Anda di halaman 1dari 5

© Munandar dan Annoor Rosydhiyah

Dosen Pengasuh : Prof. Dr. Ir. Mochamad Arief Soendjoto, M.Sc


: Ir. Gunawan, MP
Program Pasca Sarjana /Program Studi Ilmu Kehutanan
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru 2010

TAMAN WISATA ALAM PULAU BAKUT KALIMANTAN SELATAN


ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Oleh :
MUNANDAR/NIM F2A 109016 Dinas Kehutanan Prov. Kalsel
dan
ANNOOR ROSYDHIYAH /NIM F2A 1090 Dishutbun Tanah Bumbu

Taman Wisata Alam Pulau Bakut pernah digadang-gadang sebagai obyek wisata
penarik devisa sekaligus tindakan konservasi flora dan fauna di Kalimantan Selatan. Sungguh
suatu beban berat yang harus dipikul oleh Pulau Bakut, sebuah delta kecil di sungai Barito ini.
Pulau di tengah aliran sungai Barito itu, kini kondisinya menjadi dilematis. Di Pulau tersebut
menancap tiang Jembatan Barito yang menghubungkan Kalimantan Selatan dengan
kalimantan Tengah melalui darat.Terletak di tengah padatnya lalulintas pelayaran barang dan
jasa, dilintasi hiruk pikuk kendaraan di atas jembatan 1,2 Km (terpanjang ke 2 di Asia
Tenggara), namun diharapkan mampu berperan sebagai salah satu penjaga keragaman
kekayaan hayati yang masih tersisa.
Di dalam kawasan seluas kurang lebih 18,70 hektar itu hidup bekantan ( Nasalis
larvatus) primata endemik Kalimantan yakni jenis kera berbulu kemerahan berhidung
panjang, buaya sapit (Tomistoma schlegelii), elang bondol (Haliastur indus), elang laut perut
putih (Heliaeetus leucogaster), raja udang (Pelargopsis capensis), burung madu kelapa
(Anthreptes malacensis), dan lain-lain. Berbagai flora dapat ditemui diantaramya; jingah
(Gluta renghas), rambai (Sonneratia caseolaris), panggang (Ficus retusa), nyirih (Xylocarpus
granatum), kelampan (Carbera manghas), waru (Hibiscus tiliaceus), kayu bulan (Fragraea
erenulata), putat (Baringtonia asiatica), nipah (Nypa fructicans), pandan (Pandanus
tectorius), jeruju (Acanthus ilicifolius), piai (Acrostichum aureum), bakung (Crinum
asiaticum L), eceng ( Eichhornia crassipes Solms), keladi (Colocasia esculentum ) dan lain-
lain.
Posisi Pulau Bakut terletak pada jalur lalulintas sungai dimana bermacam pabrik
beroperasi. Tidak heran, jika pulau Bakut seperti seperti kue terakhir yang dikerumuni orang
lapar. Siapa cepat ia dapat. Kawasan perairan Sungai Barito memang dikenal sebagai tempat
berbagai industri besar membangun pabriknya. Aliran sungai menjadi pilihan utama
transportasi karena murah. Syahwat ekonomi pada berbagai kalangan (birokrasi, swasta
bahkan politik) di era kejayaan kaum kapitalis saat ini memang terasa dominan. Pulau kecil
semacam pulau Bakut dengan posisi strategis di tengah jalur transportasi murah, sangat
menarik untuk lahan bermacam usaha. Entah dengan dalih wisata alam atau apa saja,
dampaknya bisa sangat merugikan jika aspek ekonomi melenggang sendirian tanpa kontrol
ekologi. Seberapa jauh upaya pihak-pihak terkait mengelola kawasan ini sehingga mampu
menyangga urat nadi perekonomian dan menjaga kekayaan hayati.Tulisan ini berupaya
memotret kepedulian berbagai pihak terhadap keberadaan taman wisata alam terdekat dengan
kawasan terpadat di Kalimantan Selatan.

Dari Open Access ke Taman Wisata Alam


Keputusan Menteri Kehutanan No.140/Kpts-II/2003 tanggal 21 April 2003
menetapkan kawasan ini sebagai Taman Wisata Alam. Sebuah langkah hukum yang tepat
ditengah ekspansifnya penggunaan lahan saat ini.Keputusan tersebut memberi kepastian
status kawasan yang sebelumnya merupakan kawasan open access (tanpa status). Status
sebagai Taman Wisata Alam yang disandang Pulau Bakut, memberi harapan peningkatan
pengunjung obyek Wisata Jembatan Barito yang dibangun Pemda Kabupaten Barito
Kuala.Masyarakat diberikan pilihan obyek wisata alam hutan, flora dan fauna yang hidup
dalam habitat aslinya. Pemandangan khas nan indah dapat dinikmati dari ketinggian
jembatan, maupun dari sampan klotok, kemana diinginkan.
Ekosistem Pulau Bakut tergolong unik. Menilik vegetasinya tipe ekosistem Pulau
Bakut dimana dominasi Sonneratia caseolaris sangat jelas, dapat digolongkan sebagai
ekosistem hutan bakau khas muara Sungai Barito (MacKinnon et al.2000).Tipe ekosistem
tidak hanya secara berkala terendam aliran sungai dan arus pasang laut, namun disepanjang
aliran sungai Barito di dekat Pulau Bakut juga terdapat ekosistem buatan. Ekosistem buatan
(manmade) yang ada di wilayah ini berupa, kawasan industri (kayu lapis, penggergajian kayu,
lem, minyak kelapa) dan kawasan pemukiman (Soendjoto, 2002).
Mungkinkah sebuah kawasan yang menerima begitu banyak pengaruh aktivitas
manusia dapat menjalankan fungsinya menjadi kawasan konservasi?. Delta kecil berjenis
tanah aluvial yang terbangun dari endapan sedimentasi harus mendukung banyak ragam flora
dan fauna yang satu diantaranya menjadi maskot Kalimantan Selatan.
Fenomena Pulau Kaget akan terulang?
Tahun 1996 ketika populasi pohon rambai (Sonneratia caseolaris) di kawasan Cagar
Alam Pulau Kaget mengalami kekeringan dan mati. Mass media gempar.Populasi bekantan di
kawasan itu terancam. Pasalnya, pohon rambai adalah pemasok makanan yang penting bagi si
warik walanda tersebut. Soendjoto (2009) berpendapat, faktor utama penyebab kekeringan
dan kematian rambai adalah pencemaran air dan limbah padat di kawasan itu. Demikian pula
di kawasan Pulau Bakut. Kondisi lingkungan dan ekosistem yang mirip, tidak tertutup
kemungkinan kasus serupa Pulau Kaget kembali terjadi. Alur sungai Barito yang disesaki lalu
lalang tongkang memuat gunungan batubara, setiap saat menaburkan limbah pollutan.
Kebisingan lalulintas jalur Kalsel-Kalteng membawa limbah debu dan polusi suara.
Pencemaran akibat buangan limbah minyak, industri, bahkan mungkin bahan kimia dari
industri kayu lapis.Yang tidak dapat disepelekan pula, sampah, limbah rumah tangga dan
bekas bungkus makanan bertebaran dengan bebasnya.
Pencemaran dan polusi udara maupun suara tidak hanya mengubah kondisi
lingkungan tetapi mengganggu ketenangan satwa. Mahmud, sebagaimana dikutip Soendjoto
(2009b) menyebutkan kegiatan manusia yang mengancam pelestarian bekantan di Pulau
Kaget diantaranya; lalu lalang transportasi air, kebisingan bengkel kapal , pemukiman di
dekat cagar alam dan polusi air serta sampah padat. Hiruk pikuk, kebisingan dan lalu lalang
berbagai moda transportasi berpotensi mengganggu masa pembiakan primata yang dikenal
pemalu ini. Selanjutnya bisa diduga regenerasi satwa ini akan sangat rendah.
Pengamatan terhadap vegetasi yang tumbuh di pulau, dapat digambarkan ; bagian tepi
Timur dari tengah sampai ke Utara didominasi oleh rambai (Sonneratia caseolaris), putat
(Baringtonia asiatica). jingah (Gluta renghas) dengan tumbuhan bawah bakung (Crinum
asiaticum L), eceng ( Eichhornia crassipes Solms) dan keladi (Colocasia esculentum ).Bagian
Selatan banyak didominasi oleh putat ( Baringtonia asiatica), kayu bulan (Fragraea
erenulata), nipah (Nypa fructicans), pandan (Pandanus tectorius), jeruju (Acanthus
ilicifolius). Bagian tengah didominasi oleh vegetasi semak belukar bermacam-macam
species. Keberagaman yang tinggi di Pulau Bakut secara alamiah berpotensi timbulnya
kepunahan jenis-jenis yang hidup di kawasan itu. Ihwal kepunahan jenis pada kawasan secara
alamiah, Soemarwoto (1983) menyebutkan faktor penting penentu cepatnya kepunahan jenis
adalah kepadatan jenis. Semakin tinggi kepadatan jenis, makin cepat suatu jenis mengalami
kepunahan. Penyebabnya jelas, suatu jenis hanya menempati ruang yang sedikit karena
bersaing dengan yang lain.Lebih jelasnya kepunahan vegetasi tertentu berpotensi terjadi
dalam waktu yang tergantung pada banyak sedikitnya keragaman.
Flora pohon ditemui lebih sedikit dari pada flora golongan herba dan semak. Vegetasi
semacam ini kurang menguntungkan bagi hunian satwa bangsa burung dan bangsa mamalia
terutama primata bekantan.Jenis rambai (Sonneratia caseolaris) yang lebih banyak tumbuh
berkelompok di pantai timur Pulau Bakut menyisakan pertanyaan tersendiri. Apakah jenis
rambai tidak mampu bertahan hidup di tengah pulau, atau bagian timur pulau lebih cocok
sebagai habitat rambai?. Hal ini masih perlu di kaji lebih dalam. Permasalahan yang bagai api
dalam sekan adalah seberapa jauh kemampuan daya tahan rambai di pantai timur itu menahan
pencemaran. Jika dugaan sebagaimana dikemukakan Soendjoto benar, maka satwa bekantan
dan burung penghuni Pulau Bakut terancam keberadaannya. Terlepas dari benar atau tidaknya
kekhawatiran ini, yang paling penting dilakukan adalah mengupayakan sedini mungkin agar
upaya konservasi sesuai kaidah ekologi dapat dilakukan. Tidak cukup dengan tulisan dan
mengubah status saja tetapi perlu kerja nyata karena lingkungan memang tak bisa bicara.
Manusia yang harus bisa membaca.
Alternatif yang bisa dilakukan
Sebagai Taman Wisata Alam, campur tangan manusia untuk upaya konservasi
memang dimungkinkan. Akan tetapi sampai saat ini belum tampak upaya konservasi dalam
bentuk teknologi atau perlakuan tertentu disana, selain papan peringatan untuk tidak merusak
kawasan yang warnanya sudah mulai kusam. Perubahan status menjadi taman wisata
sebenarnya memberi peluang sekaligus tanggung jawab yang lebih besar kepada pihak-pihak
terkait. Meminimalisir dampak polusi dan hiruk pikuk lalulintas di Jembatan Barito dapat
dilakukan dengan memasang pot-pot yang ditanami pohon-pohon kecil sepanjang jembatan.
Pohon –pohon itu akan menjadi sound absorber dan sekaligus menyerap pollutan dari asap
kendaraan bermotor. Pada bagian sungai dikurangi penggunaan sampan klotok masuk ke
dekat pulau. Perjalanan penjelajahan ke dekat pulau dilakukan dengan sampan kayuh. Selain
mengurangi kebisingan juga memberi alternatif pekerjaan bagi masyarakat
sekitar.Membangun fasilitas wisata alam dengan sedikit mungkin mengubah formasi tegakan,
diantaranya dapat dilakukan dengan; membangun jembatan kayu jembatan gantung di seputar
pulau, membangun stasiun pengamatan bird life watching, fishing area dan lain lain. Hal lain
yang sangat mendesak adalah menerapkan kewajiban kepada pengguna aliran sungai untuk
tidak membuang limbah di air, mewajibkan tongkang pengangkut batubara membayar biaya
penetralisir pencemaran. Mungkinkah?
Bahan Bacaan

MacKinnon, Kathy et.al 2000.Ekologi Kalimantan. Editor SN. Kartikarini. Alih Bahasa Gembong
Citrosoepomo. Prehallindo. Jakarta
Soemarwoto, Otto .1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan.Jakarta
Soendjoto, M. Arief. 2002. Persebaran Bekantan (Nasalis larvatus) Di Kalimantan
Selatan dan Masalah Pelestariannya. Makalah Falsafah Sains (PPs 702).
Program Pasca Sarjana/S3. IPB. Bogor.
http://rudyct.tripod.com/sem2_012/m_a_soendjoto.htm.
Soendjoto, M. Arief dan Maulana Khalid Riefani 2009.Merindukan Alam Asri Lestari. Beberapa Alternatif Penyelamatan Bekantan.
Universitas Lambung Mangkurat Press. Banjarmasin
Soendjoto, M. Arief dan Maulana Khalid Riefani 2009b.Merindukan Alam Asri Lestari.
Kerusakan Pulau Kaget: Apa Penyebabnya dan Siapa yang Bertanggung
Jawab. Universitas Lambung Mangkurat Press. Banjarmasin
Van Steenis, CGGJ. 1847. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Terjemahan oleh Moeso Surjowinoto, dkk.
Pradnya Paramita. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai