Anda di halaman 1dari 8

Memberi Maaf

M engupayakan perbaikan hubungan akibat peristiwa—


kejadian atau tindakan yang merugikan orang lain dalam
kehidupan masyarakat tidak terlepas dari kerelaan salah
satu pihak atau keduanya untuk saling memaafkan. Penggunaan
istilah ‘maaf—memaafkan’ berkaitan dengan upaya rekonsiliasi.
Meskipun kedua istilah ini memiliki makna sedikit berbeda. Kata
maaf-memberi maaf cenderung bersifat personal, sedangkan
rekonsiliasi berarti dua pihak yang sepakat untuk saling memberi
maaf—saling berdamai. Artinya rekonsiliasi terjadi manakala ada
dua belah pihak yang bertikai—berkonflik untuk membangun
perdamaian.
Umumnya penjelasan tentang pemaafan atau rekonsiliasi
lebih banyak diungkapkan oleh kalangan ulama atau agamawan.
Masih sedikit hasil penelitian ilmiah yang mengkaji tentang
kegunaan memaafkan, khususnya dalam konteks psikologi,
manajemen dan kepemimpinan. Demikian halnya dalam upaya
menyelesaikan berbagai masalah dan konflik yang melibatkan
berbagai pihak dalam masyarakat—tidak akan lepas dari kesediaan
seseorang, orang lain, kelompok, komunitas dan pemangku
kepentingan lain untuk memberikan maaf.

Topik ini memberikan gambaran dan pengalaman kepada Kita


betapa pentingnya kesadaran saling memaafkan dalam upaya
memperbaiki hubungan yang telah rusak, mengembalikan
kepercayaan orang lain, menumbuhkan kebersamaan dan saling
menghargai. Terlebih bagi pemimpin dan tokoh masyarakat
sebagai cara untuk membangun—ikatan emosional (emotional
reconsiliation) dalam menyelesaikan konflik kepentingan dalam
masyarakat.

355
TUJUAN
Peserta memahami pentingnya memberi maaf dalam memperbaiki
dan membangun hubungan dengan berbagai pihak dalam
masyarakat.
Peserta memiliki kesadaran bahwa memaafkan merupakan sifat
yang mulia dan sebagai solusi dalam upaya menyelesaikan konflik
dalam masyarakat.

POKOK BAHASAN
☺ Pentingnya Memberi Maaf
☺ Rekonsiliasi
☺ Tahapan Membuka dan Memberi Maaf

WAKTU
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit

METODE
Metode yang digunakan diantaranya
☺ Cerita dan Kisah Tauladan

☺ Berbagai pengalaman

☺ Presentasi dan curah pendapat

MEDIA DAN SUMBER BELAJAR


☺ Flipchart, spidol, kertas plano dan metaplan

☺ Lembar Media 15.1-10

☺ Lembar Kasus 15.1: Skenario: Kisah Ibu Sumirah

☺ Bahan Bacaan 15.1: “Memberi Maaf: Sebuah Prespektif


Religius”

☺ Bahan Bacaan 15.2: “Rekonsiliasi”

356
PROSES PEMBELAJARAN
Kegiatan 1: Pentingnya Memberi Maaf

1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan


dilakukan dalam sessi ini.

2. Mintalah kepada peserta untuk mempelajari dan mengambil


pelajaran dari beberapa cerita—kasus tentang pentingnya
memberi maaf. Sebagai panduan gunakan studi kasus 15.1

3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan


komentar, tanggapan, masukan dan menarik hikmah dari
cerita—kasus tersebut. Ajukan beberapa pertanyaan pemicu
sebagai berikut;
• Apa yang Anda rasakan ketika Anda harus memberi
maaf kepada orang lain ?
• Mengapa Anda sulit untuk memberikan maaf kepada
orang lain ?
• Sebaliknya apa yang menyulitkan Anda untuk meminta
maaf kepada orang lain?
5. Catatlah—tulis dalam metaplan reaksi yang ditunjukan
peserta. Hasilnya ditempelkan di dinding untuk dibahas
dalam pleno.
6. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapinya
dan buatlah hikmah atau inti pelajaran dari kegiatan ini dan
mengkaitkan dengan sessi selanjutnya.

Variasi:

Fasilitator dapat memberikan kesempatan kepada peserta untuk


menuturkan pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan
maaf kepada orang lain atas kesalahan yang diperbuatnya.
Mintalah untuk menggali hal-hal yang sulit dia lakukan ketika
memberi maaf atau sebaliknya ketika seseorang mengindahkan
posisinya untuk memulai meminta maaf pada orang lain dan
meyakinkan untuk menerimanya.

Kegiatan 2: Rekonsiliasi

1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan


dilakukan dalam sessi ini dengan mengaitkan pokok
bahasan sebelumnya.

357
2. Mintalah kesediaaan 4—5 orang peserta untuk memainkan
peran dalam sosio-drama tentang keluarga dengan skenario
yang telah disiapkan (Lembar Kasus 15.2).

3. Berikan kesempatan kepada pemain untuk mempelajari


skenario dan berbagi peran.

Variasi:

Kelompok yang ditunjuk diberikan kesempatan untuk berbagi


peran dan melakukan proses kreatif terhadap skenario yang
diberikan. Termasuk dalam menata ruang untuk panggung
drama dan perlengkapan yang digunakan. Memberikan
tekanan—emosional untuk membangun suasana (seperti
sebenarnya). Agar lebih semarak dan berkesan berikan
sentuhan musik, jeda, narasi, puisi atau gerakan tari.

4. Setelah sosiodrama dilakukan mintalah kepada peserta untuk


memberikan penilaian terhadap peran yang dimainkan oleh
kelompok. Selanjutnya mintalah peserta untuk mengkaji
pesan yang disampaikan dalam sosiodrama dan kaitkan
dengan makna rekonsiliasi. Ajukan beberapa pertanyaan
berikut;
• Apa yang Anda rasakan ketika Anda memerankan peran
dalam sosiodrama tersebut?
• Kesulitan apa saja yang Anda hadapi pada saat
memainkan peran dalam sosiodrama ?
• Hikmah—nilai-nilai apa saja yang bisa Anda tarik dari
sosiodrama yang telah dimainkan ?
• Berdasarkan hal tersebut—apa yang dimaksud dengan
rekonsiliasi ?
• Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses
rekonsiliasi ?
5. Catatlah—tulis dalam metaplan hal-hal pokok tentang
rekonsiliasi yang dikemukakan peserta. Hasilnya ditempelkan
di dinding untuk dibahas dalam pleno.
6. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengkritisi,
mengklarifikasi dan memberikan masukan.
7. Buatlah rangkuman dan kesimpulan dari pembahasan yang
telah dilakukan.

358
Kegiatan 3: Tahapan Membuka dan Memberi Maaf

1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan


dilakukan dalam sessi ini dengan mengaitkan pokok bahasan
sebelumnya.

2. Galilah pemahaman peserta tentang langkah-langkah atau


tahapan untuk membuka pintu maaf dalam upaya penyelesaian
konflik. Penjelasan dapat diselingi dengan presentasi. Gunakan
media presentasi yang telah disediakan.

3. Selanjutnya mintalah kepada peserta untuk membentuk


kelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk mendiskusikan
tentang tahapan pemaafan dan memberi maaf. Hasil diskusi
ditulis dalam matrik sebagai berikut;

Tahapan Membuka Pintu Maaf

Tahapan Memaafkan

4. Hasilnya ditempelkan pada dinding untuk dipresentasi oleh


masing-masing kelompok. Berikan kesempatan kepada peserta
untuk mengkritisi, mengklarifikasi dan memberikan masukan.

5. Buatlah rangkuman atau kesimpulan dari pembahasan yang


telah dilakukan

359
Dalam topik ini peserta diarahkan untuk menggali pemahaman tentang perbedaan
istilah maaf dan rekonsiliasi. Melalui permainan, studi kasus dan diskusi peserta
melakukan berbagi pengalaman tentang rekonsiliasi baik yang berkaitan dengan
hubungan antarpribadi, kelompok atau dengan pihak lainnya. Topik ini berupaya
membangun kesadaran emosional tentang pemaafan dan rekonsiliasi yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, fasilitator disarankan mengajak
peserta untuk melakukan persiapan di luar sessi pelatihan menyangkut penataan
ruang dan pembagian tugas berkaitan dengan kegiatan sosiodrama yang akan
dilakukan. Persiapan lain yang perlu dilakukan menyangkut tataruang, peralatan
dan skenario yang akan ditampilkan. Peserta dapat mempelajari beberapa kasus
konflik yang muncul dalam kehidupan keluarga, masyarakat atau
bernegara. Agar lebih menarik, peserta dapat mengungkapkan
dengan berbagai cara seperti menyanyi, musik, pemutaran video,
gambar untuk memberikan suasana interaktif dan mendorong
keterlibatan emosional. Fasilitator dapat memberikan pengetahuan
dasar tentang pendekatan psikologi berkaitan dengan reaksi dan
tindakan memberi maaf dan memaafkan (emotional reconsiliation)
serta pengaruhnya dalam penyelesaian konflik.

360
Lembar Kasus 15.1

Skenario: Kisah Ibu Sumirah

Cerita ini diambil dari kisah nyata yang menuturkan tentang kisah pemaafan
yang dilakukan oleh seorang ibu yang putrinya dibunuh oleh seorang pria
berdarah dingin. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1980. Cinta Hasan, putrinya
yang yang baru berusia 19 tahun, ditemukan tewas mengenaskan karena
berbagai tikaman benda tajam yang dilakukan secara brutal oleh orang yang
tidak dikenal. Beberapa waktu kemudian pelakunya tertangkap. Ternyata ia
adalah seorang pria tengah baya, bernama Ferdi Tino. Ia sendiri (Tino) tidak
dapat menyebutkan motif pembunuhan itu mengapa ia menghabisi Cinta di
taman kota itu.

Sejak Sumirah mengetahui anaknya dibunuh ia melewati masa-masa yang


sulit dalam hidupnya. Perlakuan pun jadi aneh dan tak terkontrol. Sering
berteriak-teriak, melampiaskan kesedihan dan beban emosi yang
berkepanjangan. Ia tidak tahu harus berbagi cerita dengan siapa. Dua anaknya
yang lain dan saudaranya Chaterine baru memulai sekolah kedokteran di
tempat lain, sehingga sulit bagi mereka untuk berkomunikasi. Sementara
suaminya sendiri memutuskan tidak mau berlama-lama berduka atas kematian
Cinta. Bagi Sumirah membutuhkan waktu yang lama untuk menekan rasa sakit
emosi yang mendalam atas kehilangan putrintya.

Keadaan mulai berubah beberapa tahun kemudian, saat itu ada seorang
yang memberikan jalan untuk menyembuhkan emosinya. Ia menyarankan
untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia kemudian ikut dalam kelompok
pengkajian agama dan belajar tentang pemaafan dan memberi maaf. Ia pun
akhirnya menghabiskan waktunya untuk berdoa, menyendiri dan berbagi
perasaan sakitnya dengan kelompok pengajian tersebut. Suatu ketika masih
dalam proses penyembuhan tersebut ia merasakan dalam dirinya: “Kamu harus
memaafkan Dia dan Memberitahunya”. Pikiran itu terngiang di kepalanya hingga
ia tidak dapat tidur. Malam itu juga Sumirah mengikuti kata hatinya. Ia menulis
surat pada Tino, bercerita jujur akan rasa kehilangan atas anaknya Cinta, juga
perjuangan selama delapan tahun untuk belajar memaafkan Tino. Di salah satu
bagian surat itu Sumirah menulis, “saya sendiri terkejut bahwa saya bisa
belajar tentang memaafkanmu”. Berkat dorongan teman-teman
sepengajiannya. Akhirnya Sumirah mengirimkan surat itu. Ia bertutur betapa
gemetarnya pada saat ia memasukkan surat itu ke dalam kotak pos. Masih ada

361
peperangan dalam batinya. Ketika surat itu masuk ke dalam kotak pos “klik”
seolah menghapus semua benci, dendam dan kepahitan yang disimpan selama
lebih dari delapan tahun. Setelah mengirimkan surat ini, Sumirah memasuki
proses untuk melepaskan dan memaafkan Tino.

Tak lama kemudian Tino pun membalas surat sumirah, berisi penyesalan
dan pemintaan maaf. Bahkan Tino mengirimkan surat formulir ijin berkunjung
jika Sumirah bersedia. Sejak itu, Sumirah ragu apakah ia sanggup
memberikan maaf jika bertemu langsung dengan Tino. Namun batinya tetap
mendorong untuk melakukan pertemuan itu. Kemudian ia membalas surat dan
mengisi formulir kesediaan untuk berkunjung ke Penjara Nusa Kambangan.
Mulanya si kepala penjara ragu mengijinkan Tino yang menjali proses
hukuman mati untuk bertemu dengan Sumirah. Birokrasi hukumpun menjadi
berbelit belit hingga makan waktu enam bulan sebelum akhirnya dapat
dijinkan bertemu.

Saat-saat menegangkan dan pertemuan itu menjadi momen yang


mengharukan. Sumirah melepas semua kepedihan hatinya langsung di depan
orang yang telah membunuh anaknya. Keduanya saling menangis,
menumpahkan rasa sedih dan penyesalan. Dalam suasana yang memilukan
selama tiga jam lebih mereka bercerita tentang perasaan masing-masing.
Sumirah mengerti di malam ia kehilangan Cinta putrinya, malam itu pula Tino
kehilangan masa depannya. Ternyata bukan hanya dirinya yang mengalami
kepedihan mendalam. Tino sendiri meratap dan menangisi tindakan
membunuh Cinta, Ia berkata:”seandainya saya mampu menukar nyawa saya
dengan nyawa Cinta.....!”. Pertemuan ini mengubah kehidupan dua insan ini.
Kejadian ini mendorong Sumirah berupaya agar mempengaruhi keputusan
terhadap hukuman mati yang dijatuhi pada Tino di pengadilan. Namun
pengadilan memutuskan atas bukti yang tidak terbantahkan kecuali Dia harus
dihukum mati. Sumirah merasa hukuman mati untuk Tino tidak akan
mengembalikan anaknya Cinta. Sumirah ikhlas menerima kehilangan anaknya
sebagai sebuah takdir dan cobaan untuk berbuat sabar. Tapi Sumirah tidak
melihat kematian Tino sebagai obat kepedihan hatinya. Ia sebuah figur
perempuan yang luar biasa yang telah memenangkan pertarungan emosi
melawan kebencian dan dendam yang membebaninya bertahun-tahun.

(Kisah ini disarikan dari kasus pembunuhan Chaterine Blount pada musim gugur 1980
dengan beberapa perubahan—penyesuaian dari tokoh dan situasinya).

362

Anda mungkin juga menyukai