Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Koperasi merupakan sebuah badan usaha ekonomi bersama. Dalam konteks perekonomia
n Indonesia, koperasi merupakan sokoh guru perekonomian Indonesia. Dikatakan d
emikian karena Koperasi menjadi model perekonomian yang demokratis sesuai asas k
ehidupan berbangsa dan bernegara kita yakni musyawarah untuk mufakat dan yang me
rupakan kristalisasi nilai kekeluargaan, kebersamaan dan kegotongroyongan masyar
akat bangsa kita.
UU nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperaisan mendefinikan koperasi sebagai “Bad
an usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan menla
ndaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekono
mi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Sedangkan landasan koperasi
adalah Pancasila dan UUD 1945 dan berasaskan kekeluargaan (pasal 2 UU nomor 2
5 Tahun 1992 tentang Perkoperasian). Pengertian dan landasan serta asas koperasi
ini merupakan implementasi dari UUD 1945 pada pasal 33 ayat (1) “Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”, dan pasal (4) “ P
erekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prin
sip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, k
emandirian, serta dengan menjaga keseimbangan”.Sedangkan tujuannya adalah “..mem
ajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ik
ut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat ya
ng maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Karena itu Suband
i (2009:20) mengatakan koperasi sebagai satu-satunya bentuk perusahaan yang seca
ra konstitusional dinyatakan sesuai dengan susunan perekonomian yang hendak diba
ngun di Indonesia. Karena koperasi adalah ekonomi demokrasi, maka semua terlibat
dalam mengerjakan produk dipimpin oleh anggota sendiri untuk kemakmuran bersama
, karena berasaskan kekeluargaan, maka menurut Subandi (2009:20), Bangun perusa
haan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Koperasi sebagai usaha ekonomi, maka apapun perkembangan ekonomi dunia akan juga
berpengaruh terhadap usaha perkoperasian. Apalagi dengan adanya krisis ekonomi
dunia saat ini. Karena itu menurut Sudjijono (2008:83) mengatakan bahwa kemeroso
tan ekonomi global pada tahun 2008, akibat memburuknya kondisi ekonomi Amerika d
an negara-negara maju pada umumnya diprediksi akan membawa dampak bagi perekonom
ian Indonesia, diantaranya penurunan minat investor global untuk menanamkan moda
lnya di Indonesia. Selanjutnya dikatakan bahwa krisis finansial global ini akan
berdampak pada masyarakat kalangan bawah di Indonesia, seperti daya beli turun t
ajam karena pendapatan secara nomonal tidak bertambah, malah biaya belanja haria
n cendrung meningkat karena lonjakan harga pangan dan bahan-bahan kebebutuhan po
kok lainnya.
Kalau benar bahwa masyarakat kalangan bawah yang akan sangat merasakan dampak
krisis ekonomi global ini, maka menjadi pertanyaan apakah Pemerintah Indonesia m
ampu menyelamatkan masyarakatnya yang didominasi oleh masyarakat berekonomi kela
s menengah ke bawah? Menurut Sudjijono (2008:86-87) pen-droping-an bantuan fina
nsial pemerintah kepada masyarakat nampak merupakan keniscayaan, karena pemerint
ah sedang sibuk memperhitungkan besarnya subsidi BBM, listrik, dan bahan pangan
yang ingi terus dipertahankan untuk tidak membebankan rakyat kecil dengan mengge
ser alokasi pembiayaan sektor-sektor lainnya. Karena itu pemerintah terus meneru
s melakukan revisi APBN. Di antaranya menekan pertumbuhan ekonomi 2008 dari pato
kan semula 6,5 - 7,0 persen menjadi 6,4 – 6,9 persen. Namun pergeseran ini sesun
gguhnya masih mengandung ketidak-pastian (uncertainly). Selanjutnya dikatakan ba
hwa walaupun Indonesia dapat tertolong dengan kenaikan harga minyak di pasaran d
unia, namun tidak berdampak sesungguhnya positif pada neraca pembayaran Indonesi
a yang mempunyai sumber minyak tidak banyak. kenaikan harga minyak dunia secara
keseluruhan lebih berdampak pada inflasi, karena kenaikan harga minyak berpengar
uh langsung dengan kenaikan harga-harga lainnya.
Berhadapan dengan situasi yang demikian, bagaimana posisi koperasi? Menurut Sub
andi (2009:163), ketika terjadi krisis ekonomi bangsa kita harus berbangga karen
a masih ada pilar-pilar kecil yang cukup tangguh dan mampu bertahan menghadapi g
oncangan gelombang krisis dan bahkan menjadi penyangga ekonomi nasional, seperti
para pengusaha mikro, kecil dan menengah termasuk koperasi. Dengan demikian k
operasi dapat menghadapai tantangan krisis ekonomi global.
Koperasi sebagai badan usaha ekonomi kerakyatan, maka maka Gubernur NTT mencanan
gkan Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai Propinsi Koperasi pada Tahun 2008. Pen
canangan ini lebih dimaksudkan agar pola pembangunan perekonomian versi koperasi
dapat menyelematkan masyarakat miskin di pedesaan dari keterpurukan hidup dan k
emelaratan yang berkepanjangan dan boleh jadi terwariskan ke generasi selanjutny
a. Melalui gerak koperasi, masyarakat dapat memajukan ekonominya secara bersama-
sama dalam berhadapan dengan pesaing-pesaing bisinis lainnya.
Kabupaten Lembata sebagai sebuah kabupaten satu pulau, memiliki penduduk sebanya
k 112.362 (Lembata Dalam Angka 2009: 41) jiwa, dengan jumlah koperasi Non KUD se
banyak 109 buah, yang telah berbadan hukum sebanyak 40 buah dan yang tidak aktif
lagi sebanyak 12 buah (Lembata Dalam Angka 2009: 223). Pengalaman empirik menun
jukan bahwa kehidupan perkoperasian di Kabupaten, koperasi sebagai organisasi ek
onomi dalam perjalannya ada problematika pada roda aktivitas usahanya, bahkan
ada koperasi yang tinggal papan nama. Seperti yang dialami di Kabupaten Lembata
terdapat 12 koperasi yang tidak aktif lagi. Hal ini berarti lembaganaya masih a
da, namun aktivitas perkoperasiaannya tidak berjalan sebagaimana mestinya sebaga
imana terurai dalam tabel berikut ini:
No Jumlah Koperasi Berbadan Hukum Belum Berbadan hukum Masih Aktif
Tidak aktif
1. 118 44 74 32 12
Data: Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lembata (2010
).
Situasi faktual ini menurut Subandi (2008:165) secara umum problematika peningk
atan daya saing koperasi Indonesia justru bukan terletak pada persoalan perbandi
ngan dalam kelangkaan sumber daya, tetapi justru persoalan kemampuan manajerial
dalam proses pengelolaan koperasi di setiap lini dalam menghasilkan dan memasark
an barang dan jasa baik di dalam dan luar negeri. Karena itu selanjutnya dikatak
an Kelemahan ‘competitive strenght’ koperasi terletak pada rendahnya ‘competitiv
e advantage’ dalam suasana sebagian besar kegiatan produksi koperasi memiliki ‘c
omparative advantage’, oleh karena itu jika kondisi yang dihadapi koperasi yang
demikian, maka fokus perhatian gerakan koperasi seharusnya pada kemampuan memanf
aatkan permintaan domestik, baik dalam pasar input produksi maupun pasar barang
dan jasa untuk kebutuhan komsumtif. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan sistem ma
najemen yang profesional dengan, melakukan inovasi inovasi baik menyangkut produ
k¬-produknya, pelayanan maupun mekanisme pemasarannya. Selain itu, jika problema
tika perkembangan koperasi ini mungkin karena kalah bersaing dengan pesaing pesa
ing lainnya karena adanya liberalisme perdagangan, maka sesungguhnya menurut Sub
andi (2008:165), liberalisasi perdagangan bukan suatu momok bagi koperasi untuk
berkembang. Bahkan perjalanan liberalisasi perdagangan yang bertahap baik melalu
i penghapusan tata niaga maupun penghapusan hambatan non-tarif menjadi peluang b
agi koperasi untuk belajar menjadi terbiasa untuk masuk pada perdagangan bebas
yang dimulai dengan AFTA. Dengan demikian proses pembelajaran secara manajerial
merupakan suatu yang secara prinsipiil harus dilaksanakan oleh koperasi, termas
uk memeberikan kepuasan kepada anggota sebagai pelanggan agar tetap loyal kepada
koperasinya.
Banyak penelitian sebelumnya yang telah membuktikan hubungan yang sangat erat an
tara kualitas pelayanan dengan tingkat kepuasan pelanggan. Seperti yang pernah d
ilakukan oleh Usmara dan Nugroho (2000) dalam menguji hubungan antara kualitas j
asa, kepuasan pelanggan dan intensitas pembelian ulang pada perusahaan perbankan
di Indonesia. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kualitas jasa memiliki pen
garuh signifikan terhdap intensi pembelian ulang, kepuasan pelanggan memiliki pe
ngaruh signifikan terhadap intensi pembelian ulang dan kualitas pelayanan memili
ki pengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.
Koperasi sebagai badan usaha bersama, menurut Subandi (2008:166), memiliki dua
pilar sebagai kekuatan ekonomi yang memiliki karakteristik universal, yang akan
menjadi lokomotif perkembangan kemajuankoperasi adalah ‘usaha jasa keuangan’ dan
‘kegiatan pembelian bersama’. Berkaitan dengan ‘kegiatan pembelian bersama’ ini
maka pihak manajemen perlu menempuh kebijakan yang responsif kebutuhan anggota.
Kebijakan manajerial pengembangan usaha yang perlu dilakukan yakni pengembangan
usaha selain jasa, pertokoan secara professional. Hal ini tentu berkaitan denga
n strategi pemasaran bagaimana pengelola memperhatikan kualitas pelayanan dapat
memberikan kepuasan sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan loyalitas an
ggota.
Loyalitas anggota merupakan suatu kebutuhan koperasi, karena salah satu prinsip
koperasi adalah untuk anggota. Hal ini berarti keberadaan koperasi sesungguhnya
untuk anggota. Kehidupan koperasi sangat ditentukan oleh aktifitas anggota dalam
melunasi kewajibannya, meminjam dan berbelanja pada toko koperasi. Berkaitan de
ngan relasi kausal antara koperasi dan anggota ini menjadi semakin tinggi apabil
a didukung oleh kualitas pelayanan para pengelola yang dapat menimbulkan efek ke
patuhan anggota pada koperasinya. Aatau dengan kata lain, kepatuhan atau loyalit
as anggota ini akan dipertahankan jika koperasi dapat memberikan kepuasan pelay
anan kepada anggota (customers satisfaction), dalam menghadapi rintangan pengali
han terhadap pesaing (switching barriers). Hasil penelitian Musanto, yang melak
ukan penelitian tentang loyalitas pelanggan Iklan Jitu surat kabar Jawa Pos pada
Sarana Media Advertiseng berkesimpulan bahwa sales experience mempunyai pengaru
h signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Selain itu pihak manajemen harus m
ampu mengkaji saran anggota (voice) serta tanggung jawab sebagai anggota (owners
). Loyalitas ini juga mendapat tanggapan positif dari anggota melalui pembagian
Sisa Hasil Usaha (SHU) secara proposional.
Syarat suatu perusahaan/koperasi dapat sukses dalam persaingan
adalah berusaha menciptakan dan mempertahankan pelanggan dengan cara memahami pe
rilaku konsumen dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginannya. Pengalaman empiris m
enunjukan bahwa banyak koperasi yang kurang berhasil dalam mempertahankan pelang
gan, padahal pelanggannya jelas yaitu anggota sendiri. Penyebabnya antara lain k
elemahan manajemen menumbuhkan budaya customer service di kalangan karyawan, seh
ingga pelayanan terhadap pelanggan menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu kope
rasi harus secara terus menerus meningkatkan pengetahuan tentang pelanggannya at
au konsumen pada umumnya serta secara kontinyu memperbarui hubungannya dengan ko
nsumen untuk menciptakan customers loyalty. Sedang untuk mempertahankan customer
s loyalty dalam konsep marketing, perlu dikembangkan customer relationship, yang
mengungkap bahwa penjualan sebenarnya hanyalah awal dari terciptanya hubungan t
ersebut dan konsumen sesungguhnya adalah longterm strategic business asset (Goni
, 1995). Permasalahan sejenis ini pernah dianalisis oleh Murwaningsh tent
ang loyalitas anggota KPRI se Kota Semarang terhadap persepsi bauran pemasaran d
an pembagian sisa hasil usaha berkesimpulan bahwa semakin tinggi keeratan hubung
an antar masing-masing variabel tersebut, maka menunjukkan semakin loyalnya angg
ota terhadap koperasi, sedang semakin rendah keeratan hubungan antar masing-masi
ng variabel tersebut, maka menunjukkan semakin kurang loyalnya anggota terhadap
koperasi.
KPRI Mekar Jaya adalah sebuah koperasi profesi, karena anggotanya adalah
para Pegawai Negeri Sipil didirikan pada tahun 2001. Jumlah anggota Tahun Buku
2009 sebanyak 439 orang. Memiliki 1 (satu) buah toko dan 87 kios sebagai mitrany
a. Data RAT Tahun Buku 2009, menunjukkan bahwa dari 439 anggota ini terdapat 180
anggota yang tidak aktif berbelanja pada toko koperasi dan kios mitra koperasi
ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui ten
tang hubungan antara kualiats pelayanan terhadap loyalitas anggota terhadap KPR
I Mekar Jaya Lewoleba Kabupaten Lembata.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Bersadarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dir
umuskan masalah penelitian : Bagaimana meningkatkan loyalitas anggota KPRI Mekar
Jaya Lewoleba?
1.3. PERTANYAAN PENELITIAN:
Dari rumusan maslah tesebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang hendak dica
ri jawaban untuk dapat memcahkan masalah tersebut adalah: Apakah kepuasan konsum
en/anggota berpengaruh terhadap loyalitas anggota?
1.4. TUJUAN DAN MANFAAT
1.4.1. Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loy
alitas anggota.
1.4.2. Manfaat
Sedangkan manfaat penelitian ini ditujukan kepada :
1. Bagi peneliti sebagai syarat akademik penyelesaian studi pada program magiste
r manajemen Universitas Terbuka.
2. Pengelola KPRI Mekar Jaya untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas
demi memberikan kepuasan kepada anggota, agar anggota tetap loyal pada KPRI Meka
r Jaya.
3. Sebagai masukan bagi Pemerintah melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, K
operasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Lembata dalam melakukan pengayo
man terhadap koperasi di Kabupaten Lembata, khususnya yang mengelola unit pertok
oan.
4. Demi kepentingan lingkungan akademik, dimana dengan adanya pembuktian berarti
ilmu pengetahuan di bidang pemasaran yang berkenaan dengan hubungan antara kual
itas pelayanan yang memuaskan dan loyalitas anggota semakin diperkuat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepuasan Konsumen
Dalam rangka upaya peningkatan usaha, maka salah satu kunci menuju sukse
s adalah memberikan kepuasan pelanggan. Karena dengan memuaskan konsumen, maka s
uatu organisasi dapat meningkatkan keuntungannya dan merebut pangsa pasar yang l
ebih luas. Schnaars (Dalam Tjiptono 2002:24) mengatakan bahwa pada dasarnya tuju
an dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan merasa puas. Selanj
utnya dikatakan bahwa terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa m
anfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmoni
s, memberikan dasar yang lebih baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalit
as palanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth
) yang menguntungkan bagi perusahaan.
Menurut Kotler (2009: 177)) secara umum kepuasan adalah perasaan senang atau kec
ewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipi
kirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada di baw
ah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja berada kinerja memenuhi harapan
, konsumen puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.
Pandangan ini dibenarkan juga oleh Band ( dalam Musanto 2004: 3) yang mengatak
an bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keingina
n dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya
pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Faktor yang paling penting untuk
menciptakan kepuasan konsumen adalah kinerja dari agen yang biasanya diartikan d
engan kualitas dari agen tersebut (Mowen, 1995 dalam Musanto, 2004).
Mengutip pendapat Kotler dan Amstrong (Dalam Musanto 2004) mengatakan bahwa prod
uk jasa berkualitas mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan pelanggan
. Semakin berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yang dirasak
an oleh pelanggan semakin tinggi. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka d
apat menimbulkan keuntungan bagi badan usaha tersebut. Pelanggan yang puas akan
terus melakukan pembelian pada badan usaha tersebut. Demikian pula sebaliknya ji
ka tanpa ada kepuasan, dapat mengakibatkan pelanggan pindah pada produk lain.
Tingkat kepuasan pelanggan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dira
sakan dengan harapan (Kotler, 1997 dalam Musanto, 2004). Dengan demikian harapan
pelanggan menjadi latar belakang mengapa dua organisasi pada jenis bisnis yang
sama, seperti Toko Koperasi Mekar Jaya dan Toko Olimpic atau Toko/UD Bumi Raya
dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks kepuasan pelanggan, umumn
ya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan di
perolehnya. Harapan mereka dibentuk oleh pengalaman pembelian dahulu, komentar t
eman dan kenalannya serta janji dari perusahaan tersebut. Harapan-harapan pelang
gan ini dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan semakin bertambahnya penga
laman pelanggan.
Menurut Tjiptono ( dalam Musanto 2004) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan ada
lah respon pelanggan terhadap evolusi ketidaksesuaian (discinfirmation) yang dir
asakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan. Pada
persaingan yang semakin ketat ini, semakin banyak produsen yang terlibat dalam p
emenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga hal ini menyebabkan setiap ba
dan usaha harus menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan uta
ma. Sebagai misal antara lain dengan semakin banyaknya badan usaha yang menyatak
an komitmen terhadap kepuasan pelanggan dalam pernyataan misi dan iklan. Badan u
saha dapat mengetahui kepuasan dari para konsumennya melalui umpan balik yang di
berikan oleh konsumen kepada badan usaha tersebut sehingga dapat menjadi masukan
bagi keperluan pengembangan dan implementasi serta peningkatan kepuasan pelangg
an. Dari sini dapat diketahui pada saat pelanggan komplain. Hal ini merupakan pe
luang bagi badan usaha untuk dapat mengetahui kinerjanya. Dengan adanya komplin
tersebut badan usaha dapat memperbaiki dan meningkatkan layanan sehingga dapat m
emuaskan konsumen yang belum puas. Biasanya konsumen mempunyai komitmen yang bes
ar pada badan usaha yang menanggapi komplain darinya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepuasan konsumen adalah upaya pemenuhan k
einginan dan harapan pelanggan atau konsumen terhadap mutu produk atau jasa pela
yanan dan dapat menimbulkan efek kedendrungan untuk membeli produk atau mendapat
kan jasa pelayanan yang sama kembali berkelanjutan serta mengajak rekan yang lai
n untuk mendapatkannya.
2.2. Loyalitas Anggota
Menurut Mowen dan Minor (dalam Jatzia, 1999,8) loyalitas dapat didefinisikan seb
agai kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah produk, mem
punyai komitmen terhadap produk tersebut dan bermaksud meneruskan pembeliaanya d
i masa yang akan datang. Sedangkan menurut Kotler (dalam Musanto, 2008 p.7-9),
menyebutkan bahwa customer loyalty adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan o
leh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau perusahaan.
Sebenarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi suatu konsumen untuk loyal, anta
ra lain faktor harga: seseorang tentu akan memilih perusahaan atau merek yang me
nurutnya menyediakan alternatif harga paling murah diantara pilihan-pilihan yang
ada. Selain itu ada juga kebiasaan, seseorang yang telah terbiasa menggunakan s
uatu merek atau perusahaan tertentu maka kemungkinan untuk berpindah ke pilihan
yang lain akan semakin kecil.
Pengertian tentang seorang pelanggan yang loyal menurut Griffin (1995,p.31) adal
ah “A loyal customer is one who makes regular repeat purchases,purchase across p
roduct and service lines, refers others and demonstrates an immunity to the pull
of the competition”. Hal ini berarti bahwa pelanggan yang loyal adalah pelangga
n yang memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian secara berulang pada b
adan usaha yang sama, membeli lini produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan us
aha yang sama, memberitahukan kepada orang lain tentang kepuasan-kepuasan yang d
idapat dari badan usaha dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran-tawaran dari
badan usaha pesaing.
Loyalitas Konsumen secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu pr
oduk, baik barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi
dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa p
elayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap
menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang
selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusaha
an itu. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing pelanggan me
mpunyai dasar loyalitas yang berbeda, hal ini tergantung dari obyektivitas merek
a masing- masing.
Menurut Kotler dan Amstrong (1997, p.554), bahwa loyalitas berasal dari pemenuha
n harapan atau harapan konsumen, sedangkan ekspektasi sendiri berasal dari penga
laman pembelian terdahulu oleh konsumen, opini dari teman dan kerabat, dan janji
atau informasi dari pemasar atau pesaing. Ada alasan untuk pengembangan hubunga
n jangka panjang dengan konsumen :
a. Biaya perolehan pelanggan baru tinggi
b. Pelanggan yang setia cenderung untuk berbelanja lebih banyak
c. Pelanggan yang puas merekomendasikan produk-produk jasa perusahaan
d. Pelanggan yang setia akan menekan pesaing dari pembagian pasar
Generalisasi mengenai loyalitas tidak bisa dirumuskan. Namun terdapat beberapa k
arakteristik umum yang bisa diidentifikasi apakah seorang konsumen mendekati loy
alitas atau tidak. Sedangkan menurut Assael (Dalam Farida, 2006, 25-26), ada 4
hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal sebagai berikut :
a. Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri pada pilihann
ya
b. Konsumen yang loyal berpeluang lebih tinggi dalam suatu pembelian
c. Konsumen yang loyal juga berpeluang lebih loyal terhadap toko
d. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek
Setiap merek produk memiliki perbedaan tersendiri. Konsumen dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginannya, akan membeli produk dengan merek tertentu.
Apabila merek yang dipilih konsumen itu dapat memuaskan kebutuhan dan keinginann
ya, maka konsumen akan memiliki suatu ingatan yang dalam terhadap merek tersebut
. Dalam keadaan semacam ini kesetiaan akan mulai timbul dan berkembang. Selanjut
nya pada pembelian berikutnya, konsumen tersebut akan memilih produk dengan mere
k yang telah memberinya kepuasan, sehingga akan terjadi pembelian yang berulang-
ulang terhadap merek tersebut. Namun sebaliknya, jika merek tersebut tidak dapat
memuaskan konsumen yang bersangkutan maka pada pembelian berikutnya, merek itu
akan ditinggalkan dan tidak dipilih lagi. Oleh karena itu, perusahaan harus meng
etahui bagaimana cara mempertahankan konsumen agar tetap setia pada merek terseb
ut.
Loyalitas bukan tentang persentase dari konsumen yang sebelumnya
membeli, tetapi tentang pembelian ulang. Loyalitas adalah tentang persentase dar
i orang yang pernah membeli dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelia
n ulang sejak pembeliannya yang pertama.
Menurut Lovelock (dalam Artikel Manajemen, 2010), Loyalitas sebagai kemauan pela
nggan untuk terus mendukung sebuah perusahaan dalam jangka panjang, membeli dan
menggunakan produk dan jasanya atas dasar rasa suka yang ekslusif dan secara suk
arela merekomendasikan produk perusahaan pada para kerabatnya.
Menurut Aaker, loyalitas merek merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelangg
an pada sebuah merek. Aaker menambahkan, suatu cara langsung untuk menetapkan l
oyalitas, terutama untuk perilaku kebiasaan (habitual behavior), adalah memperhi
tungkan pola-pola pembelian aktual. Diantara ukuran-ukuran yang digunakan adalah
: laju pembelian ulang, persentase pembelian dan jumlah merek yang dibeli.
Loyalitas pelanggan tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, tetapi melalui pro
ses belajar atau proses pencarian informasi dan berdasarkan pengalaman nasabah d
ari pembelian yang konsisten sepanjang waktu. Orang yang setia terhadap merek (b
rand loyalist) memiliki ikatan perasaan (afektif) yang kuat kepada merek favorit
yang biasa mereka beli.
Untuk dapat menjadi pelanggan yang loyal, seorang pelanggan harus memulai bebera
pa tahapan. Proses ini berlangsung lama dengan penekanan dan perhatian yang berb
eda untuk masing-masing tahap karena setiap tahap mempunyai kebutuhan yang berbe
da.
Dengan memperhatikan masing-masing tahapan dan memenuhi kebutuhan dalam setiap t
ahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calo
n pembeli menjadi pelanggan loyal dan klien perusahaan. Hill (1996 ), seperti ya
ng dikutip Krisna (24 April 2007) menjelaskan bahwa tingkatan loyal terbagi ata
s 6 tingkat, yaitu :
• Suspect:
Bagian ini termasuk semua pembeli produk atau jasa dalam pemasaran, jadi suspect
s adalah tahap menyadari akan produk atau jasa perusahaan atau tidak mempunyai k
ecenderungan terhadap pembelian.
• Prospects
Prospects adalah pelanggan potensial yang mempunyai daya tarik terhadap perusaha
an tetapi belum mengambil langkah untuk melakukan bisnis dengan perusahaan.
• Customers
Suatu tipe pembelian produk (walaupun dalam kategori ini termasuk beberapa pembe
lian ulang) yang tidak memiliki loyalitas pada perusahaan.
• Clients
Pembelian ulang yang menunjukkan loyalitas pada perusahaan tetapi lebih memiliki
dorongan pasif daripada aktif terhadap perusahaan.
• Advocates
Advocate adalah upaya memberikan dorongan yang positif pada perusahaan dengan me
rekomendasikannya kepada orang lain.
• Partners
Partners adalah hubungan yang sangat erat antara konsumen dengan supplier yang k
eduanya saling memperlihatkan keuntungan.
Selanjutnya Hill (1996) membagi tahapan loyalitas pelanggan menjadi 6 tahap dari
tingkat suspects hingga tahap partner, untuk lebih jelasnya lagi di bawah ini d
igambarkan mengenai piramida tentang loyalitas pelanggan.

Gambar 1 : Piramida Loyalitas Pelanggan


Atau dapat digambarkan modal loyalitas sebagai berikut di bawah ini :

Gambar 2. Model tingkat loyalitas pelanggan,


The Profit Generator System
1) Suspects
Adalah semua orang yang mungkin akan membeli produk atau jasa perusahaan. Kita m
enyebutnya sepagai suspects karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum
tahu apapun mengenai perusahaan dan barang/ jasa yang ditawarkan.
2) Prospects
Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan me
mpunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospects ini meskipun mereka belum mel
akukan pembelian, mereka telah menyatakan keberadaan perusahaan, barang dan jasa
yang ditawarkan karena seseorang telah merekomendasikan barang/ jasa tersebut p
adanya.
3) Didqualifield Prospect
Yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan barang/ jasa terentu, tetapi tid
ak mempunyai kebutuhan akan barang/ jasa tersebut atau tidak mempunyai kemampuan
untuk membeli barang/ jasa tersebut.
4) First Time Customer
Yaitu pelanggan yang membeli untuk yang pertama kalinya, mereka masih menjadi pe
langgan yang baru.
5) Repeat Customers
Yaitu pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak 2 kali atau
lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak 2
kali atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam 2 kesempatan yang berbeda
pula.
6) Clients
Membeli semua barang/ jasa yang ditawarkan yang mereka butuhkan, mereka membeli
secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung l
ama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan pesaing produk lain.
7) Adcocates
Seperti layaknya klien, advocates membeli seluruh barang/ jasa yang ditawarkan y
ang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur sebagai tambahan merek
a mendorong teman-teman mereka yang lain agar membeli barang/ jasa tersebut. Ia
membicarakan tentang barang/ jasa tersebut, melakukan pemasaran untuk perusahaan
tersebut dan membawa pelanggan untuk perusahaan tersebut.
Cara Kerja Profit Generator Sistem Sebagai berikut :
Perusahaan memasukkan seluruh suspects ke dalam sistem pemasarannya dan para sus
pects ini kemudian akan tersaring menjadi qualified prospects dan disqualified p
rospects.
Disqualified prospects ini dikeluarkan dari system, sementara para qualified pro
spects dimasukkan ke proses selanjutnya. Semakin cepat menentukan disqualified p
rospects, semakin menguntungkan bagi perusahaan karena mereka hanya akan menghab
iskan uang dan waktu saja.
Pada qualified prospects kemudian difokuskan untuk menjadi first time buyers, se
telah mereka didorong untuk menjadi repeat customers dan selanjutnya loyal clien
t dan yang paling akhir dan yang menjadi tujuan dari kegiatan ini yaitu menjadik
an mereka sebagai advocates bagi perusahaan. Para advocates ini akan mendatangka
n profit bagi perusahaan, karena selain mereka telah menjadi pelanggan setia per
usahaan, mereka juga akan mempengaruhi orang lain agar membeli produk dari perus
ahaan.
Masih dalam gambar di atas tersebut adanya inactive customer clients. Mereka ada
lah orang-orang yang telah menjadi first time buyers atau repeat customers atau
client yang tidak kembali lagi. Hal ini harus diperhitungkan karena dalam setiap
tahap perusahaan akan kehilangan sebagian dari mereka dan berarti kerugian pula
bagi perusahaan.
Empat jenis kualitas berdasarkan tingkat pembelian ketertarikan dapat dilihat pa
da gambar di bawah ini.
1) No loyalty
Konsumen yang tingkat pengulangan pembeliannya rendah, dan tingkat ketertarikan
rendah.
2) Intertia Loyalty
Yaitu konsumen yang tingkat pengulangan pembeliannya tinggi, namun sebenarnya ti
ngkat ketertarikan terhadap produk rendah. Hal ini disebabkan pembelian yang han
ya mempertimbangkan mudahnya saja. Misalnya pembelian bensin, karena jalurnya di
lewati.

3) Latent Loyalty
Yaitu sikap relatif terhadap produk/ jasa tinggi tetapi pengulangan pembelian re
ndah. Jika konsumen pada kondisi latent loyalty maka faktor situasi lebih menent
ukan dibanding sikap dalam pembelian ulang. Misalnya seorang istri senang makan
Chinese food direstoran tetangga, sementara suaminya lebih senang ke oriental fo
od. Dengan mengetahui faktor situasi yang dapat memberikan kontribusi kepada lat
ent loyalty maka perusahaan dapat menerapkan strategi untuk menariknya. Misalnya
restoran Chinese food mempertimbangkan, menambahkan beberapa menu oriental food
.
4) Premium Loyalty
Yaitu tingkat loyalitas yang paling tinggi, dimana sikap relatif tinggi dan memb
eli ulang cukup tinggi. Biasanya orang yang loyalitasnya seperti ini merasa bang
ga dan mau untuk menceritakan pengalamannya dengan teman-temannya, keluarga dan
orang lain. Konsumen ini akan menjadi vocal advocates untuk produk/ jasa dan sec
ara konstan mereferensi ke orang lain.
Zeithaml (2000), seperti yang dikutip Krisna (24 April 2007) menjelaskan bahwa c
ustomer yang loyal biasanya akan melakukan beberapa hal berikut ini :
1. Will frrequently help attract (trough word of mouth) new customers with
similar relationship potential.
2. Less likely to be pulled away by competitors
3. Buy more product/ service from the company over time.
Pengertian loyalitas ini sampai sekarang memang belum ada satupun pakar dan buku
yang dianggap paling sempurna, khususnya dalam memberikan terminologi yang tepa
t. Hal ini juga diakui oleh Egan seperti yang dikuti Krisna (2007). Mengutip pen
dapat Javalgi dan Mobers dalam Egan memberikan dua definisi loyalitas dalam dua
terminologi :
1. Dalam terminologi Behavioral
Usually based on the number of purchases and measured by monitoring the frequenc
y of such purchases and any brand switching.
2. Dalam terminologi Attitudinal
Incorporating consumer preference and disposition towards brands to determine le
vels of loyalty.
Sedangkan menurut Bloemer dan de Ruyter seperti yang dikutip Egan dalam Krisna
(2007) intinya mengatakan bahwa loyalitas adalah non-random respon, misalnya kun
jungan kembali, yang berlangsung beberapa kali yang menyebabkan komitmen terhada
p merek.
Sedangkan tipe perilaku loyalitas dijelaskan sebagai berikut :
• Switching behavior. Where purchasing is seen as an ‘either/or’ decision
– either the customer stays with you (loyalty) or turns against you (switching).
• Promiscuous behavior. Where customers are seen as making a ‘stream of pu
rchases’ but still within the context of an either/or decision – either the cust
omer is always with you (loyalty) or flits among an array of alternatives (promi
scuous).
• Polygamous behavior. Again, the customer makes a steam of purchase but t
heir loyalty is divided among a number of products. They may be more or less loy
al to your brand than any other.

Sumber Raphel and Raphel (dalam Kotler, 1997: 48 49), diolah sesuai dengan teo
ri Raphel dan Raphel (dalam Kotler, 1997), tingkat loyalitas pelanggan dalam pen
elitian ini dikategorilkan menjadi tiga kelompok sebagai berikut: a) kelompok sa
ngat loyal (penggabungan dari client dan advocates), pada kelompok ini frekuensi
pembelian anggota sebanyak 9 12 kali, b) kelompok loyal (repeat customers), p
ada kelompok ini frekuensi pembelian anggota sebanyak 3 8 kali, c) kelompok ku
rang loyal (first time customers), pada kelompok ini frekuensi pembelian anggota
sebanyak 1 2 kali.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan loyalitas pelanggan diperlukan pemberian k
epuasan pelanggan (customers satisfaction), dimana kepuasan pelanggan ini ditent
ukan oleh kebutuhan dan keinginan yang diterima (perceived performance) dibandin
gkan dengan harapan (expectation); rintangan pengalihan pemasok (switching barri
ers), usulan/saran/keluhan pelanggan (voice) dan hak serta kewajiban anggota (ow
ners). Adapun model kepuasan dan loyalitas anggota/pelanggan yang diterapkan dal
am penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 3. Model kepuasan dan loyalitas pelanggan, diolah


Sumber: Fonnell, (1992:12).
2.3. Hubungan Antara Kepuasan Konsukmen dan Loyalitas Anggota
Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara
berulang dan untuk membangun kestiaan pelanggan terhadap suatu rproduk/jasa yan
g dihasilkan oleh badan usaha tersebut membutuhkan waktu lama melalui proses pem
ebelian berulang-ulah tersebut.( Okson, 1003)
Oleh karena itu, dapat dirumuskan hubungan antara kepuasan konsumen dengan kepua
san angota sebagai berikut: Semakin tinggi derajat kepuasan konsumen, semakin ti
nggi derajat loyalitas anggota koperasi. Dan sebaliknya semakin rendah derajat k
epuasan konsumen, semakin rendah pula derajat loyalitas anggota koperasi.
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu.
Tulisan ini ini terinspirasi oleh tesis dengan judul yang sama yang ditulis oleh
Murwatiningsih Mahasiswa Program Magister Manajemen Universitas Brawijaya pada
tahun 1999, dengan lokasi penelitian pada KPRI di Kota Semarang. Teknik yang dig
unakan dalam menetapkan populasi target adaiah purposive dan jumlah koperasi dit
entukan secara random. Sampel ditetapkan dengan teknik stratified random samplin
g. Dengan demikian populasi targetnya adalah seluruh anggota yang melakukan pemb
elian di 12 KPRI, jumlah sampel sebanyak 150 orang yang terdiri anggota sangat l
oyal 16 orang, loyal 96 orang dan kurang loyal 38 orang. Variabel bebasnya terdi
ri dari produk, harga, lokasi, promosi, personal traits, tampilan fisik, proses
dan pembagian sisa hasil usaha. Variabel terikatnya adalah tingkat kelompok loya
litas anggota yang terdiri dari kelompok sangat loyal, loyal dan kurang loyal. M
etode pengumpulan data menggunakan kuesioner, interview, observasi dan dokumenta
si. Uji validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS MS Window release 7,
5. Adapun analisis datanya menggunakan metode chi square (chi kwadrat) dan koefi
sien kontingensinya menggunakan Spearman correlation dengan program SPSS MS Wind
ow release T5. Disamping itu juga menggunakan analisis diskriptif.
Hasil analisis data dengan menggunakan pendekatan diskriptif, diketahui bahwa pe
nilaian anggota terhadap, penerapan variabel variabel bauran pemasaran menunju
kkan indikator utama yang dipertimbangkan sbb.: a) produk pada indikator pembung
kusan; b) harga pada indikator pembelian secara kredit; c) lokasi pada indikator
kemudahan transportasi; d) promosi pada indikator media; e) personal traits pad
a indikator keramahan pramuniaga; f) tampilan fisik pada indikator keamanan; g)
proses pada indikator pelayanan.
Berdasarkan analisis chi square diketahui, hasilnya menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan antara tingkat kelompok loyalitas anggota dalam memberikan pers
epsi penerapan terhadap variabel variabel bauran pemasaran sbb.: a) produk den
gan indikator jenis, kualitas, jumlah, penataan, penggolongan; b) harga dengan i
ndikator harga barang, potongan harga, pembelian secara kredit, pelunasan, pembe
lian secara tunai; c) lokasi dengan indikator jarak, kemudahan transportasi, kep
utusan pembelian berdasarkan jarak, dekatnya toko dengan tempat kerja; d) promos
i dengan indikator media, informasi, hadiah, pameran; e) personal traits dengan
indikator kecepatan pelayanan, penampilan pramuniaga; f) tampilan fisik dengan i
ndikator desain, dekor, luas, suhu udara, kebersihan, fasilitas toko; g) proses
dengan indikator penawaran, pembelian, pelayanan. Sedang yang menunjukkan tidak
adanya perbedaan adalah variabel sbb.: a) produk dengan indikator pembungkusan;
b) personal traits dengan indikator pengetahuan, respon, keramahan pramuniaga; c
) tampilan fisik dengan indikator penerangan, keamanan. Demikian juga terdapat p
erbedaan yang signifikan antara tingkat kelornpok loyalitas anggota dalam member
ikan persepsi terhadap penerapan variabel pembagian sisa hasil usaha.
Keeratan hubungan antara tingkat kelompok loyalitas anggota dengan persepsi angg
ota terhadap penerapan variabel bauran pemasaran beserta indikatornya, yang dian
alisis dengan Spearman correlation, pada umumnya menunjukkan tingkat rendah dan
sangat rendah. Sedang yang keeratan hubungannya menunjukkan tingkat sedang yaitu
pada variabel sbb.: a) harga dengan indikator potongan harga, pembelian secara
kredit dan pelunasannya; b) lokasi dengan indikator keputusan pembelian berdasar
kan jarak dan dekatnya toko dengan tempat keda; c) promosi dengan indikator info
rmasi dan pameran; d) proses dengan indikator penawaran; dan e) variabel pembagi
an sisa hasil usaha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi keer
atan hubungan kedua variabel tersebut, maka menunjukkan semakin loyalnya anggota
terhadap koperasi, sedang semakin rendah keeratan hubungan kedua variabel terse
but, maka menunjukkan semakin kurang loyalnya anggota terhadap koperasi.
2.5. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian pada latar belakang, landasan teori dan hasil
penelitian terdahulu, maka penulis dapat menyajikan kerangka pikir sebagai beri
kut :

Gambar 5. Model pemikiran variabel variabel penelitian


2.6. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: Semakin tinggi de
rajat pepuasan konsumen, semakin tinggi derajat loyalitas anggota koperasi dan s
ebaliknya semakin rendah derajat kepuasan konsumen, semakin rendah derajat loyal
itas anggota koperasi.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis dan Sumber Data
3.1.1. Data Primer
Data primer adalah data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan
secara khusus dan hubungannya langsung dengan masalah yang diteliti. Jenis data
ini dipeoleh langsung dari responden setelah menjawab seluruh pertanyaan dalam k
uisener. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah angota Koperasi KPRI
Mekar Jaya Lewoleba.
3.1.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang ada kaitannya dengan maslah yang diteliti. Data i
ni diperoleh dari literatur, jurnal, ertikel dan penelitian terdahulu serta data
yang relevan untuk mendukung penelitian ini.
3.1.3. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dari kuesioner ya
ng disebarkab kepada para responden yaitu angota Koperasi KPRI Mekar Jaya
Lewoleba.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian


3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi, menurut Sugiono (1999:72) adalah wilayah generalisasi yang terdiri ata
s obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitia
n ini yang menjadi populasi adalah seluruh angota Koperasi KPRI Mekar Jaya Lewol
eba, yakni sebanyak 439 orang anggota.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi t
ersebut (Sugiono, 1999:73). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penel
itian ini adalah Nonprobability Sampling, artinya tiap anggota populasi tidak me
mpunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel (Suliyanto, 2006:124). Metod
e penarikan sampel menggunakan teknik Purpose Sampling dimana penetapan sampel d
idasarkan pada kriteria-kriteria tertentu (Suliyanto, 2006:125). Kriteria-kriter
ia yang dimaksud adalah responden yang menjadi anggota KPRI Mekar Jaya Lewoleba
dan penentuan responden berdasarkan Convenience Sampling, artinya penentuan samp
el berdasarkan kebetulan saja dimana anggota sampel yang ditemui peneliti bersed
ia dijadikan responden (Suliyanto, 2006:24)
Adapun penentuan besaran sampel untuk kelompok pelanggan ditetapkan adalah sebag
ai berikut:
1) Dengan menggunakan rumus penetapan sampel dari polulasi yang diketahui j
umlah dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Supramono dan Haryanto (200
3), yakni:
N
n =
1+N(Moe)2
Keterangan:
Moe = margin of eror max (tingkat kesalahan maksimum yang m
asih dapat ditoleransi).
2) Penetapan sampel anggota KPRI Mekar Jaya dengan menggunakan teknik Stratified
random sampling. Stratifikasi anggota KPRI dalam penelitian ini didasarkan pada
tingkat loyalitas anggota yang meliputi kelompok sangat loyal, loyal dan kurang
loyal. Penetapan kelompok kelompok loyalitas tersebut didasarkan pada frekwensi
pembelian barang barang di koperasi selama tahun 2008. Adapun rincian frekuensi
pembelian pada tingkat kelompok loyalitas anggota tersebut, sebagai berikut:
a. Kelompok sangat loyal, dengan frekuensi pembelian 9 12 kali,
b. Kelompok loyal, dengan frekuensi pembelian 3 8 kali,
c. Kelompok kurang loyal, dengan frekuensi pembelian 1 2 kali.
Ketegori Loyal Jumlah Populasi Sampel
a. Sangat Loyal 98 20
b. Loyal 159 28
c. Kurang Loyal 182 33
T o t a l 439 81
3.2.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah langkah dan teknik pengambilan data yang digunaka
n penulis dalam penelitian untuk memperoleh data. Metode Personality Administrat
ed Questionnaries , menurut pendapat Sakaran (1992, 200-201) adalah metode pengu
mpulan data yanf digunakan untuk menunjukkan aktifitas ilmiah yang sistematis. M
etode ini dilakukan dengan memberikan daftar pertanayaan (kuesioiner) kepada re
sponden. Setelah diberi jangka waktu tertentu untuk mengisi daftar pertanayaan t
ersebut dan kemudian ditarik kembali oleh peneliti untuk dijadikan data primer.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data angket tertutup. Maksudnya an
gket yang digunakan untuk mendapatkan data tentang dimensi-dimensi hubungan kual
itas pelayanan dengan tingkat kepuasan pelanggan dengan menggunakan skala penila
ian secara verbal dua kutub (bipolar) penilaian yang ekstrim, misalnya : kuat le
mah, baik buruk, setuju tidak setuju.
Selain metode yang telah dikemukan di atas, juga menggunakan metode interview,
observasi dan dokumentasi.
3.2. Penentuan Skala Pengukuran
Penentuan skala pengukuran menggunakan skala tingkatan point (itemized rating sc
ales) dalam bentuk skala likert, dimana jawaban untuk pertanyaan positif maupun
negatif dibedakan atas empat skala. Contoh untuk menskor suatu pertanyaan: Bagai
mana penilaian anda terhadap harga barang-barang yang dijual di koperasi?

Sangat Mahal Mahal Murah Sangat Murah


3.3. Validitas dan Reliabilitas Instrurnen Penelitian
3.3.1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dilaksanakan dengan dua sistern yaitu validitas isi (content valid
ity) dan validitas kontruksi (construct validity). Menggunakan taraf siginifikan
si 5%. Perhitungannya menggunakan program SPSS for MS Windows.
Hasil uji validitas instrumen, baik untuk variabel variabel bauran pemasaran m
aupun loyalitas anggota, menunjukkan semua item dalam masing masing variabel ada
lah valid, sebab instrumen kurang dari 5%.
3.3.2. Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan formula koefisien alpha dari C
ronbach dan perhitungannya menggunakan program SPSS for MS Windows.
Kriteria pengujian reliabilitas mengikuti pengujian yang digunakan Fernandes (19
84) yang menyatakan bahwa reliabilitas suatu instrumen dapat diterima jika memil
iki koefisien minimal 0,50.
Hasil uji reliabilitas instrumen, baik untuk variabel variabel bauran pemasara
n maupun loyalitas anggota, menunjukkan koefisien reliabilitasnya lebih dari 0,5
0 berarti sernua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berstatus reliabe
l atau andal.
3.4. Metoda Analisis Data
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan program SPSS for MS Win
dows Release 7,5 dengan metoda sebagai berikut:
1) Untuk pengujian hipotesis pertama dan kedua menggunakan metode Chi Squa
re (Chi Kwadrad).
2) Bagi variabel variabel yang diuji ternyata hasilnya mempunyai hubungan
, maka dilanjutkan dengan uji C (koefisien kontingensi). Pengujian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar variabel yang berasosiasi. Nil
ai C yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tingkat nilai keeratan hubungan
dari Sugiyono (1997: 147) sebagai berikut:
a) 0,80 1,000 berarti tingkat hubungan sangat kuat,
b) 0,60 0,799 berarti Ungkat hubungan kuat,
c) 0,40 0,599 berarti tingkat hubungan sedang,
d) 0,20 0,399 berarti tingkat hubungan rendah,
e) 0,00 0,199 berarti tingkat hubungan sangat rendah.
AFTAR PILISTAKA
Kotler, Philip & Keller Kevin Lane (2009) Manajemen Pemasaran – Edisi Bahasa Ind
onesia Jilid 12, PT Indeks.
Sugiyono dan Eri Wibowo, Statistik Penelitian dan Aplikasinya Dengsn SPSS 10,0 A
lpabheta, 2001
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV. Alfabeta, Bandung, 1999.
Musanto, Trisno (2004) Faktor-Faktor Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan:
Studi Kasus pada CV. Sarana Media Advertising Surabaya, Jurnal Manajemen & Kewi
rausahaan Vol. 6, No. 2, September 2004: 123 – 136 Jurusan Ekonomi Manajemen, Fa
kultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra.
Jatzia (1999), Tugas ‘Pemasaran Ritel’ “Pengaruh Kepuasan Konsumen Atas Nilai Ba
uranPemasaran Terhadap Loyalitas Pasar Ritel Pada Pelanggan di Hypermart” Univer
sitas Sam Ratulangi Fakultas Ekonomi 2009;
Noor Farida. 2006. Skripsi: Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas merek jamu
Air Mancur di depot jamu AA Pasar Boja. Jurusan Manajemen Pemasaran Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Krisna, N.L. Dr. Jurnal : Teori-Teori Pemasaran, 24 April 2007

Anda mungkin juga menyukai