Anda di halaman 1dari 33

PENYEBARAN HUTAN MANGROVE

SECARA UMUM DI BALI


SERTA PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN
HUTAN MANGROVE DI SUWUNG

Oleh :
PUTU RUSDI ARIAWAN (0804405050)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat
pada waktunya. Dalam penyusunan paper ini penulis memilih judul “Penyebaran
Hutan Mangrove secara Umum di Bali serta Permasalahan dan Upaya
Penanganan Hutan Mangrove di Suwung”, yang bertujuan untuk
mensosialisasikan pentingnya keberadaan hutan mangrove, dan dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Pengetahuan Lingkungan Hidup Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Udayana 2009.

Meskipun dalam penyusunan paper ini, kami banyak menemui berbagai


hambatan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
kami dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir.I.B.Alit Swamardika, M.Erg. selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah
Pengetahuan Lingkungan Hidup.
2. Para Pegawai di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Bali.
3. Para Pegawai di Kantor Pusat Informasi Mangrove Suwung .
4. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro.
Atas segala bantuan, dukungan dan partisipasinya yang telah diberikan kepada
penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan, kesalahan dan
keterbatasan sehingga paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan dan menghargai segala bentuk kritik dan saran yang
konstruktif dari berbagai pihak.

Akhir kata, semoga paper ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Denpasar, April 2009

Penulis

PUTU RUSDI ARIAWAN ii


PENYEBARAN HUTAN MANGROVE SECARA UMUM DI BALI
SERTA PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN
HUTAN MANGROVE DI SUWUNG

ABSTRAK

Hutan mangrove tumbuh di Indonesia sebagai suatu ekosistem hutan,


dengan sistem perakarannya yang sangat khas, tumbuh pada pantai berlumpur dan
muara-muara sungai. Namun mengalami berbagai tekanan yang sangat berat dari
berbagai keinginan pemanfaatan, baik untuk arang, kayu, tambak, ataupun
pemanfaatan produksi lainnya. Pemikiran pemanfaatannya banyak didasarkan atas
evaluasi ekonomi yang sempit, yang hanya terfokus pada satu penggunaan
mangrove sehingga hal ini sangat merugikan. Karena itu diperlukan suatu analisis
ekonomi yang lebih luas, yang memfokuskan pada penggunaan ganda dari
mangrove, yang akan memberikan pertimbangan secara optimal. Cara ini akan
dapat memberikan strategi yang lebih tepat, bagi pilihan pengelolaan mangrove
dalam rangka pembangunan berlanjutan (sustainable development).

PUTU RUSDI ARIAWAN iii


DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................... 2
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ....................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Hutan Mangrove .......................................... 4
Uraian Umum ................................................................... 4
Habitat Mangrove ............................................................. 4
Penyebaran Mangrove ...................................................... 5
Struktur Mangrove ............................................................ 6
Karakteristik Morfologis Mangrove ................................. 7
Karakteristik Fisiologis Mangrove ................................... 8
Permasalahan Hutan Mangrove ................................................. 8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 12
3.2 Rancangan Penelitian ................................................................. 12
3.3 Populasi Penelitian ..................................................................... 12
3.4 Data ............................................................................................ 12
3.4.1 Sumber data ...................................................................... 12
3.4.2 Jenis Data .......................................................................... 13

PUTU RUSDI ARIAWAN iv


3.4.3 Analisis Data ..................................................................... 13
3.5 Alur Analisis .............................................................................. 13
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Persebaran Hutan Mangrove di Bali .......................................... 14
4.2 Kondisi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Hutan Mangrove
Suwung ...................................................................................... 17
4.3 Peranan dan Manfaat Hutan Mangrove secara Umum .............. 20
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 23
5.2 Saran-saran ................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA

PUTU RUSDI ARIAWAN v


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Salah satu tipe zonasi hutan mangrove ..................................... 5


Gambar 2.2 Kristal garam pada kelenjar garam daun pohon mangrove ...... 8
Gambar 3.1 Alur analisis metodelogi ........................................................... 13
Gambar 4.1 Lokasi penyebaran mangrove di Bali ........................................ 14
Gambar 4.2 Lokasi penyebaran mangrove di Tanjung Benoa bagian
Utara .......................................................................................... 15
Gambar 4.3 Lokasi penyebaran mangrove di Tanjung Benoa bagian
Selatan ....................................................................................... 15
Gambar 4.4 Lokasi penyebaran mangrove di Taman Nasional Bali Barat ... 16
Gambar 4.5 Lokasi penyebaran mangrove di Semenanjung Gilimanuk ....... 16
Gambar 4.6 Lokasi penyebaran mangrove di Nusa Lembongan ................... 17
Gambar 4.7 Sampah dan limbah rumah tangga yang bermuara ke hutan
mangrove Suwung ..................................................................... 18
Gambar 4.8 Peta wisata hutan mangrove di Pusat Informasi Mangrove
Suwung ...................................................................................... 22

PUTU RUSDI ARIAWAN vi


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Luas mangrove berdasarkan tingkat kerusakannya


di Kabupaten Badung .................................................................. 18

PUTU RUSDI ARIAWAN vii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luas areal hutan di Indonesia terus menciut rata-rata 1,6 – 1,8 juta Ha
setiap tahunnya, antara lain akibat dari pembabatan dan penebangan liar (illegal
logging). Pemerintah terus berupaya dengan berbagai cara untuk menjaga dan
memelihara kelestarian hutan.
Salah satu usaha pelestarian hutan di Indonesia adalah hutan mangrove.
Bagi masyarakat Indonesia khususnya kaum pesisir mangrove menggambarkan
suatu sumber kekayaan dan keanekaragaman kehidupan. Pada suatu daerah
dimana mangrove tumbuh kuat dan subur dengan tekanan penduduk dan tuntutan
ekonomi terhadap rona pantai cukup tinggi. Hutan mangrove di Indonesia sangat
berperan bagi potensi ekonomi maritim Indonesia, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Perannya terutama karena adanya keterkaitan erat antara
fungsinya, baik secara ekonomi, ekologis, maupun sosial. Namun karena
keterbatasan pemahaman tentang nilai dan fungsi mangrove antara para
pengambil kebijakan dan masyarakat umumnya, hutan mangrove dipandang
sebagai areal yang boleh digunakan semaunya bahkan pohonnya ditebangi untuk
kegunaan lain yang dianggap lebih menguntungkan sehingga sangat mengancam
keberadaannya. Akibatnya baru disadari bahwa mangrove ternyata jauh lebih
penting antara lain sebagai pelindung pantai dan bangunan-bangunan treatment
air, sehingga harus dilakukan upaya untuk merehabilitasi tempat alami hutan
mangrove yang memakan investasi cukup besar dan diperlukan pertimbangan
yang bijaksana untuk menetapkan pilihan pengelolaan yang paling optimal.
Pemerintah pun telah menetapkan strategi konservasi bagi pengelolaannya, namun
implementasinya masih banyak mengalami kesulitan. Banyak pertanyaan
seberapa besar nilai ekonomi mangrove. Padahal banyak nilai lain, yang dapat
dihitung secara ekonomi dari jasa mangrove terhadap lingkungannya.

PUTU RUSDI ARIAWAN 1


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana persebaran hutan mangrove di Bali ?
1.2.2 Bagaimana kondisi kerusakan dan upaya rehabilitasi hutan mangrove
Suwung ?
1.2.3 Bagaimana peranan dan manfaat hutan mangrove secara umum ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini antara lain :
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan Umum dari karya tulis ini adalah :
Untuk mengetahui gambaran umum persebaran hutan
mangrove di Bali.
Untuk mengetahui kondisi kerusakan dan upaya rehabilitasi
hutan mengrove Suwung.
Untuk mengetahui peranan dan manfaat hutan mangrove secara
umum.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai
bagian dari untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengetahuan
Lingkungan Hidup yang merupakan salah satu mata kuliah wajib
Jurusan Teknik Elekro Universitas Udayana yang diambil oleh penulis.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan karya tulis ini antara lain :
1.4.1 Mengetahui manfaat dari hutan mangrove
1.4.2 Memberikan suatu solusi mengatasi permasalahan seputar hutan
mangrove
1.4.3 Meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam menjaga
kelestarian lingkungan hutan mangrove.

PUTU RUSDI ARIAWAN 2


1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Penulisan karya tulis ini pada pembahasannya dibatasi pada gambaran
umum kondisi hutan mangrove Bali, kondisi upaya penanganan hutan mangove di
Suwung, dan peran serta manfaat hutan mangove secara umum..

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dari karya tulis ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat,
ruang lingkup dan batasan masalah serta sistematika penulisan dari
paper ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisi teori-teori tentang gambaran umum hutan mangrove,
sumber daya hutan mangrove, dan permasalahan hutan mangrove .

BAB III : RANCANGAN METODE PENELITIAN

Berisikan lokasi dan waktu penelitian, jenis data, bentuk data,


sumber data, metode penelitian dan analisis data yang digunakan
dalam penyusunan laporan penelitian ini.

BAB IV : PEMBAHASAN
Berisi pembahasan tentang gambaran umum kondisi lingkungan di
sepanjang hutan mangrove, kerusakan dan upaya rehabilitasi hutan
mangrove Suwung, serta peran dan manfaat hutan mangrove secara
umum.
BAB V : PENUTUP
Merupakan bab yang berisikan kesimpulan dari uraian pembahasan
dan saran-saran yang berhubungan dengan pembahasan
sebelumnya.

PUTU RUSDI ARIAWAN 3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Hutan Mangrove


2.1.1 Uraian Umum
Secara umum tidak ada pohon yang bernama Mangrove. Mangrove adalah
sekumpulan pohon-pohon dan semak-semak yang tumbuh di daerah pasang surut.

Mangrove merupakan jenis tumbuhan pantai yang secara spesifik tumbuh


subur di sepanjang pantai beriklim tropis dan sub tropis yang terlindung dengan
membentuk formasi di sepanjang pantai yang hidupnya dari hasil perpaduan
antara daratan dan lautan.

Tumbuhan ini memiliki sistem perakaran menonjol yang disebut akar


napas (pneumatofor) yang mampu beradaptasi terhadap keadaan tanah yang
miskin oksigen. Karena itu tumbuhan mangrove memperoleh sumber makanan
dari dua alam yakni air laut (laut pasang) dan air tawar ditambah bahan makanan
pendukung dari endapan debu hasil erosi sungai yang memperkaya sedimen dan
mineral pada daerah rawa-rawa dimana mangrove tumbuh.

Hutan mangrove dikenal beberapa jenis antara lain Bakau (Rhizopora),


Api-api (Avi-cennia), Pedada (Sonneratia) dan Tanjang (Bruguiera). Di Indonesia
mangrove dikenal sebagai hutan pasang surut atau hutan bakau yang umumnya
tumbuh pada daerah yang tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.
Vegetasi hutan mangrove di Indonesia ada sekitar 47 jenis tumbuhan yang
spesifik mangrove dimana berbagai jenis satwa liar hidup diantaranya terancam
punah seperti Harimau Sumatera, Bekantan, Wilwo (Mycte ria Cinerea), Bubut
Hitam (Centropus Nigroru fus) dan Bangau Tongtong (Leptoptilus Javanicus),
serta tempat persinggahan bagi burung-burung migran.

2.1.2 Habitat Mangrove


Hutan mangrove banyak ditemukan di tepi pantai terlindung yang
berlumpur, bebas dari angin yang kencang dan arus. Hutan mangrove juga dapat

PUTU RUSDI ARIAWAN 4


ditemui di muara sungai dan laguna, yaitu danau yang berada dipinggir laut dan
tepi sungai yang banyak dipengaruhi oleh kondisi pasang surut.
Mangrove juga dapat tumbuh di atas pantai berpasir dan berkarang,
terumbu karang, dan di pulau – pulau kecil. Sementara itu air payau bukanlah hal
yang pokok untuk pertumbuhan mangrove, mereka juga dapat tumbuh dengan
subur jika terdapat persediaan endapan yang baik dan pada air tawar yang
berlimpah.

Gambar 2.1 Salah satu tipe zonasi hutan mangrove

Hutan mangrove dapat tersebar luas dan tumbuh rapat di mulut sungai
besar di daerah tropik, tetapi di daerah pesisir pantai pegunungan, hutan mangrove
tumbuh di sepanjang garis pantai yang terbatas dan sempit. Perluasan hutan
mangrove banyak dipengaruhi oleh topografi daerah pedalaman.
Ada hubungan yang erat antara kondisi air dengan vegetasi hutan
mangrove. Di bebarapa tempat, mangrove menunjukkan tingkat zonasi yang nyata
yang cenderung berubah dari tepi air menuju daratan. Namun kadang – kadang
tergantung pada undulasi (tinggi rendahnya lantai hutan atau anak sungai).

2.1.3 Penyebaran Mangrove


Penyebaran beberapa spesies mangrove terdapat di sekitar ekuator.
Semakin jauh dari ekuator, spesies mangrove semakin sedikit, dan pohonnya
semakin kecil. Lokasi mangrove paling utara adalah bagian tenggara pulau

PUTU RUSDI ARIAWAN 5


kyushu, Jepang, di mana hanya ditemukan satu spesies saja yaitu (Kandelia
candel), sedangkan lokasi paling selatan adalah di bagian utara selandia Baru di
mana hanya teridentifikasi satu spesies yaitu Avicennia marina.
Diperkirakan kurang lebih terdapat 70 spesies mangrove khas (komponen
mayor dan minor), 40 spesies diantaranya tumbuh di Asia Tenggara, kira – kira 15
spesies tumbuh di Afrika dan 10 spesies di Amerika.
Soemodihardjo (1993) menegaskan bahwa mangrove di Indonesia terdiri
dari 15 famili, 18 genus, 41 spesies dan 116 spesies yang berasosiasi. Sejumlah 29
spesies mangrove telah ditemukan di Bali dan Lombok.
Jumlah areal hutan mangrove di seluruh dunia telah diestimasi dengan
menggunakan teknologi remote sensing, diperkirakan memiliki luas 18.1 juta ha
(ISME 1997). Data yang diperoleh dari IUCN pada tahun 1983 menunjukkan
bahwa area mangrove memiliki luas 16.9 juta ha. Hal ini dapat dimengerti, bahwa
gambaran ini tidak meliputi semua negara. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh
FAO / UNDP (1982), total areal mengrove di Indonesia adalah 4.25 juta ha. Pada
tahun 1996 menunjukkan penurunan menjadi 3.53 juta ha, karena hutan mangrove
banyak yang telah ditebang disebabkan oleh karena adanya konversi dan
penggunaan lahan yang berlebihan sebagai sumber penghasilan akibat
perkembangan penduduk dan ekonomi yang pesat di sepanjang daerah pantai.

2.1.4 Struktur Mangrove


Unsur dominan dalam hutan mangrove adalah pohon – pohon yang
tumbuh dan tingginya mencapai lebih 30 m, memiliki tajuk (canopy) lebar, rapat
dan tertutup. Banyak juga spesies tumbuhan dan fauna lain yang khusus atau
eksklusif menempati hutan mangrove. Topografi setempat dan karakteristik
hidrologi, tipe dan komposisi bahan kimia dari tanah dan pasang surut
menentukan tipe ekosistem mangrove yang dapat dibuktikan pada tempat –
tempat tertentu.
Seperti ditunjukkan sebelumnya spesies mangrove diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu : kelompok mayor, kelompok minor dan kelompok asosiasi
mangrove. Dibawah ini garis besardari tiga klasifikasi tersebut :

PUTU RUSDI ARIAWAN 6


a. Kelompok Mayor
Komponen ini memperlihatkan karakteristik morfologi, seperti : sistem
perakaran udara dan mekanisme fisiologis khusus untuk mengeluarkan garam
agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan mangrove. Komponennya
adalah pemisahan taksonomi dari hubungan tumbuhan daratan dan hanya
terjadi di hutan mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah
meluas sampai ke dalam komunitas daratan.
b. Kelompok Minor
Dalam komponen ini tidak termasuk elemen yang menyolok dari
tumbuh – tumbuhan yang mungkin terdapat di sekeliling habitatnya dan yang
jarang berbentuk tegakan murni.
c. Asosiasi Mangrove
Dalam komponen ini jarang ditemukan spesies yang tumbuh di dalam
komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering ditemukan
dalam tumbuh – tumbuhan darat.

2.1.5 Karakteristik Morfologis Mangrove


Karakteristik morfologi yang menarik dari spesies mangrove terlihat pada
sistem perakaran dan buahnya, secara terperinci seperti di bawah ini :
a. Sistem Akar
Tanah pada habitat mangrove adalah anaerobik (hampa udara) bila
berada di bawah air. Beberapa spesies memiliki sistem perakaran khusus yang
disebut akar udara yang cocok untuk kondisdi tanah yang anaerobik.
Ada beberapa tipe perakaran udara, yaitu : akar tunjang, akar napas,
akar lutut dan akar papan (banir).
Akar udara membantu fungsi pertukaran gas dan menyimpan udara
untuk pernapasan selama penggenangan.
b. Buah / Bibit
Semua spesies mangrove memproduksi buah yang biasanya disebarkan
melalui air. Ada beberapa macam bentuk buah, seperti bentuk silinder, bulat
dan berbentuk kacang.

PUTU RUSDI ARIAWAN 7


2.1.6 Karakteristik Fisiologis Mangrove
Komponen mayor dan minor spesies mangrove tumbuh baik tanpa
dipengaruhi oleh kadar garam air. Namun jika air terlalu asin maka pohon
mangrove tidak dapat tumbuh terlalu tinggi. Hal yang harus diperhatikan bahwa
species mangrove dapat tumbuh lebih cepat pada air tawar daripada di air yang
mengandung garam (asin).
Melalui kelenjar garamnya, beberapa species mangrove menghasilkan
sistem yang memungkinkan mereka untuk tumbuh pada kondisi berkadar garam
tinggi. Avicennia, Aegiceras, Acanthus, dan Aegialitis dapat mengontrol
keseimbangan garam dengan mengeluarkan garam dari kelenjar tersebut
(Tomlinson, 1986). Sebagian besar kelenjar garam terdapat di permukaan daun
yang nampak berkristal dan mudah diamati.

Gambar 2.2 Kristal garam pada kelenjar garam daun pohon mangrove

2.2 Permasalahan Hutan Mangrove


Kondisi lingkungan hutan mangrove di Indonesia sebagian besar tidak
lepas dari masalah sampah dan limbah. Setiap hari kita membuang segala macam
bentuk sampah mulai dari bungkus permen karet, bungkus rokok, plastik, sabun,
sampai rongsokan mobil bahkan kapal. Disamping itu, berton-ton sampah keluar
dari kegiatan yang lebih luas, baik itu pertanian, industri, maupun pertambangan.
Siapa sangka limbah ataupun sampah tersebut bisa mengganggu bahkan
mengancam kehidupan ekosistem hutan mangrove.

PUTU RUSDI ARIAWAN 8


Limbah atau sampah yang dapat mengganggu ekosistem hutan mangrove,
antara lain:
1. Limbah Rumah Tangga
Sampah merupakan sumber pencemaran sungai, bagaimanakah
sampah bisa mencemari sungai? Apabila seonggok sampah kita buang ke
sungai, bagian-bagian padatnya akan tenggelam dan akan menempati berbagai
tingkat kedalaman air sesuai dengan beratnya. Banyak masyarakat yang
memanfaatkan sungai untuk mandi, mencuci, membuang sampah rumah
tangga, bahkan membuang kotoran hewan di sungai. Tidak heran bila kita
melihat dari satu alur sungai, berbagai keperluan dilakukan, mandi, mencuci,
buang air besar, memandikan ternak dan kegiatan lainnya yang berhubungan
dengan sungai. Hal-hal itulah yang menyebabkan tercemarnya air sungai.
Lalu, apa hubungannya tercemarnya air sungai dengan terganggunya
ekosistem hutan mangrove?
Pada umumnya aliran sungai dibagi menjadi 3 yaitu, bagian hulu, bagian
aliran tengah dan bagian hilir.Hal itu berarti air sungai yang berasal dari
pegunungan akan mengalir ke dataran rendah dan berakhit di laut.
Bayangkan saja, air sungai yang sudah tercemar itu mengalir ke laut. Laut
akan bercampur dengan sampah-sampah yang berasal dari sungai. Dengan
adanya gelombang air laut, sampah-sampah itu akan bercampur dan terdampar
di pantai. Kita akan dengan mudah membersihkannya apabila sampah-sampah
itu terdampar di pantai lepas. Akan tetapi, apa yang terjadi apabila sampah-
sampah itu terdampar dan tersangkut di akar-akar pohon mangrove? Sampah
plastik akan menutupi akar pohon mangrove, dimana sebagian jenis mangrove
memiliki sistem perakaran udara yang berfungsi untuk membantu pertukaran
gas untuk pernafasan selama penggenangan. Dengan demikian mangrove
tidak bisa hidup dengan baik. Apabila hal ini berlangsung terus-menerus maka
akan dapat dipastikan pohon mangrove itu akan mati.
Tidak hanya pohon mangrove, makhluk hidup yang tinggal di dalamnya
juga kan terkena dampak dari sampah-sampah tersebut. Ikan-ikan dan udang

PUTU RUSDI ARIAWAN 9


yang hidup di genangan air hutan mangrove, satu perasatu akan mati
keracuanan dan lama-kelamaan menghilang dari huatn mangrove.

2. Limbah Industri
Tidak hanya masyarakat sekitar sungai, tetapi limbah industri juga
berperan penting dalam proses rusaknya hutan mangrove. Zat-zat beracun dari
limbah pabrik menyebabkan matinya satwa yang hidup di hutan mangrove.
Setelah diadakan penelitiian diketahui bahwa air sungai telah bercampur
dengan bahan-bahan kimia aktif, terutama berasal dari limbah industri. Salah
satu industri yang mempunyai daya pencemar tinggi antara lain industri
tekstil, yang menyebabkan pencemaran merupakan ancaman serius bagi
ekosistem hutan mangrove.
Berdasarkan penelitian, zat pencemar yagn terdapat dalam limbah
industri tekstil diantaranya:
1. zat organik,
2. zat warna,
3. gara-garam melarut, dan
4. logam
luasnya pencemaran oleh suatu industri tergantung pada:
1. kapasitas produksi, yaitu banyaknya produk yang dihasilkan makin
tingg produk makin besar kemungkinan jumlah limbahnya,
2. proses produksi,
3. cara penyaluran buangan , dan
4. lokasi industri.
sama halnya dengan sampah yang berasal dari rumah tangga, limbah industri
juga akan mengalir ke laut dan akan meracuni ekosistem hutan mangrove.
Belum lagi dalam tahun-tahun terakhir, banyak kawasan pantai yang dijadikan
kawasan industri baru. Keadaan ini tentu saja merupakan ancaman laut. Pada
umumnya industri-industri tersebut membuang limbah ke sungai itu akan
bermuara ke laut.

PUTU RUSDI ARIAWAN 10


3. Tumpahnya Minyak Ke Laut
Tumpahnya minyak merupakan kasus yang bagus untuk dipelajari
dalam kaitannya dengan rusaknya ekosistem hutan mangrove. Walaupun
minyak mentah suah tumpah berkali-kali ke lautan dari kapal tanker atau dari
sumur bor yang berada di lepas pantai, belum begitu banyak ahli yang
melakukan tindakan pengamanan. Padahal minya-minyak yang tumpah
tersebut dapat mengganggu kelangsungan hidup hutan mangrove.
Apabila minyak tersebut tumpah pada waktu laut pasang, minyak
tersebut akan mengapung di permukaan laut. Apa yang terjadi bila air laut
surut? Minyak-minyak yang mengapung tadi akan turun dan menutupi akar
udara pohon mangrove yang dimana nantinya akar-akar tersebut akan
digunakan pohon mangrove untuk bernafas pada saat air sedang pasang.
Apabila kerusakan akibat tumpahan minyak tersebut diteliti lebih
seksama, kerusakan tersebut meliputi kerusakan keindahan hutan mangrove,
matinya beberapa jenis burung, ikan dan udang serta terganggunya ekosistem
hutan mangrove.

PUTU RUSDI ARIAWAN 11


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan mengambil salah satu objek kawasan hutan
mangrove Suwung yang berada di Denpasar Selatan pada kisaran tanggal
25 – 28 Maret 2006.

3.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk menggambarkan
kondisi persebaran hutan mangrove, kondisi kerusakan dan rehabilitasi hutan
mangrove Suwung, program penanganan rehabilitasi yang untuk mewujudkan
tujuan yang diharapkan.

3.3 Populasi Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat kalangan instansi
Mangrove Information Center yang berada di kawasan hutan mangrove Suwung
maupun masyarakat peneliti lingkungan lainnya baik di kalangan Perguruan
Tinggi maupun di instansi pemerintahan yang terkait langsung/tidak langsung
dalam penanganan masalah lingkungan.

3.4 Data
3.4.1 Sumber data
Dalam penulisan paper ini penulis memperoleh data dari beberapa
literatur, hasil observasi lapangan serta keterangan dari para responden/informan
yang berhubungan dengan penelitian yang dilaksanakan. Pencarian sumber
pustaka dilakukan secara selektif dengan memperhatikan beberapa kriteria, yaitu
kemutakhiran dan relevansi sumber dengan permasalahan yang telah dirumuskan.
Sedangkan sampel data observasi dan responden dipilih yang representatif dengan
populasinya yang pengumpulannya menggunakan instrumen seperti kamera
digital.

PUTU RUSDI ARIAWAN 12


3.4.2 Jenis data
Pada penulisan paper ini digunakan data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi yang diperoleh sendiri dari hasil observasi berupa foto-foto, hasil
wawancara. Data sekunder meliputi data-data teoritis yang tidak diperoleh sendiri
pengumpulannya oleh penulis melainkan didapat dari berbagai sumber pustaka
berupa buku, laporan dari instansi terkait, jurnal, dan internet yang relevan dengan
permasalahan yang telah dirumuskan.

3.4.3 Analisis Data


Akhirnya setelah data terkumpul, dilakukan diskusi untuk merumuskan
hipotesis, menganalisis serta membahas masalah berdasarkan atas penelaahan
kepustakaan dan observasi tersebut. Dalam penelitian ini, data-data dianalisis
secara deskriptif. Data-data yang ada di dalam literatur dibahas dan dikaji ulang
(studi literatur) untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan akurat.
Sedangkan data-data yang diperoleh dari responden wawancara serta observasi
lapangan dibahas, dikaji dan ditarik generalisasi deskripsi sehingga diperoleh
kebenaran riil dari tujuan penelitian yang diharapkan.

3.5 Alur analisis

Alur analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Alur analisis metodelogi

PUTU RUSDI ARIAWAN 13


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Persebaran Hutan Mangrove di Bali


Hutan Mangrove di Bali tersebar di beberapa lokasi pada areal seluas
3.067,71 Ha, terdiri dari 2.177,5 Ha di dalam kawasan hutan dan 890,4 Ha di luar
kawasan hutan. Tiga lokasi terluas di mana terdapat Hutan Mangrove adalah
Tanjung Benoa dan Pulau Serangan/Tahura (Taman Hutan Raya) Ngurah Rai
(1.373,5 Ha), Nusa Lembongan (202 Ha), dan Taman Nasional Bali Barat
(602 Ha).

Gambar 4.1 Lokasi penyebaran mangrove di Bali

a. Tanjung Benoa
Hutan di kawasan Tanjung Benoa atau yang di kenal dengan Hutan
Mangrove Suwung 1 .373,5 Ha dimana 815 Ha-nya merupakan hutan lindung dan
148 Ha merupakan taman nasional dan 410 Ha merupakan hutan produksi. Sekitar
402 Ha digunakan sebagai tambak dan berbagai jenis kegunaan lainnya.
Diperkirakan luas area hutan mangrove yang tersisa di Tanjung Benoa berdasarja
foto udara, termasuk pulau serangan hampir mendekati 932 Ha.

PUTU RUSDI ARIAWAN 14


Secara geografis hutan Tanjung Benoa terletak pada 115° 11’-115°14’
Bujur Timur dan 8° 42’-8°47’ Lintang Selatan.

Gambar 4.2 Lokasi penyebaran mangrove di Tanjung Benoa bagian Utara

Gambar 4.3 Lokasi penyebaran mangrove di Tanjung Benoa bagian Selatan

PUTU RUSDI ARIAWAN 15


b. Taman Nasional Bali Barat
Taman Nasional Bali Barat tersebar di sepanjang garis pantai Tanjung
Benoa sampai pulau Menjangan. Hutan mangrove disini merupakan hutan
mangrove terluas kedua setelah tanjung benoa, akan tetapi jenis-jenis mangrove
nya lebih beragam dan kondisi dari hutan yang ada lebih baik dari lokasi yang
lain.

Gambar 4.4 Lokasi penyebaran mangrove di Taman Nasional Bali Barat

c. Semenanjung Gilimanuk
Total area hutan mangrove di area semenanjung Gilimanuk kira-kira 355
Ha. Secara geografis, hutan mangrove di semenanjung gilimanuk berlokasi di
114° 26’-114°29’ bujur timur dan 8°8,5’- 8°11,3’ lintang selatan.
Jika dibandingkan dengan lokasi lain yang sudah terdata, hutan Gilimanuk
memiliki keanekaragaman species terbanyak.

Gambar 4.5 Lokasi penyebaran mangrove di Semenanjung Gilimanuk

PUTU RUSDI ARIAWAN 16


d. Nusa Lembongan
Terdapat 200 ha hutan mangrove pada lokasi ini. Berlokasi pada sebelah
timur laut dari pulau Nusa Lembongan dan sepanjang timur garis pantai. Secara
umum, spesies yang terbanyak adalah S.alba, R.stylosa dan R.apiculata. Di antara
semenanjung, ketinggian rata-rata tanaman diatas 12m dimana sepanjang pantai
timur, ketinggian tanaman mencapai 5m. Sepanjang daerah daratan semenanjung,
tanaman yang dominant adalah C.tagal, X.granatum dan A officinalis dengan
ketinggian mencapai 3m. Kondisi komunitas mangrove yang ditemukan
menyerupai yang ada di Pulau Serangan.

Gambar 4.6 Lokasi penyebaran mangrove di Nusa Lembongan

4.2 Kondisi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Hutan Mangrove Suwung


Dari hasil tinjauan di lapangan dan beberapa sumber wawancara, dapat
dikatakan kondisi hutan mangrove di Suwung pada saat ini mengalami perubahan
positif. Dibandingkan dengan data yang didapat dari Departemen Kehutanan pada
tahun 2002, yang menunjukkan pada saat itu kawasan hutan mangrove di
Kabupaten Badung yang meliputi hutan mangrove Suwung masih mengalami
tingkat kerusakan yang lumayan berat.

PUTU RUSDI ARIAWAN 17


Tingkat Total Luas (Ha)
No Kabupaten
Kerusakan K NK
1 Badung Tidak rusak - -
Rusak Sedang 1.185 -
Rusak Berat 2.919 -
4.104 -
4.104
Ket : NK = Non Kawasan Hutan
K = Kawasan Hutan
Tabel 4.1 Luas mangrove berdasarkan tingkat kerusakannya di Kabupaten Badung

Adapun permasalahan yang dihadapi hutan mangrove Suwung sekarang


ini antara lain adalah :
1. Adanya tekanan dari penduduk sekitar (Suwung Kauh) yang selalu
membuang sampah atau limbah rumah tangga ke kali yang bermuara ke
kawasan hutan mangrove suwung.
Sampah atau limbah rumah tangga selalu menjadi kendala utama dalam
pengelolaan hutan mangrove Suwung. Hal ini karena akibat dari terus
meningkatnya jumlah dan kepentingan masyarakat di daerah Suwung.

Gambar 4.7 Sampah dan limbah rumah tangga yang bermuara ke hutan mangrove
Suwung

PUTU RUSDI ARIAWAN 18


Dari kondisi yang dilihat, dampak sampah tersebut akan berpengaruh langsung
terhadap keberadaan hutan mangrove. Dampak sampah, khususnya sampah
plastik terhadap kelangsungan hidup mangrove yang paling rawan adalah:
a. Sampah plastik sangat rawan terhadap jenis Sonneratia dan Avicennia.
Karena jika jenis ini ditutupi oleh sampah plastik maka pasokan udara akar
akan berkurang. Oleh karena itu, dapat menghambat pertumbuhan, dan
lambat laun akan mati.
b. Selain berbahaya untuk jenis Sonneratia dan Avicennia, sampah plastik
juga sangat berbahaya untuk jenis lainnya. Hal ini dikarenakan dapat
mengurangi kesuburan tanah.
c. Begitu pula halnya dengan sampah lain. Berbahaya, namun, tidak terlalu
rawan. Karena dapat diuraikan oleh mikroorganisme ataupun hanya akan
memperburuk kelestarian dan keindahan alam sekitar.

2. Adanya pemanfaatan lahan mangrove untuk sektor lain (pemerintah/


swasta) seperti Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) dan Instalisasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Sekitar ± 40 Ha lahan hutan mangrove di Suwung telah dijadikan Tempat
Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang direncanakan pemerintah daerah.
Keberadan ini sendiri telah mengancam kondisi lingkungan hutan
mangrove Suwung.

Adapun upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan hutan


mangrove di Suwung tersebut, maka pemerintah melalui Departemen Kehutanan
bekerja sama dengan Japan International Coorperation Agency (JICA)
membentuk sebuah lembaga Pusat Informasi Mangrove (Mangrove Information
Center). Lembaga Pusat Informasi Mangrove atas persetujuan Departemen
Kehutanan telah melakukan langkah-langkah antara lain :
a. Menetapkan ketentuan/kebijakan bahwa setiap pemanfaatan kawasan
hutan mangrove harus diganti areal yang luasnya dua kali lipat dari areal
yang digunakan dan lokasinya berdekatan.

PUTU RUSDI ARIAWAN 19


b. Merehabilitasi hutan mangrove dan penutupan tambak yang tidak
digunakan lagi untuk direhabilitasi kembali menjadi hutan mangrove.
Pada tahun 2003, lembaga ini telah merehabilitasi ± 20 Ha hutan
mangrove di daerah Sanur – Suwung. Dan di tahun 2005 juga melakukan
rehabilitasi ± 50 Ha hutan mangrove di tempat yang sama.
Perlu diketahui juga, sejak tahun 2000 sampai sekarang setiap tahunnya
dilakukan penanaman bibit mangrove sebanyak 50000 batang.
c. Meningkatkan penyuluhan mengenai peranan hutan mangrove terhadap
kepentingan hidroorologi daerah pantai, menjaga instrusi dan abrasi,
sebagai habitat satwa, konservasi sempadan pantai dan lain-lain.
d. Meningkatkan pengamanan terhadap gangguan hutan melalui koordinasi
dengan masyarakat/LSM, dan Pemerintah. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi penyerobotan lahan sehingga terhindar dari pemanfaatan lahan
hutan yang sewenang-wenang.
e. Kerjasama dengan luar negeri, sekolah-sekolah, dan perguruan tinggi.

4.3 Peranan dan Manfaat Hutan Mangrove secara Umum


Mangrove sangat berperan dalam keseimbangan ekosistem. Ekosistem
merupakan hubungan aksi interaksi antara komponen biotik dan abiotik di
lingkungan alam. Lingkungan abiotik terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan
plankton. Sedangkan abiotik adalah air, tanah, dan udara.
Dalam aksi interaksi tersebut antara lain:
a. Mencegah abrasi pantai
Akar mangrove dapat mencegah abrasi pantai, sehingga melindungi
populasi manusia yang hidup di daerah sekitar hutan mangrove tersebut.
Serta melindungi hewan-hewan dari gelombang laut.
b. Ruang terbuka hijau kota
Dalam sistem respirasi manusia dan hewan dengan tumbuhan (dalam hal
ini mangrove) memiliki hubungan saling ketergantungan. Manusia dan

PUTU RUSDI ARIAWAN 20


hewan memberikan karbondioksida sementara mangrove menghasilkan
oksigen, sehingga udara kota pada siang hari tidak terlalu panas.
c. Mencegah rembesan air laut
Pada akar mangrove terdapat sebuah filter, yang berfungsi untuk
menyaring garam-garam laut yang akan merembes melalui air tanah ke
daratan. Tanpa mangrove, penduduk yang masih bergantung pada air
sumur tidak akan menikmati air tawar.

Selain itu, hutan mangrove juga bermanfaat untuk :


a. Sebagai sumber makanan ikan
Seresah daun mangrove akan diubah oleh mikroorganisme dan
makroorganisme pengurai detritus (hara) kemudian menjadi bioplankton
sebagai makanan binatang laut.
b. Sarang burung
Hutan mangrove dengan tajuknya yang rapat dan rata, serta serta selalu
hijau merupakan tempat yang disukai burung untuk membuat sarang dan
bertelur.
c. Penghasil arang
Famili Rhizophoraceae seperti Rhizophora apiculata, Rhizophora
mucronata, Bruguilera gymnorrhiza memiliki karakter yang baik sebagai
bahan baku arang karena menghasilkan panas yang tinggi dan awet. Arang
yang terbuat dari jenis ini memiliki kualitas khusus yang mirip arang
bincho dari Jepang seperti berat yag spesifik, keras dan mudah terbakar.
Ditinjau dari segi harga, harga FOB arang yaitu US$ 1.000 per 10 ton,
sedangkan harga di pasar lokal yaitu Rp. 700,00 / Kg.
d. Penghasil tannin
Tannin adalah ekstrak dari kulit kayu jenis Rhizophora apiculata,
Rhizophora mucronata, dan Cylocarpus granatum. Tannin ini diekspor
dalam jumlah besar dan digunakan untuk menyamak produk kulit , seperti
sepatu, tas, dan lain-lain.

PUTU RUSDI ARIAWAN 21


e. Penghasil nipah
Nipah adalah yang bermanfaat bagi masyarakat setempat. Daunnya
digunakan sebagai atap rumah dan dapat bertaan sampai lima tahun serta
hanya memerlukan sedikit biaya pemeliharaan. Selain itu bijinya bisa
dipakai makanan, urap, campuran dan lain-lain.
f. Penghasil obat-obatan
Beberapa jenis mangrove dapat digunakan sebagai obat tradisional. Air
rebusan Rhizophora apiculata dapat digunakan sebagai astrigent, kulit
Rhizophora mucronatadapat digunakan untuk menghentikan pendarahan.
Air rebusan Cerops tagal dapat digunakan sebagai antiseptik, air rebusan
Acanthus illicifolitus dapat digunakan obat diabetes.
g. Pariwisata dan ekowisata
Keberadaan hutan mangrove di daerah pantai menciptakan pesona
panorana alam yang khas. Dengan keanekaragaman satwa yang hidup dan
berkembang biak di alam. Hal itu yang menjadi daya tarik bagi wisatawan
untuk mengunjungi hutan mangrove. Untuk kegiataan ekowisata di hutan
mengrove antara lain
1. Tracking di atas jembatan kayu yang panjangnya mencapai 1427 meter
2. Tempat peristirahatan di tengah jalur mangrove.
3. Geladak terapung
4. Tower untuk mengamati burung

Gambar 4.8 Peta wisata hutan mangrove di Pusat Informasi Mangrove Suwung

PUTU RUSDI ARIAWAN 22


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada pembahasan dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Mangrove merupakan ekosistem yang sangat khas, sehingga manfaatnya
bukan hanya dari kayu saja, tetapi juga berbagai jasa lingkungan lainnya yang
sangat penting bagi pendukung kehidupan. Sehingga hilangnya mangrove,
secara total akan memberikan dampak kerugian yang sangat besar bagi nilai
ekonomi maritim Indonesia.
2. Perkembangan kondisi lingkungan hutan mangrove Suwung dari tiap
tahunnya mengalami perkembangan yang baik, karena adanya upaya
rehabilitasi serta penanaman bibit baru pada lahan sekitarnya.
3. Sampah atau limbah rumah tangga masih menjadi kendala utama dalam
pengelolaan hutan mangrove Suwung, yang dikarenakan kekurangsadaran
masyarakat sekitar (Suwung Kauh) yang masih membuang sampah atau
limbah rumah tangga ke kali yang bermuaka ke hutan tersebut.
4. Hutan mangrove memiliki peranan dan manfaat yang sangat baik Ekosistim
sekitar dan memiliki nilai ekonomi yang dapat diandalkan.

5.2 Saran-Saran
1. Dalam rangka mempertahankan bahkan kemungkinan meningkatkan nilai
ekonomi maritim Indonesia, Pemerintah perlu menyetop kegiatan konversi
hutan mangrove ke bentuk apapun.
2. Pemerintah daerah harus lebih giat lagi melakukan penyuluhan atau sosialisasi
pentingnya keberadaan hutan mangrove kepada masyarakat yang bertempat
tinggal di sekitar kawasan hutan mangrove.
3. Kegiatan pengelolaan mangrove yang optimal harus dihitung atas dasar
kepentingan ekonomi, ekologis, dan sosial yang berimbang. Sehingga
diperlukan zona-zona pemanfaatan mangrove yang mengakomodir

PUTU RUSDI ARIAWAN 23


kepentingan perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan mangrove secara
tepat.
4. Semua peraturan perundangan yang terkait dengan mangrove perlu ditegaskan
secara tegas bagi para pelanggar yang menyebabkan rusaknya mangrove.
Partisipasi seluruh stake holders dalam konservasi mangrove supaya terus
ditingkatkan.

PUTU RUSDI ARIAWAN 24


DAFTAR PUSTAKA

http://www.lin.go.id/dokumen/130404LIHA0002/Hutan%20Mangrove.doc

Kitamura, S., Anwar, C., Chaniago, A., Hayashi, S., Muthalib, A., Sudarma, R..
1997. Distribution of Mangrove Species and Availability of Seed
Collecting Forests on the Islands Bali and Lombok. The Development of
Sustainable Mangrove Management Project. Ministry of Forestry and
JICA. pp. 64

MIC. Basic Understanding og Mangrove – Pengertian Dasar Mangrove (Bakau).


The Development of Sustainable Mangrove Management Project. Ministry
of Forestry and Estate Crops and JICA.
Departemen Kehutanan. 2002. Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove. Jakarta.
Dinas Kehutanan Bali. 2002. Hutan Mangrove di Bali (Potensi dan Manfaatnya).
Proyek Rehabilitasi Hutan dan Penghijauan Kota di Kabupaten Bangli,
Buleleng, Karangasem, Jembrana, Gianyar dan Kota Denpasar. Denpasar.
MIC. Mengenal Hutan Mangrove. Denpasar.

PUTU RUSDI ARIAWAN 25


BIODATA PENULIS

Nama : Putu Rusdi Ariawan

TTL : Denpasar. 19 April 1990

Agama : Hindu

Mahasiswa Teknik Elektro Unv. Udayana

Email : turusdi.info@gmail.com

www.facebook.com/turusdi

PUTU RUSDI ARIAWAN 26

Anda mungkin juga menyukai