Sebagian besar masalah dari operasi dan produksi di perusahaan merupakan masalah yang
sangat “biasa” atau sepele, seperti kesalahan pada saat pemesanan, tidak tersedianya stok barang,
sampai masalah komunikasi. Karena hal itu dapat dilihat kalau hasil dari permasalahan ini juga sangat
lah sepele, seperti barang yang sudah dipesan harus diperbaiki atau dikerjakan ulang, konsumen harus
menunggu ketersediaan barang, hingga konsumen yang pindah ke lain produsen.
Masalah-masalah tersebut seharusnya harus bisa diatasi oleh perusahaan dengan baik. Bila
tidak, secara efek komersil perusahaan akan mengalami dampak buruk yang akan amat sangat
merugikan perusahaan itu sendiri yang berujung pada kerugian keuangan yang dapat mengganggu
stabilitas perusahaan. Berikut beberapa contoh dari masalah dan risiko yang mungkin terjadi di
perusahaan berikut dengan solusinya,
Pada dasarnya masalah dan risiko operasional dan produksi akan selalu membayang-bayangi
suatu perusahaan. Semuanya akan bergantung bagaimana perusahaan tersebut mengelola risiko-risiko
tersebut agar tidak menjadi masalah yang berlarut-larut yang dapat merugikan perusahaan itu sendiri.
Product liability adalah bidang hukum di mana produsen, distributor, suplier, retail, dan lain-lain
yang membuat produk-produk yang tersedia untuk umum yang bertanggung jawab atas produk-produk
tersebut yang dapat menyebabkan cedera. Tujuan dari pertanggungan kerugian ini adalah memastikan
bahwa produk-produk yang sudah ditempatkan di pasar sudah aman (sesuai standar pengamanan yang
ada). Di Eropa sendiri hukum pertanggungan kerugian telah distandardisasi melalui serikat Eropa
(European Union) karena merupakan pedoman pemeriksaan ulang secara langsung pada tingkat
keamanan suatu produk pada umumnya (“Convention on Products Liability in regard to Personal Injury
and Death” di Konvensi Strasbourg pada tahun 1977). Sebagai contoh adalah di produk makanan, akan
terdapat beberapa informasi mengenai komposisi serta cara penggunaan/penyajian dari produk
tersebut. Contoh lain pada produk obat-obatan, dimana pada kemasannya akan tertera informasi
mengenai efek samping dari produk tersebut.
Standar yang lebih tinggi dan ketat juga diberlakukan kepada produk-produk dengan kelompok
pengguna yang rentan terhadap risiko seperti keamanan, seperti anak-anak dan manula. Sebagai contoh
adalah di beberapa restoran yang menyediakan kursi khusus untuk anak-anak. Di kursi tersebut akan
ada informasi yang detail mengenai cara penggunaan dan pemakaian dari kursi tersebut. Hal ini
dilakukan demi menjaga keselamatan anak-anak selama orang tuanya sedang menghabiskan waktu
untuk makan.
Di Indonesia sendiri, hukum seperti ini sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen nomor 8
Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen di Indonesia yang menjelaskan bahwa hak konsumen
diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya. Dasar-dasar hukum lain yang ikut mendoronng
adanya perlindungan konsumen di Indonesia, diantara lain :
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27
, dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia
No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Bagi para pelanggar tentunya juga akan ada hukuman. Hukuman yang berlaku sesuai dengan
undang-undang di tiap-tiap Negara.
Produsen suatu barang harus wasapada terhadap segala risiko yang mungkin hadir di produknya. Ia juga
harus bisa mengidentifikasi produk yang tidak aman (produk gagal/cacat) dan bila memang ada produk
yang tidak aman tersebut, ia harus bisa menarik produk tersebut dari pasar. Dalam hal tersebut, ada
beberapa usaha yang dapat dilakukan, diantaranya adalah :
• Menilai suplier.
• Melakukan inspeksi saat proses manufaktur sedang berjalan.
• Menginvestigasi komplain.
Tidak ada aturan pasti bagi perusahaan untuk menerapkan kebikajakan seperti ini atau tidak. Yang
jelas perusahaan harus bisa menentukan ukuran/langkah yang tepat seiring dengan proses produksi
yang dilakukannya agar terhindar dari kerancuan proses birokrasi yang sangat berpengaruh bagi
perusahaan dalam pengambil alihan konrol pengawasan.
Seorang produsen juga harus memberikan informasi pada produknya kepada konsumen agar
konsumen dapat menilai dan mengevaluasi risiko yang jelas dari produk tersebut. Peeran distributor
juga cukup penting dalam pengawasan produk karena distributor juga harus terus memonitor
keamanan dari produk yang dijualnya. Selain itu karena distributor merupakan penghubung antara
produsen dan konsumen, maka ia juga harus terbuka terhadap informasi (dua arah) karena akan sangat
membantu bagi kedua belah pihak, contohnya untuk recall barang cacat.
Tidak hanya perusahaan manufaktur tang dihadapkan pada risiko operasional, tetapi perusahaan jasa
juga mengalami risiko yang sama. Tetapi juga aka nada beberapa perbedaan risiko dan perbedaan cara
penanganan dengan perusahaan manufaktur. Untuk contoh dapat dilihat di tabel berikut :
** Contoh perusahaan jasa diatas juga melibatkan suatu barang dalam proses operasionalnya.
Risiko Operasional yang Dihadapi Pemerintah
Tidak hanya perusahaan atau pihak swasta saja yang harus menghadapi resiko operasional.
Pemerintah pun tidak luput dari adanya resiko operasional, karena bagaimanapun pemerintah juga
melakukan kegiatan operasional pemerintahan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Salah satu
risiko terbesar pemerintah adalah kekurangan dana. Dengan banyaknya pos biaya menimbulkan risiko
defisit anggaran bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Selain itu ada beberapa risiko yang dihadapi oleh pemerintah daerah, diantaranya :
Bencana
Kegagalan dalam operasi
Proses hukum/pengadilan
Risiko kesehatan dan keselamatan kerja
Risiko tempat kerja
Risiko reputasi
Isu lingkungan
Keamanan
Risiko operasional lainnya
Mencegah Terjadinya Risiko Operasional
Peluang terjadinya risiko operasional yang berubah menjadi masalah sangat lah besar, dampak
yang akan dirasakan perusahaan juga akan besar sesuai dengan masalah yang dihadapi. Karenanya
seharusnya sedari awal perusahaan harus bisa mencegah terjadinya risiko operasional dengan berbagai
macam cara. Salah satunya adalah dengan meraih kepercayaan dan mempertahankan konsistensi.
Bagaimana caranya?? Akan dijelaskan dalam gambar berikut :
Gambar diatas, menunjukkan operasional perusahaan dari yang paling beresiko hingga yang
lebih rendah resikonya. Operasional yang paling beresiko adalah ketika perusahaan memproduksi
produknya lalu melepasnya ke pasar tanpa ada respon terhadap barang yang gagal. Akibatnya adalah
akan adanya komplain dari pelanggan terhadap barang yang gagal. Resiko yang dihadapi perusahaan
adalah turunnya kepercayaan konsumen, tercemarnya nama baik perusahaan, sampai pada kerugian
keuangan akibat pengembalian barang.
Jenis operasional yang lebih sedikit resiko adalah operasional yang berdasarkan pada prinsip
reaktif. Barang yang akan dijual ke pasar oleh perusahaan, sebelumnya melalui tahap inspeksi terlebih
dahulu untuk memisahkan produk yang gagal dan produk yang layak jual ke pasaran. Resiko pada jenis
operasional ini relative lebih kecil karena barang yang dijual ke pasar hanyalah barang-barang yang layak
jual sehingga komplain dari konsumen dapat berkurang.
Operasional yang paling sedikit mengandung resiko adalah operasional yang berdasarkan prinsip
perencaanaan dan tindakan preventif. Untuk menghindari kegagalan produksi sehingga menghasilkan
barang/service yang cacat, perusahaan menerapkan tindakan prevention yaitu dengan menerapkan
management system, seperti ISO 9000.
Ada beberapa elemen yang harus dipenuhi untuk menciptakan sebuah management system yang
berkualitas :
Salah satu bentuk managemen system yang baik adalah yang melakukan proses sesuai standar
ISO. International Organization for Standardization disingkat ISO adalah badan penetap standar
internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standardisasi nasional setiap negara. Pada awalnya,
singkatan dari nama lembaga tersebut adalah IOS, bukan ISO. Tetapi sekarang lebih sering memakai
singkatan ISO, karena dalam bahasa Yunani isos berarti sama (equal). Penggunaan ini dapat dilihat pada
kata isometrik atau isonomi.
Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial dan komersial
dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada awalnya dibentuk untuk membuat dan
memperkenalkan standardisasi internasional untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain
standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan
lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya dari 130
negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan Kelompok Kerja (WG).
Meski ISO adalah organisasi nonpemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang
sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh
daripada kebanyakan organisasi non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi
konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu
badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar.
• Memperkaya pemasaran.
• Meningkatkan profit.
Di Indonesia sendiri juga terdapat badan yang mengatur masalah standarisasi, yaitu Badan
Standardisasi Nasional (BSN). Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman
pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Badan ini menetapkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan sebagai standar teknis di Indonesia.
Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh
Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan
pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Sedangkan
pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh
Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). KSNSU mempunyai tugas memberikan
pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran.Sesuai dengan
tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari
aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi
secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan
meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk
nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan
daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global.
Manusia, Teknologi, dan Desain
Selain menerapkan management system, perusahaan juga perlu untuk melakukan control terhadap
pekerja, teknologi, dan desain perusahaan itu sendiri. Bagaimana management terhadap ketiga faktor
tersebut dilakukan, berikut adalah pemaparannya :
Managing People
• Multi-function teams
Agar kinerja perusahaan lebih efektif dan efisien, akan lebih baik jika membentuk tim yang
terdiri dari orang-orang yang ahli dibidangnya (pemasaran, produksi, quality control, engineer)
Sehingga masalah yang timbul ditekan melalui berbagai macam fungsi agar lebih cepat
terselesaikan.
• Cell manufacturing
Untuk memastikan suatu pekerjaan dikerjakan oleh orang yang tepat, akan lebih baik jika
pekerjaan-pekerjaan tersebut dilakukan oleh kelompok-kelompok sesuai dengan job desk dan
keahlian mereka (“placing people in the right place”).
• Reward system
Untuk memotivasi pekerja, perlu diterapkan sistem reward. Hal tersebut bertujuan untuk
memotivasi agar pekerjaan yang dilakukan dapat terus meningkat kualiatasnya.
Managing Technology
Agar dapat berproduksi lebih efisien, perusahaan harus selalu meningkatkan kualitas teknologi
yang dipakainya. Semakin canggih teknologi yang dipakai akan semakin efisien pekerjaan yang
dilakukan. Dengan terus mengikuti teknologi terbaru, produk yang dihasilkan perusahaan juga
akan semakin mengikuti perkembangan jaman dan perkembangan kebutuhan konsumen.
1. Single Sourcing
Salah satu kebaikan dari sedikitnya jumlah pemasok adalah menghemat waktu dan uang dan proses
penawaran yang lebih singkat . namun dengan seidkitnya pemasok akan memberikan bargaining power
yang besar bagi pemasok, dan merugikan konsumennya dengan memberikan harga yang fluktuatif atau
tinggi. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap pemasok yang tunggal dan mempunyai program
yang dapat membuat konsumen mengubah pemasok secara cepat.
Pasar dengan hanya ada beberapa pemasok atau oligopoly akan memberikan risiko yang sama dengan
pemasok sumber tunggal. Kondisi pasar tersebut akan membuat risiko terutama pada bisnis hilir.dengan
terhambatnya suplai dari jenis pasar ini akan menghambat produksi.
Proses ini akan memberikan perusahaan harga barang input yang paling murah, namun hal tersebut
akan membuat perusahaan mudah mengganti pemasok, dan berganti-gantinya pemasok memerlukan
penyesuaian lagi terhadap produksi.
Pemasok akan cukup berpengaruh dalam bisnis kliennya. Pengaruh dari ikur campur akan meningkatkan
kualitas dari hasil produksi. Namun seiring waktu pemasok dapat menggunakan pengetahuannya dari
klien untuk memenangkan kontrak dari kompetitornya. Dengan penggunaan kontrak dan perjanjian
dapat mengurangi efek dari risiko ini.
5. Outsourcing and Sourcing from Abroad
Pengambilan bahan dari luar negeri memang memberikan keuntungan dengan harga yang lebih murah –
hal ini hanya sampai produsen dalam negeri juga memakai pemasok dari luar. Dengan mengambil
barang dari luar risiko perubahan nilai tukar cukup mengganggu produksi. Selain itu pemasok dari luar
biasanya akan memberikan syarat pesanannya haruslah dalam jumlah besar. Proses pengiriman barang
juga akan memerlukan waktu yang lebih lam. Risiko dari pemerintah dan masyarakat melalui penolakan
masuknya barang yang kita pesan juga ada jika barang atau prosesnya bertentangan dengan peraturan.
Pencarian pemasok alternatif yang dekat denga perusahaan akan cukup membantu, walaupun harga
yang ditawarkan lebih tinggi.\
6. Reputation Issues
Reputasi yang diakibatkan kondisi sosial dan lingkungan produksi akan mempengaruhi pendapat
konsumen, jika tidak sesuai, hal tersebut akan memungkinkan terjadinya boikot dari konsumen
terhadap barang perusahaan. Penanggulangan dengan melakukan audit baik dari dalam perusahaan dan
menggunakan badan audit independent akan memberikan informasi yang baik kepada konsumen dan
mengurangi risiko terjadinya kehilangan reputasi yang mengakibatkan berkurangnya konsumen dan
merugikan perusahaan.
7. Supplier Unreliability
Masalah yang terjadi pada pemasok pada akhirnya akan berpengaruh pada operasi produksi kliennya.
Masalah keuangan, quality control atau internal control yang buruk akan meningkatkan risiko
ketidakmampuan pemasok yang merugikan kliennya. Dengan tidak terlalu tergantung pada pemasok
dan membuat system peringatan akan membantu mengurangi risiko ini terjadi. Memberikan target
kualitas dan jaminan tanggung jawab dari produk salah satu contoh yang sering dipakai.
Dengan memakai system JIT dapat mengurangi keberadaan stok pada gudang perusahaan. Namun
ketergantungan terhadap suplai dari pemasok akan sangat tinggi. Dengan kecilnya kapasitas gudang,
terhambatnya suplai akan berpengaruh pada operasi perusahaan. Dengan seringnya pengiriman akan
meningkatkan polusi dari kendaraan pengirim. Bagi pemasok, dengan fleksibilitas yang ada mengenai
permintaan dari kliennya akan membuat pemasoknya tidak senang. Apalagi dengan terjadinya
pengurangan permintaan dari klien yang dominan.
9. Overstocking
Berbeda dengan JIT, overstocking akan memberikan risiko yang berbeda. Dengan adanya persediaan
yang terlalu banyak akan menambah biaya gudang. Dan membuat harga barang tersebut turun untuk
mengurangi persediaan. Perusahaan harus dapat meramalkan banyaknya barang yang harus dipesan
untuk menghindari terjadinya overbuying dari persediaan barang
Keinginan yang ada dari pemasok dapat dipaksakan kepada kliennya melalui pemberian hadiah, uang
dan sejenisnya. Penilaian dan pengambilan keputusan juga dapat di buat tidak maksimal dengan adanya
korupsi yang terjadi.
Solusi:
Naik-turunya harga akan membuat masalah pada operasi perusahaan. Untuk mencegah terjadinya hal
tersebut perusahaan dapat:
1. Supplier Assessment
Biasanya dalam bentuk formulir dan kuisioner yang berguna untuk mengaudit dan memeriksa
pemaso dalam hal: kemampuan pengiriman barang, manajerial, fleksibilitas dan kualitas produksi.
2. Vertical Integration
Dengan membeli perusahaan pemasok, klienya dapat mengurangi risiko-risko yang terjadi jika
pemasok tidak bersatu. Berkurangnya kebebasan pemasok dalam menjual barangnya harus
dinegosiasikan lagi. Keuntungan yang didapat adalah bisa memaksa pemasok untuk memberikan
barang yang sesuai dengan kategori yang dibutuhkan tanpa biaya tambagan.