapan dari luar
melalui alat komunikasi elektronik yang mengandung (... ga jelas tulisannya)
ancaman, pelecehan dan kata-kata kasar dan kotor atau merendahkan martabah
serta profesi orang lain dalam segala bahasa oleh.
3. Penyiar, reporter, presenter dan narasumber dilarang membacakan sort message
sistem (sms), e-mail, faxsimile, surat dan kartu pilihan pendengar yang
mengandung dan menjurus pada hubungan sek, penghinaan, fitnah, ancaman,
pelecehan dan unsur SARA dalam segala bahasa.
4. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang berisikan suara,
perbincangan atau pembahasan permasalahan remaja yang menjurus masturbasi
yang bukan bertujuan pendidikan.
5. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang berisikan suara,
perbincangan atau pembahasan permasalahan sex dan pendidikan sex untuk
remaja (kesehatan reproduksi) tanpa disertai para ahli dibidang kesehata
reproduksi dan sexsologi.

BAB V

PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Bahagian Pertama

PROGRAM SIARAN LOKAL

Pasal 9

1. Program siaran lembaga penyiaran lokal, induk jaringan dan anggota jaringan,
wajib menggunakan potensi dan sumber daya manusia lokal di Aceh.
2. Komposisi, presentase dan kriteria program siaran lembaga penyiaran lokal diatur
dalam peraturan KPID Aceh.

Bahagian Kedua

PROGRAM SIARAN RELAY


Pasal 10

1. Lembaga penyiaran lokal hanya dapat melakukan kerja sama relay program siaran
dan pemutaran paket siaran rekaman hanya dengan 1 (satu) siaran lembaga
penyiaran dalam negeri dan/atau luar negeri.
2. Sebelum dilakukan kerja sama relay program siaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) lembaga penyiaran wajib memberi tahukan secara tertulis kepada KPID
Aceh. Dengan menyerahkan rekaman kontrak kerja sama rilay.
3. Pembolehan, pelarangan dan pembatasan program siaran relai yang dilaksanakan
oleh lembaga penyiaran lokal, induk jaringan, anggota jaringan dan siaran luar
negeri diatur dalam peraturan KPID Aceh.

PROTEKSI

Pasal 11

1. Lembaga penyiaran wajib melakukan proteksi terhadap keseluruhan program


acara dan/atau bagian tertentu dari program acara yang di relay dari stasiun induk
berjaringan di luar Provinsi Aceh dan lembaga penyiaran asing.
2. Proteksi dilakukan dengan cara menggantikannya dengan program lokal atau
program lain yang sesuai dengan nilai-nilai Islam serta adat dan budaya di Aceh.
3. Sistem proteksi dan program siaran yang memenuhi kriteria nilai-nilai Islam serta
adat dan budaya di Aceh, selanjutnya akan di atur dalam peraturan KPID Aceh.

Bahagian Keempat

SENSOR

Pasal 12

1. Isi siaran dalam bentuk film, sinetron, iklan, program komedian, program musik,
klip video, program features/dokumenter dan ilmu pengetahuan produksi dalam
negeri, asing dan lokal, yang bukan siaran langsung sebelum disiarkan oleh
lembaga penyiaran wajib memperoleh tanda lulus sensor.
2. Lembaga penyiaran wajib mencantumkan tanda lulus sensor di awal penayangan
acaranya.
3. Tanda lulus sensor seperti dalam ayat 2 dikeluarkan oleh Badan Sensor Film
Daerah Aceh dan atau Badan Pembinaan Perfileman daerah Aceh.

BAB VI

REKOMENDASI KELAYAKAN PROGRAM DAN ISI SIARAN

Pasal 13

1. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Aceh berwenang mengeluarkan


Rekomendasi Kelayakan dan pemberitahuan penolakan.
2. Rekomendasi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dapat dikeluarkan
setelah mendapatkan saran dan pertimbangan dari Majelis Permusyawaratan
Ulama (MPU) Aceh dan Majelis Adat Aceh (MAA).

BAB VII

SIARAN BERLANGGANAN

Verifikasi Siaran

Pasal 14

3. Lembaga penyiaran berlangganan dan atau tv kabel sebelum menjual paket-paket


siarannya dan atau melakukan kontrak kepada pelanggan di Aceh oleh distributor
kantor cabang, kantor perwakilan atau kantor pusat dilarang melakukan
usaha/kegiatan sebelum diverifikasi dan mendapatkan reomendasi kelayakan
program dan isi siaran dari KPID Aceh.
4. Dalam hal pembukaan kantor distributor/kantor cabang/kantor perwakilan atau
kantor pusat, Lembaga penyiaran berlangganan dan TV kabel, harus mendapatkan
surat izin dari pemerintah daerah setempat.
5. Izin sebagaimana diatur pada ayat 2) dapat dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
setelah mendapatkan rekomendasi program dan isi siaran dari KPID Aceh.
6. Lembaga penyiaran berlangganan dan TV kabel wajib memberikan sangsi
dan/atau membatalkan kontrak dengan pelanggan yang melanggar peruntukan dan
penggunaan alat dan program siaran lembaga penyiaran berlangganan dan TV
kabel.
BAB VIII

UNDIAN BERHADIAH DAN PENGGALANGAN DANA

Bagian Pertama

Kuis dan undian berhadiah

Pasal 15

1. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan/menayangkan quis berhadiah yang


menjurus ke perjudian atau mengundi nasib.
2. Quis dan Undian berhadiah dilarang disponsori oleh produk-produk atau barang
terlarang dalam penerapan syariat Islam di Aceh.
3. Lembaga penyiaran wajib memproteksi secara utuh program siaran quis dan
undian berhadiah yang menjurus ke perjudian atau mengundi nasib dari induk
jaringan dan siaran relay luar negeri.
4. Lembaga penyiaran wajib memproteksi secara utuh program siaran quis dan
undian berhadiah apabila disponsori oleh produk-produk oleh atau barang
terlarang dalam qanun Aceh atau fatwa ulama dan badan Pengawasan Obat dan
makanan (BPOM) Aceh dalam penerapan syariat Islam di Aceh.
5. Kuis dan undian berhadiah yang diselenggarakan lembaga penyiaran di wilayah
layanan siaran Aceh wajib mendapatkan izin dari lembaga berwenang di Aceh.

Bagian Kedua

Penggalangan Dana

Pasal 16

1. Penggalangan dana masyarakat yang dilakukan oleh lembaga penyiaran hanya


boleh dilakukan dengan tujuan ntuk keperluan amal, sosial, bantuan bencana di
Aceh mengikuti ketentuan dan perundangan yang berlaku.
2. Dalam melaksanakan kegiatan seperti yang tercantum dalam ayat (1) lembaga
penyiaran harus mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang di Aceh.
3. Pelaksanaan penggalangan dana lembaga penyiaran boleh dilakukan atas dasar
inisiatif dan/atau dalam bentuk kerja sama dengan pihak lain dan hasil kegiatan
wajib di audit oleh akuntan publik di Aceh dengan memberitahukan kepada KPID
ACEH dan di Umumkan secara terbuka.

BAB IX

PENGAWASAN DAN PENGADUAN

Bagian Pertama

Pengawasan

Pasal 17

1. Setiap orang yang berdomisili di Aceh memiliki hak, kewajiban dan tanggung
jawab dalam berperan serta mengembangkan dan mengawasi penyelenggaraan
penyiaran di Aceh.
2. KPI Aceh mengawasi pelaksanaan Qanun program dan isi siaran lembaga
penyiaran di Aceh.
3. Qanun program dan isi siaran lembaga penyiaran di Aceh wajib dipatuhi oleh
semua lembaga penyiaran yang melakukan kegiatan penyiaran di Aceh.
4. Segala biaya yang diakibatkan oleh pelaksanaan Qanun Program dan Isi siaran
lembaga penyiaran dan pengawasan di Aceh dibebankan kepada APBA.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat 4 diatur dengan peraturan gubernur Aceh.

Bagian Kedua

Pengaduan

Pasal 18

1. Setiap orang atau sekelompok orang di Aceh dapat mengajukan keberatan


terhadap program dan isi siaran serta pelanggaran Qanun program dan isi siaran
lembaga penyiaran di Aceh.
2. Keberatan dapat diajukan dalam bentuk pengaduan ke KPID Aceh.
3. KPID Aceh menampung, meneliti, dan menindak lanjuti setiap pengaduan,
sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan
penyiaran di Aceh.
Bagian Ketiga

Sosialisasi

Pasal 19

Lembaga penyiaran wajib mensosialisasikan Qanun program dan isi siaran lembaga
penyiaran di Aceh kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan
penyiaran lembaga penyiaran bersangkutan baik lokal maupun asing.

Bagian Keempat

Hak Jawab

Pasal 20

1. KPID Aceh memberikan kesempatan klarifikasi berupa hak jawab kepada


Lembaga Penyiaran yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Qanun
program dan isi siaran lembaga penyiaran di Aceh.
2. Klarifikasi berupa hak jawab dapat disampaikan dalam bentuk tertulis maupun
didengar langsung keterangannya sebelum keputusan ditetapkan.
3. Berkaitan dengan ayat (1), setiap lembaga penyiaran harus menunjuk seorang
‘penanganan pengaduan’ yang akan menangani setiap laporan dan pengaduan
tentang kemungkinan pelanggaran.

Bagian Kelima

Materi rekaman siaran dan keputusan

Pasal 21

1. Untuk kepentingan pengambilan keputusan, KPID Aceh memiliki kewenangan


meminta kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan, agar memperlihatkan
rekaman bahan siaran yang diadukan, lengkap dengan penjelasan-penjelasan
tertulis dari penanggung jawab program lembaga penyiaran tersebut.
2. Berkaitan dengan ayat (1), lembaga penyiaran wajib menyimpan materi rekaman
siaran minimal satu tahun.
BAB X

Tanggung Jawab

Pasal 22

1. Bila terjadi dugaan pelanggaran atas Qanun Program dan isi siaran lembaga
penyiaran di Aceh, yang bertanggung jawab adalah lembaga penyiaran yang
menyiarkan program atas dugaan pelanggaran tersebut.
2. Ketentuan ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis program yang:
a. di produksi sendiri,
b. dibeli dari pihak lain maupun asing,
c. merupakan kerja sama produksi,
d. di sponsori,
e. direlay dari lembaga penyiaran lain dalam dan luar negeri dan
f. direlay dari station induk berjaringan serta program acara dalam paket-paket
siaran lembaga penyiaran berlangganan.
1. Khusus bagi penyedia konten pada lembaga penyiaran dengan sistem digital,
program dan isi siaran menjadi tanggung jawab penyedia konten.
2. Untuk kepentingan pemahaman terhadap pelaksanaan dan pengawasan Qanun ini
maka penanggung jawab lembaga penyiaran dan penanggung jawab siaran untuk
lembaga penyiaran local, induk jaringann, anggota daerah jaringan statiun
daerah RRI/TVRI dan lembaga penyiaran komunitas mengutamakan putra daerah
Aceh beragama Islam.
3. Semua lembaga penyiaran wajib menaati peraturan yang dikeluarkan KPID Aceh
yang berdasarkan Qanun Program dan Isi Siaran di Aceh.

BAB XI

PENYIDIKAN

Pasal 23

Penyidikan terhadap tindak Pidana yang diatur dalam Qanun ini dilakukan sesuai
dengan kitab undang-undang Hukum Acara pidana.
BAB XII

SANKSI

Bahagian Pertama

Sanksi Administratif

Pasal 24

1. Setiap lembaga penyiaran yang melanggar ketentuan Qanun Program dan isi
siaran lembaga penyiaran di Aceh sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1,
2, 3, 4), 6 ayat (1, 2, 3, 4, 8), 7 ayat (1, 2), 9 ayat (1, 2), 10 ayat (1, 2, 3), ayat 11
(1, 2, 3), 12 ayat (1, 2), 14 ayat (3), 15 ayat (5), 16 ayat (1, 2, 3), 21 ayat (2), 22
ayat (1, 5). Akan dikenakan sanksi administrasi.
2. Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran tertulis oleh KPID Aceh
b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah
c. Penghentian mata acara tersebut oleh KPID Aceh
d. Pencabutan dan atau pembatalan rekomendasi kelayakan dari KPID Aceh
e. Tidak diberi rekomendasi kelayakan perpanjangan dan izin penyelenggaraan
penyiara (IPP) oleh KPID Aceh
f. KPID Aceh dan pemerintah Aceh mengusulkan kepada KPI pusat dan
Menkominfo untuk membatalkan dan/atau mencabut izin penyelenggaraan
siaran

Bahagian Kedua

Ketentuan Pidana

Pasal 25

1. Setiap lembaga penyiaran yang melanggar ketentuan Qanun Program dan isi siaran
lembaga penyiaran di Aceh sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (5, 6, 7), 8
(1, 2, 3, 4, 5), 14 (4, 6), 15 (1, 2, 3, 4) diancam dengan hukuman berupa kurungan
paling lama 1 (satu) Tahun. Paling singkat 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) paling sedikit Rp. 25.000.000 (dua
puluh lima juta rupiah).

BAB XIII

ATURAN PERALIHAN

Pasal 26

Dengan berlakunya Qanun program dan isi siaran lembaga penyiaran di Aceh, segala
peraturan pelaksana tentagn program dan isi siaran yang ada serta perubahannya,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan sengan Qanun ini.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Qanun Program dan isi siaran lembaga penyiaran di Aceh ini mulai berlaku sejak tanggal
di tetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Qanun ini dengan


penempatannya dalam lembaran daerah.

Ditetapkan di : Banda Aceh


PENJELASAN

ATAS

QANUN PEMERINTAH ACEH

NOMOR ...... TAHUN ......

TENTANG

PROGRAM DAN ISI SIARAN LEMBAGA

PENYIARAN DI ACEH

I. UMUM
Program dan isi siaran lembaga penyiaran dewasa ini terutama teleisi telah
menjadi pranata sosial mutakhir. Dalma kaitannya sebagai penyampai pesan,
peran lembaga penyiaran telah melampaui media cetak. Dengan jangkauan
khalayak yang sangat luas, lembaga penyiaran telah menjadi sebuah hegomoni
baru dan mampu mendikte pemirsanya. Hegemoni lingkungan inforasi yang di
bangun oleh lembaga enyiaran swasta nasional cenderung menstandarisasi pesan
dengan warna pornografik, mistik, kekerasan, dan hal-hal negatitf yang
berpengaruh pada proses pembentukan peradaban di Aceh.
Peraturan pengawasan program dan isi siaran lembaga penyiran secara nasional
telah ditetapkan oleh KPI Pusat dan mengalami mandemen beberapa kali, namun
semakin tidak terwakili keinginan masyarakat seperti kekhususan Aceh untuk
dapat terwakili aspirasinya dalam rangka memproteksi atau menolak siaran dari
lembaga penyiaran yang mengganggu proses pembentukan nilai-nilai Islam, adat
dan budaya, di Aceh kepada generasinya.

Seiring telah diberlakukannya sistem statiun jaringan untuk seluruh lembaga


peyiaran televisi swasta, maka semakin penting pula oengaturan program dan isi
siaran secara lokal.
Untuk dapat terwakili diversity of content dan diversity of ounership serta dapat
membentengi segala bentuk transformasi budaya dari luar Aceh akan tersaring
dengan baik sesuai nilai-nilai Islam.

Qanun ini disusun di samping perintah Undang-undang Republik Indonesia


Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada pasal 153. Juga
berdasarkan pokok pikiran sebagai berikut :

1. Lembaga penyiaran yang melakukan kegiatan penyiaran


Di wilayah hukum Aceh, harus mampu menjamin dan melindungi masyarakat
Aceh dari kebebasan berekapresi atau mengeluarkan pendapat secara lisan
maupun tulisan.

2. Lembaga penyiaran harus mencerminkan keadilan dan Demokrasi dengan


menyeimbangkan kepentingan industri penyiran dengan kepentingan
perlindungan aspek moral akibat (...)
3. Penyiaran di Aceh diarahkan agar
berkualitas, bermartabat, mampu menyerap dan merefleksikan aspirasi
masyarakat dan dapat berfungsi sebagai lembaga syiar segala aspek kehidupan
masyarakat di Aceh.

I. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Cukup jelas
Ayat 3
Cukup jelas
Ayat 4
Cukup jelas
Ayat 5
Yang dimaksud dengan khalwat atau mesum adalah perbuatan
bersunyi-sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang berlainan
jenis yang bukan muhrim atau tanpa ikatan perkawinan.
Ayat 6
Cukup jelas
Ayat 7
Cukup jelas
Ayat 8
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat 1
Yang dimaksud dengan berperilaku merendahkan dan/atau
melecehkan nilai-nilai kesusilaan adalah memperagakan atau
menggunakan bahasa tubuh terhadap kekurangan orang dan lain-
lain.
Ayat 2
Yang dimaksud lembaga penyiaran dalam pasal ini Adalah orang
yang terlibat dalam kegiatan siaran Meliputi pembawa acara,
narasumber, penonton dan pendengar atau pihak lain.
Ayat 3
Cukup jelas

Ayat 4
Cukup jelas

Ayat 5
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Anda mungkin juga menyukai