Anda di halaman 1dari 5

GERAKAN TEOLOGI RAKYAT MEMBENDUNG ARUS NEO-LIBERAL

Tulisan ini berangkat dari berbagai pengalaman di lapangan yang ditemukan, dirasakan dan apa
yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Dengan sangat sadar
bahwa tulisan ini masih begitu banyak memiliki kekurangan, sehingga diharapkan adanya saran,
kritik dan masukan dari paradigma atau sudut pandang yang lain dari pembaca sekalian untuk
memperkaya wawasan cakrawala berpikir bagi kita semua. Sebelum terlalu jauh kita melihat
tentang teologi rakyat dan neo liberal, marilah kita secara bersama-sama menafsirkan tentang
pengertian teologi rakyat serta neo-liberal. Tentunya kita masing-masing memiliki penafsiran
yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya tentang kedua hal tersebut.

Berangkat dari pengalaman sebagai seorang yang menganut iman Kristen, maka pengertian
sederhana yang dipahami tentang teologi rakyat adalah pada apa yang mengacu pada segala
perkataan serta tindakan yang nyata, yang dilakukan oleh Yesus Kristus ketika hadir ke dunia
sebagai anak manusia seperti yang telah tertulis dalam Alkitab (Perjanjian Baru). Kehadiran
Yesus Kristus sebagai pembela orang-orang yang tertindas, orang-orang miskin, mereka yang
lapar dan haus, dan sikap Yesus Kristus yang selalu menentang rabi-rabi serta imam-imam atau
tokoh-tokoh agama Yahudi pada saat itu. Sikap Yesus Kristus telah banyak memberikan
inspirasi kepada banyak orang untuk berjuang melawan kemiskinan, penindasan, serta
pembodohan yang dilakukan oleh para penguasa dari masa ke masa. Karl Max, yang dikagumi
sebagai seorang tokoh sosialis, juga sebenarnya mengambil intisari dari pada ajaran-ajaran Yesus
Kristus tentang kesederajatan umat manusia, bahwa manusia itu harus hidup samarata derajatnya
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Mother Theresia yang berjuang menolong
kaum miskin di India, juga telah melakukan apa yang sudah diajarkan Yesus kepada kita. Dalam
kutipan Mother Theresia yang mengatakan bahwa “Saat saya menolong orang yang kesusahan,
saya melihat diri Yesus di dalam orang tersebut, sehingga saya merasa bahwa dengan menolong
orang tersebut, maka sebenarnya saya telah melayani Yesus”. Itu berarti Mother Theresia telah
mengalami begitu banyak perjumpaan dengan Yesus, dengan apa yang telah dilakukan oleh
Mother Theresia. Masih banyak tokoh-tokoh di dunia ini yang terinspirasi dengan apa yang telah
dilakukan oleh Yesus pada saat itu.

Neo-liberal (neo-lib) adalah sebuah ideologis baru yang berkembang di abad 21 ini, neo-lib hadir
dan menciptakan sebuah tembok besar yang pada akhirnya menciptakan jarak atau jurang besar
antara yang kaya dengan yang miskin. Neo-lib berorientasi pada pasar global, yaitu bagaimana
caranya agar pasar global (dunia) dapat dikuasai serta dikendalikan oleh para kaum kapitalis
(kaum kaya sebagai pemilik modal). Neo-lib menciptakan ketergantungan uang dan pasar dalam
pasar global, yang sama artinya bahwa, yang tertindas akan terus bergantung terhadap yang
menindas. Segala macam pasar ekonomi global dikendalikan oleh orang-orang kapitalis tersebut.
Neo-lib berorientasi kepada uang dan pasar, sehingga uang dijadikan sebagai raja oleh manusia.
Tanpa sadar bahwa sebenarnya kita masih dan akan terus berada di dalam situasi seperti yang
telah dikatakan oleh Jhon Lock “Homo Homoni Lupus – Manusia Berpotensi Menjadi Serigala
Bagi Manusia Lainnya”. Hal yang sebenarnya bertolak belakang dengan apa yang telah di
ajarkan oleh Yesus Kristus kepada umat manusia bahwa, kita seharusnya hidup saling
berdampingan antara yang satu dengan yang lainnya.

Mengapa Gerakan Teologi Rakyat?


Teologi tidak seharusnya hanya dipelajari untuk dipakai pada saat khotbah diatas mimbar gereja
ataupun dalam ceramah-ceramah keagamaan yang dilakukan oleh para pemuka agama masing-
masing dalam ibadah-ibadah saja tanpa adanya tindakan nyata. Seharusnya teologi itu untuk
membela dan berpihak kepada rakyat. Teologi tidak seharusnya dijadikan sebagai sesuatu yang
eksklusif, yang hanya boleh dipelajari oleh para akademisi yang mempelajarinya secara khusus.
Sebagai salah satu alasan mengapa gerakan ini harus didasarkan pada sebuah pemikiran teologis
adalah bahwa apa yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dimuka bumi ini adalah
milik semua umat manusia, sehingga apa yang telah diberikan oleh Tuhan tersebut tidak boleh
dikuasai oleh hanya sekelompok umat manusia, tetapi harus dibagi dan dinikmati secara
bersama-sama, tentunya hal ini juga diatur dalam aturan-aturan yang seharusnya berpihak
terhadap rakyat banyak. Gerakan Teologi rakyat memberikan pencerahan kepada rakyat untuk
bersatu, saling membantu, saling menguatkan satu dengan yang lainnya untuk berjuang secara
bersama-sama dan berdampingan untuk bergerak maju di dalam komunitas-komunitas
masyarakat yang ada untuk melawan segala macam bentuk ketergantungan terhadap penguasa.
Hal tersebut tentunya juga dilandasi dengan sebuah kesadaran bahwa Rakyat yang tertindas juga
umat Tuhan, yang diciptakan dengan derajat yang sama dengan para penguasa. Sehingga
pembodohan terhadap rakyat yang dilakukan oleh penguasa harus dilawan, sebab pembodohan
merupakan media utama bagi neo-lib untuk menciptakan ketergantungan rakyat terhadap sistim
yang diciptakan oleh neo-lib tersebut.
K.H. Abdulrahman Wahid atau yang lebih kita kenal dengan nama Gus Dur, dalam beberapa
tulisan-tulisannya juga mengatakan hal yang sama, Gus Dur dalam pandangannya, mengatakan
bahwa dalam firman Allah dalam kitab suci al-Qurân: “Apa yang diberikan Allah kepada utusan-
Nya sebagai pungutan fai’ dari kaum non-Muslim (sekitar Madinah), hanya bagi Allah, utusan-
Nya, sanak keluarga terdekat, anak-anak yatim, kaum miskin dan pejalan kaki untuk menuntut
ilmu dan beribadat, agar supaya harta yang terkumpul tidak hanya beredar di kalangan kaum
kaya saja di lingkungan kalian (mâ afâ ‘a Allâhu alâ rasûlihi min ahli al-Qurâ fa lillâhi wa liar-
rasûlihi wa lidzî al-qurbâ wa al-yatâmâ wa al-masâkîni waibni al-sabîl, kaila yakûna dûlatan
baina al-aghniyâ’ minkum)” (QS al-Hasyr [59]:7). Ayat itu menjadi bukti bahwa Islam lebih
mementingkan fungsi pertolongan kepada kaum miskin dan menderita. Lebih jauh Gus Dur
memaparkan tentang hal tersebut diatas bahwa, kalau saja ini dimengerti dengan baik, akan
menjadi jelaslah bahwa Islam lebih mementingkan masyarakat adil dan makmur, dengan kata
lain masyarakat sejahtera, yang lebih diutamakan kitab suci al-Quran tersebut.
Hal ini jelas membuktikan bahwa pemahaman teologi rakyat itu haruslah berpihak kepada rakyat
luas untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi semua umat manusia yang ada di
muka bumi ini.
Bagi umat kristen, hal ini tampak jelas dalam tindakan Yesus Kristus sehari-hari. Apa yang
dilakukan oleh Yesus Kristus adalah memberikan pencerahan kepada umat manusia, Yesus
Kristus menentang aturan-aturan yang telah dibuat oleh para penguasa pada saat itu. Gerakan
rakyat yang berdasarkan pada gerakan teologis rakyat ini juga adalah bertujuan untuk
membentuk Akhlak manusia dari yang tidak baik menjadi yang baik. Dengan begitu maka apa
yang dikatakan oleh Jhon Lock bahwa “Homo Homoni Lupus” tersebut dapat kita ubah secara
perlahan menjadi “Homo Homoni Homo atau Manusia Menjadi Manusia bagi manusia lainnya”.
Dalam sebuah film tentang bagaimana perjuangan rakyat petani di Brazil yang tidak memiliki
tanah, berjuang untuk mendapatkan Tanah begitu sangat berat dan berliku. Tetapi mereka tetap
yakin dan percaya bahwa tanah-tanah yang dikuasai oleh pemerintah/penguasa itu seharusnya
juga menjadi hak mereka, karena bagi mereka, Tuhan tidak membagikan sertifikat tanah kepada
siapapun ketika Dia menciptakan segala bumi dan isinya termasuk tanah itu. Tuhan menciptakan
bumi dan segala isinya untuk semua umatNya di dunia, sehingga mereka juga berhak atas tanah-
tanah tersebut.
Peran Lembaga Keagamaan dan Umat
Che Guevara dikenal sebagai seorang tokoh pejuang yang sangat gigih dalam menentang hal-hal
yang dianggap sebagai sebuah penindasan. Tetapi apakah kita tahu bahwa salah satu
semboyannya adalah semboyan teologis yang mengilhami Che Guevara?. Che Guevara
mengatakan bahwa “Saya belum menjadi Kristen, kalau saya tidak berjuang bagi masyarakat
yang tertindas”. Dengan sebuah pemahaman yang sederhana dengan mencontoh apa yang
dilakukan oleh Yesus Kristus pada waktu itu. Keberadaan Yesus Kristus untuk memihak orang-
orang yang tertindas, lemah, miskin merupakan salah satu alasan kenapa Che Guevara berjuang
pada waktu itu. Hal ini mungkin dapat dipahami bahwa Kekristenan bukan hanya sebuah agama
saja, tetapi terlebih kepada bagaimana menghadirkan Kristus di tengah-tengah mereka yang
susah, tertindas, miskin, lapar, haus dan lain sebagainya, untuk menolong mereka keluar dari
penderitaan mereka. Apa yang dilakukan oleh Che Guevara mungkin adalah sesuatu yang bagi
kita adalah sebuah tindakan yang ekstrim dan radikal, tetapi tidak perlu kita melakukan
perjuangan itu dengan cara yang sama dengan Che Guevara. Alm Pdt. Eka Darmaputra dalam
beberapa tulisan-tulisannya mengatakan bahwa, gereja seharusnya berada di dunia ini adalah
untuk semua umat manusia, gereja seharusnya menjadi milik semua orang. Gereja tidak boleh
lagi hanya melihat umatnya sendiri, tetapi bagaimana gereja ikut mengambil peran dalam
pemberdayaan umat manusia secara keseluruhan, tanpa memandang agama, suku, budaya,
dogma teologis antar denominasi gereja, karena nilai kemanusiaan dari umat manusia yang
sederajat di muka Tuhan itulah yang seharusnya menjadi nilai yang paling utama untuk di
jadikan sebagai pegangan bagi gereja dalam melayani. Lebih jauh Alm. Pdt. Eka Darmaputra
mengatakan tentang hal itu sebagai berikut “Sesuatu Yang Baik Hanya Bagi Umat Kristen Saja,
Itu Belum Kristiani”. Sehingga Kabar baik sukacita itu harus disampaikan kepada semua umat
manusia, dengan tidak lagi membawa agama Kristen ke tengah-tengah umat manusia, tetapi
bagaimana menghadirkan Kristus ke tengah-tengah umat manusia.
Berangkat dari melihat pengalaman di lapangan, bahwa beberapa gereja dan anggota jemaat
sudah bergerak maju melakukan hal tersebut, bahkan ada gereja yang berbasis di Jakarta, tetapi
melakukan tugas dan panggilan sebagai gereja di beberapa kota di luar Jakarta, seperti Sulawesi,
Kalimantan, Sumatra dan Papua. Gereja seharusnya tidak boleh lagi hanya sebagai penyumbang
donasi uang, yang sebenarnya hanya menciptakan ketergantungan baru yang mengakibatkan
pembodohan, tetapi gereja seharusnya dengan memanfaatkan segala kekayaan sumber daya
jemaatnya, datang dan melihat dari dekat bagaimana sistim penguasaan pasar oleh pemilik modal
(Penguasa) yang begitu mencekik kehidupan masyarakat dalam segala bidang. Gereja dan
Jemaat mengambil peran untuk melatih masyarakat dalam memberikan pencerahan, gereja dan
jemaat mewartakan kabar baik Tuhan agar bagaimana masyarakat dapat berupaya mandiri untuk
tidak lagi bergantung kepada sistim yang tidak berpihak kepada masyarakat tersebut. Dengan
demikian orientasi untuk menjadikan seluruh bangsa muridku, tidak lagi menjadi sebuah
pemahaman yang sempit dan terkurung dalam konteks agama kristen saja. Tetapi bagaimana
gerakan itu menjadi sebuah gerakan yang holistic kepada semua umat manusia, sebab seluruh
umat manusia adalah murid Tuhan.
Sebagai sebuah refleksi, seorang rohaniawan dan beberapa jemaat yang telah membawa kabar
sukacita kepada para petani di Tangerang, agar para petani tersebut tidak lagi bergantung kepada
pupuk subsidi dan non subsidi dari pemerintah yang pengambilannya harus dibayar dengan harga
mahal, hal ini tentunya menjadi persoalan utama bagi kehidupan masyarakat tani di daerah
tersebut. Kebiasaan masyarakat daerah setempat adalah dengan mengambil resiko Hutang
kepada penguasa (pemilik pupuk), dengan perjanjian bahwa setelah panen, hutang tersebut akan
segera di lunasi. Mata rantai dari sistim neo-lib ini harus diputus, sehingga masyarakat tidak lagi
bergantung kepada penguasa yang dapat memainkan harga pasar pupuk sesuai dengan kehendak.
Masyarakat seharusnya punya hak sesuai dengan UUD 1945 bahwa negara menjamin
kesejahteraan seluruh masyarakat, sehingga masyarakat seharusnya mempunyai hak untuk
mendapatkan pembinaan dari pemerintah yang di mulai dari pengolahan tanah, pemilihan lahan,
pemilihan bibit, pemupukan, pemanfaatan lingkungan setempat untuk membuat pupuk organic,
dan hal-hal lain yang berguna dalam peningkatan hasil produktifitas saat panen. Tetapi itu hanya
menjadi harapan kosong hingga saat ini, pemerintah seolah-olah melupakan tugas dan tanggung
jawab mereka terhadap masyarakat kecil. Selama siklus ini tidak diputus, maka secara turun
temurun dalam masyarakat tani setempat akan hidup seperti itu terus menerus dari waktu ke
waktu.
Peran inilah yang dimaksud dengan teologi rakyat tersebut, yaitu bagaimana membawa ceramah-
ceramah di mesjid, pesantren, dan khotbah-khotbah di gereja untuk menolong mereka.
Masyarakat tidak dibantu dengan bantuan donasi uang untuk membeli pupuk dari penguasa,
tetapi masyarakat tersebut dicerahkan, masyarakat dilatih untuk membuat pupuk organic dengan
memanfaatkan bahan-bahan yang berada di lingkungan sekitar masyarakat tersebut, yang sudah
diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat dibina, mulai pemilihan lahan, pengolahan
lahan, pembibitan yang baik, sampai dengan proses penanaman dan pemupukan yang baik dan
benar, sehingga hasil panen juga meningkat cukup jauh dari seperti yang biasanya hanya 7 ton/ha
bisa menjadi 21 ton/ha bahkan lebih. Seperti inilah seharusnya teologi itu bergerak dan
berfungsi bagi banyak orang. Masyarakat dibangun kesadarannya untuk mandiri dan tidak
bergantung dengan penguasa sebagai penguasa pasar ekonomi. Secara tidak sadar bahwa,
sebenarnya gerakan yang dilakukan ini adalah gerakan yang mencoba untuk membendung arus
neo-lib secara perlahan-perlahan, gerakan yang menentang penguasaan terhadap pasar yang
dilakukan oleh neo-lib. Hal inilah yang seharusnya dilakukan, yaitu bagaimana membuat
masyarakat menjadi mandiri untuk mengurus diri mereka sendiri dan tidak bergantung kepada
sistim yang dibuat penguasa.
Secara praktis, kalau hal ini dapat dilakukan diberbagai kampung masyarakat tani di tempat-
tempat lain, maka gerakan yang perlahan-perlahan ini dengan sendirinya akan menjadi besar.
Karena gerakan ini dengan sendirinya akan menutup ruang bagi masuknya neo-lib untuk
menguasai pasar. Tentunya masyarakat tani dan persoalan pupuk merupakan bagian kecil dari
pada seribu persoalan dalam segi kehidupan masyarakat biasa yang diakibatkan oleh neo-lib.
Mari, kita bersama-sama berefleksi, seandainya kita setiap orang/kelompok dapat mengambil
perannya masing-masing untuk saling membantu satu sama lainnya, maka sebenarnya tanpa
sebuah pemerintahanpun masyarakat dapat hidup sendiri dan mandiri mengurus dirinya.
Sehingga kelak, pemerintah tidak perlu repot dan lelah untuk mengurus masyarakatnya, karena
masyarakat sudah mendapatkan pencerahan dan kabar sukacita untuk mengurus diri mereka
sendiri. Siapa saja dapat berperan dalam gerakan tersebut, tentunya dengan cara yang berbeda-
beda tetapi tetap satu tujuan, untuk membebaskan umat manusia yang tertindas menjadi hidup
bebas dan makmur di dalam dunia yang diciptakan oleh Tuhan untuk kita tempati bersama tanpa
harus bergantung kepada penguasa. Selamat Berjuang
Jeffry Raynold Wayne Papare

Anda mungkin juga menyukai