Null
Null
Null
PEMERINTAHAN ACEH
NOMOR… TAHUN…
TENTANG
Menimbang:
Mengingat:
1. Pasal 20 ayat (1), (2) dan (4) pasal 21 ayat (1), Pasal 28 f, pasal 31 ayat (1), Pasal
32, pasal 33 ayat (3) dan pasal 36 Undang-undang Dasar 1945 sebagai mana telah
diubah dengan perubahan keempat Undang-undang Dasar 1945 Undang-undang
dasar Negara Republik Indonesia.
2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi
Provinsi Aceh dan perubuhan peraturan Provinsi Sumatra Utara (lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1103)
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaga Negara Republik
Nomor 3473);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 33. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 12. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
6. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
7. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
8. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ((Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3887);
9. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
19996 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3893)
10. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
11.Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4252);
12. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4252);
13. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
14. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437);
15. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4633);
16. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4928);
17. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh;
18. Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang
Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam;
19. Qanun Aceh Nomor 22 Tahun 2002 tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha
Perfilman;
20. Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2003 tentang Khamar dan Minuman Keras;
21. Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir/Judi;
22.Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat/Meusum;
23. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2007 tentang Pedoman
Prilaku Penyiaran;
24. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007 tentang Standar
program Siaran
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
1. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
4. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dipimpin oleh seorang bupati/walikota.
5. Qanun Aceh adalah perundang-undangan sejenis peraturan daerah di provinsi
yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh
lain.
6. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Aceh selanjutnya disebut KPID Aceh adalah
lembaga negara yang bersifat independen yang berkedudukan di ibukota Provinsi
Aceh sebagai wujud serta masyarakat di bidang penyiaran. Tugas dan
wewenangnya diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang
Penyiaran dan qanun ini.
7. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluaskan siaran melalui sarana pemancaran
dan atau sarana transmisi di darat, di laut, atau di antariksa dengan penggunaan
spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel dan/atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran; (perlu diatur tentang perangkat penerima siaran).
8. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara
dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif
maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
9. Isi siaran adalah seluruh materi pesan dan materi rangkaian pesan dalam bentuk
suara, gambar atau suara dan gambar yang berbentuk grafis, karakter, baik yang
bersifat interaktif atau tidak yang dapat diterima melalui perangkat penerima
siaran berdasarkan azas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran.
10. Program siaran adalah klarifikasi penerima siaran berdasaran azas, tujuan, fungsi
dan arah penyiaran.
11.Program siaran lokal adalah program acara yang diproduksi dan disiarkan
lembaga penyiaran lokal, station induk jaringan serta anggota jaringan.
12.Stasiun siaran adalah stasiun yang mempunyai studio dan pemancar sendiri
dengan melakukan relay siaran tetap dan waktu tertentu antar lembaga penyiaran
serta memproduksi/menyiapkan siaran lokal dengan wilayah jangkauan terbatas
dalam jangka waktu tertentu.
13. Stasiun penyiaran lokal adalah stasiun yang didirikan di lokasi tertentu dengan
wilayah jangkauan terbatas dan memiliki studio dan pemancar sendiri.
14.Distributor, kantor cabang lembaga penyiaran berlangganan adalah sebagai
perpanjangan tangan lembaga penyiaran berlangganan dari pusat dalam rangka
pekayanan penjualan paket-paket siaran berlangganan kepada pelanggan di Aceh.
15.Relay dan siaran bersama adalah kegiatan relay siaran lembaga penyiaran lain
baik dari lembaga penyiaran dalam negeri maupun dari lembaga penyiaran luar
negeri.
16. Stasiun Penyiaran Lokal adalah stasiun penyiaran yang didirikan di suatu daerah
tertentu dengan wilayah jangkauan tertentu pada daerah dimana stasiun tersebut
didirikan, dan memiliki studio serta pemancar sendiri.
17. Stasiun penyiaran jaringan adalah stasiun penyiaran yang melakukan sistem
stasiun jaringan yang terdiri atas induk stasiun penyiaran jaringan dan anggota
stasiun penyiaran jaringan yang merupakan stasiun penyiaran lokal.
18. Induk stasiun jaringan adalah stasiun penyiaran yang bertindak sebagai
koordinator yang siarannya direlay oleh anggota stasiun jaringan dalam sistem
stasiun jaringan.
19. Anggota stasiun jaringan adalah stasiun penyiaran yang tergabung dalam suatu
sistem stasiun jaringan yang melakukan relai siaran pada waktu-waktu tertentu
dari induk stasiun jaringan.
20. Lembaga penyiaran berlangganan adalah lembaga penyiaran berbentuk badan
hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran
berlangganan.
21.Disributor daerah berkantor dalam wilayah provinsi sebagai kantor cabang
lembaga penyiaran berlangganan. adalah sebagai perpanjangan tangan lembaga
penyiaran berlangganan dari pusat dalam rangaka pelayanan penjualan paket-
paket siaran berlangganan kepada pelanggan di Aceh.
BAB II
Pasal 2
Program dan Isi Siaran lembaga penyiaran di Aceh diselenggarakan berdasarkan pada
nilai-nilai Islam azas dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Aceh dengan
azas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan,
etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab.
Pasal 3
Program dan Isi Siaran lembaga penyiaran di Aceh diselenggarakan dengan tujuan untuk
memperkokoh integrasi nasional, menghormati Syariat Islam, Adat, dan Budaya Aceh,
syiar, terbinanya watak dan jati diri masyarakat Aceh yang beriman dan bertaqwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dalam rangka
membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta
menumbuhkan industri penyiaran di Aceh yang bernilai Islam.
Pasal 4
BAB III
Bahagian Pertama
Kewajiban
Pasal 5
Bahagian Kedua
Larangan
Pasal 6
BAB IV
Bahagian Pertama
Pasal 7
Kewajiban
1. Penyiar, reporter, presenter, narasumber dan semua pihak yang terlibat dalam
program acara siaran langsung atau rekaman pada lembaga penyiaran wajib
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta ikut melestarikan
bahasa daerah di wilayah Aceh.
2. Penyiar, reporter, presenter, narasumber dan semua pihak yang terlibat dalam
program acara siaran langsung atau rekaman pada lembaga penyiaran wajib
menggunakan busana yang sopan atau bernuansa islami serta melestarikan busana
tradisi Aceh.
Bagian Kedua
Pasal 8
Larangan
1. Penyiar, reporter, presenter, narasumber dan semua pihak yang terlibat dalam
program acara siaran langsung atau rekaman pada lembaga penyiaran dilarang
berperilaku yang merendahkan dan/atau melecehkan nilai-nilai kesusilaan.
2. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan, menayangkan isi percakapan dari luar
melalui alat komunikasi elektronik yang mengandung (... ga jelas tulisannya)
ancaman, pelecehan dan kata-kata kasar dan kotor atau merendahkan martabah
serta profesi orang lain dalam segala bahasa oleh.
3. Penyiar, reporter, presenter dan narasumber dilarang membacakan sort message
sistem (sms), e-mail, faxsimile, surat dan kartu pilihan pendengar yang
mengandung dan menjurus pada hubungan sek, penghinaan, fitnah, ancaman,
pelecehan dan unsur SARA dalam segala bahasa.
4. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang berisikan suara,
perbincangan atau pembahasan permasalahan remaja yang menjurus masturbasi
yang bukan bertujuan pendidikan.
5. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang berisikan suara,
perbincangan atau pembahasan permasalahan sex dan pendidikan sex untuk
remaja (kesehatan reproduksi) tanpa disertai para ahli dibidang kesehata
reproduksi dan sexsologi.
BAB V
PENYELENGGARAAN PENYIARAN
Bahagian Pertama
Pasal 9
1. Program siaran lembaga penyiaran lokal, induk jaringan dan anggota jaringan,
wajib menggunakan potensi dan sumber daya manusia lokal di Aceh.
2. Komposisi, presentase dan kriteria program siaran lembaga penyiaran lokal diatur
dalam peraturan KPID Aceh.
Bahagian Kedua
1. Lembaga penyiaran lokal hanya dapat melakukan kerja sama relay program siaran
dan pemutaran paket siaran rekaman hanya dengan 1 (satu) siaran lembaga
penyiaran dalam negeri dan/atau luar negeri.
2. Sebelum dilakukan kerja sama relay program siaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) lembaga penyiaran wajib memberi tahukan secara tertulis kepada KPID
Aceh. Dengan menyerahkan rekaman kontrak kerja sama rilay.
3. Pembolehan, pelarangan dan pembatasan program siaran relai yang dilaksanakan
oleh lembaga penyiaran lokal, induk jaringan, anggota jaringan dan siaran luar
negeri diatur dalam peraturan KPID Aceh.
PROTEKSI
Pasal 11
Bahagian Keempat
SENSOR
Pasal 12
1. Isi siaran dalam bentuk film, sinetron, iklan, program komedian, program musik,
klip video, program features/dokumenter dan ilmu pengetahuan produksi dalam
negeri, asing dan lokal, yang bukan siaran langsung sebelum disiarkan oleh
lembaga penyiaran wajib memperoleh tanda lulus sensor.
2. Lembaga penyiaran wajib mencantumkan tanda lulus sensor di awal penayangan
acaranya.
3. Tanda lulus sensor seperti dalam ayat 2 dikeluarkan oleh Badan Sensor Film
Daerah Aceh dan atau Badan Pembinaan Perfileman daerah Aceh.
BAB VI
Pasal 13
BAB VII
SIARAN BERLANGGANAN
Verifikasi Siaran
Pasal 14
Bagian Pertama
Pasal 15
Bagian Kedua
Penggalangan Dana
Pasal 16
BAB IX
Bagian Pertama
Pengawasan
Pasal 17
1. Setiap orang yang berdomisili di Aceh memiliki hak, kewajiban dan tanggung
jawab dalam berperan serta mengembangkan dan mengawasi penyelenggaraan
penyiaran di Aceh.
2. KPI Aceh mengawasi pelaksanaan Qanun program dan isi siaran lembaga
penyiaran di Aceh.
3. Qanun program dan isi siaran lembaga penyiaran di Aceh wajib dipatuhi oleh
semua lembaga penyiaran yang melakukan kegiatan penyiaran di Aceh.
4. Segala biaya yang diakibatkan oleh pelaksanaan Qanun Program dan Isi siaran
lembaga penyiaran dan pengawasan di Aceh dibebankan kepada APBA.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat 4 diatur dengan peraturan gubernur Aceh.
Bagian Kedua
Pengaduan
Pasal 18
Sosialisasi
Pasal 19
Lembaga penyiaran wajib mensosialisasikan Qanun program dan isi siaran lembaga
penyiaran di Aceh kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan
penyiaran lembaga penyiaran bersangkutan baik lokal maupun asing.
Bagian Keempat
Hak Jawab
Pasal 20
Bagian Kelima
Pasal 21
Tanggung Jawab
Pasal 22
1. Bila terjadi dugaan pelanggaran atas Qanun Program dan isi siaran lembaga
penyiaran di Aceh, yang bertanggung jawab adalah lembaga penyiaran yang
menyiarkan program atas dugaan pelanggaran tersebut.
2. Ketentuan ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis program yang:
a. di produksi sendiri,
b. dibeli dari pihak lain maupun asing,
c. merupakan kerja sama produksi,
d. di sponsori,
e. direlay dari lembaga penyiaran lain dalam dan luar negeri dan
f. direlay dari station induk berjaringan serta program acara dalam paket-paket
siaran lembaga penyiaran berlangganan.
1. Khusus bagi penyedia konten pada lembaga penyiaran dengan sistem digital,
program dan isi siaran menjadi tanggung jawab penyedia konten.
2. Untuk kepentingan pemahaman terhadap pelaksanaan dan pengawasan Qanun ini
maka penanggung jawab lembaga penyiaran dan penanggung jawab siaran untuk
lembaga penyiaran local, induk jaringann, anggota daerah jaringan statiun
daerah RRI/TVRI dan lembaga penyiaran komunitas mengutamakan putra daerah
Aceh beragama Islam.
3. Semua lembaga penyiaran wajib menaati peraturan yang dikeluarkan KPID Aceh
yang berdasarkan Qanun Program dan Isi Siaran di Aceh.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 23
Penyidikan terhadap tindak Pidana yang diatur dalam Qanun ini dilakukan sesuai
dengan kitab undang-undang Hukum Acara pidana.
BAB XII
SANKSI
Bahagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 24
1. Setiap lembaga penyiaran yang melanggar ketentuan Qanun Program dan isi
siaran lembaga penyiaran di Aceh sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1,
2, 3, 4), 6 ayat (1, 2, 3, 4, 8), 7 ayat (1, 2), 9 ayat (1, 2), 10 ayat (1, 2, 3), ayat 11
(1, 2, 3), 12 ayat (1, 2), 14 ayat (3), 15 ayat (5), 16 ayat (1, 2, 3), 21 ayat (2), 22
ayat (1, 5). Akan dikenakan sanksi administrasi.
2. Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran tertulis oleh KPID Aceh
b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah
c. Penghentian mata acara tersebut oleh KPID Aceh
d. Pencabutan dan atau pembatalan rekomendasi kelayakan dari KPID Aceh
e. Tidak diberi rekomendasi kelayakan perpanjangan dan izin penyelenggaraan
penyiara (IPP) oleh KPID Aceh
f. KPID Aceh dan pemerintah Aceh mengusulkan kepada KPI pusat dan
Menkominfo untuk membatalkan dan/atau mencabut izin penyelenggaraan
siaran
Bahagian Kedua
Ketentuan Pidana
Pasal 25
1. Setiap lembaga penyiaran yang melanggar ketentuan Qanun Program dan isi siaran
lembaga penyiaran di Aceh sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (5, 6, 7), 8
(1, 2, 3, 4, 5), 14 (4, 6), 15 (1, 2, 3, 4) diancam dengan hukuman berupa kurungan
paling lama 1 (satu) Tahun. Paling singkat 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) paling sedikit Rp. 25.000.000 (dua
puluh lima juta rupiah).
BAB XIII
ATURAN PERALIHAN
Pasal 26
Dengan berlakunya Qanun program dan isi siaran lembaga penyiaran di Aceh, segala
peraturan pelaksana tentagn program dan isi siaran yang ada serta perubahannya,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan sengan Qanun ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Qanun Program dan isi siaran lembaga penyiaran di Aceh ini mulai berlaku sejak tanggal
di tetapkan.
ATAS
TENTANG
PENYIARAN DI ACEH
I. UMUM
Program dan isi siaran lembaga penyiaran dewasa ini terutama teleisi telah
menjadi pranata sosial mutakhir. Dalma kaitannya sebagai penyampai pesan,
peran lembaga penyiaran telah melampaui media cetak. Dengan jangkauan
khalayak yang sangat luas, lembaga penyiaran telah menjadi sebuah hegomoni
baru dan mampu mendikte pemirsanya. Hegemoni lingkungan inforasi yang di
bangun oleh lembaga enyiaran swasta nasional cenderung menstandarisasi pesan
dengan warna pornografik, mistik, kekerasan, dan hal-hal negatitf yang
berpengaruh pada proses pembentukan peradaban di Aceh.
Peraturan pengawasan program dan isi siaran lembaga penyiran secara nasional
telah ditetapkan oleh KPI Pusat dan mengalami mandemen beberapa kali, namun
semakin tidak terwakili keinginan masyarakat seperti kekhususan Aceh untuk
dapat terwakili aspirasinya dalam rangka memproteksi atau menolak siaran dari
lembaga penyiaran yang mengganggu proses pembentukan nilai-nilai Islam, adat
dan budaya, di Aceh kepada generasinya.
Ayat 4
Cukup jelas
Ayat 5
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas