Anda di halaman 1dari 6

Infra Red Receiver

Sinar infra merah yang dipancarkan oleh pemancar infra merah tentunya mempunyai
aturan tertentu agar data yang dipancarkan dapat diterima dengan baik di receiver.
Oleh karena itu baik di transmitter infra merah maupun receiver infra merah harus
mempunyai aturan yang sama dalam mentransmisikan (bagian transmitter) dan
menerima sinyal tersebut kemudian mendekodekannya kembali menjadi data biner
(bagian receiver).

Receiver Infra Merah

Komponen yang dapat menerima infra merah ini merupakan komponen yang peka
cahaya yang dapat berupa dioda (photodioda) atau transistor (phototransistor). Komponen
ini akan merubah energi cahaya, dalam hal ini energi cahaya infra merah, menjadi pulsa-
pulsa sinyal listrik. Komponen ini harus mampu mengumpulkan sinyal infra merah
sebanyak mungkin sehingga pulsa-pulsa sinyal listrik yang dihasilkan kualitasnya cukup
baik. Semakin besar intensitas infra merah yang diterima maka sinyal pulsa listrik yang
dihasilkan akan baik jika sinyal infra merah yang diterima intensitasnya lemah maka infra
merah tersebut harus mempunyai pengumpul cahaya (light collector) yang cukup baik
dan sinyal pulsa yang dihasilkan oleh sensor infra merah ini harus dikuatkan. Pada
prakteknya sinyal infra merah yang diterima intensitasnya sangat kecil sehingga perlu
dikuatkan. Selain itu agar tidak terganggu oleh sinyal cahaya lain maka sinyal listrik yang
dihasilkan oleh sensor infra merah harus difilter pada frekeunsi sinyal carrier yaitu pada
30KHz sampai 40KHz. Selanjutnya baik photodioda maupun phototransistor disebut
sebagai photodetector.

Dalam penerimaan infra merah, sinyal ini merupakan sinyal infra merah yang
termodulasi. Pemodulasian sinyal data dengan sinyal carrier dengan frekuensi tertentu
akan dapat memperjauh trasnmisi data sinyal infra.

Gambar 1

Respon Penerimaan Sensor Infra Merah


Komponen photodetector mempunyai karakteristik seperti komponen yang dinamakan
‘solar cell’, yang merubah energi cahaya menjadi energi listrik. Jika photo detector ini
mendapat cahaya maka akan menghasilkan tegangan sekitar 0.5 volt dan arus yang
dihasilkan tergantung dari intensitas cahaya yang masuk pada photo detector tersebut.
Teknik ini biasa disebut sebagai ‘unbiased current sourcing’ atau ‘photovolataic mode’.
Teknik ini jarang digunakan karena tidak efisien dan mempunyai respon yang lambat
tehadap pulsa-pulsa cepat sinyal cahaya.

Konfigurasi photo detector yang umum dipakai adalah teknik yang dikenal sebagai
‘reserved biased’ atau ‘photoconductive mode’. Pada mode reverse bias/bias terbalik,
photo detector dibias dengan tegangan external mulai dari beberapa volt sampai sekitar
50 volt (tergantung karakteristik photo detector). Jika karakteristik photodetector tidak
diketahui maka bias tegangan dapat diberi 12V agar tidak merusak photodetector
tersebut.

Ketika photo detector ini mendapat cahaya, dalam hal ini cahaya infra merah maka
terdapat arus bocor yang relatif kecil. Besar-kecilnya arus bocor ini tergantung dari
intensitas cahaya infra merah yang mengenai photodetector tersebut.

Sebuah photodioda, biasanya mempunyai karakteristik yang lebih baik daripada


phototransistor dalam responya terhadap cahaya infra merah. Biasanya photo dioda
mempunyai respon 100 kali lebih cepat daripada phototransistor. Oleh sebab itulah para
designer cenderung menggunakan photodioda daripada menggunakan phototransistor.
Tetapi sebuah phototransistor tetap mempunyai keunggulan yaitu mempunyai
kemampuan untuk menguatkan arus bocor menjadi ratusan kali jika dibandingkan dengan
photodioda.

Sebuah photodioda biasanya dikemas dengan plastik transparan yang juga berfungsi
sebagai lensa fresnel. Lensa ini merupakan lensa cembung yang mempunyai sifat
mengumpulkan cahaya. Lensa tersebut juga merupakan filter cahaya, lebih dikenal
sebagai ‘optical filter’, yang hanya melewatkan cahaya infra merah saja. Walaupun
demikian cahaya yang nampakpun masih bisa mengganggu kerjsa dari dioda infra merah
karena tidak semua cahaya nampak bisa difilter dengan baik. Oleh karena itu sebuah
penerima infra merah harus mempunyai filter kedua yaitu rangkaian filter yang berfungsi
untuk memfilter sinyal 30KHz sampai 40KHz saja.

Faktor lain yang juga berpengaruh pada kemampuan penerima infra merah adalah ‘active
area’ dan ‘respond time’. Semakin besar area penerimaan suatu dioda infra merah maka
semakin besar pula intensitas cahaya yang dikumpulkannya sehingga arus bocor yang
diharapkan pada teknik ‘reserved bias’ semakin besar. Selain itu semakin besar area
penerimaan maka sudut penerimaannya juga semakin besar. Kelemahan area penerimaan
yang semakin besar ini adalah noise yang dihasilkan juga semakin besar pula. Begitu juga
dengan respon terhadap frekuensi, semakin besar area penerimaannya maka respon
frekuansinya turun dan sebaliknya jika area penerimaannya kecil maka respon terhadap
sinyal frekuensi tinggi cukup baik.
Respond time dari suatu dioda infra merah (penerima) mempunyai waktu respon yang
biasanya dalam satuan nano detik. Respond time ini mendefinisikan lama agar dioda
penerima infra merah merespon cahaya infra merah yang datang pada area penerima.
Sebuah dioda penerima infra merah yang baik paling itdak mempunyai respond time
sebesar 500 nano detik atau kurang. Jika respond time terlalu besar maka dioda infra
merah ini tidak dapat merespon sinyal cahaya yang dimodulasi dengan sinyal carrier
frekuensi tinggi dengan baik. Hal ini akan mengakibatkan adanya data loss.

Filter Optikal

Filter ini mempunyai dua fungsi yaitu sebagai lensa fresnel dan juga sebagai filter cahaya
yang masuk ke area penerimaan dioda infra merah. Biasanya terbuat dari bahan
polycarbonate,berbentuk cembung dan transparan. Filter opikal ini akan membatasi
cahaya-cahaya yang tidak diinginkan kecuali cahaya infra merah sehingga tidak
mengganggu sinyal cahaya infra merah yang diterima oleh detektor/area penerima.

Current to Voltage Converter

Arus bocor yang dihasilkan oleh detektor photodioda besarnya linier terhadap intensitas
cahaya infra merah yang dimasuk ke dalam area penerimaan. Oleh sebab itu arus ini
harus dirubah ke tegangan agar dapat didapatkan sinyalnya kembali.

Pada dasarnya ada tiga teknik pengubahan arus ke tegangan yang masing-masing
mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.

Gambar 2

High Impedance Detector

High Impedance Detector. Detektor ini banyak digunakan dirangkaian-


rangkaian pada umumnya karena kesederhanaan rangkaiannya dan respon yang cukup
baik. Untuk mengubah arus menjadi tegangan digunakan sebuah resistor R1 dengan nilai
yang cukup besar. Besarnya nilai R harus disesuaikan agar tidak menyebabkan dioda
infra merah jenuh karena jika dioda infra merah jenuh maka tidak ada sinyal carrier yang
diteruskan sehingga data yang ditransmisikan tidak dapat diterima lagi. Untuk mencegah
agar tidak jenuh maka tegangan bias tidak boleh terlalu tinggi dan nilai R yang digunakan
juga tidak boleh terlalu besar. Pada suatu kondisi tertentu jika cahaya selain cahaya infra
merah terlalu terang maka arus bocor dapat mencapai beberapa miliamper dan
resistansinya turun menjadi 10k saja sehingga untuk mencegah saturasi maka nilai R
harus kurang dari 10k juga. Dengan nilai R 10k ini akan dapat merubah tiap 1uA menjadi
10mV. Kondisi ini merupakan kondisi ideal yang jauh berbeda dengan keadaan
sebenarnya dimana sinyal yang diterima sangat lemah sehingga hanya menghasilkan arus
bocor yang sangat kecil sehingga nilai R yang digunakan juga harus diganti dengan nilai
yang lebih besar untuk dapat mengkonversi arus menjadi tegangan yang tepat.

Transimpedance Amplifier Detector. Teknik ini merupakan pengembangan yang sangat


baik dari teknik yang pertama. Dengan dilengkapi dengan sebuah induktor diharapkan
agar sinyal carrier tidak cacat pada saat dirubah menjadi tegangan. Dengan penggantian
R dengan sebuah induktor ini akan menyebabkan reaktansinya berubah terhadap
frekuensi sinyal, berarti sekaigus juga menjadi filter yang sederhana karena tegangan
yang dihasilkan untuk frekuensi yang berbeda tentunya akan menghasilkan tegangan
yang lebih lemah. Reaktansi ini digunakan untuk Feedback yang berupa LC ini
menghasilkan suatu Q yang cukup tinggi sehingga hanya sinyal tertentu saja yang
dikuatkan. Q harus diletakkan pada frekuensi sekitar 30KHz sampai 40KHz.

Gambar 3

TransimpedanceAmplifier Detector

Tabel 1

Tabel Nilai Induktor dan Nilai Reaktansi


Transimpedance Amplifier Detector with limited Q. Penggunaan LC yang di set pada
frekuansi kerja sinyal carrier tertentu dapat menghambat sinyal selain sinyal data infra
merah. Biasanya cahaya tampak merupakan pengganggu utama dalam pendeteksian
dengan menggunakan infra merah. Q yang tinggi juga menjadi masalah yaitu dapat
mengakibatkan osilasi yang tidak dinginkan. Untuk dapat membatasi nilai Q maka dapat
diparalelkan sebuah resistor pada induktor seperti nampak pada gambar 4. Untuk aplikasi
trasnmisi data dimana duty cycle sinyal nya rendah (pulsa-pulsa dengan durasi pendek)
maka adalah baik jika Q ditentukan mendekati 1. Jika nilai resistor paralel sama dengan
nilai reaktansi induktor pada frekuensi yang diinginkan. Jika nilai Q lebih dari 1 maka
osilasi dapat terjadi, hal ini akan mengakibatkan sinyal dengan pulsa-pulsa pendek (data
stream) akan menghasilkan ripple-ripple yang tidak diinginkan pada saat pindah logika.
Bahkan jika nilai Q sangat besar bukanlah tidak mungkin akan menjadi osilator yang
sering disebut sebagai ‘self-osilator’.

Gambar 4

Transimpedance Amplifier Detector with limited Q


Pada aplikasi dengan pulsa-pulsa pendek seperti pada transmisi data nilai
induktor dapat dipilih berdasarkan panjang pulsa yang ditrasnmisikan untuk mendapatkan
suatu hasil yang maksimal.

Berikut merupakan salah satu contoh rangkaian yang menggunakan Q dimana nilai Q nya
dibatas tidak sampai 1. R7 yang memparalel induktor L2 akan menyebabkan nilai Q tidak
lebih dari 1 sehingga tidak terjadi self-osilasi. L1 merupakan induktor yang berfungsi
untuk mencegah agar sinyal AC tidak masuk ke dalam power supply. Komponen ini tidak
terlalu kritis jika digunakan paa frekuensi 30KHz – 40KHz saja sehingga komponen ini
dapat tidak digunakan.

Gambar 5

Rangkaian Penerima IR

Susanto Wibisono Koselan

Anda mungkin juga menyukai