Menurut Buringh (1979), dari 4053 juta ha luas lahan yang dipergunakan sebagai
hutan di dunia, sebesar 63% (2553,39 juta ha) berada di Indonesia. Menurut Purbowaseso
(2004), luas hutan di Indonesia kurang lebih 144 juta ha, sedangkan menurut Srihadiono dan
Sabarnurdin (2006) luas hutan di Indonesia tahun 2003 menurut BAPLAN Dephut 2004
adalah seluas 109.961.844,05 ha.
4. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan
dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu
kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis (Arief, 1994).
Ekosistem hutan terdiri atas komponen masyarakat hayati dan sistem tanah. Dilihat
dari kebutuhan manusia, masyarakat hayati hutan merupakan sumber daya nabati dan sistem
tanah merupakan sumber daya tanah. Kepentingan hutan dalam pembinaan lingkungan
hidup ditentukan oleh kelakuan antarmuka kedua sumber daya tersebut.
Kelakuan ini diteliti melalui sistem pengalihan bahan dan energi antara sumber daya
nabati dan sumber daya tanah. Oleh karena sistem pengalihan bahan dan energi menjadi
kunci analisis, faktor waktu dan tempat menjadi penting sekali.
Ekosistem hutan terbagi menjadi dua yaitu: hutan alam dan hutan buatan. Ekosistem
hutan alam dikendalikan oleh faktor alam, sedangkan ekosistem hutan buatan dikendalikan
oleh faktor alam dan teknologi.
Di Indonesia sampai saat ini tinjauan terhadap hutan masih dikuasai oleh dua bentuk
kebijaksanaan kehutanan ( ke-hutanan= kepentingan yang menyangkut hutan ), yaitu :
1. Mobilisasi modal kayu dalam hutan
2. Menciptakan hutan produksi sebagai komplemen eksploitasi hutan alam dan sumber
bahan mentah bagi industri perkayuan.
Hal ini barangkali merupakan ciri umum masyarakat sedang berkembang yang
memerlukan sasaran ekonomi jangka pendek. Dapatlah dimengerti mengapa kegiatan ilmu
pengetahuan dan teknologi perhutanan berat menyebelah pada anasir nabati. Asas sistem
pengalihan bahan dan energi yang menompang kehadiran hutan belum memperoleh perhatian
semestinya.
Berikut di bawah ini adalah pembagian macam-macam / jenis-jenis hutan yang ada di
Negara Kesatuan Republik Indonesia disertai arti definisi dan pengertian :
• Hutan Bakau
Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Contoh : pantai
timur kalimantan, pantai selatan cilacap, dll
• Hutan Sabana
Hutan sabana adalah hutan padang rumput yang luas dengan jumlah pohon yang
sangat sedikit dengan curah hujan yang rendah. Contoh : Nusa tenggara.
• Hutan Rawa
Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa dengan tumbuhan nipah
tumbuh di hutan rawa. Contoh : Papua selatan, Kalimantan, dsb.
• Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis adalah hutan lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar
garis khatulistiwa / ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi.
Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah subur,
humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini sangat
disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang senang merusak hutan
dan merugikan negara trilyunan rupiah. Contoh : hutan kalimantan, hutan sumatera,
dsb.
• Hutan Musim
Hutan musim adalah hutan dengan curah hujan tinggi namun punya periode musim
kemarau yang panjang yang menggugurkan daun di kala kemarau menyelimuti hutan.
3
PEMBAHASAN
Setiap hutan hujan adalah unik, namun ada beberapa fitur tertentu yang umumnya
terdapat pada semua hutan hujan tropis.
• Curah hujan: hutan hujan memperoleh curah hujan sebesar paling tidak 80 inci setiap
tahunnya.
• Kanopi: hutan hujan memiliki kanopi, yaitu lapisan-lapisan cabang pohon beserta
daunnya yang terbentuk oleh rapatnya pohon-pohon hutan hujan.
• Keanekaragaman biota: hutan hujan memiliki tingkat keragaman biota yang tinggi
(biodiversity). Biodiversity adalah sebutan untuk seluruh benda hidup, seperti :
tumbuhan, hewan, dan jamur yang ditemukan di suatu ekosistem. Para peneliti
percaya bahwa sekitar separuh dari tumbuhan dan hewan yang ditemukan di muka
bumi hidup di hutan hujan.
• Hubungan simbiotik antar spesies: spesies di hutan hujan seringkali bekerja bersama.
Hubungan simbiotik adalah hubungan dimana dua spesies berbeda saling
menguntungkan dengan saling membantu. Contohnya, beberapa tumbuhan membuat
struktur tempat tinggal kecil dan gula untuk semut. Sebagai balasannya, semut
menjaga tumbuhan dari serangga-serangga lain yang mungkin ingin memakan daun
dari tumbuhan tersebut.
Di hutan hujan tropis, kebanyakan kehidupan tumbuhan dan hewan tidak ditemukan
di permukaan tanah (forest floor), tapi mungkin di dunia dedaunan yang dikenal dengan nama
kanopi. Kanopi, yang bisa berada di ketinggian 100 kaki (30 m) dari atas tanah, terbentuk
oleh cabang-cabang dan dedaunan pohon-pohon
hutan hujan yang saling tumpang tindih.
Lingkungan di kanopi sangat berbeda dari lingkungan di permukaan tanah. Saat siang
hari, kanopi lebih kering dan lebih panas dibandingkan bagian lain dari hutan dan tumbuhan
dan hewan yang hidup di sana telah beradaptasi untuk kehidupan di pepohonan. Contohnya,
banyaknya dedaunan di kanopi membuat susah untuk melihat lebih dari beberapa kaki,
membuat banyak hewan-hewan kanopi yang bergantung pada teriakan keras atau nada-nada
tertentu untuk berkomunikasi. Kesenjangan di antara pepohonan juga membuat beberapa
hewan kanopi berpindah dari pohon yang satu ke pohon lainnya dengan terbang, melompat,
atau mengayun.
Para ilmuwan telah tertarik untuk meneliti mengenai kanopi sejak lama, namun
karena tingginya pepohonan hutan hujan penelitian sulit dilakukan hingga baru-baru ini. Saat
ini terdapat fasilitas-fasilitas yang dapat membantu para peneliti ini untuk menguak rahasia
kanopi, seperti jembatan tali, tangga, dan menara.
Dedaunan di kanopi membuat lapisan dasar dari hutan hujan umumnya gelap dan
lembab. Bagaimanapun, terlepas dari bayang-bayang konstanya, permukaan tanah dari hutan
hujan adalah bagian yang penting dari ekosistem hutan.
Banyak dari hewan-hewan terbesar hutan hujan ditemukan di lantai hutan. Beberapa
dari ini termasuk gajah, tapir, dan macan kumbang.
Ekosistem hutan tropika muncul setelah jaman Dinosaurus, ekosistem ini telah ada
dan berkembang sejak jutaan tahun yang lalu dalam keadaan tertentu (tanpa gangguan atau
campur tangan manusia), sehingga apabila terjadi kerusakan pada ekosistem ini yang
disebabkan oleh kegiatan pembalakan atau lainnya, maka ekosistem hutan tropika akan
mengalami kesulitan dalam memperbaiki kondisinya seperti sediakala dan proses ini akan
memakan waktu yang sangat lama.
5
Tingkat kesuburan tanah (soil fertility) yang rendah pada hutan hujan tropika
Kebanyakan orang mengira kalau tanah di ekosistem hutan tropika adalah subur, ini
dilihat dari banyaknya berbagai jenis pohon dan tumbuhan yang hidup didalamnya. Pohon-
pohon yang tumbuh bisa mencapai diameter ratusan centimeter dan tingginya pun bisa
mencapai puluhan meter. Hal ini memperkuat anggapan orang bahwa tanah di ekositem hutan
tropika ini subur. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, karena pada umumnya kondisi tanah
pada ekosistem hutan tropika adalah tidak subur. Pohon-pohon dan tumbuhan tertentu saja
yang dapat tumbuh pada ekosistem hutan tropika. Jenis-jenis pohon dan tumbuhan yang
dapat tumbuh pada ekosistem hutan tropika adalah jenis-jenis yang tidak memerlukan nutrisi
yang banyak dalam pertumbuhannya. Jenis-jenis pohon Dipterocarpaceae yang banyak
tumbuh pada ekosistem hutan tropika adalah salah satu contohnya. Nutrisi yang diperlukan
oleh tumbuhan banyak terdapat pada lapisan tanah atas (top soil), sedangkan top soil di hutan
tropika relativ sedikit hanya beberapa centimeter dalamnya. Oleh karena itu sebenarnya tanah
di hutan tropika kurang cocok untuk dijadikan areal pertanian yang memerlukan nutrisi yang
banyak untuk pertumbuhannya.
Hutan tropika mempunyai strategi yang unik untuk mengatasi kemiskinan hara
makanan dalam tanah, berbeda sekali dengan hutan di daerah iklim sedang dan dingin. Bila
ditelaah hutan tropis, akan terlihat bahwa sebenarnya tidak tersimpan dalam tanah, melainkan
dalam tubuh tumbuhan yang masih hidup. Dalam sebuah ekosistem hutan, mahluk hidup
merupakan gudang makanan. Namun pada kenyataannya pohon-pohon hidup itu selalu
diancam oleh kematian dan serangan hewan herbivora setiap saat. Bila tumbuhan itu mati dan
bersama organisme mati lainnya akan segera pula mengalami dekomposisi yang melepaskan
hasilnya ke dalam tanah.
Di daerah tropika yang lembab dan panas, dekomposisi berjalan sangat cepat, bila
dibarengi curah hujan yang tinggi, maka hasil dekomposisi akan cepat hilang di bawa air
tanah ke tempat lain. Ini berarti suatu kebocoran ekosistem. Kesuburan hilang, padahal
cadangan dalam tanah tidak ada. Tetapi pada lapisan atas tanah tersebar rapat akar-akar halus
atau bulu akar pohon-pohon, yang siap dengan cepat menyerap hara makanan dalam larutan
air tanah. Penyerapan ini dibantu pula oleh kehadiran jamur yang bersimbiosisi dengan pohon
dan membentuk mikoriza pada akar. Tidak jarang pula akar bulu dan meiselium (benang-
benang pada jamur) menembus langsung pada daun-daun mati yang sedang mengalami
dekomposisi. Dengan cara itulah hara makanan yang dilepas oleh proses dekomposisi dengan
cepat diserap dan dikembalikan ke dalam tubuh pohon untuk disintesis menjadi bahan yang
lebih kompleks dan membentuk tubuh pohon itu lagi.
Dengan demikian kemungkinan hara makanan hilang ke lingkungan lain dapat
dicegah. Sistem pendauran hara yang seperti inlah yang dinamakan dengan sistem peredaran
tertutup.habitat
mbar 3. hutan sebagai Adanya kegiatan pembalakan merangsang akar untuk mengeluarkan nutrisi yang
tersimpan ke dalam tanah, sehingga bila terjadi hujan akan mudah tercuci oleh air hujan
(erosi). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentunya sangat membutuhkan
Gambarbanyak
4. Iklimdana untuk melakukan pembangunan. Salah satunya adalah memanfaatkan
sumberdaya alam dalam hal ini hutan tropika. Melihat kerentanan-kerentanan ekosistem
hutan tropika perlu adanya kearifan dalam memanfaatkan hutan tropika sehingga hutan
tropika di Indonesia dapat memberikan manfaat yang optimal tanpa merusak kelestariannya.
7
Karenanya hutan hujan mempunyai peran yang penting dalam mengatasi pemanasan
global. Hutan hujan juga mempengaruhi kondisi cuaca lokal dengan membuat hujan
dan mengatur suhu.
Gambar 5. Erosi
Begitu air ikut terbawa ke sungai, akan menimbulkan masalah bagi ikan dan
manusia. Ikan akan menderita karena air menjadi keruh, sedangkan manusia akan
memperoleh kesulitan menavigasikan terusan yang menjadi lebih dangkal karena
meningkatnya jumlah tanah di air. Sedangkan para petani akan kehilangan lapisan
atas tanah yang penting untuk menanam tanaman.
Hutan hujan membantu menjaga peredaran air. Menurut U.S. Geological Survey,
"peredaran air, juga dikenal dengan peredaran hidrologi, menggambarkan pergerakan
berkelanjutan dari air di, di atas, dan di bawah permukaan bumi." Peran hutan hujan dalam
peredaran air ini adalah untuk menambah air ke atmosfer melalui proses transpirasi (dimana
mereka melepas air dari daun-daunnya pada saat fotosintesis).
Uap air ini mempengaruhi formasi awan hujan yang melepaskan air kembali ke hutan hujan.
Di Amazon, 50-80% dari uap air tetap di dalam ekosistem peredaran air.
Jika hutan hujan ditebangi, uap air yang masuk ke atmosfer akan semakin berkurang, dan
hujan yang diturunkan pun turut berkurang, bahkan terkadang hingga menyebabkan
kekeringan
Hutan di Indonesia kini sudah tidak hijau lagi. Laju penebangan hutan yang terus
meningkat dari tahun ke tahun telah mengikis habis hutan kita. Penebangan hutan yang tidak
terkontrol semakin marak terjadi sehingga berdampak pada rusaknya ekosistem hutan yang
pada akhirnya akan berpengaruh juga bagi iklim dunia. Berdasarkan data yang ada, laju
kerusakan hutan Indonesia mencapai 1,1 juta hektare per tahun. Artinya, setiap tahun ada
9
stem yang belum mantap.
lalui kisaran sekitar
kearah1,1 juta lebih
yang hektare lahan hutan yang rusak akibat penebangan hutan yang tidak
kompleks
terkontrol,
n mentah hutan sementarake
itu diekspor kemampuan pemerintah
Negara yang lebihuntuk
majumelakukan rehabilitasi
dengan harga yang hanya 500 ribu
murah, sedangkan Ind
hektare per tahun. Tentunya fenomena ini menjadi sebuah ironi yang sangat menghawatirkan
bagi kelangsungan ekosistem hutan Indonesia. Hutan disepanjang zamrud khatulisiwa yang
pernah menjadi paru-paru dunia kini semakin lama semakin terkikis habis, bahkan hutan-
hutan yang tersisa di Sumatera dan Kalimantan hanya tinggal 20 % dari luas hutan yang
semestinya. Padahal, hutan seharusnya menjadi penyerap karbon dan emisi lainnya agar tidak
menganggu ekosistem yang ada di permukaan bumi. Di sisi lain, negara-negara ‘produsen
karbon’ semakin tidak terkontrol lagi pembuangan emisi karbonnya. Jumlah karbon yang
dikeluarkan dari tahun ke tahunpun semakin meningkat. Terutama negara-negara maju yang
perekonomiannya bersandar pada industri. Menanggapi permasalahan di atas, timbul sebuah
ide untuk mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak antara negara tropis yang
mempunyai hutan lebat dengan negara maju penghasil karbon. Karena bila tidak di atasi
secepatnya, maka emisi karbon yang berada di atmosfer bumi tidak akan terserap oleh pohon-
pohon karena hutan yang semakin sempit.
PENUTUP
• Perlu adanya sebuah usaha bersama untuk menggiatkan pengurangan penebangan
hutan komersil yang hanya untuk meraup keuntungan pribadi ataupun segolongan
orang.
• Sudah menjadi kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk terus menjaga kelestarian
hutan, karena peran strategis hutan sangat dibutuhkan saat ini seiring dengan
meningkatnya pemanasan global akibat buangan gas rumah kaca yang menyelimuti
atmosfer bumi yang tidak terserap hutan akibat semakin menipisnya lahan hutan.
11