Anda di halaman 1dari 13

18 Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul

Karakteristik Industri Besar dan Sedang


di Kabupaten Bantul
Fajriyanto, Hari Purnomo,
Arya, Agus Mansur, Endy Marlina
Tim Pusat Penelitian Eksakta
Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia

Abstract

The Regency of Bantul is region which has high development number of industry
in the Province of special Region of Yogyakarta, but in fact, this sector has not
optimized in exploring the potency of its industry. The main problem of this re-
search is what the characteristic of industries in Bantul based on the aspect of
human resource, location, investation, productivity, and intercorrelation.The ob-
jective of this research is knowing the potency of industries in the Regency of
Bantul based on the aspect of human resource, location, investation, productivity,
and intercorrelation.This research location took place in the Regency of Bantul,
Province of Special Ragion of Yogyakarta. The analysis of data is descriptif meth-
ods, based on statistical data which available. This research findings are as fol-
lows: Based on the aspect of human resource, most of the characteristics and
industry potentials in the Regency of Bantul were "low level" worker, but signifi-
cant in absorbing workers. Based on the aspect of investment, small capital in-
dustry has better sustainability level compared with big capital industry. Bankings
in the Regency of Bantul have important roles in the growth of industries, but
investment from outside relatively small. Based on the aspect of productivity, it
has not a good system of renumeration which available such as lower salary, and
minimum of training activity for worker. It has influence to low level worker pro-
ductivity and loyality to owner. Based on the aspect of location, the industries
which located in Bantul can be categorized as industries which focus on worker.
Based on the aspect of intercorellation, most of raw materials and supporting
industry came from the Regency of Bantul. Most of big industries and middle
industries were able to sold their product to outside Regency of Bantul.

Key Words : Industries

Latar Belakang
Bantul merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai tingkat perkembangan
industri yang relatif tinggi dibandingkan dengan kabupaten Kulonprogo maupun
Gunungkidul. Namun arah pengembangan inudustri di daerah ini, belum dilakukan
dengan baik. Studi – studi mengenai pengembangan industri di daerah Bantul masih
sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam penentuan arah pembangunan
industri, yang dapat menyebabkan kemunduran sektor industri.
Pemerintah Daerah mempunyai peran yang cukup signifikan dalam
pengembangan industrialisasi di daerah. Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan
untuk menentukan arah kebijakan pengembangan industri, baik menyangkut pola
pengembangan, macam dan jenis industri, penyelesaian masalah lingkungan, lokasi
industri, dan penyusunan prioritas pengembangan maupun model

LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004 ISSN: 1410-2315


Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul 19
kemitraaan yang akan dikembangkan. Karena pengembangan industrialisasi tidak
lepas dari berbagai permasalahan seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
teknologi, ekonomi dan manajemen, lingkungan, budaya maupun aturan perundangan,
maka penetuan prioritas pengembangan industri harus senantiasa mempertimbangkan
dengan semua faktor di atas, sehingga terjadi kesinambungan pembangunan.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor industri mampu menyerap sebesar
51.459 orang atau sebesar 30 % dari total usia produktif di seluruh Kabupaten Bantul.
Studi pengembangan industri di Kabupaten Bantul sangat dibutuhkan, sehingga dapat
memperluas kesempatan berusaha dan meningkatkan kesempatan kerja yang pada
akhirnya mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun pengembangan
industri akan mencapai nilai optimal apabila diketahui potensi yang dimiliki, baik
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kondisi faktual industri yang ada sekarang
baik dari aspek produktivitas, investasi, lokasi maupun interkorelasi industri.

Rumusan Masalah
Kabupaten Bantul merupakan wilayah yang mempunyai perkembangan jumlah
industri yang cukup tinggi di propinsi D.I.Y, namun pada kenyatannya sektor ini masih
belum optimal dalam menggali potensi industrinya. Permasalahan penelitiannya adalah
apa potensi industri di Kabupaten Bantul ditinjau dari aspek sumberdaya manusia
sumberdaya alam, lokasi, investasi, produktivitas dan interkorelasi.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian adalah :
1. Mengetahui potensi industri Kabupaten Bantul ditinjau dari aspek sumberdaya
manusia, sumberdaya alam, lokasi, investasi, produktivitas dan interkorelasi.
2. Mengetahui hambatan pengembangan industri di Kabupaten Bantul.

Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian adalah :
1. Membantu memberikan arah pengembangan industri sehingga dapat
mengoptimalkan kinerja industri.
2. Membantu Pemerintah Kabupaten Bantul dalam penentuan kebijakan
pengembangan, dan penentukan pilihan pengembangan industri yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Batasan Industri
Industri Besar adalah industri yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih.
Industri Sedang adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 20-99 orang.
Industri Kecil adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 5-19 orang. Industri
Rumah Tangga adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 1-4 orang (BPS
DIY, 2000). Pada penelitian ini dibatasi pada industri besar dan sedang.

Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori


Alkadri, dkk. (1999) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa manajemen
teknologi untuk pengembangan wilayah dapat diterjemahkan sebagai sebuah strategi
yang didasari identifikasi dari kandungan komponen teknologi dan usulan bentuk
pengembangan strategis pada wilayah tempat penelitian dilakukan dapat dijadikan
sebagai pendukung dalam proses pengambilan keputusan yang berkenaan dengan

ISSN: 1410-2315 LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004


20 Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul

rencana pengembangan wilayah yang bergerak khususnya dalam sektor industri


kecil dan menengah.
Alkadrie (1997) menjelaskan bahwa sektor investasi pada dasarnya merupakan
sektor yang memegang peranan penting dalam perkembangan ekonomi di suatu
wilayah. Investasi dalam bentuk bantuan pembangunan atau hutang luar negeri walau
dapat dijadikan sebagai sumber pemacu tingkat perekonomian, ternyata memiliki resiko
yang amat besar dalam jangka panjang khususnya bila stabilitas ekonomi regional/
internasional tidak dapat dipertahankan.
Drabek, Z (1980) menyebutkan bahwa model input - output leontief merupakan
salah satu model yang amat baik digunakan untuk mengukur kinerja memperbandingkan
parameter - parameter kemajuan antar wilayah. Model input -output leontief memiliki
kemampuan untuk menentukan prioritas pengembangan tiap sektor di suatu wilayah
berdasarkan sumberdaya yang tersedia di wilayah tersebut dan rasio signifikansi
kontribusi tiap sektor dalam performansi daerah secara keseluruhan.
Gunawan (1990) mengemukakan bahwa skenario pertumbuhan sektor industri di
Jawa Timur dapat diterjemahkan dalam sebuh model simulasi sistem dinamis dengan
mendefinisikan sektor industri sebagai sebuah sistem yang memiliki banyak subsistem
yang terdiri dari elemen - elemen penyusunnya. Tiap elemen penyusun tersebut memiliki
hubungan interdepensi dengan elemen lainnya yang dapat dibentuk dalam suatu
mekanisme causal dalam suatu sistem tertutup ( closed boundary ).
Nugroho (1997) dalam sebuah penelitian sosial di beberapa lokasi di Jawa
mendapatkan sebuah konklusi bahwa ternyata teori sistem - model yang dikembangkan
dalam keilmuan teknik industri tidak hanya dapat menyelesaikan masalah - masalah
teknis dalam bidang manufaktur saja, tapi juga dapat digunakan untuk melakukan
analisis dan evaluasi dari sebuah sistem sosial yang ada dengan pendekatan yang
komprehensif dengan berbagai bidang dari disiplin ilmu yang berbeda.
Wirabhuana (2000) dalam sebuah studi kritis di PEMDA DATI II Kabupaten Sleman
menemukan sebuah kenyataan bahwa belum sepenuhnya penentuan kebijakan
pembangunan daerah didasari oleh sebuah informasi yang lengkap dan mekanisme
pengambilan keputusan yang komprehensif. Dalam penentuan prioritas dan skala
pengembangan tiap sektor pembangunan di daerah memerlukan informasi yang
menyeluruh dari tiap sektor dan diterjemahkan dalam parameter - parameter kinerja
pembangunan tiap sektor yang mudah dinilai, dan dapat dikolaborasikan dengan
variabel dan sektor lain. Dengan demikian dalam penentuan strategi Pembangunan
Daerah memerlukan sebuah langkah yang sistematis, jelas, sistemik, dan mendasarkan
pada parameter - parameter yang valid serta bukan semata-mata pendekatan politis
dan kemasyarakatan.
Industri merupakan proses pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia untuk menaikkan nilai tambah dari bahan baku menjadi produk. Potensi industri
dapat dilihat dari 6 aspek yaitu sumberdaya manusia, produktivitas, lokasi, investasi,
interkorelasi dan sumberdaya alam.
Profil sumberdaya manusia suatu wilayah atau negara dapat diketahui melalui
indikator berikut (ESCAP, 1988) :
1. Profil sumberdaya manusia berdasarkan jumlah penduduk per tahapan
perkembangan perangkat manusia.
2. Profil sumberdaya manusia berdasarkan struktur ketrampilan.
3. Profil sumberdaya manusia berdasarkan struktur buruh.

LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004 ISSN: 1410-2315


Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul 21

Secara sederhana, produktivitas dapat diartikan sebagai perbandingan antara


output dan input (Leontief,1966).. Dari definisi tersebut, kenaikan produktivitas dapat
dicapai dengan dua cara, yaitu : apabila output konstan, maka kenaikan produktivitas
dapat dicapai dengan menurunkan input., dan sebaliknya, apabila input konstan, maka
kenaikan produktifitas dapat dicapai dengan cara menaikkan output. Secara teknis,
kondisi ke-dua lebih mudah untuk dilakukan.
Perbaikan sistem dapat dilakukan apabila sistem tersebut dapat diukur secara
kuantitatif. Indikator perbaikan sistem dapat dilihat dari kenaikan kinerja sistem tersebut.
Investasi dapat diterjemahkan dalam sebuah aktivitas penanaman modal atau
usaha untuk mendapatkan keuntungan dari aktifitas-aktifitas jangka panjang yang
dilakukan. Modal usaha sendiri bisa didapatkan dari modal sendiri (equity) a, Pinjaman
dari lembaga finansial, seperti Bank, BPR , Penyewaan (leasing) atau bisa juga
merupakan proyek joint venture.
Aspek lokasi industri menurut Jayadinata (1992) dikelompokkan kedalam industri
berhaluan bahan, berhaluan pasar (market oriented) dan berhaluan pekerja.
1. Industri berhaluan bahan berlokasi ditempat bahan mentah.
2. Industri berhaluan pasar berlokasi di tempat pemasaran.
3. Industri berhaluan pekerja berlokasi di tempat tenaga kerja, ialah dalam pengerjaan
barang industri yang memerlukan keahlian khusus.
Komponen lain yang perlu diperhatikan dalam aspek lokasi adalah infrastruktur
yang meliputi : jalan, listrik, telepon dan air.
Item-item yang perlu diperhatikan dalam aspek interkorelasi adalah mencakup
input dan output. Interkorelasi input dapat dilihat dari sumber bahan baku, sumberdaya
manusia, teknologi dan modal. Interkorelasi output dapat dilihat dari orientasi pemasaran
produk industri.

Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bantul DI. Yogyakarta.

Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh industri di Kabupaten Bantul.

Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan pada metode kuota, yaitu
ditentukan berjumlah 30 industri. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple cluster random sampling.

Metode Analisis
Analisis, yaitu tahap pekerjaan yang merupakan penilaian terhadap berbagai
keadaan yang dilakukan berdasarkan prinsip – prinsip, pendekatan, dan metode serta
teknik yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah. Analisis yang digunakan
menggunakan metode deskriptif, berbasis pada data-data statistik. Klasifikasi kelompok
industri sedang dan menengah digunakan untuk mengetahui potensi dan permasalahan
masing-masing kelompok, ditinjau dari aspek sumberdaya manusia, produktivitas,
investasi, lokasi dan interkorelasi dengan menggunakan analisis crostab. Sedangkan
untuk analisis sumberdaya alam digunakan data-data sekunder. Pemetaan digunakan
untuk mempermudah nterpretasi.

ISSN: 1410-2315 LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004


22 Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul

Hasil Dan Pembahasan


Tinjauan umum industri di Kabupaten Bantul
Kontribusi sektor industri di Propinsi D.I. Yogyakarta terhadap total PDRB untuk
tahun 2000 sebesar 16,40% atau urutan ketiga setelah sektor pertanian dan sektor
perdagangan.(Statistik Industri Besar dan Sedang DIY,2000). Selama periode 1998-
2000, jumlah pertumbuhan industri besar dan sedang (IBS) di propinsi D.I.Y mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi dengan rata-rata pertumbuhan 8,06% pertahun.
Perusahaan-perusahaan IBS yang mulai beroperasi di tahun 2000 atau yang
berubah status dari perusahaan kecil ke IBS sebagian besar berlokasi di Kabupaten
Bantul, dengan rincian Kabupaten Bantul 38%, Sleman 24%, Yogyakarta 30%,
Kulonprogo 6% dan Gunungkidul 2%. Dibanding dengan tahun sebelumnya hal ini
terjadi pergeseran peringkat yang pada tahun 1999 IBS terbanyak di kota Yogyakarta
sedangkan KabupatenBantul pada urutan kedua.
Tahun 2003 jumlah IBS di Kabupaten Bantul mencapai kurang lebih 140
perusahaan yang tersebar di 15 kecamatan, namun penyebarannya tidak merata
dihampir setiap kecamatan. Urutan 3 kecamatan yang paling banyak IBS adalah
Kecamatan Sewon 35,92%, disusul Kecamatan Kasihan 21,8%, kemudian Kecamatan
Banguntapan 11,27%, sedangkan kecamatan yang paling sedikit ditempati IBS adalah
Kecamatan Delingo dan Imogiri yang masing-masing hanya ditempati 0,7% dari total
IBS di Kabupaten Bantul.
Industri furniture merupakan industri yang banyak jumlahnya di DIY. Golongan ini
meliputi pembuatan furniture untuk rumah tangga maupun perkantoran yang bahan
baku utamanya kayu, rotan dan bambu. Pada tahun 2000 jumlah industri furniture
mencapai 14,6%. Sedangkan industri kayu non furniture termasuk anyaman kerajinan
dari rotan mencapai 10,6%. Di Kabupaten Bantul sendiri jumlah industri kayu jumlahnya
sekitar 59 perusahaan berkategori IBS atau sekitar 41,55% dari total industri di
Kabupaten Bantul. Sedangkan industri tekstil menempati peringkat ke 2 dengan
prosentase 19,72% disusul kemudian industri makanan dan bahan bangunan masing-
masing sejumlah 13,38%.
Industri di Kabupaten Sleman menempati urutan teratas dari kabupaten-kabupaten
di Propinsi D.I. Yogyakarta dalam urutan penyerapan tenaga kerja yakni sekitar 18.671
orang, sedangkan di Kabupaten Bantul jumlah tenaga yang terserap hanya sekitar
11.953 orang. Hal yang menarik untuk dicermati jumlah prosentase pekerja perempuan
di Bantul sekitar 32% dibanding pekerja laki-laki, ini lebih sedikit dibanding jumlah
pekerja perempuan diseluruh DIY yang mencapai 43,79%.
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan pekerja adalah besarnya balas jasa
yang akan diterima dari pekerja atau biasa disebut sebagai tingkat upah. Tingkat upah
mempengaruhi pendapatan masyarakat yang berdampak langsung pada ketercapaian
tujuan pembangunan, dimana jika daya beli masyarakat meningkat maka transaksi
ekonomi pada sebuah daerah akan berkembang dan apabila transaksi ekonomi
berkembang, maka pemerintah mempunyai sumber pendapatan untuk meningkatkan
kas anggaran belanjan.
Rata-rata pendapapatan pekerja industri di DIY dari tahun 1996 sampai tahun
2000 naik 18,93% pertahun, upah tertinggi diterima dari pekerja sub sektor industri
makanan dan minuman (Rp.662.250/ bln), kemudian disusul dari barang-barang non
logam (Rp442.417/bln), sedangkan yang paling rendah bahan galian non
logam(Rp225.417/bln). Menurut statistik industri upah pekerja industri rata-rata di DIY
tahun 2000 sekitar Rp315.500,00. Di Kabupaten Bantul tingkat upah pekerja lebih dari
30% digaji di bawah Rp300.000,00, bahkan pada industri makanan lebih dari 50%
upah karyawan diberikan kurang dari UMR.

LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004 ISSN: 1410-2315


Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul 23

Analisis potensi industri di Kabupaten Bantul


Aspek sumberdaya manusia
Ditinjau dari aspek SDM, industri di Kabupaten Bantul sebagian besar memiliki
tenaga kerja dengan pendidikan akhir SLTA (45,8%). Umur karyawan pertama kali
kerja sebagian besar berkisar antara 17-20 tahun.
Penghasilan rata-rata karyawan berkisar antara Rp 300-500 ribu per bulan (51,9%),
yang sebagian besar diperoleh oleh karyawan dengan pendidikan akhir SLTA (56,7%).
Rata-rata, pekerja yang memperoleh penghasilan ini telah bekerja pada perusahaan
selama 3-5 tahun.
Rata-rata pekerja laki-laki mendapat penghasilan lebih banyak dibanding
perempuan. Karena sebagian besar karyawan di Kabupaten Bantul bekerja pada bagian
produksi yang didominasi oleh pekerja laki-laki dengan pendidikan terakhir SLTA
(83,3%). Bagian Administrasi lebih didominasi oleh pekerja perempuan dengan
penghasilan rata-rata 300-500 ribu, dan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi.

Tabel 1
Tingkat Pendidikan dan penghasilan karyawan

PenghasilanKerja
Pendidikan 300- Jumlah Total (%)
<300ribu 500-1jt 1-2jt
500ribu
SD 12 8 1 - 21 16
SLTP 16 18 1 - 35 26,7
SLTA 22 34 3 1 60 45,8
PT 3 7 3 - 13 9,9
Lain-lain 1 1 - - 2 1,5
Total 54 68 8 1 131
Total (%) 41,2 51,9 6,1 0,8 100

Tabel 2
Tingkat Turnover Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pindah Kerja
Pendidikan Tidak Jumlah Total (%)
Sekali 2 kali 3 kali > 3 kali
pernah
SD 3 3 7 4 4 21 16
SLTP 11 5 11 4 4 35 26,7
SLTA 27 15 10 3 5 60 45,8
PT 3 5 5 - - 13 9,9
Lain-lain 1 1 - - - 2 1,5
Total 45 29 33 11 13 131
Total (%) 34,4 22,1 25,2 8,4 9,9 100

Rata-rata karyawan di daerah Kabupaten Bantul bekerja selama 3-5 tahun dengan
loyalitas tinggi terhadap perusahaan (65,6%), terutama karyawan dengan pendidikan
akhir SD (95,7%). Hal ini dapat dilihat dari tidak pernahnya mereka pindah kerja atas
kemauan sendiri.

ISSN: 1410-2315 LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004


24 Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul

Namun hanya 40,5% perusahaan yang pernah melakukan training untuk karyawan
dan sebagian besar ditujukan untuk karyawan dengan pendidikan akhir SLTA (46,7%).
Ini dimungkinkan karena sulitnya mengembangkan karyawan dengan pendidikan akhir
SD dengan lama kerja yang hanya 1-2 tahun.
Aspek produktivitas
Berdasarkan data tingkat penghasilan pengusahan ternyata justru perusahaan
dengan investasi kecil yang memiliki kecenderungan mendapatkan keuntungan besar,
sehingga perlu dikaji lebih dalam tentang sebab dan faktor-faktor penyebabnya. Kondisi
tersebut menarik diperhatikan karena perusahaan dengan investasi kecil ternyata
mampu mencapai tingkat profitabilitas yang relatif tinggi. Hal tersebut memiliki gambaran
khusus bahwa besarnya investasi awal tidak menjamin tingkat profitabilitas. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti investasi lebih besar bersumber pada
pinjaman dari luar sehingga akan membebani aliran kas perusahaan setelah operasi,
di samping itu efisiensi yang rendah pada perusahaan-perusahaan besar.

Tabel 3
Penghasilan Pengusahan Berdasarkan Tingkat Investasi

Besar Investasi Penghasilan pengusaha Total


Pertama Berdiri < 1 juta 1 – 2 juta 2,5 - 5 jt 5 - 10 juta > 10 juta Jml %
< 50 juta 2 7 6 1 2 18 62.07
50-100 juta 1 3 - 1 1 6 20.69
100-200 juta - 1 - - - 1 3.45
200-500 juta 1 1 2 - - 4 13.79
Total 4 12 8 2 3 29
Total (%) 13.79 41.38 27.59 6.90 10.34 100,00

Dilain pihak, besarnya jumlah karyawan memiliki kecenderungan untuk berbanding


lurus dengan jumlah penghasilan pengusaha industri. Umumnya merupakan industri
dengan jumlah karyawan yang tidak terlalu banyak, bahkan cenderung agak kecil
mengingat hanya 3,45% saja perusahaan yang memiliki jumlah karyawan lebih dari
100 orang. Presentase terbesar karyawan untuk industri di Bantul adalah bekerja pada
sektor produksi dan sebagian besar (64%).
Ditinjau dari pendidikan tenaga kerja, ternyata masih cukup rendah yaitu 85%
karyawan masih memiliki kualifikasi pendidikan SLTA atau lebih rendah. Hal tersebut
dapat dipahami karena sebagaian besar karyawan bekerja pada sektor produksi dan
administrasi.
Pelatihan, secara umum masih kurang dilakukan walaupun untuk industri-industri
tertentu yang memiliki jumlah tenaga kerja dibidang produksi cukup banyak, dinilai
cukup banyak menyelenggarakan kegiatan pelatihan bagi karyawannya.

Aspek Investasi
Industri di Bantul sebagian besar merupakan industri dengan tingkat investasi
awal yang relatif kecil. Sebesar 63,33 % industri di Bantul pada awalnya hanya
bermodalkan investasi yang di bawah 50 juta rupiah dan hanya 13,33% industri yang
investasi awal lebih dari Rp 200 juta.
Dari beberapa data sebelumnya, dapat dilihat bahwa sebagian besar industri di
wilayah Bantul merupakan industri kecil sampai menengah. Dengan demikian, investasi
awal yang kecil, namun cukup signifikan dalam menyerap tenaga kerja di

LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004 ISSN: 1410-2315


Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul 25
wilayahnya, meskipun beberapa aspek ketenagakerjaan masih perlu diperhatikan
secara serius, seperti kesejahteraan, pemasaran, dan sebagainya.
Peranan perbankan dalam membantu perkembangan industri di wilayah Bantul
menunjukkan kondisi yang cukup baik, terbukti dengan 50% industri di Bantul
memperoleh bantuan bank sampai 25% dari modalnya, sedangkan sisanya mengaku
memperoleh bantuan dari bank sampai 50% dari total modalnya. Berdasarkan data
tersebut, perbankan di Bantul dapat dinilai telah memberikan bantuan yang signifikan
dalam perkembangan industri Bantul.

Tabel 4
Tingkat Bantuan Dana yang Diberikan oleh Bank

Prosentase besar bantuan bank


terhadap seluruh modal Total
Jenis perusahaan
< 25 % 25-50 % Jumlah %
Makanan 2 2 9,09
Tekstil 2 2 9,09
Kayu 7 6 13 59,09
Kimia 1 1 4,55
Barang Logam 1 1 4,55
Bahan bangunan 1 2 3 13,64

Total 11 11 22
Total (%) 50 50 100

Sebagian besar industri di Bantul (78,95%) mendapatkan bantuan dari bank di


wilayah Bantul sendiri, dan hanya 22,05% modal pinjaman berasal bank yang berlokasi
di luar Kabupaten Bantul, oleh karena itu perbankan Bantul memiliki pengaruh yang
signifikan dalam pengembangan industri di wilayahnya.
Dalam usaha memperoleh bantuan dari bank, sebagian besar pengusaha tidak
menemui kesulitan dalam memperolehnya (81,5%). Kondisi ini tentunya cukup
menggembirakan dalam usaha pengembangan industri di Kabupaten Bantul.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa pemerintah daerah setempat
telah juga melakukan kegiatan untuk memacu pertumbuhan industri di wilayah Bantul.
Masalah administrasi dan perijinan untuk pengusaha diberikan kemudahan dalam
pengurusannya.

Aspek Lokasi Industri


Ditinjau dari aspek lokasi, industri di Kabupaten Bantul dapat dikategorikan sebagai
industri berhaluan pekerja. Hal ini dapat dilihat bahwa alasan utama memilih lokasi di
Bantul karena kemudahan mencari tenaga kerja, disamping tenaga kerjanya mempunyai
ketrampilan yang memadai (53%). Sebagian besar industri memilih lokasi industri
tidak berdasarkan dengan kedekatan lokasi industri dengan bahan baku utama (86,6%).
Apabila dilihat dari domisili/ asal karyawannya maka sebagian besar ( 96%) karyawan
produksi berasal dari Bantul. Sedangkan untuk karyawan manajerial sebesar 62,5 %
berasal dari Bantul dan 37,5 % dari luar Bantul.
Ditinjau berdasarkan pada jenis industri menurut tenaga kerja terlihat bahwa
perusahaan menengah bawah (20-50 tenaga kerja) semakin mempunyai banyak tenaga
kerja yang berasal dari Kabupaten Bantul. Bahkan ada kecenderungan

ISSN: 1410-2315 LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004


26 Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul

semakin besar perusahaan maka semakin kecil tenaga kerja yang berasal dari
Kabupaten Bantul.

Tabel 5
Asal Tempat Tinggal Karyawan Produksi

Asal Tempat Tinggal Pekerja Total


Jenis perusahaan
Wilayah Bantul Luar Bantul/DIY Jumlah %
Makanan 3 3 10.00
Tekstil 3 3 10.00
Kayu 17 17 56.67
Kimia 2 2 6.67
Barang Logam 2 2 6.67
Bahan bangunan 2 1 3 10.00
Total 29 1 30
Total (%) 96,67 3.33 100,00

Ditinjau dari letak perusahaan berdasarkan pada sebaran lokasi industri, terlihat
bahwa perusahaan yang mempekerjakan buruh yang berasal dari luar Bantul hanya
terdapat perusahaan yang berlokasi di Kecamatan Kasihan. Untuk karyawan
administrasi, perusahaan yang menggunakan tenaga kerja dari luar Kabupaten Bantul
terdapat di Kecamatan Kasihan, Banguntapan, Sewon dan Pleret. Bahkan untuk
perusahaan yang berada di Kecamatan Kasihan, sebagian besar karyawan administrasi
berasal dari luar Kabupaten Bantul. Hal ini menunjukkan bahwa kedekatan lokasi
perusahaan dengan kota Yogyakarta telah mengakibatkan banyak perusahaan yang
menggunakan tenaga kerja berasal dari luar Bantul, khususnya tenaga kerja
administrasi.
Pendekatan pemilihan lokasi berdasarkan pada tenaga kerja, tentunya sangat
beralasan karena sebagian besar perusahaan menilai bahwa UMR di Kabupaten Bantul
tidak tergolong tinggi ( 90%) dan hanya 10% yang menyatakan terlalu tinggi. Adapun
industri yang menyatakan terlalu tinggi sebagian besar adalah industri menengah bawah
( 20 – 50 tenaga kerja).
Sebagian besar industri (86,6%) menyatakan bahwa kedekatan dengan bahan
baku utama industri tidak menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi industri.
Tetapi untuk industri yang berada di Kecamatan Dlingo, Pajangan dan Jetis justru alasan
utama pemilihan lokasi industri adalah karena dekat dengan bahan baku utama.
Apabila ditinjau dari asal bahan baku utama untuk kegiatan industri, maka sebagian
besar berasal dari luar Bantul (86,6%) dan hanya 13,4 % berasal dari Bantul (lihat
tabel 4.3.). Bahan baku utama untuk industri menengah bawah ( 50-100 pekerja) hanya
29,1% yang berasal dari Kabupaten Bantul, industri menengah atas ( 51-100 pekerja)
hanya 20% yang berasal dari Kabupaten Bantul dan industri besar sebagian besar
bahan baku berasal dari luar Kabupaten Bantul.
Bahan baku industri pengolahan kayu sebagian besar adalah berasal dari luar
Bantul. Oleh karena itu kebijakan pengembangan penyediaan bahan baku industri
seperti kayu, akan mempunyai multiplayer efek yang cukup baik bagi kabupaten apabila
dapat menyediakan bahan baku utama dari kabupaten Bantul.

LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004 ISSN: 1410-2315


Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul 27
Asal bahan baku yang berasal dari luar Bantul sebagian besar berasal dari Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Sedangkan untuk bahan baku penunjang sebagian
besar dari luar kabupaten Bantul yaitu sebesar 73,6%. Namun sebagian besar (56,6%)
masih berasal dari DIY dan hanya 16,6% berasal dari luar DIY, yaitu Jawa Tengah dan
Jawa Barat.
Ditinjau dari aspek pasar, sebagian besar industri menjual hasil produksi ke luar
wilayah Bantul yaitu sebesar 96,6% dan hanya 3,3% yang menjual di wilayah Bantul
yaitu industri bahan bangunan. Bahkan sebesar 24% industri menjual hasil produksinya
ke luar negeri.

Tabel 6
Lokasi Perusahaan Menjual Hasil Produksi

Lokasi Penjualan Produksi Total

Bagian Di Di wilayah kota Di DIY Di luar Ekspor Jumlah %


wilayah Yogyakarta DIY
Bantul
Makanan 1 2 3 16
Tekstil 1 1 1 3 1
Kayu 5 6 6 17 1
Kimia 1 1 2 5
Barang Logam 2 2 1
Bahan bangunan 1 1 13 7 8 30
Total (%) 3,3 3,3 43,3 23,3 24 100

Pada perusahaan menengah bawah sebagian besar (95,8%) menjual hasil


produksinya keluar Bantul, dengan rincian dijual di wilayah DIY (50%), di luar DIY
(25%) dan diekspor (20,8%). Perusahaan menengah atas semua responden menjual
hasil produksinya keluar Bantul dan 40% di ekspor. Sedangkan untuk perusahaan
besar hasil produksinya adalah untuk di ekspor.
Industri-industri yang melakukan ekspor lokasinya tersebar di Kecamatan
Banguntapan, Jetis, Kasihan, Piyungan dan Sewon. Hal ini menunjukkan bahwa
kedekatan dengan kota Yogyakarta telah mengakibatkan terjadi .aglomerasi industri-
industri tersebut. Hal ini tentunya tidak lepas dari kemudahan aksesibilitas, transportasi,
serta prasarana kota lainnya.
Tujuan ekspor penjualan hasil produksi adalah ke Amerika, Australia, Korea, Tai-
wan dan beberapa negara Eropa seperti Belanda, Perancis, Inggris. Namun urutan
sebagian besar tujuan ekspor adalah ke Eropa, Amerika disusul kemudian ke Austra-
lia dan negara-negara ASEAN lainnya.

Aspek Interkorelasi
Interkorelasi industri dapat dilihat dari sudut input dan output. Dari sudut input
dilihat dari sumber bahan baku, sumberdaya manusia, teknologi dan modal. Dari sudut
out put dapat dilihat dari aspek pemasaran hasil produksi.
Ditinjau dari sumber bahan baku, terlihat sebagian besar industri (86,7%)
mengambil sumber bahan baku berasal dari luar wilayah Bantul(lihat tabel 4.3).
Pemasok bahan baku utama industri yang berasal dari Jawa Tengah yaitu Klaten,
Ambarawa, Magelang, Muntilan, Prambanan, Blora, Surakarta.
Sebagian besar industri (80%) prosentase penggunaan bahan baku utama lebih
dari 75%, sedangkan industri yang menggunakan bahan baku utama antara

ISSN: 1410-2315 LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004


28 Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul

50%-75% adalah 13,3% dan hanya 3,3% yang menggunakan bahan baku kurang
dari 50%.
Bahan baku penunjang industri sebagian besar berasal dari Yogyakarta (70%),
sedangkan yang berasal dari Bantul hanya sebanyak 23,3%. Hal ini menunjukkan
bahwa perdagangan di Bantul kurang kompetitif dibandingkan dengan Yogyakarta,
sehingga industri cenderung berbelanja bahan baku penunjang ke Yogyakarta. Namun
karena terjadinya aglomerasi beberapa kecamatan dengan kota Yogyakarta, maka
kencenderungan ini nampaknya tidak dapat dihindari. Lebih-lebih beberapa industri
lokasinya lebih dekat dengan kota Yogyakarta. Kondisi ini tentunya kurang
menguntungkan dari segi interkorelasi, sebab apabila pembelanjaan dapat dilakukan
di toko-toko di Kabupaten Bantul tentunya akan mempercepat pertumbuhan
perdagangan di Bantul.
Ditinjau dari asal modal perusahaan, sebagian besar perusahaan menggunakan
modal sendiri (70%), pinjam dari bank (6,6%) dan gabungan antara modal sendiri dan
bank 23,7% (lihat tabel 5.2). Hal ini menunjukkan bahwa peranan perbankan masih
relatif kecil dalam struktur pembiayaan modal perusahaan.
Sebagian besar bank pemberi modal perusahaan berlokasi di Kabupaten Bantul.
Kondisi ini menunjukkkan bahwa kedekatan lokasi perbankan dengan wilayah
layanannya mempengaruhi hubungan positif antara perusahaan dengan perbankan.
Ditinjau dari asal pembelian peralatan perusahaan, sebesar 33% perusahaan
membeli peralatan perusahaan di toko-toko yang berloasi di Yogyakarta, DIY (26,6%),
di luar DIY (26,6%) dan hanya 3,3% dari Bantul (lihat tabel 5.4). Hal ini menunjukkan
bahwa penyediaan peralatan teknologi untuk industri-industri di Bantul masih sangat
tergantung dari daerah lain.
Ditinjau dari aspek pasar, sebagian besar industri menjual hasil produksi ke luar
wilayah Bantul yaitu sebesar 96,6%.. Bahkan sebesar 24% industri menjual hasil
produksinya ke luar negeri. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas bahwa terjadi
interkorelasi yang cukup signifikan pemasaran hasil produksi ke luar dari Kabupaten
Bantul, baik ke wilayah DIY, maupun wilayah lain di Indonesia bahkan untuk tujuan
ekspor. Kondisi ini sangat menguntungkan untuk kemajuan industri di Bantul, meskipun
di pihak lain juga rentan apabila terjadi ketidaklancaran pemasaran hasil produksi.
Namun apabila dilihat dari keberagaman tujuan pemasaran maka struktur Hal lain
yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa pemerintah daerah setempat telah juga
melakukan kegiatan untuk memacu pertumbuhan industri di wilayah Batul. Masalah
administrasi dan perijinan untuk pengusaha diberikan kemudahan dalam
pengurusannya.

Simpulan
Ditinjau dari aspek sumberdaya manusia, karakteritik dan potensi industri di
kabupaten Bantul sebagian besar merupakan tenaga kerja pada bidang produksi dan
administrasi yang pada dasarnya merupakan pekerja “level bawah”. Industri kecil dan
menengah memiliki kontribusi yang signifikan dalam penyerapan tenaga kerja di
daerahnya.
Ditinjau dari aspek investasi, industri dengan modal yang lebih kecil ternyata
memiliki tingkat sustainability yang lebih baik ketimbang perusahaan dengan modal
besar, hal ini ditunjukkan dengan rasio profitabillitas yang tinggi pada perusahaan
dengan modal yang tidak terlalu besar. Perbankan di Bantul memiliki peranan penting
dalam pertumbuhan industri di Bantul dengan berbagai kemudahannya dalam hal
pinjaman modal bagi pengusaha.

LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004 ISSN: 1410-2315


Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul 29
Sebagian sumber permodalan dari industri di Bantul berasal dari pinjaman
bank di daerah itu sendiri, hal ini menunjukkan bahwa investasi dari luar daerah sangat
kecil atau dengan kata lain investasi yang berasal dari darah luar Bantul tidak dapat
termanfaatkan secara optimal.
Ditinjau dari aspek produktivitas, belum adanya sistem renumerasi yang baik
seperti rendahnya tingkat upah, dan minimnya kegiatan pelatihan bagi pekerja membuat
produktifitas dan loyalitas karyawan pada pengusaha rendah
Ditinjau dari aspek lokasi, industri di kabupaten Bantul dapat dikategorikan sebagai
industri berhaluan pekerja. Lokasi industri sebagian besar berada di Kecamatan Sewon,
Kasihan dan Banguntapan yang merupakan wilayah yang berdekatan dengan kota
Yogyakarta.
Ditinjau dari aspek interkorelasi, sebagaian besar bahan baku utama dan
penunjang industri berasal dari luar kabupaten Bantul. Sebagian besar industri besar
dan sedang (96,6%) telah mampu menjual prokduksinya ke luar wilayah Bantul dan
bahkan 24% industri mampu mengeksport ke luar negeri. Hal ini menunjukkan kualitas
produk dari industri di Bantul mempu bersaing di tingkat global.
Ditinjau dari aspek sumberdaya alam, pada dasarnya kabupaten Bantul masih
cukup banyak wilayah yang belum dikembangkan secara optimal untuk mendukung
pengembangan industri. Masih besarnya kebutuhan bahan baku utama dan penunjang
untuk input produksi yang sampai sekarang masih berasal dari luar kabupaten Bantul,
menjadi tantangan pengembangan sumberdaya alam sehingga dapat memberikan
multiplayer efek yang lebih besar

Saran
Sebagian besar pengusaha tidak melakukan trading secara langsung dengan
buyers dari luar negeri, akibatnya margin keuntungan tidak dapat optimal. Oleh karena
itu pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan-kegiatan fasilitasi bagi industri di Bantul
guna melakukan kegiatan ekspornya, sehingga devisa yang didapat dapat kembali
pada daerah dan dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
Bantul.
Perlu adanya suatu usaha yang nyata bagi peningkatan produktifitas dari industri
di Bantul. Proses peningkatan produktifitas tersebut dapat dilakukan dengan pelatihan
manajemen UKM bagi para pengusaha, ataupun penyiapan infrastruktur yang
mendukung.
Perlu dilakukan pengembangan industri pariwisata secara luas di daerah Bantul.
Dengan tumbuhnya industri pariwisata yang baik, maka hal itu akan memacu tumbuh
dan berkembangnya industri masyarakat secara luas mengingat sebagian besar industri
di Bantul merupakan industri yang menitikberatkan pada industri pariwisata.
Perlunya penelitian-penelitian yang sejenis guna meningkatkan pengembang
industri Bantul, baik dari aspek manajemen industri, produktivitas, sumberdaya manusia,
optimalisasi sumberdaya alam, interkorelasi maupun lainnya.

Pustaka Acuan

_____, (1989). Economic and Social Commision for Asia Pacific (ESCAP), United Nation,
“Technology Content Assesment”, Vienna.

Alkadri, Dodi Slamet, Muhdie, Siswanto S, Fathoni. (1999). Manajemen Teknologi untuk
pengembangan Wilayah, Laporan Hasil Penelitian, BPPT Jakarta.

ISSN: 1410-2315 LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004


30 Fajriyanto, Karakteristik Industri Besar dan Sedang di Kabupaten Bantul

Alkadrie, (1997). Dampak Hutang Luar Negeri Terhadap Ekonmi Tabungan di Indone-
sia: kajian 1969-1996, Tesis Pasca Sarjana. Universitas Padjajaran.

Bantul Dalam Angka ( 1998 ). BPS, kantor Statistik Kabupaten Bantul.

Bantul Dalam Angka ( 2001 ). BPS, kantor Statistik Kabupaten Bantul.

BPS Propinsi DIY ( 2000 ). Statistik Industri Besar dan Sedang.

BPS Propinsi DIY ( 2002 ). Indikator Industri Besar dan Sedang.

Cakravastia, Andi (1997). Pemodelan dalam Perancangan Kebijakan Industri Nasional


Menggunakan Metode Dinamika Sistem . Laporan Hasil Penelitian.
Departemen Teknik Industri ITB.

Drabek, Z. (1997). Input – Output Prize Model and their use in Inter-Country Compari-
son . Discussion Paper No 80-26; Dept of Economics University of British
Columbia.

Gasperz, Vincent, (1994), Aplikasi Sistem Terapan: Dengan Pendekatan Ke Teknik-


Industrian, Tarsito, Bandung.

Gunawan, Retno. I. (1990). Skenario Pertumbuhan Sektor Industri Jawa Timur Sebagai
pengaruh dari perubahan sektor–sektor pembangunan lain dengan pendekatan
Simulasi Sistem Dinamis, Disertasi, Institut Teknologi Sepuluh November.

Jayadinata, Johara T, (1992). Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan


Perkotaan dan Wilayah, Penerbit ITB, Bandung.

Leontief, W., Input-Output Economics, Oxford University Press, Ney York, 1966.

Nugroho, Yanuar (1997). Kontribusi Metodologi Pemodelan Sistem dalam Analisis dan
Perancangan Sistem Sosial, Laporan Hasil Penelitian, Departemen Teknik
Industri ITB.

Pratistho, Bambang, (2002). Potensi Sumberdaya Alam dan Sumberdaya Manusia


Kabupaten Bantul, dalam Jurnal Riset Daerah, edisi 1, Bappeda Kabupaten
Bantul, DIY.

Saadah, Nur, (2002). Usaha Kecil dan Menengah, Pusat Studi Asia Pasifik UGM,
Yogyakarta.

Sitorus, Santun R.P, (1985). Evaluasi Sumberdaya Lahan, Transito, Bandung.

Wirabhuana, Arya, (2000). Studi kritis pada kebijakan pemerintah daerah mengenai
APBD: Studi kasus pada PEMDA DATI II Kab. Sleman, Laporan Hasil Penelitian,
Jurusan Akuntasi Universitas Gadjah Mada.

LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004 ISSN: 1410-2315

Anda mungkin juga menyukai