355
TUJUAN
Peserta memahami pentingnya memberi maaf dalam memperbaiki
dan membangun hubungan dengan berbagai pihak dalam
masyarakat.
Peserta memiliki kesadaran bahwa memaafkan merupakan sifat
yang mulia dan sebagai solusi dalam upaya menyelesaikan konflik
dalam masyarakat.
POKOK BAHASAN
☺ Pentingnya Memberi Maaf
☺ Rekonsiliasi
☺ Tahapan Membuka dan Memberi Maaf
WAKTU
Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran 3 X 40 menit
METODE
Metode yang digunakan diantaranya
☺ Cerita dan Kisah Tauladan
☺ Berbagai pengalaman
356
PROSES PEMBELAJARAN
Kegiatan 1: Pentingnya Memberi Maaf
Variasi:
Kegiatan 2: Rekonsiliasi
357
2. Mintalah kesediaaan 4—5 orang peserta untuk memainkan
peran dalam sosio-drama tentang keluarga dengan skenario
yang telah disiapkan (Lembar Kasus 15.2).
Variasi:
358
Kegiatan 3: Tahapan Membuka dan Memberi Maaf
Tahapan Memaafkan
359
Dalam topik ini peserta diarahkan untuk menggali pemahaman tentang perbedaan
istilah maaf dan rekonsiliasi. Melalui permainan, studi kasus dan diskusi peserta
melakukan berbagi pengalaman tentang rekonsiliasi baik yang berkaitan dengan
hubungan antarpribadi, kelompok atau dengan pihak lainnya. Topik ini berupaya
membangun kesadaran emosional tentang pemaafan dan rekonsiliasi yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, fasilitator disarankan mengajak
peserta untuk melakukan persiapan di luar sessi pelatihan menyangkut penataan
ruang dan pembagian tugas berkaitan dengan kegiatan sosiodrama yang akan
dilakukan. Persiapan lain yang perlu dilakukan menyangkut tataruang, peralatan
dan skenario yang akan ditampilkan. Peserta dapat mempelajari beberapa kasus
konflik yang muncul dalam kehidupan keluarga, masyarakat atau
bernegara. Agar lebih menarik, peserta dapat mengungkapkan
dengan berbagai cara seperti menyanyi, musik, pemutaran video,
gambar untuk memberikan suasana interaktif dan mendorong
keterlibatan emosional. Fasilitator dapat memberikan pengetahuan
dasar tentang pendekatan psikologi berkaitan dengan reaksi dan
tindakan memberi maaf dan memaafkan (emotional reconsiliation)
serta pengaruhnya dalam penyelesaian konflik.
360
Lembar Kasus 15.1
Cerita ini diambil dari kisah nyata yang menuturkan tentang kisah pemaafan
yang dilakukan oleh seorang ibu yang putrinya dibunuh oleh seorang pria
berdarah dingin. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1980. Cinta Hasan, putrinya
yang yang baru berusia 19 tahun, ditemukan tewas mengenaskan karena
berbagai tikaman benda tajam yang dilakukan secara brutal oleh orang yang
tidak dikenal. Beberapa waktu kemudian pelakunya tertangkap. Ternyata ia
adalah seorang pria tengah baya, bernama Ferdi Tino. Ia sendiri (Tino) tidak
dapat menyebutkan motif pembunuhan itu mengapa ia menghabisi Cinta di
taman kota itu.
Keadaan mulai berubah beberapa tahun kemudian, saat itu ada seorang
yang memberikan jalan untuk menyembuhkan emosinya. Ia menyarankan
untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia kemudian ikut dalam kelompok
pengkajian agama dan belajar tentang pemaafan dan memberi maaf. Ia pun
akhirnya menghabiskan waktunya untuk berdoa, menyendiri dan berbagi
perasaan sakitnya dengan kelompok pengajian tersebut. Suatu ketika masih
dalam proses penyembuhan tersebut ia merasakan dalam dirinya: “Kamu harus
memaafkan Dia dan Memberitahunya”. Pikiran itu terngiang di kepalanya hingga
ia tidak dapat tidur. Malam itu juga Sumirah mengikuti kata hatinya. Ia menulis
surat pada Tino, bercerita jujur akan rasa kehilangan atas anaknya Cinta, juga
perjuangan selama delapan tahun untuk belajar memaafkan Tino. Di salah satu
bagian surat itu Sumirah menulis, “saya sendiri terkejut bahwa saya bisa
belajar tentang memaafkanmu”. Berkat dorongan teman-teman
sepengajiannya. Akhirnya Sumirah mengirimkan surat itu. Ia bertutur betapa
gemetarnya pada saat ia memasukkan surat itu ke dalam kotak pos. Masih ada
361
peperangan dalam batinya. Ketika surat itu masuk ke dalam kotak pos “klik”
seolah menghapus semua benci, dendam dan kepahitan yang disimpan selama
lebih dari delapan tahun. Setelah mengirimkan surat ini, Sumirah memasuki
proses untuk melepaskan dan memaafkan Tino.
Tak lama kemudian Tino pun membalas surat sumirah, berisi penyesalan
dan pemintaan maaf. Bahkan Tino mengirimkan surat formulir ijin berkunjung
jika Sumirah bersedia. Sejak itu, Sumirah ragu apakah ia sanggup
memberikan maaf jika bertemu langsung dengan Tino. Namun batinya tetap
mendorong untuk melakukan pertemuan itu. Kemudian ia membalas surat dan
mengisi formulir kesediaan untuk berkunjung ke Penjara Nusa Kambangan.
Mulanya si kepala penjara ragu mengijinkan Tino yang menjali proses
hukuman mati untuk bertemu dengan Sumirah. Birokrasi hukumpun menjadi
berbelit belit hingga makan waktu enam bulan sebelum akhirnya dapat
dijinkan bertemu.
(Kisah ini disarikan dari kasus pembunuhan Chaterine Blount pada musim gugur 1980
dengan beberapa perubahan—penyesuaian dari tokoh dan situasinya).
362