Anda di halaman 1dari 8

Penawaran Studi

KONDISI INDUSTRI BAJA INDONESIA


HADAPI PASAR BEBAS AC-FTA, 2010
Juni, 2010
Kondisi industri baja tahun 2008 mengalami pencapaian spektakuler, namun tahun
berikutnya 2009 jatuh hingga ketitik ekstrim. Meski pada 2008 paruh pertama sektor ini mampu
mencetak laba signifikan dari pergerakan harga baja di pasar dunia, namun keuntungan yang
diraih produsen pupus hanya dalam waktu tiga bulan. Sejumlah perusahaan baja hulu dan hilir
meraup untung dari tingginya harga baja dunia seperti HRC-hot rolled coil yang sempat
menembus US$ 1.250 per ton pada Juli 2008, namun sejak September harga baja merosot dengan
cepat hingga hanya US$ 450 per ton pada Desember tahun itu juga. Merosotnya harga baja HRC
tersebut bertahan hampir di sepanjang tahun 2009, bahkan Mei 2009 mencapai titik terendah
hanya US$ 395 per ton.

Dengan demikian, kinerja produksi dan penjualan industri baja di dalam negeri merosot
drastis sepanjang 2009. Sehingga tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang (utilisasi) tercatat hanya
35%-40% dari kondisi normal yang berkisar 60%.Sementara itu, dari sisi konsumsi juga cenderung
stagnan dibandingkan dengan penyerapan pasar pada 2008 yang mencapai 10 juta ton. Penurunan
produksi pemanfaatan bahan baku berupa bijih besi dan produk baja setengah jadi (semi finished)
yang sebagian besar dipasok dari impor itu merosot tajam. Kemerosotan kinerja sepanjang 2009
tersebut disebabkan imbas resesi keuangan dunia yang menekan harga baja hingga lebih dari 50%.

Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Februari 2010 menunjukkan nilai
impor produk besi dan baja (kelompok pos tarif No. 72) sepanjang 2009 merosot 47,37% dari
US$8,282 miliar menjadi hanya US$4,357 miliar.Pada sisi lain, impor barang dari besi dan baja (HS
No. 73) pada 2009 juga merosot 16,55% dibandingkan dengan 2008 dari US$3,335 miliar menjadi
US$2,783 miliar. Sehingga berdsarkan data itu, Sehingga berdasarkan data Kementerian
Perindustrian (Kemenperin), sepanjang 2009 pertumbuhan industri logam dasar besi dan baja
merosot ke titik terendah sepanjang 5 tahun terakhir menjadi -7,19% dibandingkan dengan 2008
yang masih tumbuh sebesar 1,3%.

Kondisi harga baja dunia baru pulih mengalami peningkatan yang cukup signifikan di
penghujung tahun 2009, dimana pada Desember 2009 harga HRC dunia menyentuh US$ 585 per
ton dan Februari 2010 meningkat menjadi US$ 620 per ton. Diperkirakan pada tahun ini harga
HRC dunia bisa menembus titik tertinggi US$800 per ton, di didorong oleh kenaikan harga bijih
besi (iron ore) dan pemulihan ekonomi global sejak November 2009.

World Steel Association (Worldsteel), mengungkapkan negara-negara pemasok bijih besi,


seperti Brazil dan Australia, kini meningkatkan harga bahan baku karena China, India, dan
Kawasan Timur Tengah masih menjaga kestabilan produksi baja di titik tertinggi. Sementara itu,
harga besi bekas (scrap) yang menjadi bahan baku kelompok baja long product, seperti besi profil
dan penunjang infrastruktur, juga meningkat di kisaran yang lebih rendah.

China sebagai produsen baja terbesar di dunia memiliki pasokan baja yang sangat
melimpah dalam menghadapi kenaikan permintaan tahun ini.Di tengah resesi global, China justru
memacu produksi baja secara besar-besaran hingga melonjak 13,5% menjadi 567,8 juta ton. Karena
itu, kalangan pengusaha mengkhawatirkan dampak implementasi liberalisasi pasar ASEAN-
China Free Trade Agreement (ACFTA) yang dapat memacu impor baja secara besar-besaran dari
China. Bahkan, Kementrian Perindustrian sempat memprediksikan implementasi ACFTA dapat
menyebabkan impor baja asal China pada 2010 meroket 170,76% dibandingkan dengan realisasi
impornya pada 2009 dari 554.000 ton menjadi 1,5 juta ton.

Implementasi ACFTA akan menyebabkan nilai komponen bea masuk produk baja China
dihapuskan, padahal China masih memberikan fasilitas export VAT rebate (subsidi pajak) 9%-13%
di sektor baja. Keadaan itu menyebabkan harga baja China semakin kompetitif dibandingkan
dengan produk baja lokal. Akibatnya harga baja dunia bisa mereka kendalikan, sedangkan
produsen di dalam negeri sulit menyaingi China karena dihadapkan pada kenaikan biaya
produksi, bahan baku, transportasi, begitu juga belanja pemerintah yang menyerap produk baja
lokal masih rendah.

Dalam menghadapi pasar bebas ACFTA ini, pemerintah berencana memundurkan jadwal
pelaksanaannya, khusus untuk produk baja yang semula tahun ini menjadi pada 2018. Begitu juga
upaya Kemenperin untuk memperketat produk impor baja asal China dengan menerapkan SNI
wajib untuk sejumlah produk yang belum ber-SNI, seperti CRC (cold rolled coil). Kemudian
Permendag No.21/ M-DAG/PER/6/2009, tentang importasi produk baja dan besi wajib
diverifikasi lebih dahulu di pelabuhan asal muat, terhitung mulai 25 Juli 2009.

Di sisi lain, untuk meningkatkan daya saing, PT Krakatau Steel di antaranya akan
mempercepat pembangunan pabrik baja hulu PT Meratus Jaya tahun ini di Kalimantan Selatan
senilai US$ 250 juta. Meratus merupakan usaha patungan (joint venture) PT Krakatau Steel dan PT
Aneka Tambang Tbk. Berikutnya, bekerjasama dengan BUMN Korea Selatan, Pohang Iron and
Steel Company (Posco), Agustus 2010 ini PT KS akan memulai pembangunan tahap I pabrik plate
mill dengan kapasitas produksi 3 juta ton di Cilegon Banten. Rencana ini merupakan bagian dari
rencana pembangunan pabrik baja terpadu berbasis baja canai panas (hot rolled coils/HRC), slab
(bahan baku pelat dan HRC) dan pelat baja berkapasitas total 6 juta ton senilai investasi US$6
miliar. Bahkan untuk menargetkan perolehan dana Rp 1 – 2 trilun, PT KS akan segera melakukan
penawaran umum (initial public offering/IPO) pada Oktober 2010 di Bursa Efek Jakarta.

Karena itu, sangat menariknya kondisi dinamika industri baja belakangan ini, PT Media
Data Riset sebagai salah satu perusahaan jasa penyedia data dan informasi, telah menyusun
kajian “Kondisi Industri Baja di Indonesia dalam Menghadapi Pasar Bebas AC-FTA”. Dalam
studi ini, dibahas kondisi terkini industri baja hulu (bahan-baku dan baja dasar), baja kasar (slab
dan bilet), baja antara HRC/CRC serta berbagai produk hilirnya. Kajian ini meliputi kapasitas
produksi, perkembangan produksi, proyek baru & perluasan, konsumsi, proyeksi konsumsi,
perkembangan harga dan prospeknya.

Dengan kelengkapan studi ini, menjadikan laporan yang tersaji sangat bermanfaat bagi
para pelaku di sektor industri baja, calon investor, lembaga pembiayaan, maupun industri terkait
lainnya. Buku studi ini kami susun dalam dua jilid, yaitu jilid pertama mengenai industri baja
hulu dan setengah jadi, selanjutnya jilid kedua tetang industri baja hilir. Buku studi ini kami
tawarkan seharga Rp 6.500.000 (Enam juta lima ratus ribu rupiah) per copy (dua jilid) untuk versi
bahasa Indonesia, atau US$ 900 (Sembilan ratus US Dollar) per copy (dua jilid) dalam versi bahasa
Inggris. Peminat dapat langsung menghubungi PT Media Data Riset, Jakarta, melalui telepon
(021) 809 6071, 809 3140 atau melalui faksimile (021) 809 6071 atau e-mail info@mediadata.co.id,.
Formulir Pemesanan terlampir. Pemesanan untuk luar negeri atau luar Jakarta akan ditambah
biaya pengiriman.

Demikian penawaran ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan
terima kasih.

Jakarta, Juni 2010


PT Media Data Riset

Drh. H. Daddy Kusdriana M.Si


Direktur Utama
DAFTAR ISI
KONDISI INDUSTRI BAJA INDONESIA
HADAPI PASAR BEBAS AC-FTA, 2010
Juni, 2010

1. PENDAHULUAN 3.4.1. Perkembangan pasok ferrous scrap


1.1. Latar Belakang dunia dan dampaknya di ASEAN
1.2. Tujuan 3.4.2. Analisa konsumsi baja scrap di
1.3. Ruang Lingkup Asean
1.4. Pendekatan dan Metode Penelitian 3.5. Industri baja di China
3.5.1. Perkembangan Ekonomi China
2. KONDISI MAKRO INDUSTRI BAJA 3.5.2. Indusri baja tumbuh moderat pada
NASIONAL tahun 2008
2.1. Gambaran Umum Tentang Baja. 3.5.3. Impor dan ekspor produk baja
2.1.1. Proses Pembuatan Baja China tahun 2008
2.1.2. Klasifikasi Baja 3.5.4. Revitalisasi industri baja China
2.1.3. Tipe Baja 3.6. Industri Baja China dan Dampaknya di
2.1.4. Pengaruh Beberapa Unsur Paduan Asia Tenggara
dalam Baja. 3.7. Ekspor baja China dan dampaknya di
2.1.5. Spesifikasi Baja Secara Umum. Asean
2.1.6. Struktur/Pohon Industri 3.8. Dampak pelemahan harga baja China di
2.2. Permasalahan yang Dihadapi Industri Asia Tenggara
Baja. 3.8.1. Harga baja di China menurun
2.2.1. Ketergantungan Bahan Baku Baja 3.8.2. Pergerakan harga baja
dari Impor 3.8.3. Implikasi pergerakan harga baja
2.2.2. Supplay Energi Gas dan Listrik 3.9. Industri baja di India
Tidak Mencukupi 3.9.1. Kebutuhan baja domestik India
2.2.3. Manipulasi Nomor HS (Harmony 3.9.2. Produksi baja domestic India
System) 3.9.3. Bijih besi dan scrap
2.2.4. Dampak Pasar Bebas ACFTA 3.9.4. Nippon Steel dan Tata bangun
2.3. Kondisi Umum Industri Baja Nasional pabrik steel sheet di India
2.3.1. Perkembangan Kapasitas Produksi 3.10. Industri Baja Indonesia ditengah
2.3.2. Gambaran Pemain Utama Persaingan Global
2.3.3. Perkembangan Produksi 3.10.1. Pertumbuhan Industri Baja
2.3.4. Harga Baja Tengah Cenderung Konservatif
Pulih 3.10.2. Industri baja Indonesia rugi Rp
2.3.5. Investasi Baru dan Perluasan 3,76 triliun akibat CAFTA
2.4. Impor Baja Indonesia 3.10.4. Perlu Kaji Strategi Konsolidasi
2.4.1. Perkembangan Impor 3.10.5. Bentuk IISIA
2.4.2. Wajib Verifikasi Impor 3.10.6. Pelaksanaan SNI industri baja
2.4.3. Baja impor ilegal marak harus diperketat
2.5. Ekspor Baja Indonesia
2.5.1. Lonjakan Ekspor Tidak Ada Nilai 4. KEBIJAKAN PEMERINTAH
Tambah 4.1. Tarif Bea Masuk (BM)
2.6. Konsumsi Indonesia Masih Rendah 4.2. Harmonisasi Tarif
4.3. Baja Tertentu Kembali Dikenakan BM
3. PASAR BAJA DI ASEAN, 2008 - 2009 0%
3.1. Kondisi Ekonomi 4.4. Impor Baja Canai Panas dari 5 Negara
3.2. Paket Stimulus Sempat Dikenai BMAD
3.3. Industri baja ASEAN sebelum dan 4.5. Kebijakan Impor Baja Khusus
setelah krisis ekonomi global 4.5.1. BM 0% untuk 4 Sektor Industri
3.3.1. Supply dan Demand Baja Asean 4.5.2. 12 Perusahaan Dapat Fasilitas Bea
3.3.2. Pelemahan ekonomi dampaknya Masuk Baja 0%
pada permintaan baja 4.6. ACFTA baja bakal diundur hingga 2018
3.3. Konsumsi apparent steel ASEAN turun 4.7. Standar Nasional Indonesia (SNI)
tajam setelah krisis global 4.7.1. Revisi SNI Wajib Baja
3.4. Pasok Scrap dunia dan Asean 4.7.2. Kemenperin Perluas SNI Wajib
Produk Baja
4.7.3. Tarif BM Produk Baja Hilir Masih 6.1.8. Impor-Ekspor Slab
Rendah 6.1.9. Konsumsi Meningkat 6,4% per
4.8. Impor baja wajib verifikasi Tahun
4.8.1. Pengecualian 6.1.10. Perkembangan Pasar
4.8.2. Perlindungan konsumen 6.2. Long Products (Billet)
4.8.3. Pembatasan impor baja efektif 6.2.1. Deskripsi Produk
tekan selundupan 6.2.2. Proses Produksi
4.9. Siapkan safeguards kawat 20 Jan 2010 6.2.3. Spesifikasi Produk
6.2.4. Pos Tarif
5. INDUSTRI LOGAM BAJA DASAR 6.2.5. Produsen Billet dan Kapasitasnya
5.1. Bahan Baku Industri Logam Baja 6.2.6. Perkembangan Produksi Billet dan
5.1.1. Pasir Besi/Bijih Besi Ingot
5.1.2. KS Cari Bahan Baku 6.2.7. Impor-Ekspor Billet/Ingot Baja
5.1.3. Impor Bijih Besi Masih Sangat 6.2.8. Konsumsi Nasional Bllet dan Ingot
Tinggi Baja
5.1.4. Ekspor Bijih Besi
5.2. Iron and Steel Making Industry 7. INDUSTRI HOT ROLLED COIL/PLATE
5.2.1. Gambaran Permasalahan (HRC/P)
5.2.2. Deskripsi produk dan proses 7.1. Deskripsi Produk
pembuatan 7.2. Proses Produksi
5.2.3. Perkembangan Teknologi 7.3. Produsen HRC/Plate
Peleburan Produksi Baja 7.4. Investasi Baru
5.2.4. Pabrik Pig Iron Dengan Tanur Tiup 7.5. Perkembangan Produksi
Mini 7.6. Bakrie Pipe serap terbesar penjualan
5.2.5. Nilai Ekonomi dan Investasi Pabrik domestik HRC PT KS
DRI dan Pig Iron 7.7. Biaya Produksi
5.2.6. Pos Tarif 7.8. Impor-Ekspor HRC/P
5.2.7. Produsen dan Kapasitas 7.8.1. Impor Alami Penurunan
5.2.8. Investasi Baru 7.8.2. Impor HR-Coil Menurut Negara
5.2.9. Produksi Turun Asal
5.2.10.Hingga 2008 Import Meningkat 7.8.3. Impor HR-Plate Menurut Negara
Terus Asal
5.2.11. Impor dari Rusia Masih Potensial 7.8.4. Ekspor HRC/Plate
5.2.12. Ekspor 2006 melonjak 7.8.5. Ekspor Menurut Negara Tujuan
5.2.13. Negara Tujuan Ekspor 7.8.6. Harga di Pasar Internasional
5.2.14. Konsumsi Cenderung negatif 7.8.7. BMAD HRC Sempat Picu
5.2.15. Perkembangan Pasar Kenaikan Harga dan Kelangkaan
5.3. Pengadaan Besi Scrap Pasok
5.3.1. Kebutuhan Scrap 7.9. Jumlah Pasok/Suplai di Dalam Negeri
5.3.2. Ekspor Relatif Kecil 7.9.1. Konsumsi oleh Industri CRC/S
5.3.3. Impor Scrap Sangat Tinggi 7.10. Kebijakan Pemerintah
5.3.4. Pasok Besi Tua (Scrap) Semakin 7.10.1. Kebijaksanaan Investasi dalam
Terbatas Industri HRC/P
5.3.5. Konsumsi Scrap di Dalam Negeri 7.10.2. Kebijakan Impor HRC (BM
5.3.6. Total Suplay Bahan Baku Baja ACFTA 0%)
5.3.7. Konsumsi Bahan Baku Industri 7.10.3. Prospek Industri HRC/P di
Baja Indonesia

6. INDUSTRI BAJA KASAR/PRODUK 8. INDUSTRI BAJA COLD ROLLED


ANTARA (SLAB, BILLET/INGOT) COIL/SHEET (CRC/S)
6.1. Flat Steel Products (Steel Making/Slab) 8.1. Proses Produksi
6.1.1. Deskripsi Produk 8.2. Produsen dan Kapasitas Terpasang
6.1.2. Proses Pembuatan CRC/Sheet
6.1.3. Spesifikasi Produk 8.3 Perkembangan Produksi CRC/S
6.1.4. Pos Tarif 8.3.1. Terpengaruh Kondisi Baja Dunia
6.1.5. Produsen dan Kapasitas Produksi dan Kebijakan BM
6.1.6. Investasi Baru 8.3.2.Produksi Krakatau Steel
6.1.7. Produksi Cenderung Meningkat Meningkat Terus
Lagi
8.3.3. Produksi KS Sebagian Besar 10.3.11. Konsumsi Welded Pipe
Diserap Produk GI-sheet 10.3.12. Demand
8.4. Klasifikasi Produk 10.3.13. Kondisi Perkembangan Pasar
8.5. CRC berkualitas khusus (baja khusus) 10.3.14.Distribusi Welded Steel Pipe Di
8.6. Perkembangan Impor CRC/S dalam Negeri
8.6.1. Impor Non-Alloy CRC Tumbuh 10.3.15. Proyeksi
Pesat 10.4. Industri Seamless Pipe
8.6.2. Impor CRC Ketebalan 1-3 mm 10.4.1. Deskripsi Produk
Relatif Stabil. 10.4.2. Proses Pembuatan
8.6.3. Silicon Electrolytic Steel Sheet/Plate 10.4.3. Pos Tarif
8.6.4. Jepang Pemasok Terbesar 10.4.4. Produsen Seamless Pipe
8.7. Perkembangan Ekspor 10.4.5. Tidak Ada Investasi Baru
8.7.1. Cenderung Menurun 10.4.6. Produksi Cenderung
8.7.2. Ekspor CRC Didominasi Ketebalan Meningkat
<0,5 mm 10.4.7. Utilisasi Produksi Jasa Heat
8.7.3. Ekspor Silicon Electrolytic Steel Sheet Treatment dan Threading Masih
Masih Kecil Rendah
8.7.4. Ekspor ke China Terbesar 10.4.8. Omzet Citra Tubindo Tbk
8.8. Harga Berfluktuasi Capai Rp 781,9 milyar
8.9. Biaya Produksi 10.4.9. Impor Seamless Pipe
8.10.Perkembangan Market Size - Tren 10.4.10. Ekspor Seamless Pipe
Konsumsi 10.4.11. Konsumsi Seamless Pipe
10.4.12. Perkembangan Pasar
9. INDUSTRI BAJA WIRE ROD 10.4.13. Harga
9.1. Deskripsi Produk 10.4.14. Prospek dan Kesimpulan
9.2. Proses Produksi 10.5. Proyek Pipanisasi Gas
9.2.1. Pabrik Baja Batang Kawat (Wire 10.5.1. Jaringan Pipa Gas Indonesia
Rod Mill) 10.5.2. Sistem Transportasi Gas
9.2.2. Pabrik Kawat Baja Ispatindo Sumatera dan Natuna
9.3. Produsen dan Kapasitas Produksi 10.5.3. Rencana induk jaringan
9.4. Investasi Baru transmisi dan distribusi gas
9.5. Perkembangan Produksi Indonesia
9.6. Tarif Bea Masuk 10.5.4. Serap Produk Pipa Baja Lokal
9.7. Impor Wire Rod 10.5.5. Transmisi Kaltim-Jateng
9.8. Ekspor Wire Rod 10.5.6. Jaringan Pipa Gas 2010-2025
9.9. Perkembangan Harga Segera Ditender
9.10.Supply Demand Wirerod
9.11.Proyeksi 11. STAINLESS STEEL
11.1. Pendahuluan
10. GAMBARAN DAN KONDISI INDUSTRI 11.2. Deskripsi Produk
PIPA BAJA 11.3. Produsen dan Kapasitas
10.1. Pendahuluan 11.4. Bahan Baku Sepenuhnya Impor
10.1.1. Kondisi Umum 11.5. Tidak Ada Investasi Baru
10.1.2. Pemanfaatan Kapasitas Masih 11.6. Produksi Meningkat
Rendah 11.7. Tingkat Utilisasi Cukup Besar
10.1.3. Masalah Bahan Baku 11.8. Perkembangan Impor Stainless Steel
10.2. Diskripsi Produk Pipa Baja 11.8.1. Impor Meningkat Lagi
10.3. Industri Welded Pipe 11.8.2. India Pemasok Bahan Baku
10.3.1. Deskripsi Produk Welded Pipe Terbesar
10.3.2. Proses Produksi 11.8.3. Bea Masuk 0% Sampai 15%
10.3.3. Teknologi yang Digunakan 11.9. Perkembangan Ekspor Stainless Steel
10.3.4. Pos Tarif 11.9.1. Re-Ekspor
10.3.5. Kapasitas Produksi 11.9.2. Brazil Pasar Terbesar
10.3.6. Investasi Baru 11.10. Produsen Hilir Stainless Steel
10.3.7. Produksi Welded Pipe 11.11. Konsumsi Stainles Steel
10.3.8. Pengadaan Bahan Baku 11.11.1. Naik Rata-rata 12,9% per
Meningkat Tahun
10.3.9. Import Welded Pipe 11.11.2. Peralatan Rumah Tangga
10.3.10. Ekspor Welded Pipe Terbesar
11.11.3. Kontribusi Biaya Bahan Baku 13.10.1. Konsumsi Meningkat Rata-
11.11.4. Utilisasi Belum Optimal rata 8,1% per Tahun
11.11.5. Stainless Steel Pipe 13.10.2. Industri Konstruksi Sebagai
11.12. Perkembangan Pasar Konsumen Terbesar
11.13. Proyeksi 13.11. Analisa Perkembangan Pasar
11.14. Prospek 13.11.1. Harga Tergantung Kurs
US$dollar
12. INDUSTRI GALVANIZED IRON SHEET 13.12. Proyeksi
12.1. Gambaran Produk 13.13. Prospek dan Kesimpulan
12.2. Produsen dan Kapasitas Produksi
12.2.1. Essar Olah Sendiri CRC 14. BESI BETON (REINFORCEMENT BARS)
12.2.2. Kalisco Operasikan Pabrik Baru 14.1. Besi Beton (Reinforcement Bars)
US$ 65 Juta 14.2. Investasi Baru dan Perluasan
12.2.3. Kapasitas nasional 1,3 juta ton 14.3. Produksi Naik Rata-rata 8,5% per
12.3. Painted Coating Steel Tahun
12.4. BlueScope Perkuat Penentrasi Pasar 14.4. Tarif Besi Besi Beton dan Profil
12.5. Poduksi 2008 Turun Hingga 19,1% Ringan
12.6. Sekitar Setengahnya dari Produk 0.20 mm 14.5. Impor Concrete Steel Masih Kecil
12.7. Produksi Fumira Tertahan 14.6. Ekspor Concrete Steel Masih Tetap
12.8. Revisi SNI Wajib Mulai Desember Kecil
2008 14.7 Penjualan besi beton dimanipulasi
12.9. Impor Metal Coating Sheet 14.8. Perkembangan Konsumsi
12.9.1. Bea masuk 14.9. Proyeksi Demand (Kebutuhan)
12.9.2. Impor Makin Membesar
12.9.3. Jenis Zinc-alum Dominan 15. KONDISI SEKTOR PENDUKUNG
12.9.4. Ekspor menurun lagi (BAHAN BAKAR GAS ALAM)
12.10. Konsumsi Dalam Negeri 15.1. Kebutuhan Energi di Industri Baja
12.10.1. Konsumsi Tumbuh Rata-rata 15.1.1. Kebutuhan Gas PT Krakatau
3,4% per Tahun Steel
12.10.2. Sektor konstruksi penyerap terbesar 15.1.2. Terdapat 33 Perusahaan Baja
12.10.3. Sebagian disalurkan ke Menggunakan Gas
perusahaan roll former 15.1.3. KS Bangun Pembangkit 320
12.11. Sistim Distribusi MW untuk Konversi Energi
12.11.1. Pengadaan Bahan Baku 15.1.4. Industri Baja Nasional Perlu
12.11.2. Import Duty CRC Hemat Energi
12.12. Prospek Permintaan dan Peluang 15.2. Perkembangan Cadangan Terbukti
Investasi Gas Indonesia 1993-2009
15.3. Kilang Gas Indonesia (Eksisting)
13. INDUSRI BAJA SIKU DAN PROFIL 15.4. Kilang Gas Menurut Operator
(STEEL SECTION)
13.1. Pendahuluan 16. RENCANA PEMBANGUNAN PROYEK-
13.2. Deskripsi Produk PROYEK INFRASTRUKTUR DI
13.3. Proses Pembuatan INDONESIA
13.4. Pos Tarif 16.1. Transportasi Darat
13.5. Kapasitas Capai 1,3 Juta Ton 16.1.1. Pengembangan Jalan Koridor
13.6. Produksi Masih Terpuruk Ekonomi Di Jawa dan
13.7. Produksi Gunung Garuda Terbesar Sumatera
13.8. Impor Steel Section 16.1.2. Jembatan
13.8.1. Impor Cenderung Meningkat 16.1.3. Jalan Tol
Lagi 16.1.4. Jalur Kereta Api
13.8.2. Impor Profil H Dominan 16.1.5. Program Strategi Sub Sektor
13.8.3. Terbesar Dipasok China Transportasi Laut
13.9. Ekspor Steel Section 16.1.6. Program Strategis Sub Sektor
13.9.1. Rata-rata Peningkatan Ekspor Transportasi Udara
42% Per tahun 16.2. Bidang Energy
13.9.2. Terbesar Diekspor ke Malaysia 16.2.1. Proyek Kelistrikan
13.10. Analisa Konsumsi/permintaan dan 16.2.2. Infrastruktur gas nasional
Industri Pemakai (Status 2009)
16.2.3. Road Map Pembangunan 17.5. Analisa demand Tabung LPG Non 3
Infrastruktur Gas Untuk Rumah Kg
Tangga 17.5.1. Perkembangan Penjualan LPG
16.5. Kesimpulan dalam Negeri
16.4. Proyek Penyediaan Air Bersih 17.5.2. Konsumsi LPG dan Jumlah
Tabung Baja LPG 12 Kg
17. TABUNG BAJA LPG 17.5.3. Ekspor Tabung LPG
17.1. Pendahuluan 17.5.4. Singapura Penyerap Terbesar
17.1.1 Deskripsi Produk 17. 6. Pola Distribusi LPG
17.1.2. Standar SNI 17.6.1. Infrastruktur Terpenuhi
17.1.3. Syarat bahan baku 17.6.2. Fasilitas distribusi LPG di
17.1.4. Cara pembuatan tabung Indonesia
17.1.5. Cost Structure 17.6.3. Distribusi LPG ditangani
17.2. Review Industri Tabung Baja perusahaan afiliasi
17.2.1. Review Tabung Baja LPG 3 Kg 17.6.4. Fee SPPBE dan Margin Agen
17.2.2. Review Tabung Baja LPG Non 3 Mengecil
Kg 17.6.5. Pola pasokan dan utilitas LPG
17.3. Kondisi Liquified Petroleum Gas (LPG) 17.7. Analisa Supply - Demand
17.3.1. Deskripsi Produk 17.7.1. Konsumsi Berfluktuasi
17.3.2. Kilang LPG Pertamina 17.7.2. Trend Supply
17.3.3. Kilang LPG Swasta 17.7.3. Trend Demand
17.3.4. Elpiji bersaing dengan Blue Gas 17.7.4. Trend Potenasi Pasar
dan My Gas 17.7.8. Potensi Pasar LPG dan Gas
17.3.5. Perkembangan penjualan LPG Kota
dalam negeri 17.7.9. Biaya Investasi Program
17.3.6. Proyeksi Supply dan Demand Subsitusi Minyak Tanah ke LPG
LPG 17.7.10. Prospek dan Kesimpulan
17.4.1. Produsen dan Kapasitas
Terpasang 18. PROFIL PERUSAHAAN KRAKATAU
17.4.2. Aspek Bahan Baku STEEL GROUP
17.4.3. Pengadaan Bahan Baku Tabung - PT KS sebagai Industri baja terpadu
Baja Dari Dalam Negeri 2008- - Gunung Garuda Group
2009
17.4.4. Perkiraan Prod. Tabung Baja 12 19. PENUTUP
Kg 19.1. Aspek Demand
17.4.5. Perkembangan Produksi Tabung 19.2. Pembangunan Industri Baja Hulu
Baja 12 Kg 19.3. Proyeksi Demand (Kebutuhan)
17.4.6. Impor Tabung Baja 19.4. Kesimpulan dan Rekomendasi
FORMULIR PEMESANAN
PT MEDIA DATA RISET
Jl. SMA XIV, No. 12 A WS
Cawang–UKI, Jakarta 13630
Phone : (021) 809 6071, 809 3140
Fax : (021) 809 6071, e-mail : info@mediadata.co.id

Studi Tentang:
KONDISI INDUSTRI BAJA INDONESIA
HADAPI PASAR BEBAS AC-FTA, 2010

Juni, 2010
Silahkan Pilih ( √ ) untuk pesanan :

Edisi Bahasa Indonesia Bahasa Inggris


Nama (Mr/Mrs/Ms)
Position
Nama Perusahaan
NPWP No.

Alamat

Telepon Fax :

Tanda Tangan

Tanggal

Harga :
Edisi Bhs. Indonesia - Rp 6.500.000 (Enam juta lima ratus ribu rupiah)
Edisi Bhs.Inggris - US$ 900 (Sembilan ratus US Dollar)
Catatan: Harga belum termasuk pajak (10% PPn)
Di luar Jakarta dan luar negeri; ditambah biaya pengiriman (Jasa Kurir)
Pembayaran, Silahkan beri tanda ( √ )

Cash

Cheque

Transfer to - PT MEDIA DATA RISET


AC NO. 070 000 534 0497
BANK MANDIRI CAB. DEWI SARTIKA
JAKARTA

Anda mungkin juga menyukai