Anda di halaman 1dari 2

ETHOS KERJA DAN KESEJAHTERAAN

Oleh: H.Supardi

Etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Etos kerja adalah semangat
kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Etos kerja sering
juga disebut sebagai suatu cermin budaya suatu bangsa, karena budaya bangsa bisa mewarnai
dan membentuk etos kerja para manusianya. Dengan etos kerja, setiap manusia akan mampu
menghasilkan karya dalam bentuk barang dan/atau jasa yang lebih baik dan lebih produktif. Etos
kerja yang tinggi dipastikan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dipundak manusia
yang beretos kerja tinggi akan ada semangat kerja yang tinggi dan akhirnya akan menghasilkan
karya dan kinerja yang tinggi.
Sejahtera adalah hidup yang seimbang antara tuntutan kebutuhan dengan kemampuan
memenuhi baik jasmani maupun rokhani. Kesejahteraan adalah dampak/ hasil dari bekerja.
Membuat kesejahteraan bukan semata-mata orang lain kepada kita, tapi bersama-sama antara
kita dan orang lain. Kesejahteraan bagian dari hidup manusia. Dengan konsep bekerja, maka
kesejahteraan terintegrasi dengan kehidupan. Oleh sebab itu bekerja yang benar akan memiliki
dampak kesejahteraan yang optimal.
Setiap insan (SDM) yang memiliki ethos kerja tinggi, mereka akan dapat bekerja dengan
lebih keras dan produktive. Dari kerja yang produktive akan mendapatkan hasil atau penghasilan
yang tinggi atau baik. Oleh sebab itu ethos kerja SDM akan mampu menciptakan kesejahteraan
lebih.
Sebagai illustrasi.
Beberapa waktu yang lalu saya pernah berkunjung di desa tertinggal yang sedang
melaksanakan program peningkatan ekonomi masyarakatnya dengan program peternakan sapi
bibit. Pada program ini setiap kepala keluarga yang memiliki keinginan dan kemampuan
memelihara sapi diberikan pinjaman untuk membeli sapi betina muda dengan harga kurang lebih
seharga 6-7 juta rupiah. Sapi lalu dengan proses inseminisasi, lalu hamil dan melahirkan anak
sapi. Setelah sapi anak yang sudah berumur 4-5 bulan, sapi tersebut dijual. Hasil penjualan sapi
anak tersebut sebagian untuk mengangsur pinjaman dan sebagai penghasilan keluarga untuk
meningkatkan kesejahteraannya.
Program ini di dusun tersebut sudah berjalan 6 tahun dan sudah dapat dilihat secara kasat
mata hasil-hasilnya. Saya sempat bertanya kepada keluarga yang berhasil, sambil
membandingkan dirinya dengan tetangganya yang juga peternak yang kelihatan kurang
berhasil secara material. Peternak yang berahasil tersebut sudah bisa membangunan rumah
dengan dinding bata merah walaupun belum di finising yang cukup besar. Sementara
tetangganya masih menggunakan rumah diding bambu masa lalu. Keadaaan yang kontrak ini
menarik untuk ditanyakan lebih lanjut.
Dari dialog dan melakukan observasi tersebut, dapat ditarik pelajaran yaitu tentang ethos
kerja. Peternak yang berhasil ternyata memiliki latar belakang ekonomi yang tidak baik di masa
lalu, tetapi menangkapnya sebagai tantangan yang harus dijalankan dan diperankannya. Ia
bekerja penuh semangat dan tidak kenal lelah. Ia juga mampu mengembangkan ternak sapinya
dengan memanfaatkan kotoran sapinya untuk menjadi bahan berupa bio-gas yang dapat
dipergunakan untuk memasak kebutuhan dapur sehari-hari. Ia tidak lagi memerlukan tabung gas
LPG. Teknologinya sangat sederhana untuk mendapatkan bio-gas dari kotoran sapi tersebut. Sisa
akhir kotoran sapi yang cair juga tetap dipergunakan atau dimanfaatkan yaitu untuk pupuk
tanaman sayur mayur dan sebagainya.
Semangat yang demikian kurang dimiliki oleh tetangganya. Memang latar belakangnya
juga berbeda. Ia adalah keturunan orang yang punya di masa lalu. Oleh sebab itu kurang
meliki semangat kerja yang tinggi. Kalau dilihat tentu kehidupannya juga datar saja.
Dari kenyataan ini menunjukkan bukti bahwa ethos kerja benar-benar memberikan
produktivitas yang lebih. Dengan produktivitas yang tinggi, maka kesejahteraanya menjadi lebih
baik juga. Semoga.

Penulis adalah
Dosen Pascasarjana MSI dan Direktur PusBEK FE UII
Dosen Pascasarjana UTY Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai